RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4/PUU-IX/2011 Tentang Kemandirian Hakim Dalam Membuat Keputusan Suatu Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XI/2013 Penyelenggaraan RUPS

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana ) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra. II. POKOK PERKARA Pemohon mengajukan permohonan untuk pengujian Pasal 1 angka 26 dan angka 27 jo Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Pasal 1 angka 26 dan angka 27 jo Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah : 1. Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dasar, memutus sengketa kewenanganlembaga Negara yang kewenanganya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ( UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD Tahun 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah ;

a. Menjelaskan kedudukanya dalam permohonanya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga negara; b. Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukanya undangundang yang dimohonkan pengujian Atas dasar ketentuan tersebut maka Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kedudukanya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yangakan dideritanya secara sebagai berikut : Pemohon adalah Perseorangan Warga Negara Indonesia yang dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 1 angka 26 dan angka 27 jo Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma yang di ajukan dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu : 1. Pasal 1 Angka 26. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. 2. Pasal 1 Angka 27. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. 3. Pasal 65. Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksu dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. 4. Pasal 116 ayat (3). Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara. 5. Pasal 116 ayat (4). Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut. 6. Pasal 184 ayat (1) huruf a. Alat bukti yang sah ialah :

a. Keterangan saksi ; b. -----------------------; c. -----------------------;dst. B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Sebanyak 3 (tiga) norma, yaitu : 1. Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah Negara Hukum. 2. Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945, karena : 1. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum seperti yang telah di sebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD RI Tahun 1945, dan salah satu ciri negara hukum seperti di ungkapkan oleh AV Dicey adalah due proses of law yang biasanya diartikan sebagai a fundamental, constitutional guarantee that all legal proceeding will be fair and that one will be given notice of the proceedings and an opportunity to be heard the government act take away one s life, liberty or property. Also a constitutional guarantee that the law shall not be unreasonable, arbitrary, or capricious; 2. Bahwa UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP adalah ketentuan-ketentuan hukum acara yang harus mencerminkan adanya due process of law yang fair, pasti dan adil serta jauh dari hal-hal yang bersifat arbiter. Oleh karena hukum pidana yang ingin ditegakkan oleh KUHAP membawa akibat sanksi hukum yang terkait dengan hak-hak asasi manusia maka kesalahan penerapan hukum materiil yang secara prosedural tidak memenuhi standar due process of law dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia; 3. Bahwa ketika seorang individu ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa dalam suatu perkara tindak pidana, maka individu tersebut pada hakikatnya berhadapan dengan negara, dan negara melalui aparatur-aparaturnya yang berwenang menegakan hukum wajib untuk memberikan perlindungan kepada warganegaranya sendiri; 4. Bahwa berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD RI Tahun 1945 semestinya mengenai siapa saksi yang akan diminta oleh Pemohon yang saat ini sebagai tersangka dan/atau terdakwa demi kepastian hukum tidaklah dapat dipersoalkan oleh Penyidik dan kewenangan untuk menilai keterangan saksi yang menguntungkan yang diminta

oleh tersangka dan/atau terdakwa relevan atau tidak dengan perkara pidana yang dituduhkan bukanlah kewenangan Penyidik tetapi merupakan kewenangan Hakim, sehingga Penyidik tidak dapat menolak pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi yang diminta oleh Tersangka atau Terdakwa; 5. Bahwa panfsiran penyidik terhadap Pasal 65 ayat (3) UU KUHAP yang mengatakan bahwa penyididk berwenang menilai dan menolak saksi-saksi menguntungkan yang diminta tersangka dan/atau terdakwa, sementara tersangka/terdakwa tidak berhak menilai dan menolak saksi-saksi fakta yang memberatkan, maka proses penyidikan akan berjalan dengan tidak seimbang, berat sebelah sehingga meniadakan prisip adil yang kaidahnya diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD RI tahun 1945; 6. Bahwa adanya tafsir yang beragam mengenai pada tahapan mana saksi-saksi yang menguntungkan tersebut diperiksa, telah meniadakan prisip kepastian hukum yang kaidah konstitusinya diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD RI tahun 1945; 7. Bahwa adanya tafsir yang beragam mengenai kaidah yang diatur dalam Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP menyebabkan tersangka dan/atau terdakwa diperlakukan tidak sama dihadapan hukum dan hal ini bertentangan dengan kaidah yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (1) UUD RI tahun 1945; 8. Bahwa kaidah Negara Hukum dan jaminan kepastian hukum yang adil dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD RI tahun 1945 telah dilanggar oleh norma UU dalam Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) jika dihubungkan dengan definisi saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan 27 UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP; 9. Bahwa menurut Pemohon, definisi saksi yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 26 UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP hanyalah relevan dengan saksi fakta atau saksi peristiwa atau saksi yang memberatkan; 10. Bahwa definisi saksi yang diberikan Pasal 1 angka 26 telah mengaburkan keberadaan saksi yang menguntungkan dan saksi a de charge yang kaidah undang-undangnya diatur dalam Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan secara nyata bertentangan dengan kaidah konstitusi, khususnya due process of law (proses pemeriksaan yang benar dan adil) yang menjadi salah satu ciri Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945; 11. Bahwa kaidah undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 27 dihubungkan dengan Pasal 6 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP bertentangan dengan kaidah konstitusi yang mengatur negara hukum, sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945;

12. Bahwa kaidah undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 27 dihubungkan dengan Pasal 184 ayang (1) huruf a bertentangan dengan kaidah konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945; 13. Bahwa defenisi keterangan saksi yang kaidahnya diatur dalam Pasal 1 angka 27 yang hanya sesuai dengan keterangan saksi fakta atau saksi peristiwa atau saksi yang memberatkan diubungkan dengan kaidah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a, sesungguhnya telah menghilangkan adanya prinsip jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945; 14. Bahwa menurut hemat pemohon apabila kaidah-kaidah yang diatur dalam Pasal 1 angka 26 dan 27 dihubungkan dengan Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a UU No 1 tahun 1981 tentang KUHAP dibatalkan, maka akan terjadi kevakuman hokum, sehingga dalam hal ini Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memaknai kaidah undang-undang sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 26 dan 27 dihubungkan dengan Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP agar menjadi konstitusional terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945; 15. Bahwa pemaknaan yang Pemohon maksudkan ialah, jika definisi tentang saksi dan keterangan saksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 26 dan 27 dihubungkan dengan ketentuan Pasal 65 dan 116 ayat (3) dan (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a, dibiarkan begitu saja, maka kaidah undang-undang yang diatur dalam pasal-pasal itu secara kondisional tetap inkonstitusional (conditionanally unconstitutional), yakni bertentangan dengan kaidah-kaidah konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk menguji ketentuan Pasal 1 angka 26 dan 27 jo Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan ayat(4) jopasal 184 ayat (1) huruf a UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. 2. Menyatakan bahwa Pasal 1 angka 26 dan 27 dihubungkan dengan ketentuan Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan ayat(4) jopasal 184 ayat (1) huruf a UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP adalah seuai dengan UUD RI Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai saksi yang menguntungkan. 3. Menyatakan bahwa putusan ini membawa implikasi konstitusional da yuridis kepada Penyidik pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang memeriksa Pemohon, untuk memanggil dan memeriksa saksi-saksi yang menguntungkan yang diminta oleh Pemohon, yaitu Megawati

Sukarno Putri, H.M Yusuf Jalla, Kwik Kian Gie dan Susilo Bambang Yudhoyono terhitung sejak Pemohon ditetapkan sebagai tersangka Pada Tanggal 24 Juni 2010. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau; apabila Majelis Hakim Berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.