TEKNOLOGI SEDERHANA BUDIDAYA BAGI MASYARAKAT PESISIR

dokumen-dokumen yang mirip
Petunjuk Teknis - Teknologi Sederhana Budidaya Ikan Bagi Masyarakat Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD.

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

PERENCANAAN DESA TAHUN 2015

REVIEW KEGIATAN PIU CCD IFAD KOTA KUPANG 2013 DAN PERENCANAAN ROBBY ADAM, S.St.Pi SEKRETARIS PIU Jakarta, 17 November 2013

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG


V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KJA OFFSHORE : MEMBANGUN INDUSTRI MARIKULTUR MODERN

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

PERKEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN IKAN BANDENG PADA KERAMBA JARING TANCAP DI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2009 TENTANG

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

REALISASI KEGIATAN CCDP-IFAD PIU YAPEN TAHUN 2013 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2014 OLEH WILLIAM MANOBI SEKERTARIS PIU YAPEN

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

CARA PENANGKAPAN IKAN HIAS YA NG RA MA H LINGKUNGA N

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

BAB III BAHAN DAN METODE

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengemasan benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) pada sarana angkutan udara

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA ACARA PENJELASAN DOKUMEN PENGADAAN. NOMOR : 173/POKJA VIII.ULPBJ/X/2016 TANGGAL : 19 Oktober 2016

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI TERPADU PERIKANAN BUDIDAYA 2017 Banten, 7-10 Mei 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS. Oleh: Nama : Fandhi Achmad Permana NIM : Kelas : 11-S1TI-11 Judul : Bisnis Budidaya Ikan Nila

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam.

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

ASPEK PRODUKSI, BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JARING APUNG

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

PERIKANAN BUDIDAYA (AKUAKULTUR) Riza Rahman Hakim, S.Pi

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

PENGKAYAAN STOK TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

MODUL: PENEBARAN NENER

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

3. METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN Subsektor Perikanan - Budidaya

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

I. PENDAHULUAN. 1 dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009].

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

TABEL 5.1 TABEL RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF KABUPATEN SUMENEP DINAS PERIKANAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

USAHA PENGGELONDONGAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT DI SULAWESI TENGGARA

WADAH BUDIDAYA IKAN (WBI) ADI SUCIPTO

rovinsi alam ngka 2011

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Widi Setyogati, M.Si

PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus)

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS INTERNATIONAL F U N D F O R A G R I C U L T U R DEVELOPMENT TEKNOLOGI SEDERHANA BUDIDAYA BAGI MASYARAKAT PESISIR COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROJECT SATKER PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR INTERNATIONAL FUND FOR AGRICULTURE DEVELOPMENT DIREKTORAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DAN PENGEMBANGAN USAHA DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KATA PENGANTAR Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PPMP) atau disebut Coastal Community Development Project - International Fund for Agricultural Development (CCDP-IFAD) merupakan kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan IFAD berdasarkan Financing Agreement antara Pemerintah Republik Indonesia, dengan President IFAD yang ditandatangani pada tanggal 23 Oktober 2012. CCDP-IFAD tersebut merupakan respon langsung terhadap kebijakan dan prakarsa Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam hal pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan (pro-poor, pro-job, pro-growth and pro-sustainability) yang sejalan dengan country strategy objective program CCDP-IFAD. CCDP-IFAD mulai efektif tahun 2013 dan akan berlangsung selama lima tahun hingga tahun 2017. Dalam implementasinya, CCDP-IFAD memberikan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada Kelompok-Kelompok masyarakat pesisir yang menjadi sasaran proyek. Ada empat macam Kelompok yang dapat dibentuk, yaitu Kelompok Infrastruktur (Pembangunan Prasarana), Kelompok Pengelola Sumberdaya, Kelompok Usaha dan Kelompok Tabungan. Kelompok Usaha merupakan kelompok masyarakat pesisir Coastal Community Development Project-IFAD ii

miskin yang mempunyai semangat untuk meningkatkan usahanya, baik sebagai usaha utama ataupun usaha sampingan. Usaha yang dijalankan Kelompok ini masih dalam lingkup sektor Perikanan, yaitu usaha penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengolahan ikan dan lain sebagainya. Petunjuk Teknis (Juknis) Budidaya Ikan ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi Kelompok yang menjalankan usahanya dalam pembudidayaan ikan, yang sesuai dengan CCDP-IFAD. Dalam pelaksanaannya, mungkin Juknis ini perlu modifikasi sesuai dengan kondisi lapangan dan perkembangan teknologi maupun improvisasinya, namun demikian dapat dipakai sebagai rujukan yang sangat bermanfaat, baik bagi masyarakat pembudidaya maupun bagi pelaksana Proyek. Di waktu yang akan dating kiranya perlu juga disusun Juknis bagi usaha selain Perikanan Budidaya di sektor Perikanan. Jakarta, Januari 2014 Riyanto Basuki Direktur CCDP-IFAD Coastal Community Development Project-IFAD iii

DAFTAR ISI Bab Judul Halaman COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii vi viii I PENDAHULUAN 1 1.1 Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 1 1.2 Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir 2 1.3 Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) 7 1.4 Budidaya Ikan di Daerah Pesisir 11 II TEKNOLOGI BUDIDAYA LAUT 13 2.1 Budidaya Ikan di Karamba 13 2.2 Budidaya Rumput Laut 31 2.3 Analisis Usaha 46 2.3.1 Analisis Usaha Budidaya Kerapu Bebek Dalam 47 Karamba 2.3.2 Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan Dalam 49 Karamba 2.3.3 Analisis Usaha Budidaya Kakap Putih Dalam 51 Karamba 2.3.4 Analisis Usaha Rumput Laut Metode Lepas Dasar 53 2.3.5 Analisis Usaha Rumput Laut Metode Rakit Apung 55 2.3.6 Analisis Usaha Rumput Laut Metode Long-line 57 III TEKNOLOGI BUDIDAYA AIR PAYAU 60 3.1 Budidaya Ikan Bandeng Semi Intensif 60 Coastal Community Development Project-IFAD iv

3.2 Budidaya Campuran (Polikultur) 77 3.2.1 Polikultur Bandeng dengan Udang 78 3.2.2 Polikultur Bandeng, Udang dan Rumput Laut (Three 80 in One) 3.2.3 Polikultur Bandeng dengan Kepiting 83 3.3 Analisis Usaha 87 3.3.1 Analisis Usaha Bandeng Semi Intensif 88 3.3.2 Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Udang 89 3.3.3 Analisis Usaha Polikultur, Bandeng, Udang dan 91 Rumput Laut Gracillaria 3.3.4 Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Kepiting 93 IV BUDIDAYA AIR TAWAR 95 4.1 Budidaya Ikan Lele (Clarias batrachus) 95 4.1.1 Budidaya Ikan Lele di Kolam Tanah 98 4.1.2 Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal 101 4.2 Budidaya Ikan Mas dan Nila 102 4.3 Analisis Usaha 106 4.3.1 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Tanah 106 4.3.2 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal 108 4.3.3 Analisis Usaha Budidaya Ikan Mas di Kolam Tanah 110 4.3.4 Analisis Usaha Budidaya Ikan Nila di Kolam Tanah 111 V KESIMPULAN DAN SARAN 114 5.1 Kesimpulan 114 5.2 Saran 114 DAFTAR PUSTAKA x Coastal Community Development Project-IFAD v

DAFTAR TABEL Tabel Judul Halaman 1 Kriteria Kelayakan Kualitas Air Budidaya Laut 19 2 Parameter Kualitas Perairan Bagi Pertumbuhan 33 Rumput Laut Kotoni 3 Analisis Usaha Budidaya Kerapu Bebek per Siklus 48 per 1 Unit KJA 4 Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan per Siklus 50 per 1 Unit KJA 5 Analisis Usaha Budidaya Kakap Putih per Siklus per 52 1 Unit KJA 6 Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode 54 Lepas Dasar per Musim Tanam 7 Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode 56 Rakit Apung per Musim Tanam 8 Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode 58 Long-line per Musim Tanam 9 Kriteria Kelayakan Kualitas Lingkungan Budidaya 62 Bandeng di Tambak 10 Beberapa Macam Pestisida Untuk Tambak 67 Bandeng 11 Jenis dan Dosis Pupuk Untuk Penumbuhan Klekap 69 12 Jenis dan Dosis Pupuk Untuk Penumbuhan 71 Plankton dan/atau Lumut 13 Padat Tebar Ikan Bandeng Untuk Beberapa Tingkat 75 Teknologi dan Keperluan 14 Analisis Usaha Budidaya Bandeng Semi Intensif 88 15 Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Udang 90 16 Analisis Usaha Polikultur Bandeng, Udang dan Rumput Laut 92 Coastal Community Development Project-IFAD vi

17 Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Kepiting 93 18 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Tanah 107 19 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal 109 20 Analisis Usaha Budidaya Ikan Mas di Kolam Tanah 110 21 Analisis Usaha Budidaya Ikan Nila di Kolam Tanah 112 Coastal Community Development Project-IFAD vii

DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Halaman 1 Jenis-Jenis Ikan Laut yang Dibudidayakan 15 2 Karamba Tancap dan Karamba Jaring Apung 19 (KJA) 3 Satu Unit Karamba Tancap Sederhana 21 4 Satu Unit Rakit dan Jaring KJA 23 5 Posisi Jaring, Pelampung dan Jangkar 23 6 Rumput Laut Kotoni yang Berasal Dari Maumere 32 NTT dan Madura Jatim 7 Pemasangan Patok Teknologi Lepas Dasar 36 8 Pemasangan Rakit Apung 38 9 Konstruksi Metode Long-line 40 10 Budidaya Rumput Laut Metode Kombinasi Longline 40 dan Rakit 11 Kantong Rumput Laut 42 12 Cara-cara Penjemuran Rumput Laut 45 13 Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) 61 14 Tata Letak dan Penataan Caren Tambak 63 15 Suplai Air Tambak Melalui Pintu Kayu dan 64 Pompa Diesel 16 Pembuangan Air Model Pipa Goyang 64 17 Klekap Menempel Baik di Dasar dan Terapung di 69 Permukaan 18 Jenis-Jenis Lumut yang Biasa Tumbuh di Tambak 70 19 Pembuatan Petak Adaptasi/Ipukan dari Hapa 72 20 Panen Ikan Bandeng dengan Menggunakan 76 Jebakan dari Kere dan Jaring Krikit 21 Udang Windu dan Udang Vaname 79 Coastal Community Development Project-IFAD viii

22 Rumput Laut Gracillaria dan Metode Budidaya 82 Long-line 23 Kepiting Bakau, Scylla serrata dan Kondtruksi 85 Tambak 24 Ikan Lele Lokal 96 25 Berbagai Wadah Budidaya Ikan Lele 97 26 Alat Pembuatan Pakan Mini 100 27 Dua Hasil Persilangan Ikan Mas 103 28 Beberapa Strain Ikan Nila (Oreochromis sp) 104 29 Wadah Budidaya Ikan Mas/Nila 105 Coastal Community Development Project-IFAD ix

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Daerah pesisir merupakan kawasan yang meliputi wilayah administratif Kecamatan yang memiliki garis pantai sampai sejauh 12 mil laut dari garis pantai. Sebagai Negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia, Indonesia memiliki lebih dari 6.600 Desa/Kelurahan pesisir. Pada umumnya desa tersebut merupakan kantung-kantung kemiskinan, ketertinggalan dan keterisolasian, yang sudah sewajarnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. Berbagai program dan proyek telah diarahkan untuk memberdayakan kehidupan masyarakat pesisir, khususnya yang berada di Kawasan Timur Indonesia. Di sektor Kelautan dan Perikanan, di mana sebagian besar masyarakat pesisir menggantungkan hidupnya, perhatian Pemerintah ditunjukkan dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen KP3K) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Di Ditjen KP3K tersebut kemudian dibentuk Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha (Dit PMPPU) yang secara intensif melakukan kegiatan untuk memperbaiki kehidupan dan usaha masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Coastal Community Development Project-IFAD 1

Sebagaimana telah disebutkan, sebagian besar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil menggantungkan hidupnya pada sektor Kelautan dan Perikanan. Pada mulanya, mata pencaharian mereka sangat tergantung pada kelimpahan sumberdaya ikan, yaitu sebagai nelayan. Dengan semakin intensifnya usaha penangkapan ikan yang berakibat semakin terbatasnya sumberdaya ikan di alam, maka semakin berkembang pula usaha-usaha lain yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan sektor Kelautan dan Perikanan, termasuk budidaya ikan, pengolahan dan pemasaran ikan, dan kegiatan usasa lainnya. Pengembangan usaha masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut harus terus mendapat pembinaan dari Pemerintah agar dapat dilakukan secara efektif, efisien serta tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Salah satu upaya pembinaan dan pengembangan usaha masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil adalah dengan dilaksanakannya Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (Coastal Community Development) selama lima tahun dari 2013 2017. 1.2 Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) atau disebut Coastal Community Development Project yang didanai dari International Fund for Agricultural Development (CCDP-IFAD) merupakan kerjasama Ditjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan IFAD berdasarkan Financing Agreement antara Pemerintah Republik Indonesia, Coastal Community Development Project-IFAD 2

dengan President IFAD yang ditandatangani pada tanggal 23 Oktober 2012. CCDP-IFAD tersebut merupakan respon langsung terhadap kebijakan dan prakarsa Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam arah kebijakan pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat pesisir melalui upaya antara lain; pengentasan kemiskinan, peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan (pro-poor, pro-job, pro-growth and pro-sustainability) yang sejalan dengan country strategy objective program CCDP-IFAD. CCDP-IFAD ini melibatkan kerjasama Pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun Kabupaten/Kota dalam hal pendanaan proyek. Pendanaan proyek bersumber dari pinjaman dan juga hibah dari IFAD, dana bantuan Pemerintah Spanyol yang dikelola oleh IFAD, juga dari APBN, APBD, serta kontribusi inkind masyarakat pesisir terkait, yang kesemuanya berjumlah total US$ 43,219 juta. Ada empat kriteria yang menjadi pertimbangan untuk didanai IFAD, yaitu : (i) masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil pada umumnya termasuk kelompok masyarakat pesisir yang berada dibawah garis kemiskinan sampai sangat miskin; (ii) banyak masyarakat yang memiliki motivasi yang baik dan berkomitmen untuk memperbaiki tingkat ekonomi mereka dan bertanggung jawab dalam pembangunan; (iii) adanya peluang-peluang ekonomi yang baik dengan potensi pasar Coastal Community Development Project-IFAD 3

yang kuat terutama untuk produk kelautan dan perikanan bernilai tinggi; dan (iv) secara konsisten mendukung kebijakan dan prioritas Pemerintah. CCDP-IFAD ini juga akan merespon pentingnya mengatasi masalah degradasi sumberdaya pesisir dan perubahan iklim serta memberi pengalaman kepada pemerintah dalam mereplikasi keberhasilan dan merencanakan kegiatan yang lebih baik lagi (scaling up). Lokasi CCDP-IFAD diarahkan untuk Kawasan Timur Indonesia, yang sesuai dengan Country Strategic Opportunities Programme (COSOP) dari IFAD untuk memfokuskan pada desa pesisir dengan tingkat kemiskinan yang tinggi minimal 20 persen per desa. Proyek ini terkonsentrasi pada 13 kabupaten/kota yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan kondisi sosial/budaya beragam, merupakan masyarakat miskin marjinal produktif namun memiliki potensi sumber daya dan akses pasar yang baik. Dua belas Kabupaten/Kota ditambah satu Kabupaten sebagai Learning Center, dalam sepuluh Propinsi, telah terpilih untuk menjadi lokasi proyek ini berdasarkan keberhasilan daerah dalam berpartisipasi melakukan kegiatan PEMP, MCRMP, PLPBM, PNPM MKP dan kegiatan Kelautan dan Perikanan sebelumnya. Hal ini termasuk komitmen dan dukungan keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan potensinya dalam meningkatkan nilai tambah dari hasil Coastal Community Development Project-IFAD 4

produk Kelautan dan Perikanan lainnya, dan meningkatkan kegiatan dari proyek tersebut untuk didiseminasi ke Kabupaten/Kota lainnya. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi lokasi CCDP-IFAD mewakili berbagai karakteristik Kabupaten/Kota dari Indonesia bagian timur, di masa yang akan datang Kabupaten/Kota tersebut diharapkan menjadi contoh atau tempat pembelajaran dalam memprakarsai sejenis proyek pembangunan masyarakat pesisir lainnya. Pemanfaatan beragam sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil memungkinkan proyek ini untuk memperkenalkan proses yang berbeda-beda terhadap pengelolaan sumber daya, yang dikombinasikan dengan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk budidaya ikan, penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan kegiatan Kelautan dan Perikanan lainnya. Dari setiap Kabupaten/Kota akan dikembangkan 15 Desa/Kelurahan pesisir berdasarkan kriteria, antara lain : (i) tingkat kemiskinan tiap lokasi minimal 20%; (ii) motivasi dan kesuksesan berpartisipasi dalam program-program sebelumnya; (iii) potensi untuk produksi dan pertambahan nilai (value added) Kelautan dan Perikanan; dan (iv) dimasukkannya pulau-pulau kecil di setiap lokasi Kabupaten/Kota yang memiliki pulau. Dengan demikian sasaran CCDP-IFAD ini mencakup 180 Desa/Kelurahan, yang akan dibina selama 5 tahun kegiatan. Diperkirakan sebanyak 660 rumah tangga akan ikut terlibat dalam proyek di setiap Desa/Kelurahan, dan sekitar 60% akan terlibat langsung ataupun Coastal Community Development Project-IFAD 5

tidak langsung seperti kegiatan penangkapan, pembudidayaan ikan dan kegiatan berbasis Kelautan dan Perikanan lainnya, sehingga sebanyak 70.000 rumah tangga atau 320.000 orang sebagai sasaran dari proyek ini. Dalam implementasinya, CCDP-IFAD terdiri atas tiga komponen kegiatan, yaitu : a. Komponen-1 : Pemberdayaan Masayarakat, Pembangunan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, yang merupakan inti dari Proyek yang menyediakan dana lebih dari dua pertiga investasi Proyek. Semua kegiatan dipusatkan pada masyarakat sasaran dan didorong oleh proses partidipatif dan penentuan Desa/Kelurahan prioritas untuk pembangunan Kelautan dan Perikanan termasuk pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan. b. Komponen-2 : Pengembangan Ekonomi Berbasis Kelautan dan Perikanan, membangun kapasitas Kabupaten/Kota sasaran untuk mendukung kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat sasaran melalui (i) dukungan di bidang prasarana utama, inovasi, keterampilan dan kepemimpinan, dan (ii) dukungan untuk pembangunan rantai pasok (value chain) berdasarkan kegiatan ekonomi Kelautan dan Perikanan. c. Komponen-3 : Pengelolaan Proyek, di mana dilakukan koordinasi pelaksanaan menyeluruh di tingkat pusat melalui kantor Pengelola Proyek (PMO) yang berbasis di Ditjen KP3K-KKP, layanan konsultan Coastal Community Development Project-IFAD 6

terkait, berikut pelatihan, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan kegiatan, anggaran biaya dan pelaksanaan di tingkat Kabupaten/Kota melalui tiga belas Unit Pelaksana Proyek (PIU). 1.3 Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Pembinaan dan pengembangan usaha diberikan kepada masyarakat pesisir yang menjadi sasaran melalui paket BLM yang disalurkan kepada kelompok-kelompok yang dibentuk. Ada beberapa kelompok yang dibentuk di setiap Desa/Kelurahan sasaran, yaitu : a. Kelompok Infrastruktur (Pembangunan Prasarana) Di setiap Desa/Kelurahan akan dibentuk 1 Kelompok Pembangunan Prasarana. Kelompok ini bertanggung jawab untuk penyelenggaraan kegiatan pembangunan prasarana yang konsisten dengan pagu anggaran yang tersedia dan terhadap komitmen untuk memberikan kontribusi inkind dalam bentuk lahan barang, jasa, dan tenaga yang diperkirakan sebesar 20% dari perkiraan biaya pembangunan prasarana. Komitmen 20% tersebut dapat berasal dari masyarakat, Desa/Kelurahan atau sumber lain. Setelah pemilihan kebutuhan prasarana Desa/Kelurahan disepakati, maka Kelompok ini akan bekerja sama dengan TPD, konsultan, dan staf teknis PIU untuk menyusun rincian biaya, rancangan kegiatan, pengadaan barang, kontribusi barang dan jasa dan modalitas pemeliharaan. Kelompok Coastal Community Development Project-IFAD 7

ini akan berkoordinasi dengan Village Working Group (VWG) atau Kelompok Kerja Desa/Kelurahan yang dentuk oleh PIU. Prasarana yang akan dipilih dan dibangun harus mempertimbangkan : (i) memberikan manfaat atau peran langsung maupun tidak langsung dalam penggunaan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan di Desa/Kelurahan itu, dan/atau (ii) memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan pendapatan Kelompok sasaran. Contoh kegiatan pembangunan prasarana meliputi : pembangunan atau perbaikan dermaga; sarana air bersih dan higienis (yang dapat mendukung pengolahan ikan); jalan produksi; listrik tenaga surya untuk meningkatkan komunikasi (penerangan, ramalan cuaca, informasi harga pasar, peringatan untuk penangkapan ikan yang merusak). b. Kelompok Pengelola Sumberdaya Pesisir VWG memfasilitasi pembentukan Kelompok Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dibantu oleh konsultan PIU dan TPD. Kelompok ini dibentuk melalui pendekatan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan (Marine Resource Co-management Group atau MRCG). MRCG mempersiapkan perencanaan awal Desa/Kelurahan dan pemetaan sumber daya pesisir, dengan mempertimbangkan pemetaan kemiskinan rumah tangga dan Dusun (atau Desa/Kelurahan kecil), kegiatan ekonomi Kelautan dan Coastal Community Development Project-IFAD 8

Perikanan Desa/Kelurahan, serta potensi Desa/Kelurahan. MRCG akan membangun konsensus dan kesadaran terhadap penggunaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan, selain itu MRCG juga mengusulkan kegiatan dan investasi yang akan didanai oleh dana BLM. BLM digunakan dengan tujuan menyelesaikan inventarisasi sumber daya pesisir, mengembangkan pengelolaan pesisir terpadu berbasis Desa/Kelurahan, mendorong dialog dan konsensus dengan Desa/Kelurahan yang berdekatan serta pengguna sumber daya pesisir, termasuk penegakan hukum dan pengembangan peraturan yang mungkin diperlukan. c. Kelompok Usaha Kelompok Usaha akan dibentuk untuk kegiatan ekonomi tertentu, misalnya budidaya laut, perikanan tangkap, pengolahan dan pemasaran oleh rumah tangga masyarakat pesisir yang berminat. Keanggotaannya berdasarkan rumah tangga, dan satu Kelompok Usaha akan terdiri atas 8-12 rumah tangga atau rata-rata sepuluh rumah tangga. CCDP-IFAD dapat bekerja sama dengan Kelompok yang sudah ada dan dapat mengembangkan usaha yang sukses atau membentuk Kelompok baru, selama kegiatan usaha yang diusulkan layak dan konsisten dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan perencanaan pembangunan Desa/Kelurahan pesisir (Village Development Plan VDP) yang masuk dalam koridor dokumen CCDP. Coastal Community Development Project-IFAD 9

Pada tahun pertama, Kelompok yang ada dengan kinerja dan prospek yang baik akan beradaptasi sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan. Pada tahun kedua akan lebih banyak Kelompok Usaha yang muncul dari masyarakat setelah mendapat pengalaman dan pembelajaran dari Kelompok Usaha tahun pertama. Proyek ini akan membuka peluang baru untuk proses adopsi terakhir di tahun ketiga dari siklus pembangunan masyarakat Desa/Kelurahan pesisir. Wanita sangat didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan usaha perikanan budidaya, pengolahan dan pemasaran, pembangunan prasarana masyarakat, dan penggalangan tabungan. Sebagai pedoman, untuk Kelompok Usaha, dua anggota Kelompok Usaha atau minimal 20% adalah perempuan. Hal ini untuk mendorong agar mainstream gender dapat dilaksanakan. Namun keterlibatan wanita dalam kegiatan usaha tersebut akan menjadi tantangan bagi Kelompok Usaha yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat diusahakan agar proporsi jumlah wanita mencapai 20% dari seluruh anggota Kelompok Usaha yang ada. d. Kelompok Tabungan Kelompok Tabungan dapat terdiri atas anggota rumah tangga miskin yang belum mampu untuk menjadi anggota Kelompok yang lain. Coastal Community Development Project-IFAD 10

Rumah tangga ini belum memenuhi persyaratan untuk membentuk Kelompok Usaha sebagaimana telah disebutkan, akan tetapi mereka adalah Kelompok marginal yang harus diperhatikan. Untuk itu dilakukan upaya persuasi dan pendekatan agar individu-individu yang belum memenuhi persyaratan ini mau bergabung dalam satu Kelompok yang disebut Kelompok Tabungan. Kelompok Tabungan ini, apabila dipandang perlu dapat dibentuk, diharapkan dapat mendorong rumah tangga pesisir untuk mengembangkan budaya menabung dan mengumpulkan modal awal yang dapat digunakan sebagai kontribusi yang secara bertahap akan berevolusi membentuk Kelompok Usaha baru. Dalam perkembangan selanjutnya, pembinaan kelompok tabungan ini kurang responsif, sehingga kelompok tabungan tersebut dimodifikasi untuk pengembangan grameen bank dengan target kelompok usaha wanita, dan/atau pengembangan cabang dari lembaga keuangan mikro (LKM dan BPR Pesisir) yang dibentuk dari program PEMP dan diperluas ke lokasi CCDP. 1.4 Budidaya Ikan di Daerah Pesisir Di setiap Desa/Kelurahan akan terbentuk sepuluh Kelompok Usaha, yang rata-rata beranggotakan sepuluh orang, sehingga akan ada Coastal Community Development Project-IFAD 11

seratus rumah tangga terlibat Proyek. Jenis usaha yang dikembangkan berbagai macam, tergantung pada kondisi dan potensi daerah, namun masih terkait dengan sector Kelautan dan Perikanan, antara lain penangkapan ikan, budidaya ikan, pengolahan dan pemasaran, kerajinan hasil perikanan dan lain sebagainya. Khusus untuk usaha budidaya ikan di daerah pesisir, sesuai dengan wilayah daratannya yang sebatas wilayah administratif Kecamatan berpantai, maka jenis usaha budidaya ikan yang dilakukan dapat meliputi : (i) budidaya laut, dengan komoditas beragam, misalnya ikan kerapu, kakap, ikan-ikan karang dan rumput laut kotoni, (ii) budidaya air payau di tambak dengan komoditas ikan bandeng, nila, udang, kepiting dan juga rumput laut Gracilaria, serta (iii) budidaya air tawar dengan komoditas ikan lele, mas, nila, gurame dan lain sebagainya. Pada umumnya usaha budidaya ikan dilakukan dengan teknologi sederhana yang membutuhkan keterampilan tidak terlalu tinggi, modal tidak terlalu besar, maupun waktu tidak terlalu lama, sehingga dapat dilakukan secara berkelompok. Dalam tahun pertama CCDP-IFAD, telah terbentuk 340 Kelompok, termasuk di dalamnya 268 Kelompok Usaha, dimana kelompok usaha terdiri atas 119 kelompok usaha perikanan tangkap, 114 kelompok usaha pengolahan dan pemasaran, dan 35 kelompok usaha perikanan budidaya. Coastal Community Development Project-IFAD 12

Bab II TEKNOLOGI BUDIDAYA LAUT Sebagai daerah yang berbatasan dengan garis pantai, pada umumnya penduduknya cukup akrab dengan laut, sehingga usaha budidaya laut ini sesuai bagi mereka, baik sebagai usaha sampingan (alternative livelihood) ataupun usaha utamanya. Pada kesempatan ini akan dikemukakan beberapa teknologi budidaya ikan sederhana yang membutuhkan keterampilan tidak terlalu tinggi, modal tidak terlalu besar, maupun waktu tidak terlalu lama, sehingga dapat dilakukan secara berkelompok. Teknologi yang demikian dipandang sesuai untuk dilaksanakan masyarakat pesisir yang menjadi sasaran CCDP-IFAD. Ada dua teknologi sederhana yang akan dikemukakan di sini, yaitu budidaya ikan di karamba dan budidaya rumput laut. 2.1 Budidaya Ikan di Karamba Jenis Ikan Jenis ikan yang biasa dibudidayakan dapat bermacam-macam, tergantung pada potensi daerah yang bersangkutan dan permintaan pasar. Jenis-jenis ikan tersebut antara lain ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus), Kerapu Lumpur (Epinephelus malabaricus, E. coioides, E. tauvina), Kerapu Bebek/Tikus (Cromileptes altivelis), Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus), ikan Kuweh (Charanx spp), ikan Kakap Coastal Community Development Project-IFAD 13

Putih (Lates calcarifer), ikan Kakap merah (Lutjanus spp). Sebagai ilustrasi, berikut gambar beberapa jenis ikan yang umum dipelihara (Gambar 1). Ikan Kerapu Bebek/Kerapu Tikus Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) Ikan Kerapu Lumpur Greasy Grouper (Epinephelustauvina) Ikan Kerapu Macan Brown-marbled Grouper (Epinephelusfuscogutattus) Ikan Kerapu Sunu Leopard Coral Grouper (Plectropomus leopardus) Ikan Kakap Putih Barramundi, Asian Seabass (Lates calcarifer) Coastal Community Development Project-IFAD 14

Ikan Kakap Merah Red Snappers (Lutjanus spp) Ikan Kuweh Pompano (Charanx spp, Trachinotus spp) Gambar 1. Jenis-Jenis Ikan Laut yang Dibudidayakan Persyaratan Lokasi Budidaya Pemilihan lokasi untuk merupakan faktor yang sangat penting yang akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha budidaya laut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi ini antara lain (Anonim, 2011) : a. Rencana Tata Ruang/ Rencana Zonasi Usaha budidaya laut dilakukan di perairan umum yang sangat memungkinkan terjadinya konflik kepentingan. Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan tersebut, maka penempatan karamba untuk usaha budidaya harus memperhatikan perencanaan tata ruang/ Rencana Zonasi di daerah yang bersangkutan, yang dilakukan dalam rangka pemanfaatan kawasan perarian pesisir secara terpadu antar berbagai sektor agar tidak saling tumpang tindih. Coastal Community Development Project-IFAD 15

Perencanaan CCDP berbasis desa harus mengintegrasikan berbagai aktivitas pembangunan dalam satu desa dan mengalokasikan ruang untuk kegiatan budidaya, indfrastruktur desa, pondok informasi dan kegiatan lainnya yang ditunjukkan dalam peta rencana zonasi desa. Dalam perencanaan desa tersebut, perlu dipertimbangkan agar keramba, rakit rumput laut dan bangunan budidaya lainnya berada dalam satu hamparan yang tidak dilalui lalulintas perahu atau kapal, dan jauh dari outlet pembuangan air limbah domestik (rumah tangga). Sehingga kualitas airnya baik dan tidak tercemar. Sebaiknya, lokasi kegiatan budidaya dan Daerah Perlindungan Laut (DPL), bersinergi. Beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam perencanaan tata ruang/rencana zonasi antara lain : (i) kesesuaian lokasi untuk kegiatan budidaya ikan, baik secara fisik maupun kimia, (ii) luas areal potensial, yang sesuai untuk budidaya ikan dan luas areal efektif yang dapat dimanfaatkan dengan mempertimbangkan adanya buffer zone (zona pendukung), (iii) tersedianya sarana pendukung seperti akses jalan, jalur pelayaran, dan (iv) pertimbangan lain yang diperlukan. Coastal Community Development Project-IFAD 16

b. Daya Dukung Perairan Daya dukung lahan budidaya dapat diartikan sebagai kemampuan suatu habitat atau kawasan budidaya yang dinyatakan dalam jumlah individu ikan yang mampu hidup normal dan berkelanjutan. Sehingga dalam hal ini kita harus mampu memprediksi secara ilmiah jumlah karamba dan jumlah ikan yang diijinkan untuk keberlanjutan usaha budidaya (sustainable aquaculture). Pada umumnya perairan laut Indonesia masih sangat terbuka untuk usaha budidaya laut, karena baru kurang dari.. 10 % potensinya yang sudah dimanfaatkan. c. Kelayakan Fisik Kualitas perairan yang perlu diperhatikan bagi kelayakan usaha budidaya laut antara lain : (i) Terlindung dari angin dan gelombang besar. Sebaiknya tinggi gelombang tidak lebih dari 0,5 meter, baik pada musim barat maupun timur. Hal ini untuk menghindari kerusakan sarana budidaya dan terganggunya kegiatan usaha. Perlu dihindari perairan yang terlalu terbuka, sebaiknya berupa teluk atau yang terlindung oleh gugusan pulau. (ii) Kedalaman perairan. Untuk usaha budidaya dalam karamba jaring apung (KJA), kedalaman yang ideal adalah antara 7-15 meter pada saat surut terrendah. Perairan yang terlalu dangkal Coastal Community Development Project-IFAD 17

dapat memperoleh kualitas air yang buruk akibat pembusukan kotoran dan sisa pakan ikan. Sebaliknya jika terlalu dalam akan membutuhkan tali jangkar yang terlalu dalam. Untuk usaha budidaya dalam karamba tancap (pen culture), dapat dilakukan di tepi pantai yang tidak terlalu dalam. (iii) Dasar perairan. Pada umumnya jenis ikan yang dibudidayakan berhabitat asli perairan karang, sehingga dasar perairan yang demikian dan berpasir putih adalah yang paling baik. (iv) Tidak menghalangi alur pelayaran. Lokasi yang dekat atau berada di alur pelayaran, selain dapat mengganggu kegiatan pelayaran, juga mendapat gangguan akibat suara mesin motor perahu, pusaran air akibat gerakan perahu, serta kemungkinan terjadinya tumpahan minyak. (v) Sarana dan prasarana transportasi. Tersedianya sarana transportasi menuju lokasi perlu, terutama untuk kemudahan pengangkutan hasil panen. (vi) Keamanan. Gangguan keamanan, misalnya pencurian atau persaingan tidak sehat harus dihindari, untuk itu perlu dijalin kerjasama dalam kelompok antar pembudidaya. Coastal Community Development Project-IFAD 18

d. Kelayakan Kualitas Air Untuk memberikan kondisi yang optimal bagi kehidupan ikan yang dibudidayakan, beberapa kriteria kualitas air seperti pada Tabel 1 berikut ini perlu diperhatikan. Tabel 1. Kriteria Kelayakan Kualitas Air Budidaya Laut No Kriteria Satuan Batas Kelayakan 1 Kecepatan Arus cm/detik 15-30 2 Kecerahan meter lebih dari 5 3 Salinitas ppt 31-34 4 Suhu 0 C 26-32 5 ph - 7,0-8,5 6 Oksigen Terlarut (DO) ppm lebih dari 5 Sarana Budidaya Budidaya ikan laut dapat dilakukan dalam karamba tancap (pen culture) di perairan yang tidak terlalu dalam di tepi pantai ataupun dalam karamba jaring apung (KJA, floating net culture) di perairan yang cukup dalam (Gambar 2). Karamba Tancap Karamba Jaring Apung Coastal Community Development Project-IFAD 19

Gambar 2. Karamba Tancap dan Karamba Jaring Apung (KJA) Tipe Karamba Tancap paling sederhana adalah yang disebut fexible enclosure (kurungan fleksibel) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 tersebut. Bentuk kurungan dapat dibuat persegi atau bulat dengan ukuran yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan dasar perairan. Bahannya terdiri atas bambu/kayu/pipa PVC yang ditancapkan di dasar perairan sebagai pagar keliling, kemudian dikelilingi dengan jaring nilon. Dalam satu unit karamba tancap dapat dilengkapi dengan : (i) kurungan utama yang besar sebagai petak pembesaran ikan, (ii) kurungan kecil yang dapat diletakkan di dalam atau di luar kurungan utama yang berfungsi sebagai petak pendederan dan/atau aklimatisasi ikan sebelum ditebarkan ke dalam petak utama dan/atau penyembuhan ikan yang sakit, (iii) rumah jaga yang dapat digunakan pula sebagai gudang pakan dan/atau peralatan lapangan, dan (iv) sebuah rakit bambu/kayu yang dapat digunakan untuk mengelilingi karamba, misalnya untuk pembersihan jaring dan mengawasi kondisi ikan. Contoh unit Karamba Tancap dapat dilihat pada Gambar 3. Coastal Community Development Project-IFAD 20

Gambar 3. Satu Unit Karamba Tancap Sederhana (dari Kutty & Campbell, 1987) Budidaya ikan di Karamba Jaring Apung (KJA) membutuhkan sarana yang lebih lengkap, karena dilakukan secara lebih intensif di perairan yang cukup dalam. Dengan demikian, budidaya di KJA ini memerlukan keterampilan yang lebih tinggi dan modal yang lebih besar, sehingga sebaiknya dilakukan bekerjasama dalam kelompok. Sarana pokok KJA terdiri atas : (i) Rakit yang dapat dibuat dengan bahan bambu, kayu, pipa paralon atau lainnya, sebagai bingkai tempat menggantungkan jaring. Jenis kayu yang baik dan tahan digunakan antara lain kayu gelam, kayu serdang dan batang kelapa tua. Ukuran bingkai rakit pada umumnya 8 m x 8 m yang kemudian dibagi menjadi empat lubang dengan Coastal Community Development Project-IFAD 21

ukuran masing-masing 3 m x 3 m. Dengan ukuran rakit seperti itu, dibutuhkan 14 batang kayu balok, dengan rincian 12 batang untuk bingkai dan dua batang untuk dipotong-potong sebagai tempat pemakuan papan pijakan. Sebagai papan pijakan, diperlukan 24 lembar papan dengan tebal 3-4 cm. (ii) Pelampung, yang bahannya dapat berupa styrofoam, drum plastik ataupun drum bekas minyak/oli. Ukuran pelampung adalah diameter 0,6 meter dan panjang 0,9 meter. Jumlah pelampung yang dibutuhkan untuk satu unit rakit ukuran 8 m x 8 m adalah minimal 15 buah. Untuk mengikat pelampung digunakan tali dari bahan polyethylene (PE) berdiameter delapan mm. (iii) Jangkar, berfungsi untuk menambatkan rakit. Untuk satu unit rakit dibutuhkan empat buah jangkar dengan berat 50-75 kg, berbahan dasar besi, blok beton atau lainnya, diikatkan pada tiap sudut dengan tali jangkar dari bahan polyethylene (PE) berdiameter 2,5 cm. Panjang tali jangkar adalah tiga kali kedalaman perairan. (iv) Jaring, dari bahan polyethylene bermata jaring 0,75-1,25 inci, digunakan untuk membentuk kantong pemeliharaan dalam teknologi pembesaran dan/atau penggemukan. Sesuai dengan ukuran rakit, maka ukuran kantong adalah 3 m x 3 m x 3 m. Coastal Community Development Project-IFAD 22

(v) Pemberat Jaring, berfungsi untuk merentangkan dan menenggelamkan jaring. Pemberat dapat berbahan blok beton ataupun batu dengan berat 20-25 kg, diikatkan di tiap sudut jaring. Beberapa Gambar berikut ini (Gambar 4 dan 5) memperlihatkan sarana pembuatan satu unit Karamba Jaring Apung : Gambar 4. Satu Unit Rakit dan Jaring KJA Jangkar Jaring Pelampung Gambar 5. Posisi Jaring, Pelampung dan Jangkar Coastal Community Development Project-IFAD 23

Selain sarana pokok sebagaimana telah dijelaskan, beberapa sarana penunjang yang juga diperlukan dalam operasional budidaya ikan di karamba tancap maupun KJA antara lain : (i) Perahu, diperlukan sebagai alat transportasi untuk melakukan semua kegiatan budidaya ikan, misalnya pengangkutan benih, pakan, mengganti dan membersihkan jarring, memperbaiki rakit, memberi makan, mengontrol kehidupan ikan dan lain sebagainya (ii) Penutup Jaring, dapat dari bahan jarring, terpal plastik, bambu atau lainnya, digunakan untuk mengurangi terik sinar matahari yang berlebihan (iii) Freezer, mungkin diperlukan untuk menyimpan ikan rucah untuk pakan (iv) Peralatan Lapangan, di antaranya timbangan, skopnet, ember, gayung, sikat untuk mencuci jarring dan lain sebagainya Operasional Pemeliharaan Ikan Budidaya ikan di laut membutuhkan waktu yang cukup panjang jika menggunakan benih berukuran kecil dari unit pembenihan, misalnya antara tujuh bulan - satu tahun untuk ikan Kakap Putih, sampai 1-1,5 tahun untuk ikan Kerapu. Oleh karena itu, terkait dengan sasaran CCDP- IFAD yaitu masyarakat yang tergolong miskin, maka lebih disarankan pemeliharaan ikan dimulai dengan ukuran ikan lebih dari 100 gram. Ikan dengan ukuran tersebut dapat diperoleh dari kegiatan pendederan yang Coastal Community Development Project-IFAD 24

dilakukan oleh unit usaha lain, ataupun lebih baik lagi dari hasil tangkapan nelayan. Dengan demikian, usaha budidaya laut di CCDP-IFAD ini akan lebih bersifat pembesaran atau penggemukan ikan yang hanya membutuhkan waktu pemeliharaan sekitar 4-6 bulan. Berikut ini tahapan kegiatan budidaya laut yang perlu diperhatikan : a. Penyiapan dan Penebaran Benih Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan budidaya ikan. Benih bermutu memenuhi beberapa kriteria antara lain : (i) benih dalam kondisi sehat, tidak sakit atau membawa penyakit, (ii) bentuk tubuh normal, organ tubuh lengkap, tidak cacat, (iii) gerakan aktif, lincah dan bergerombol, (iv) responsive terhadap pakan. Padat tebar untuk kegiatan pembesaran atau penggemukan ini antara 20-25 ekor/m 3 atau sekitar 500-600 ekor di setiap lubang KJA yang berukuran luas 3 m x 3 m x 3 m. b. Pemberian Pakan Pemilihan jenis pakan didasarkan pada selera makan ikan, nutrisi dan harga pakan. Dalam kegiatan usaha pada CCDP-IFAD ini, pakan yang sesuai adalah ikan rucah yang masih banyak tersedia di daerah bersangkutan. Namun demikian, perlu dipersiapkan juga pakan buatan berupa pelet yang dapat diberikan pada saat terjadi Coastal Community Development Project-IFAD 25

kelangkaan ikan rucah. Pakan pelet ini sekarang sudah banyak diproduksi dan tersedia di pasar. Pada awal kegiatan pembesaran, pemberian pakan perlu dilakukan sesering mungkin sampai ikan benar-benar kenyang, minimal tiga kali sehari. Selanjutnya waktu dan frekuensi pemberian pakan harus diatur agar efisien, sebaiknya diberikan dua kali sehari pagi dan sore dengan dosis 5-10 % berat badan ikan untuk pakan ikan rucah atau 3-5 % untuk pakan pelet. Untuk ikan rucah, sebelumnya dicacah dulu hingga ukurannya sesuai dengan bukaan mulu ikan. Disarankan, dua kali seminggu diberikan vitamin C dan multivitamin untuk menambah daya kekebalan tubuh ikan terhadap serangan penyakit. Dosis vitamin C adalah 2-3 gram/kg pakan dan multivitamin 3-5 gram/kg pakan. Dalam kondisi ikan yang kurang sehat, vitamin C dan multivitamin dapat diberikan selama empat hari berturut-turut. c. Monitoring Pertumbuhan Selain untuk memantau pertambahan berat, monitoring pertumbuhan juga diperlukan untuk melihat kesehatan ikan dan menentukan berat pakan yang diberikan. Caranya, ikan diambil secara acak sebanyak 10 %, kemudian ditimbang. Sampling ini sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Laju pertumbuhan yang baik Coastal Community Development Project-IFAD 26

adalah 1-1,3 gram/hari untuk ikan Kakap Putih dan Kerapu Bebek, 2,5-3,0 gram/hari untuk ikan Kerapu Macan. d. Pemisahan Ukuran (Grading) Jenis ikan yang biasa dibudidayakan dalam usaha budidaya laut ini pada umumnya termasuk ikan karnivora yang bersifat kanibal. Ikan yang ukurannya lebih kecil biasanya kalah bersaing dalam perebutan makanan dan malahan dapat menjadi mangsa ikan yang lebih besar. Oleh sebab itu, secara rutin perlu dilakukan pemisahan ukuran, dalam lubang jaring yang sama diupayakan berisi ikan yang berukuran kurang lebih sama besar. e. Perawatan Jaring Selama masa pembesaran, jaring mudah tersumbat oleh lumpur dan penempelan berbagai organisme laut. Jaring yang tersumbat berakibat menghambat pertukaran air dan suplai oksigen, yang kemudian dapat menghambat pertumbuhan ikan dan menimbulkan penyakit dan/atau parasit pada tubuh ikan. Jaring yang kotor sebaiknya diganti, dijemur sampai kering lalu dicuci dengan disikat atau disemprot air, kemudian dijemur kembali sampai kering. Sebelum dipergunakan kembali, bagian-bagian jaring yang rusak atau putus diperbaiki terlebih dahulu. Coastal Community Development Project-IFAD 27

f. Pengamatan Kesehatan Perlu dikenali gejala klinis ikan yang sakit, yang meliputi antara lain : (i) nafsu makan menurun drastis (ii) tingkah laku tidak normal, misalnya berenang malas dan lemah, berenang tanpa henti, berenang dengan posisi kepala di bawah, berenang dengan menggosok-gosokkan badan ke jaring, diam di dasar jaring atau terapung dekat permukaan air (iii) perubahan warna tubuh, menjadi kurus dan perut membuncit, bentuk tubuh tidak normal, terdapat luka, borok dan pembusukan badan, pendarahan pada kulit dan sirip, warna keputihan, insang rusak dan berlendir, tutup insang kemerahan, mata berwarna keputihan, pendarahan atau menonjol (iv) pendarahan pada organ dalam tubuh, berwarna pucat dan bengkak, terdapat cairan dalam rongga perut, pembesaran gelembung renang, terdapat parasit dalam tubuh, lambung dan usus kosong, terdapat bintik putih pada organ dalam tubuh. g. Pengendalian Hama dan Penyakit Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pencegahan penyakit dan parasit yang dapat menyerang ikan dilakukan dengan tetap menjaga kualitas air, secara rutin mengamati kesehatan, pertumbuhan dan tingkah laku ikan serta menjaga kebersihan jaring dan lingkungan Coastal Community Development Project-IFAD 28

pemeliharaan. Jika mendapati gejala-gejala tidak normal pada ikan, disarankan untuk berkonsultasi kepada Balai Budidaya, baik milik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Untuk sementara, ikan yang terserang penyakit dapat dipisahkan, kemudian direndam dalam air tawar selama 10-15 menit. Diharapkan selama perendaman parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat terlepas dan pathogen (organisme penyebab penyakit) terbunuh. h. Pemanenan Saat pemanenan ditentukan jika ada permintaan dengan harga yang menguntungkan. Ukuran ikan yang mendapat harga jual tinggi pada umumnya berukuran 500-1.000 gram/ekor. Harga ikan dapat turun jika didapati kondisi ikan yang kurang baik, ukuran tidak seragam dan cara panen yang tidak benar. Pada umumnya, hasil produksi budidaya laut ini dipanen dan diangkut dalam keadaan hidup. Waktu panen yang tepat adalah sore hari karena suhu relatif rendah sehingga mengurangi terjadinya stress pada ikan dan lebih dekat dengan waktu pengangkutan yang biasanya dilakukan malam hari. Pemanenan dapat dilakukan secara selektif ataupun total. Panen selektif dilakukan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai permintaan pasar, terutama pada saat harga jual tinggi. Panen total dilakukan jika permintaan pasar besar atau ukuran ikan seluruhnya telah memenuhi permintaan pasar. Coastal Community Development Project-IFAD 29

i. Pengangkutan Sebelum diangkut, dilakukan pemberokan (pemuasaan) dan pemilahan ukuran terlebih dahulu. Pemuasaan bertujuan untuk mengurangi buangan kotoran yang dapat menurunkan kualitas air, sedangkan pemilahan ukuran untuk menghindari terjadinya kanibalisme selama pengangkutan. Lama pemuasaan 6-24 jam tergantung ukuran ikan, semakin besar ukuran ikan, semakin lama waktu pemuasaan. Ada dua cara pengangkutan, yaitu pengangutan terbuka dan pengangkutan tertutup. (i) Pengangkutan terbuka dilakukan untuk angkutan darat dengan jarak angkut maksimal tujuh jam Wadah angkutnya berupa drum plastik atau bak fiber glass yang sudah diisi air laut sebanyak 1/2-2/3 bagian sesuai dengan jumlah ikan yang diangkut. Suhu air laut harus diupayakan konstan sekitar 19-20 0 C, jika perlu dapat menggunakan es batu/balok. Kepadatan ikan sekitar 50 kg/ton air dan selama pengangkutan diberi aerasi. (ii) Pengangkutan tertutup adalah yang paling umum dilakukan karena dianggap paling aman untuk jarak dekat maupun jauh dan biasanya digunakan untuk pengangkutan dengan pesawat udara. Pengangkutan tertutup menggunakan wadah kantong plastik yang diisi air laut 1/3 volume. Satu kantong diisi satu ekor ikan Coastal Community Development Project-IFAD 30

seberat 500 gram, kemudian ditambahkan oksigen murni 2/3 volume kantong. Selanjutnya kantong diikat kuat dengan karet gelang dan dikemas ke dalam kotak styrofoam. Untuk menjaga agar suhu air tetap dingin, ke dalam kotak styrofoam ditambahkan 1-2 kantong plastik berisi es batu. Kotak kemasan kemudian ditutup rapat dan direkat dengan lakban. Angkutan udara mungkin mempersyaratkan kotak kemasan dibungkus plastik atau dikemas lagi ke dalam kotak karton. 2.2 Budidaya Rumput Laut Jenis Rumput Laut Budidaya rumput laut sudah berkembang di Indonesia sejak tahun 1980-an dan menjadi pesat setelah tahun 2000-an. Pada tahun 2012, produksi rumput laut di Indonesia tercatat mencapai 5 juta ton dan mungkin sudah merupakan produksi terbesar di dunia. Terdapat banyak jenis rumput laut yang dapat dikembangkan di Indonesia, namun yang paling terkenal adalah jenis rumput laut kotoni, Euchema cottonii sinonim Kappaphycus alvarezii (Anonim, 2008 dan Anonim, 2011). Di Indonesia, rumput laut kotoni terdiri atas beberapa strain yang berasal dari berbagai daerah, dengan warna hijau, coklat atau merah tergantung pada kondisi perairan. Secara alami rumput laut kotoni banyak dijumpai di kawasan timur Indonesia seperti di perairan laut Sulawesi, Kepulauan Maluku, Coastal Community Development Project-IFAD 31

Nusa Tenggara dan Papua. Gambar 6 berikut menunjukkan contoh rumput laut kotoni yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Maumere Madura Gambar 6. Rumput Laut Kotoni yang Berasal Dari Maumere NTT dan Madura Jatim Persyaratan Lokasi Pada dasarnya rumput laut dapat tumbuh di setiap perairan, namun untuk mendapatkan hasil yang maksimal secara berkelanjutan, perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini (Anonim, 2008, Anonim, 2011 : a. Keterlindungan Lokasi yang terlindung seperti perairan teluk atau pantai yang terlindung dengan gugusan pulau di depannya, merupakan lokasi yang ideal untuk usaha budidaya rumput laut, hal ini guna menghindari kerusakan akibat angin dan gelombang besar. b. Kualitas Lingkungan Coastal Community Development Project-IFAD 32

Dasar perairan yang berupa pecahan karang dan pasir kasar dipandang sebagai ideal untuk pertumbuhan rumput laut, karena mencirikan adanya gerakan atau arus air yang baik. Hal ini karena rumput laut merupakan tumbuhan yang memperoleh makanan dari nutrient dan oksigen yang dibawa oleh aliran air yang melewatinya. Tabel 2 berikut menunjukkan batasan kualitas perairan yang ideal bagi pertumbuhan rumput laut. Tabel 2. Parameter Kualitas Perairan Bagi Pertumbuhan Rumput Laut Kotoni No Parameter Satuan Nilai 1 Kecepatan Arus cm/detik 20-40 2 Suhu o C 20-28 3 Kedalaman Air metode lepas dasar m 0,1-4 metode rakit apung m 2-15 metode long-line m 2-20 4 Salinitas ppt 28-34 5 Kecerahan m >1 6 Pencemaran - bebas c. Keamanan Di daerah terbuka yang tidak jauh dari garis pantai, unit usaha rumput laut rentan terhadap pencurian ataupun perbuatan lain yang merugikan. Untuk itu, sangat disarankan untuk bekerjasama dalam Coastal Community Development Project-IFAD 33

kelompok menjaga kemanan dan membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar. d. Konflik Kepentingan Usaha budidaya laut bersifat ekstensif, sehingga memerlukan areal perairan yang luas. Akibatnya akan sangat mungkin berbenturan dengan kegiatan usaha lain, baik usaha perikanan seperti penangkapan, pengumpulan ikan hias, ataupun nonperikanan seperti pariwisata, perhubungan laut, industri dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut agar dijaga jangan sampai menghalangi usaha-usaha lain tersebut. e. Ketersediaan Bibit Bibit yang bermutu dapat berasal dari daerah bersangkutan atau didatangkan dari daerah lain. Akan lebih baik jika di daerah tersebut diusahakan kebun bibit rumput laut. f. Tenaga Kerja Beberapa kegiatan dalam usaha budidaya rumput laut mungkin membutuhkan tenaga tambahan, misalnya kegiatan mengikat bibit, panen dan lain sebagainya. Sebaiknya tenaga kerja diambil dari Coastal Community Development Project-IFAD 34

penduduk local, dalam hal ini kembali kerjasama kelompok akan sangat berguna. Metode Budidaya Pada dasarnya ada tiga metode budidaya rumput laut, yaitu metode lepas dasar, metode rakit apung dan metode long-line. Dalam perkembangannya kemudian muncul metode yang merupakan kombinasi ataupun improvisasi dari ke-tiga metode tersebut seperti metode jalur dan metode kantong. a. Metode Lepas Dasar Metode lepas dasar merupakan cara penumbuhan rumput laut di atas dasar perairan (10-50 cm) dengan menggunakan tali yang diikatkan pada patok yang dipasang secara teratur. Metode ini dilakukan pada dasar perairan yang landai, berkoral atau koral berpasir, relatif jauh dari muara sungai dan secara alami terdapat tumbuhan sejenis atau jenis lainnya. Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan cara memasang patok yang berbentuk segi empat, jarak antar patok 25-30 cm, tinggi patok di atas permukaan dasar perairan 40 % dari panjang patok dan yang tertanam di dasar perairan 60 % dari panjang patok. Jarak tali utama dari dasar perairan minimal 10 cm (Gambar 7). Coastal Community Development Project-IFAD 35

Gambar 7. Pemasangan Patok Teknologi Lepas Dasar Pada umumnya, budidaya rumput laut dengan metode lepas dasar berukuran 50 m x 10 m. Jmlah tali dalam satu unit dengan jarak 25 cm adalah 200 tali, dalam satu tali terdiri atas 50 titik yang berjarak 20 cm antar titik. Jumlah bibit per titik berkisar antara 50-100 gram, sehingga dalam satu unit lepas dasar ukuran 50 m x 10 m dibutuhkan bibit sebanyak 500-1.000 kg. Bahan yang diperlukan untuk membuat satu unit budidaya rumput laut metode lepas dasar berukuran 50 m x 10 m adalah : (i) Patok kayu (kayu gelam), panjang 1 m diameter 5 cm, sebanyak 200 buah (ii) Tali rentang dari bahan poly ethylene (PE) diameter 4 mm sebanyak 50 kg (iii) Tal iris dari bahan PE diameter 8 mm sebanyak 25 kg (iv) Tali raffia sebanyak 20 gulung besar (v) Bibit seberat 50-100 per ikat, sehingga berjumlah 500-1.000 kg. Coastal Community Development Project-IFAD 36

b. Metode Rakit Apung Metode rakit apung adalah cara membudidayakan rumput laut di kolom air dekat permukaan dengan menggunakan tali yang diikatkan pada konstruksi rakit bambu apung. Metode ini sesuai untuk lokasi yang terlindung dari ombak, dengan kedalaman minimal 2 m pada saat surut terrendah, dasar pasir berbatu karang, relatif jauh dari muara sungai, tidak tercemar dan secara alami ditumbuhi rumput laut atau jenis tumbuhan lamun. Penanaman dilakukan dengan menggunakan rakit dari bamboo atau kayu. Ukuran rakit bervariasi tergantung pada ketersediaan material dan kondisi perairan, namun sebaiknya tidak terlalu besar agar lebi mudah dalam perawatan rumput laut yang ditanam. Untuk menahan agar rakit tidak mudah hanyut terbawa arus, digunakan jangkar atau aptok dengan tali PE berdiameter 10 mm sebagai penahannya. Untuk menghemat areal dan memudahkan pemeliharaan, beberapa rakit dapat digabung menjadi satu dengan jarak antar rakit 1 m. Bibit 50-100 gr diikatkan di tali plastik dengan jarak 25-30 cm setiap titiknya (Gambar 8). Coastal Community Development Project-IFAD 37

Gambar 8. Pemasangan Rakit Apung Pertumbuhan rumput laut yang menggunakan metode rakit apung ini umumnya lebih baik daripada metode lepas dasar karena pergerakan air dan intensitas cahaya cukup baik bagi pertumbuhannya. Keuntungan lainnya adalah lebih mudah pemeliharaannya, terbebas dari gangguan bulu babi dan binatang laut lain, berkurangnya tanaman yang hilang karena lepasnya cabangcabang dan lebih sedikit lumpur yang menempel pada tanaman. Sebagaimana telah dikemukakan, ukuran rakit bervariasi menurut ketersediaan material dan kondisi perairan, sebagai contoh yang umum dilakukan masyarakat adalah dalam satu unit terdiri atas 10 rakit berukuran 7 m x 8 m. Pada setiap rakit terdiri atas 28 tali dengan jarak antar tali 25 cm. Pada setiap tali dapat ditanamkan 40 titik, sehingga pada setiap rakit dapar ditanamkan 1.120 titik. Jika setiap titiknya ditanam 50-100 gram, maka untuk 10 rakit dibutuhkan 560-1.120 kg. Untuk pembuatannya diperlukan bahan sebagai berikut : (i) Bambu sebanyak 50 batang Coastal Community Development Project-IFAD 38

(ii) Tali ris bentang PE sebanyak 40 kg (iii) Tali titik raffia sebanyak 10 kg (iv) Pemberat atau jangkar dapat berupa beton, besi, batu atau karung pasir dengan berat 50 kg/buah sebanyak 40 buah atau dapat pula berupa patok pancang (v) Tali pemberat PE 12 mm sebanyak 50 kg (vi) Pelampung jangkar dari bahan yang mengapung, misalnya bola sebanyak 10 buah (vii) Bibit rumput laut sebanyak 1.120 kg. c. Metode Long-line Metode long-line adalah cara membudidayakan rumput laut di kolom air dekat permukaan dengan menggunakan tali yang dibentangkan dari satu titk ke titik lain dengan jarak 25-50 m, dapat dalam bentuk lajur lepas atau terangkai dalam bentuk segi empat dengan bantuan pelampung dan jangkar. Lokasi yang sesuai untuk metode long-line ini sama dengan untuk rakit apung. Metode ini banyak diminati oleh masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama dan mudah didapat. Ukuran konstruksi pada umumnya 25 m x 100 m atau 50 m x 100 m (Gambar 9). Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari Coastal Community Development Project-IFAD 39

terjadinya belitan tali satu dengan lainnya. Pada perkembangannya, metode long-line ini dapat dibuat berbingkai dan merupakan metode kombinasi antara metode long-line dan rakit apung (Gambar 10). Arah arus Gambar 9. Konstruksi Metode Long-line Gambar 10. Budidaya Rumput Laut Metode Kombinasi Long-line dan Rakit Pada budidaya rumput laut metode long-line dengan bentuk konstruksi lajur berukuran 50 m x 100 m, kebutuhan bibit untuk satu unitnya sekitar 1.250 kg. Bahan yang diperlukan adalah : Coastal Community Development Project-IFAD 40

(i) Tali frame PE 12 mm sebanyak 32 kg (ii) Tali ris bentang PE 4 mm sebanyak 50 kg (iii) Tali titik raffia sebanyak 10 kg (iv) Pemberat karung pasir 144 buah (v) Tali pemberat PE 12 mm sebanyak 58 kg (vi) Pelampung bola 26 buah (vii) Bibit rumput laut sebanyak 1.250 kg d. Metode Kantong Metode kantong ini dikembangkan dan dapat digunakan baik pada metode rakit bambu, long-line maupun kombinasinya. Metode ini khususnya digunakan untuk perairan yang : (i) bergelombang besar, sehingga rumput laut mudah patah atau rontok terkena gelombang, (ii) kesuburan tinggi, sehingga pertumbuhan cepat dan rumput laut mudah rontok sebelum usia panen dan (iii) banyak ikan pemangsa, sehingga thalus (cabang) tidak dapat berkembang baik karena dimakan ikan. Kantong dari jaring PE digunakan untuk membungkus setiap titik tanam rumput laut (Gambar 11). Coastal Community Development Project-IFAD 41

Gambar 11. Kantong Rumput Laut Sarana Penunjang Di samping bahan dan alat yang diperlukan sesuai dengan teknologi yang digunakan sebagaimana disebutkan, beberapa sarana berikut ini juga sangat diperlukan dalam operasional budidaya rumput laut : (i) Perahu sampau 1 buah (ii) Timbangan gantung kapasitas 50 kg (iii) Waring 50 m 2 (iv) Para-para penjemuran dari kayu atau bamboo ukuran 6 m x 8 m sebanyak 3 unit (v) Pisau kerja sebanyak 5 buah (vi) Karung plastik ukuran 50 kg Coastal Community Development Project-IFAD 42

Pemanenan dan Penanganan Hasil Kualitas rumput laut terkait erat dengan lama pemeliharaan. Agar kandungan karaginan memenuhi permintaan pasar pada umumnya, maka panen sebaiknya dilakukan setelah tanaman berumur 45 hari. Namun demikian, jika tanaman diperuntukkan sebagai bibit, dapat dipanen pada saat berumur 25 hari. Selain umur, cuaca juga mempengaruhi kualitas rumput laut. Pemanenan dan penjemuran yang dilakukan pada cuaca cerah akan lebih menjamin kualitas ranaman, sebaliknya jika penjemuran dilakukan pada cuaca mendung dapat mengakibatkan terjadinya proses fermentasi sehingga kualitasnya menurun. a. Cara panen Panen dapat dilakukan di lokasi budidaya dengan cara memotong sebagian tanaman dan meninggalkan sisa-sisa thallus (batang tanaman) untuk ditumbuhkan kembali. Panen dengan cara ini mempunyai keuntungan, yaitu penghematan tali raffia pengikat bibit, namun membutuhkan waktu kerja yang lebih lama dan sisa thallus yang tua pertumbuhannya lebih lambat sehingga kadar karaginannya pun rendah. Panen dengan cara ini harus menggunakan alat potong yang tajam agar pada bekas potongan sisa tanaman dapat tumbuh cabang baru yang baik Coastal Community Development Project-IFAD 43

Panen secara total dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman termasuk tali risnya, sehingga membutuhkan waktu lebih singkat. Selain itu panen dengan cara ini juga mempunyai keuntungan, yaitu dapat melakukan penanaman/pengikatan kembali bibit rumput laut dengan memilih bagian tanaman yang muda dengan laju pertumbuhan tinggi, sehingga kadar karaginan yang dihasilkan juga tinggi. b. Penanganan Hasil Cara penanganan hasil yang baik dan dianjurkan adalah sebagai berikut : i. Rumput laut dirontokkan dengan cara memotong tali pengikat ii. Dijemur di atas wadah penjemuran agar terhindar dari kotoran (sebaiknya di atas para-para). Cara penjemuran lain adalah dengan digantung (Gambar 12) iii. Penjemuran dapat pula dilakukan dengan tali ris tanpa dirontokkan terlebih dahulu. Setelah hari ke-dua rumput laut dapat dirontokkan dengan memotong thallus tempat mengikat iv. Penjemuran sebaiknya dilakukan selama 3-4 hari pada cuaca cerah hingga kadar air menjadi 30-35 %. Hindari dari air hujan dengan menyiapkan plastik atau terpal di tempat penjemuran Coastal Community Development Project-IFAD 44

v. Sementara itu dilakukan pembersihan rumput laut dari bendabenda asing yang menampel, misalnya tanaman lain vi. Setelah kering, pasir dan garam yang menempel dipisahkan dengan cara pengayakan vii. Rumput laut yang sudah kering berwarna ungu keputihan dipalisi Kristal garam viii. Setelah kering rumput laut disimpan dalam gudang yang tidak lembab. Gambar 12. Cara-cara Penjemuran Rumput Laut Untuk mendapatkan rumput laut tawar sebagai bahan makanan, sebelum dijemur rumputlaut dicuci dulu dengan air tawar, dijemur Coastal Community Development Project-IFAD 45

selama 1-2 hari, dicuci kembali dengan air tawar untuk melarutkan garam, kemudian dijemur lagi selama 1-2 hari. Proses ini dapat diulang hingga dihasilkan rumput laut berwarna putih kekuningan dengan kadar air 15-20 %. Bila semua proses mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, penjemuran sampai dengan penanganan hasil berjalan dengan baik, maka akan dihasilkan rumput laut kering kualitas ekspor sebagai berikut : (i) Lama pemeliharaan minimal 45 hari (ii) Tidak banyak luka pada thallus akibat pemanenan dan perontokan (iii) Penjemuran di atas wadah yang baik (iv) Kadar air 30-35 % (v) Kemurnian minimal 97 %. 2.3 Analisis Usaha Keberlanjutan usaha dapat dijamin bila usaha budidaya laut ini mendatangkan keuntungan bagi pembudidaya. Berikut disampaikan beberapa analisis usaha sederhana usaha budidaya laut dengan teknologi sederhana yang sesuai dengan target CCDP-IFAD. Adapun harga yang dipakai dalam perhitungan ini dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lainnya. Coastal Community Development Project-IFAD 46

2.3.1 Analisis Usaha Budidaya Kerapu Bebek Dalam Karamba Budidaya Kerapu Bebek dalam perhitungan ini dilakukan pada rakit dari kayu balok berukuran 8 m x 8 m dengan empat lubang jaring PE berukuran 3 m x 3 m x 3 m sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Rakit demikian ini dapat digunakan selama tiga tahun, namun perhitungan dalam analisis ini hanya dilakukan untuk satu siklus dalam satu KJA, sehingga pada siklus berikutnya tentu keuntungan menjadi lebih besar karena biaya investasinya hanya dihitung untuk biaya penyusutan. Benih yang ditebar berjumlah 2.000 ekor berukuran lebih dari 100 gram berasal dari usaha pendederan atau dari hasil tangkapan sendiri. Lama pemeliharaan 4-6 bulan, tingkat kelangsungan hidup 85 % dan ukuran panen sekitar 500 gram/ekor. Hasil panen sebanyak 850 kg/siklus dengan harga Rp. 380.000/kg (Tabel 3). Coastal Community Development Project-IFAD 47

Tabel 3. Analisis Usaha Budidaya Kerapu Bebek per Siklus per 1 Unit KJA Harga No Uraian Jumlah Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a Pembuatan rakit 1 buah 5.733.000 Kayu balok 15 unit 75.000 1.125.000 Pelampung styrofoam 12 bh 175.000 2.100.000 Tali PE pengikat pelampung 1 gulung 50.000 50.000 b Baut 36 bh 3.000 108.000 24 Papan pijakan keping 25.000 600.000 Paku 10 kg 10.000 100.000 Tali jangkar 35 kg 40.000 1.400.000 Upah pembuatan rakit* 1 bh 250.000 250.000 Pembuatan waring 16 unit 895.000 Waring 200 m 3.000 600.000 Tali PE diameter 0,6 cm 3 gulung 45.000 135.000 Upah pembuatan waring* 16 unit 10.000 160.000 c Pembuatan jaring 8 bh 3.540.000 Jaring PE 1,25-1,5 inci 50 kg 65.000 3.250.000 Tali PE 0,8 cm 3 gulung 50.000 150.000 Upah pembuatan jaring* 8 bh 17.500 140.000 d Kotak pendingin 1 bh 750.000 750.000 Coastal Community Development Project-IFAD 48

e Peralatan kerja 1 paket 500.000 500.000 f Perahu dan bahan bakar 1 unit 5.000.000 5.000.000 Total Biaya Investasi 16.418.000 2 Biaya Produksi Benih Kerapu a Bebek >100 gr 2.000 ekor 15.000 30.000.000 b Pakan ikan segar 4.000 kg 2.000 8.000.000 c Es balok 175 balok 5.000 875.000 d Obat dan Vitamin 1 paket 2.000.000 2.000.000 e Tenaga kerja* 2 x 6 OB 500.000 6.000.000 Total Biaya Produksi 46.875.000 3 Total Biaya Investasi + Biaya Produksi 63.293.000 Penjualan hasil 4 produksi 850 kg 380.000 323.000.000 5 Pendapatan persiklus:323.000.000-63.293.000 259.707.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 2.3.2 Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan Dalam Karamba Wadah budidaya, lama pemeliharaan, jumlah dan asal benih, kelangsungan benih dan ukuran dan hasil panen budidaya Kerapu Macan relatif sama dengan budidaya Kerapu Bebek, hanya harga Kerapu Macan lebih rendah, yaitu Rp. 90.000/kg. Hasil analisisnya diperlihatkan oleh Tabel 4. Coastal Community Development Project-IFAD 49

Tabel 4. Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan per Siklus per 1 Unit KJA No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a Pembuatan rakit 1 buah 5.733.000 Kayu balok 15 unit 75.000 1.125.000 Pelampung styrofoam 12 bh 175.000 2.100.000 Tali PE pengikat pelampung 1 gulung 50.000 50.000 Baut 36 bh 3.000 108.000 Papan pijakan 24 keping 25.000 600.000 Paku 10 kg 10.000 100.000 Tali jangkar 35 kg 40.000 1.400.000 Upah pembuatan rakit* 1 bh 250.000 250.000 b Pembuatan waring 16 unit 895.000 Waring 200 m 3.000 600.000 Tali PE diameter 0,6 cm 3 gulung 45.000 135.000 Upah pembuatan waring* 16 unit 10.000 160.000 c Pembuatan jaring 8 bh 3.540.000 Jaring PE 1,25-1,5 inci 50 kg 65.000 3.250.000 Tali PE 0,8 cm 3 gulung 50.000 150.000 Upah pembuatan jarring* 8 bh 17.500 140.000 d Kotak pendingin 1 bh 750.000 750.000 e Peralatan kerja 1 paket 500.000 500.000 Coastal Community Development Project-IFAD 50

f Perahu dan bahan bakar 1 unit 5.000.000 5.000.000 Total Biaya Investasi 16.418.000 2 Biaya Produksi Benih Kerapu a Macan >100 gr 2.000 ekor 8.000 16.000.000 b Pakan ikan segar 4.000 kg 2.000 8.000.000 c Es balok 175 batang 5.000 875.000 d Obat dan Vitamin 1 paket 2.000.000 2.000.000 e Tenaga kerja* 2 x 6 OB 500.000 6.000.000 Total Biaya Produksi 32.875.000 3 Total Biaya Investasi + Biaya Produksi 49.293.000 Penjualan hasil 4 produksi 850 kg 90.000 76.500.000 5 Pendapatan per Siklus : 76.500.000 49.293.000 27.207.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 2.3.3 Analisis Usaha Budidaya Kakap Putih Dalam Karamba Perhitungan Analisis Usaha budidaya Kakap Putih di sini tetap seperti pada budidaya Kerapu, dilakukan dalam satu KJA berukuran 8 m x 8 m dengan 4 lubang berukuran 3 m x 3 m x 3 m. Padat tebar yang diterapkan juga sama, yaitu 500 ekor/lubang KJA atau sekitar 20 ekor/m 3. Masa pemeliharaan 4 bulan hingga mencapai ukuran konsumsi 500-600 gram/ekor, dengan kelangsungan hidup 85 %, harga Rp. 70.000/kg. Hasil analisis pada Tabel 5. Coastal Community Development Project-IFAD 51

Tabel 5. Analisis Usaha Budidaya Kakap Putih per Siklus per 1 Unit KJA No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a Pembuatan rakit 1 buah 5.758.000 Kayu balok 15 unit 75.000 1.125.000 Pelampung styrofoam 12 bh 175.000 2.100.000 Tali PE pengikat pelampung 1 gulung 50.000 50.000 Baut 36 bh 3.000 108.000 Papan pijakan 24 keping 25.000 600.000 Paku 10 kg 10.000 100.000 Tali jangkar 35 kg 40.000 1.400.000 Upah pembuatan rakit* 1 bh 250.000 250.000 b Pembuatan waring 16 unit 895.000 Waring 200 m 3.000 600.000 Tali PE diameter 0,6 cm 3 gulung 45.000 135.000 Upah pembuatan waring* 16 unit 10.000 160.000 c Pembuatan jaring 8 bh 3.540.000 Jaring PE 1,25-1,5 inci 50 kg 65.000 3.250.000 Tali PE 0,8 cm 3 gulung 50.000 150.000 Upah pembuatan jaring* 8 bh 17.500 140.000 d Kotak pendingin 1 bh 750.000 750.000 e Peralatan kerja 1 paket 500.000 500.000 Coastal Community Development Project-IFAD 52

f Perahu dan bahan bakar 1 unit 5.000.000 5.000.000 Total Biaya Investasi 16.443.000 2 Biaya Produksi Benih Kerapu a Macan >100 gr 2.000 ekor 5.000 10.000.000 b Pakan ikan segar 4.000 kg 2.000 8.000.000 c Es balok 175 batang 5.000 875.000 d Obat dan Vitamin 1 paket 2.000.000 2.000.000 e Tenaga kerja* 2 x 4 OB 500.000 4.000.000 Total Biaya Produksi 24.875.000 3 Total Biaya Investasi + Biaya Produksi 41.318.000 Penjualan hasil 4 produksi 850 kg 70.000 59.500.000 5 Pendapatan per Siklus : 59.500.000 41.318.000 18.182.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 2.3.4 Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Sebagai contoh, analisis usaha budidaya rumput laut kotoni (Euchema cottonii) metode lepas dasar disajikan secara sederhana per tahun (6 musim tanam). Dengan teknologi seperti dijelaskan sebelumnya, maka untuk satu unit usaha akan menghasilkan 6.000 kg rumput laut basah atau 750 kg rumput laut kering per musim tanam (konversi 8 : 1). Harga rumput laut kotoni kering dihitung Rp. 10.000/kg, sehingga hasil Coastal Community Development Project-IFAD 53

analisis budidaya rumput laut metode lepas dasar ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar per No Uraian Musim Tanam Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Patok kayu 1 tahun 200 batang 1.500 300.000 b. 54al iris bentang PE 4 mm 5 tahun 50 kg 35.000 1.750.000 c. 54al iris utama PE 8 mm 5 tahun 25 kg 35.000 875.000 d. Tali raffia 1 MT 20 kg 15.000 300.000 e. Bibit rumput laut tidak ada 1.000 kg 2.500 2.500.000 f. Biaya pematokan* tidak ada 1 unit 500.000 500.000 g. Biaya pembuatan tali* tidak ada 1 unit 600.000 600.000 Total biaya investasi 6.825.000 Biaya penyusutan per tahun 2.625.000 2 Biaya Produksi a. Biaya pengikatan bibit* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 Coastal Community Development Project-IFAD 54

b. Biaya penanaman bibit* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 c. Biaya perawatan* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 d. Biaya panen* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 Total biaya produksi per siklus 1.000.000 Biaya produksi per tahun 6.000.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 8.625.000 3 Penjualan hasil produksi per siklus 750 kg 10.000 7.500.000 Penjualan hasil produksi per tahun 4.500 kg 10.000 45.000.000 4 Keuntungan per tahun = 75.000.000 8.625.000 36.375.000 Keterangan * : tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 2.3.5 Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Rakit Apung Analisis usaha budidaya rumput laut metode rakit apung disajikan untuk satu unit yang terdiri atas 10 rakit berukuran 8 m x 7 m dalam satu tahun (6 musim tanam). Dengan teknologi seperti telah dijelaskan, maka dalam setiap musim tanam (45 hari) dapat dihasilkan rumput laut 6.720 kg basah atau 840 kg kering dengan harga Rp. 10.00/kg. Tabel 7 memperlihatkan hasil analisis usahanya. Coastal Community Development Project-IFAD 55

Tabel 7. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Rakit Apung per No Uraian Musim Tanam Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Bambu 1 tahun 50 batang 15.000 750.000 b. Tali ris bentang PE 4 mm 5 tahun 40 kg 35.000 1.400.000 c. Tali raffia 1 MT 10 kg 15.000 150.000 d. Pemberat karung pasir 2 tahun 40 buah 25.000 1.000.000 e. Tali pemberat PE 12 mm 5 tahun 50 kg 35.000 1.750.000 f. Pelampung 10 bola 5 tahun buah 50.000 500.000 g. Bibit rumput laut tidak ada 1.120 kg 2.500 2.800.000 h. Biaya pembuatan rakit* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 i. Biaya pemasangan* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 j. Biaya pembuatan tali ris* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 Total biaya investasi 8.800.000 Biaya penyusutan per tahun 2.880.000 2 Biaya Produksi Coastal Community Development Project-IFAD 56

a. Biaya pengikatan bibit* tidak ada 1 unit 350.000 250.000 b. Biaya penanaman bibit* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 c. Biaya perawatan* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 d. Biaya panen* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 Total biaya produksi per siklus 1.000.000 Biaya produksi per tahun 6.000.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 8.880.000 3 Penjualan hasil produksi per siklus 840 kg 10.000 8.400.000 Penjualan hasil produksi per tahun 5.040 kg 10.000 50.400.000 4 Keuntungan per tahun = 50.400.000 8.880.000 39.520.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 2.3.6 Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Long-line Sebagaimana metode lainnya, analisis usaha untuk budidaya rumput laut mentode long-line dilakukan per tahun 6 musim tanam) untuk 1 unit ukuran 50 m x 100 m. Dengan teknologi ini, dapat dihasilkan rumput laut 7.500 kg basah atau 938 kering (konversi 8 : 1) per musim tanam, dengan harga dihitung Rp. 10.000/kg (Tabel 8). Coastal Community Development Project-IFAD 57

Tabel 8. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Long-line per N o Uraian Musim Tanam Umur Ekonomi s Jumla h Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Tali frame PE 12 mm 5 tahun 32 kg 35.000 1.120.000 b. Tali ris bentang PE 4 mm 5 tahun 50 kg 35.000 1.750.000 c. Tali raffia 1 MT 10 kg 15.000 150.000 d. Pemberat karung pasir e. Tali pemberat PE 2 tahun 144 buah 25.000 3.600.000 12 mm 5 tahun 58 kg 35.000 2.030.000 f. Pelampung 26 bola 5 tahun buah 50.000 1.300.000 g. Bibit rumput laut tidak ada 1.250 kg 2.000 2.500.000 h. Biaya pembuatan frame* tidak ada 1 unit 50.000 50.000 i. Biaya pemasangan * tidak ada 1 unit j. Biaya pembuatan 1.000.00 0 1.000.000 tali ris* tidak ada 1 unit 300.000 300.000 13.800.00 Total biaya investasi 0 Coastal Community Development Project-IFAD 58

Biaya penyusutan per tahun 3.340.000 2 Biaya Produksi e. Biaya pengikatan bibit* tidak ada 1 unit 350.000 250.000 f. Biaya penanaman bibit* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 g. Biaya perawatan* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 h. Biaya panen* tidak ada 1 unit 250.000 250.000 Total biaya produksi per siklus 1.000.000 Biaya produksi per tahun 6.000.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 9.340.000 Penjualan hasil produksi per 3 siklus 840 kg 10.000 8.400.000 Penjualan hasil produksi per 5.040 50.400.00 tahun kg 10.000 0 41.060.00 0 4 Keuntungan per tahun = 50.400.000 9.340.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD Coastal Community Development Project-IFAD 59

Bab III TEKNOLOGI BUDIDAYA AIR PAYAU Indonesia merupakan negara pelopor perkembangan budidaya ikan di tambak air payau yang menurut sejarah telah dilakukan masyarakat pesisir sejak jaman Majapahit. Pada awal perkembangannya, masyarakat membuat kolam (tambak) di pinggir pantai, pada saat air pasang banyak ikan terjebak masuk ke tambak, kemudian pintu air masuk ke tambak ditutup. Ikan yang terjebak dalam tambak kemudian dipelihara untuk konsumsi mereka sehari-hari. Dengan berjalannya waktu, teknologi diterapkan dan semakin berkembang intensif sampai saat ini. Beberapa teknologi sederhana yang sesuai dengan sasaran CCDP-IFAD akan dikemukakan pada kesempatan ini, baik teknologi monokultur untuk ikan Bandeng, maupun teknologi polikultur untuk misalnya ikan Bandeng dengan udang, udang dengan rumput laut Gracillaria, ikan Bandeng dengan udang dan Gracillaria dan ikan Bandeng dengan Kepiting. 3.1 Budidaya Ikan Bandeng Semi Intensif Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) banyak digemari masyarakat dan teknologinya sudah dikenal secara turun terurun. Ikan bandeng (Gambar 13) termasuk jenis ikan ekonomis penting dan Coastal Community Development Project-IFAD 60

merupakan program pemerintah untuk tetap dikembangkan dalam hal kualitas dan produksinya, karena permintaan pasok domestik yang cukup tinggi, kandungan gizinya yang cukup baik, mudah beradaptasi dan bertoleransi tinggi terhadap salinitas (0-60 ppt), tahan terhadap penyakit dan tidak bersifat kanibalisme. Di samping itu, teknologi budidayanya juga cukup mudah dan murah. Ikan Bandeng Milkfish Chanos chanos Foskal Gambar 13. Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Persyaratan Lokasi Budidaya Seperti telah dikemukakan, ikan Bandeng berdaya toleransi tinggi terhadap salinitas, sehingga dapat dibudidayakan di seluruh areal pertambakan. Namun demikian, untuk mendapatkan kondisi ideal sebaiknya kualitas lingkungan budidaya tambak adalah seperti pada Tabel 9 berikut ini. Coastal Community Development Project-IFAD 61

Tabel 9. Kriteria Kelayakan Kualitas Lingkungan Budidaya Bandeng di Tambak No Kriteria Satuan Batas Kelayakan Lahan 1 Topografi lahan - landai 2 Tekstur tanah - liat berpasir s/d liat berdebu 3 ph tanah - 5,0-7,0 4 Bahan Organik % 6,0-10,0 Air 1 ph air - 7,0-8,5 2 Salinitas ppt 10-25 3 Oksigen ppm 3-7 4 Suhu 0C 28-32 5 Kecerahan cm 30-40 Sumber : Supratno, TKP dan D. Adiwidjaya, 2008; Adiwidjaya, D dan T. Supratno, KP, 2011 Konstruksi dan Penataan Tambak Banyak dijumpai, tambak sederhana milik pembudidaya berbentuk tidak beraturan, tanpa pembagian caren dan pelataran dan bahkan terdapat pulau di tengahnya. Untuk mempermudah pengelolaan tambak dan mendapatkan hasil yang maksimal, maka tambak yang demikian itu sebaiknya direhabilitasi terlebih dahulu. Perbaikan konstruksi tambak meliputi : perbaikan dimensi pematang, perbaikan pintu dan saringan, pembuatan caren (saluran keliling), Coastal Community Development Project-IFAD 62

pemerataan pelataran dan perbaikan bocoran. Pematang petakan tambak yang telah terkikis (longsong atau erosi) harus diperbaiki, bocoran pada pematang akibat ulah kepiting atau hewan lain perlu diperbaiki. Pada bagian pintu air dipasang kere (saringan dari bambu) dan saringan halus yang berfungsi untuk mencegah masuknya ikan pemangsa liar. Luasan perbandingan caren dan pelataran dasar tambak untuk pembesaran ikan bandeng berkisar antara 30-40 % bagian caren dan 60-70 % bagian pelataran kedalaman caren berkisar antara 30 50 cm (Gambar 14). Pelataran Pelataran Petak Ipukan / Pintu Air Caren Keliling Gambar 14. Tata Letak dan Penataan Caren Tambak Coastal Community Development Project-IFAD 63

Pintu air merupakan bagian penting dalam tambak ikan Bandeng. Pasokan air laut dapat dimasukkan ke dalam tambak dengan cara memompa, namun lebih disarankan agar tambak dilengkapi dengan pintu air pasok yang dapat dibuat dari kayu ataupun konstruksi beton (Gambar 15). Pintu pembuangan air sebaiknya dibuat terpisah dari pintu air pasok, yang dapat dibuat dengan model pintu monik dari kayu atau beton seperti pintu pasok, atau dapat juga dibuat dengan model pipa goyang dari pipa paralon (Gambar 16). Pintu Kayu Pomapa Diesel Gambar 15. Suplai Air Tambak Melalui Pintu Kayu dan Pompa Diesel Gambar 16. Pembuangan Air Model Pipa Goyang Coastal Community Development Project-IFAD 64

Operasional Pemeliharaan a. Pengeringan Dasar tambak Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan ini adalah penjemuran dan perataan tanah dasar tambak dengan tujuan untuk : i. Mineralisasi/menguraikan bahan organik yang terkandung dalam tanah, sehingga unsur hara tersedia bagi pertumbuhan makanan/pakan alami ii. Menghilangkan gas-gas seperti hidrogen sulfida (H 2S), methan (CH 4), ammonia (NH 3) dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang dihasilkan selama reduksi anaerobik bahan organik ketika tambak penuh dengan air iii. Membasmi ikan-ikan liar (terutama kompetitor dan predator) yang tidak dikehendaki berada dalam petakan iv. Menguatkan pelekatan klekap (makanan alami) pada tanah dasarnya (substratnya). Pengeringan dilakukan sampai keadaan tanah dasar petakan menjadi retak-retak dan kadar airnya kira-kira 18 20%. Cara yang paling mudah untuk mengetahui keadaan ini adalah dengan berjalan di atas tanah yang sedang dikeringkan, jika tanah yang diinjak turun sedalam 1-2 cm (maksimal sebatas mata kaki) maka pengeringan tanah dianggap cukup. Pengeringan tanah dasar petakan yang berlebihan (terlalu kering) kurang baik, karena dapat mengakibatkan Coastal Community Development Project-IFAD 65

permukaan tanah yang keras dan mudah menjadi debu. Kondisi tanah yang demikian tidak memungkinkan untuk petumbuhan klekap. Sebaliknya, jika pengeringan tanah kurang sempurna dapat menyebabkan klekap mudah lepas dari substratnya, sehingga akhirnya mengapung. Klekap yang mengapung mudah terbawa angin atau gerakan air dan berkumpul di sudut tambak, sehingga sulit dimakan oleh ikan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pembusukan dan pendangkalan petakan akibat klekap yang mati. Kondisi tanah yang berlumpur sedikit liat, baik untuk pertumbuhan klekap (penyediaan pakan alami). Bersamaan dengan proses pengeringan dasar tambak, lakukan pula perbaikan caren dengan tujuan untuk memperdalam dan membuang lumpur yang busuk ke atas pematang (Gambar 13). b. Pemberantasan hama Walaupun sudah dilakukan pengeringan tambak, tetapi kenyataannya hama tambak (termasuk ikan liar) masih banyak yang hidup. Oleh karena itu, untuk menghilangkan sisa hama yang yang masih hidup, perlu dilakukan pemberantasan hama (kompetitor dan predator) dengan bahan beracun yang mempunyai daya bunuh yang cepat aman serta ramah lingkungan. Aman dan ramah lingkungan yaitu tidak menimbulkan pengaruh atau efek sampingan yang merugikan, baik terhadap ikan yang dipelihara maupun kondisi Coastal Community Development Project-IFAD 66

tanahnya serta tidak berdampak negatif terhadap kesehatan manusia jika mengkonsumsi ikan hasil peliharaan. Jenis-jenis pengendali hama (pestisida) tersebut antara lain dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Beberapa Macam Pestisida Untuk Tambak Bandeng Bahan Mengandung Dosis Per Hektar Bahan (kg) Serbuk tembakau Nikotin 200 400 Biji teh Saponin 150 200 Teh komersial Saponin 15 20 Tembakau komersial Nikotin 12 15 Akar tuba (Derris) Rotenon 10 c. Penumbuhan Makanan Alami Di tambak terdapat beberapa jenis pakan alami yang sangat penting dalam menunjang petumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup (SR Survival Rate) ikan Bandeng yang dipelihara. Jenis tersebut antara lain : klekap, lumut, plankton dan organisme dasar (benthos). Namun demikian, jarang sekali semua jenis tersebut dapat hidup dan tumbuh baik dalam tempat dan waktu yang bersamaan. Hal ini tergantung dari tingkat kesuburan, keadaan kualitas tanah dan air serta kedalaman air tambak. Beberapa jenis pakan alami yang cukup baik untuk pembesaran ikan bandeng pola sederhana dan semi-intensif, di antaranya adalah sebagai berikut : Coastal Community Development Project-IFAD 67

i. Klekap. Klekap adalah kumpulan jasad renik yang disusun oleh alga biru benthos, diatom, bakteri, dan organisme renik hewani. Pada umumnya klekap tumbuh dengan warna permulaan coklat muda, kemudian coklat tua, hijau tua, hijau biru dan akhirya biru kehitaman. Kedalaman air yang cocok untuk pertumbuhan klekap sekitar 5 40 cm. Salinitas yang terbaik untuk pertumbuhan klekap berkisar antara 25 40 ppt. Klekap ditumbuhkan dengan pemupukan organik dan an-organik setelah dilakukan pengeringan dasar tambak. Jenis dan dosis pupuk dapat dilihat pada Tabel 11. Setelah dipupuk, air dimasukkan ke dalam tambak sampai setinggi 5-10 cm di atas pelataran (macak-macak). Setelah terlihat klekap tumbuh baik dan menempel di dasar pelataran, maka ketinggian air dapat ditingkatkan sampai maksimal 40 cm di atas pelataran. Jika proses penumbuhan klekap berjalan baik, maka klekap akan menempel dengan baik di dasar pelataran, tidak mudah lepas dan mengambang di permukaan air (Gambar 17). Coastal Community Development Project-IFAD 68

Tabel 11. Jenis dan Dosis Pupuk Untuk Penumbuhan Klekap No. Jenis Tanah Jenis Pupuk Urea (kg/ha) TSP/SP-36 (kg/ha) Kotoran Ayam (kg/ha) 1 Liat berpasir 150 200 75 100 750 1.000 2 Liat berlumpur 100 150 50 75 500 750 3 Lumpur berdebu 75 100 30 50 300 500 Gambar 17. Klekap Menempel Baik di Dasar (kiri) dan Terapung di Permukaan (kanan) ii. Lumut. Jenis lumut yang umum tumbuh di tambak adalah lumut sutera (Chaetomorpha sp.) dan lumut perut/usus ayam (Enteromorpha sp.). Jenis alga hijau berfilamen lainnya yang juga merupakan jenis lumut adalah Cladophora sp. dan Vaucheria sp. Lumut dapat tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas rendah, yaitu 25 ppt atau lebih rendah. Kedalaman air yang sesuai untuk lumut berkisar antara 40-60 cm. Pada petak pembesaran bandeng sederhana/semi-intensif penumbuhan lumut cukup Coastal Community Development Project-IFAD 69

diharapkan, terutama jenis lumut usus ayam, karena lumut jenis ini cocok sebagai pakan alami selain jenis klekap Gambar 18. Enteromorpha sp lumut usus ayam Chaetomorpha sp lumut sutera Gambar 18. Jenis-Jenis Lumut yang Biasa Tumbuh di Tambak iii. Plankton. Plankton merupakan organisme berukuran kecil (organisme renik) yang hidup dalam air dan pergerakannya tergantung air. Plankton terdiri atas plankton nabati (fitoplankton) dan plankton hewani (zooplankton). Bila di tambak dilakukan penumbuhan fitoplankton, pada umumnya akan tumbuh zooplankton. Untuk menumbuhkan fitoplankton di tambak diperlukan kedalaman air > 60 cm. Namun demikian, fitoplankton dapat juga ditumbuhkan di tambak yang dangkal, hanya yang menjadi masalah adalah bahwa suhu tinggi merupakan hambatan bagi pertumbuhan fitoplankton tersebut. Pada umumnya bila klekap telah tumbuh, lalu air tambak ditinggikan terus, maka klekap akan berhenti tumbuh dan diganti oleh fitoplankton yang akan tumbuh subur. Fitoplankton yang Coastal Community Development Project-IFAD 70

menyebabkan air berwarna kuning hijau atau kuning coklat adalah baik. Bila salinitas air tambak terlalu rendah dan atau terlalu tinggi, biasanya sangat sulit menumbuhkan plankton. Jenis dan dosis pupuk untuk penumbuhan plankton dan/atau lumut dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jenis dan Dosis Pupuk Untuk Penumbuhan Plankton dan/atau Lumut No. Jenis Tanah Jenis Pupuk Urea (kg/ha) TSP/SP-36 (kg/ha) Kotoran Ayam (kg/ha) 1 Liat berpasir 100 150 50 75 300 500 2 Liat berlumpur 75 100 35 50 200 300 3 Lumpur berdebu 50 75 25 35 150 200 d. Penebaran Benih Pada tahapan ini sangat diperlukan kehati-hatian guna untuk menghindari tingkat kematian (mortalitas) yang tinggi. Sebaiknya penebaran benih ukuran glondongan dilakukan di petak penampungan petak ipukan yang berukuran kecil (pada Gambar 14) terlebih dahulu, atau jika tidak terdapat petak ipukan dapat dibuat dari hapa (Gambar 19). Petak tersebut digunakan hanya untuk penampungaan atau masa adaptasi sementara selama 2-3 hari. Selama dipelihara (masa adaptasi) di petak hapa/ipukan diberi pakan pellet bandeng ukuran crumble (kecil) dengan dosis antara 5-7 % dan Coastal Community Development Project-IFAD 71

frekuensi 2 x sehari. Tiap meter persegi petak ipukan atau hapa dapat menampung 5.000-10.000 ekor benih. Petak ipukan atau hapa dilempatkan di dekat pintu air masuk dengan tujuan agar memudahkan untuk sirkulasi/ganti air. Di bagian atas tempat penampungan di beri gedek (anyaman bambu) atau daun-daun yang masih ada rantingnya atau daun kelapa, yang kegunaannya untuk menghindari sinar matahari secara langsung. Gambar 19. Pembuatan Petak Adaptasi/Ipukan dari Hapa Pada saat akan menebarkan benih ke petak adaptasi/ipukan, maka faktor kualitas air (suhu, salinitas, ph dan kekeruhan) perlu diketahui terlebih dahulu. Bila terdapat perbedaan suhu dan salinitas antara air dalam pengangkutan dengan petak tambak maka harus dilakukan penyesuaian (aklimatisasi). Aklimatisasi ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu pertama adalah aklimatiisasi suhu, kemudian aklimatisasi salinitas. Untuk aklimatisasi suhu dapat dilakukan dengan cara mengapungkan wadah pengangkutan yang berisi benih Coastal Community Development Project-IFAD 72

di atas permukaan air petakan tambak selama 30-60 menit. Setelah suhu air dalam pengangkutan kira-kira sama dengan suhu air petakan, maka selanjutnya dilakukan aklimatisasi salinitas. Caranya adalah dengan mencampurkan air petakan ke dalam wadah pengangkutan benih secara perlahan-lahan. Kemudian wadah pengangkutan benih tersebut dimiringkan dan bila benih keluar dengan sendirinya ke petakan, maka hal ini menunjukkan bahwa kondisi air pengangkutan dengan air petakan sudah sama. Dengan demikian benih sudah dapat ditebarkan ke petakan. Perlu pula diketahui bahwa waktu yang paling baik untuk menebarkan benih bandeng adalah pada pagi atau sore hari sebelum matahari terbenam. e. Pemeliharaan Lama pemeliharan ikan Bandeng adalah sekitar 3-4 bulan. Selama pemeliharaan kegiatan yang dilakukan ada pengaturan air (pemasukan, pengeluaran dan/atau penggantian air), perbaikan pematang jika terjadi bocoran, perawatan pintu dan pematang. Dalam pemeliharaan secara sederhana maka ikan Bandeng hanya menggantungkan makanan alami, sedangkan pemeliharaan semi intensif selain menggunakan makanan alami juga menggunakan makanan tambahan berupa pellet. Sedangkan untuk pemeliharaan Bandeng intensif (ukuran umpan dan konsumsi), di samping pakan alami sejak penebaran hingga panen total menggunakan pakan Coastal Community Development Project-IFAD 73

buatan berupa pellet. Kegiatan lain yang perlu dilakukan selama pemeliharaan adalah monitoring pertumbuhan dan kesehatan Bandeng melalui sampling secara periodik dan khusus untuk teknologi sederhana dan semi-intensif diperlukan pula penjagaan ketersediaan pakan alami dengan cara pemupukan susulan. Pupuk susulan diberikan jika klekap sudah terlihat menipis, dengan dosis 1/10 pemupukan awal, diberikan setiap bulan. Padat tebar benih tergantung pada tingkat teknologi yang diterapkan dalam usaha budidaya ikan Bandeng ini dan tentunya juga akan berpengaruh pada tingkat keterampilan yang diperlukan, sarana yang harus disediakan dan besarnya modal yang ada. Khusus untuk usaha budidaya ikan Bandeng secara monokultur dalam CCDP IFAD ini, tingkat teknologi yang disarankan adalah semi-intensif dengan padat tebar 3-5 ekor/m 2. Padat tebar benih ikan Bandeng untuk beberapa tingkat teknologi dan keperluan dapat dilihat pada Tabel 13. Coastal Community Development Project-IFAD 74

Tabel 13. Padat Tebar Ikan Bandeng Untuk Beberapa Tingkat Teknologi dan Keperluan No Tingkat Teknologi/Tujuan Usaha Padat Tebar (ekor/m 2 ) Ukuran Benih (cm) 1 Peneneran 30 60 0,7 0,12 2 Pengglondongan 15 20 3,0 5,0 3 Petak Ipukan/Adaptasi 5.000 10.000 3,0 5,0 4 Sederhana 0,25 0,5 5,0 7,0 5 Semi-intensif 3,0 5,0 5,0 7,0 6 Intensif 7,0 10,0 5,0 7,0 7 Ukuran Umpan > 10,0 5,0 7,0 f. Pemanenan Panen bandeng dilakukan jika ukurannya sudah layak, ada permintaan dengan harga jual yang layak di pasaran. Selain itu juga, tergantung pada permintaan dan kebutuhan pasar spesifik baik untuk segmen usaha ukuran glondongan (untuk tebar pembesaran), ukuran umpan (pancing tuna), ukuran konsumsi (kebutuhan masyarakat, restoran dan lain sebagainya) dan ukuran super (konsumsi khusus, pemancingan, calon induk, ekspor dan lain sebagainya). Dalam hal ini, untuk selanjutnya akan dibicarakan pemanenan ukuran konsumsi. Pemanenan dapat dilakukan secara bertahap (selektif) atau total sesuai permintaan. Panen secara bertahap/selektif dilakukan dengan menggunakan alat krikit/jaring, ataupun menggunakan jebakan dengan memanfaatkan sifat biologi ikan Bandeng yang senang Coastal Community Development Project-IFAD 75

melawan arus. Jebakan untuk menangkap ikan Bandeng dapat menggunakan petak ipukan atau dengan memasang perangkap dari kere (saringan bambu). Panen secara total dilakukan dengan pengasatan (pengeringan total) air tambak sampai habis. Dalam pemanenan yang perlu dilakukan adalah persiapan mulai dari peralatan panen, wadah penampungan, tenaga kerja yang terampil, dan waktu yang tepat (pagi, sore maupun malam hari) tergantung permintaan pasar. Gambar 20 menunjukkan cara panen ikan Bandeng dengan menggunakan krikit/jaring dan jebakan dari kere. Panen menggunakan pasangan kere untuk menjebak ikan Panen menggunakan krikit/jaring Panen total menggunakan krikit/jaring untuk menggiring ikan Gambar 20. Panen Ikan Bandeng dengan Menggunakan Jebakan dari Kere (kiri) dan Jaring Krikit (tengah dan kanan) Coastal Community Development Project-IFAD 76

3.2 Budidaya Campuran (Polikultur) Banyak dijumpai pembudidaya memelihara ikan Bandeng bersama-sama dengan organisme lain, yaitu udang, ikan Nila, kepiting dan/atau rumput laut Gracilaria, bahkan secara bersamaan antara ikan Bandeng, udang dan dan rumput laut. Pada prinsipnya, polikultur adalah pemeliharaan secara bersama lebih dari satu jenis organisme yang mempunyai tingkah laku makan yang berbeda. Dengan demikian, beberapa nilai tambah yang didapat dalam pengembangan usaha polikultur antara lain (Soelistinarto D., I. Sumantri dan D. Adiwidjaya, 2010) : (i) memanfaatkan niche (ruang kehidupan) dalam perairan secara optimal (ii) merupakan alternatif usaha akibat banyaknya kegagalan usaha budidaya udang (iii) teknologi yang diterapkan sederhana, tidak memerlukan keterampilan dan persyaratan yang terlalu rumit (iv) dapat membuka lapangan usaha baru dengan bervariasinya jenis organisme yang dipelihara. Persyaratan lokasi tambak untuk usaha polikultur lebih kurang sama dengan untuk budidaya Bandeng, hanya mungkin salinitas air yang perlu diusahakan untuk memenuhi kebutuhan optimal bagi jenis Coastal Community Development Project-IFAD 77

jang dipelihara, misalnya udang Windu dan ikan Nila yang lebih senang hidup di salinitas agak rendah. 3.2.1 Polikultur Bandeng dengan Udang Sebagaimana pada budidaya Bandeng, persiapan tambak dilakukan dengan perbaikan konstruksi yang meliputi pembuatan caren, perataan pelataran, menambal bocoran dan lain sebagainya. Selanjutnya pengeringan dasar tambak dan pemupukan untuk menumbuhkan pakan alami, dengan jenis dan dosis pupuk sama dengan pada budidaya Bandeng monokultur. Setelah kegiatan persiapan selesai dilakukan dan tambak siap ditebari benih, maka yang ditebar pertama adalah benih udang (benur). Benur yang ditebar sebaiknya PL 12, yang telson (ekor)nya telah berkembang, dengan padat tebar 1-2 ekor/m 2 atau 10.000-20.000 ekor/ha. Udang yang dipelihara dapat dari jenis udang Windu (Penaeus monodon) atau udang Vaname (Litopenaeus vanamei) (Gambar 21). Setelah sekitar 7-10 hari, udang sudah mampu memanfaatkan pakan alami dan tumbuh lebih besar dan kuat, dapat ditebar gelondongan bandeng ukuran 3-5 gram sebanyak 0,15-0,20 ekor/m 2 atau 1.500-2.000 ekor/ha. Perlu ditambahkan bahwa saat ini banyak ditawarkan probiotik, yaitu suatu bioaktivator hasil pengembangan bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba non pathogen menguntungkan yang berperan Coastal Community Development Project-IFAD 78

dalam mengurai limbah dan gas beracun. Formulasi dari probiotik sebagian besar mengandung bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomyces sp, bakteri pelarut Fosfat, dan jamur pengurai selllulosa. Probiotik mempunyai beberapa manfaat, yaitu di antaranya memacu pertumbuhan organisme menguntungkan, mempercepat dekomposisi bahan organik di dasar tambak, menekan bakteri patogen, memacu pertumbuhan plankon dan meningkatkan survival rate. Aplikasi probiotik dilakukan pada saat pengeringan tambak dan sebelum penebaran (2 liter/ha), kemudian pada saat pemeliharaan bersama dengan pemberian pakan tambahan, dengan dosis 1 ppm setiap dua minggu (1ppm = 10 ml setiap tinggi air 10 cm per hektar). Udang Windu (Penaeus monodon) Udang Vaname (Litopenaeus vanamei) Gambar 21. Udang Windu (kiri) dan Udang Vaname (kanan) Jika pakan alami telah terlihat menipis, yaitu sekitar satu bulan setelah penebaran benih, dilakukan pemupukan susulan dengan dosis 1/10 pemupukan awal setiap bulan. Pakan tambahan dapat diberikan sebanyak 2-5 % berat biomasa udang, dua kali dalam sehari. Pakan Coastal Community Development Project-IFAD 79

tambahan yang diberikan dapat berupa beras pecah atau menir yang ditanak ataupun pakan komersial yang banyak terdapat di pasaran. Selama masa pemeliharaan, tidak diperlukan untuk mengganti air tambak, penambahan air hanya dilakukan untuk mengganti air yang berkurang akibat penguapan, bocoran dan rembesan ataupun jika terjadi penurunan kualitas air, misalnya karena blooming plankton. Pemantauan yang kontinyu perlu dilakukan terhadap kesehatan ikan dan udang, keberadaan predator (ikan liar, burung, ular dan lain sebagainya), kompetitor (ikan liar), pertumbuhan lumut dan organisme perusak pematang (ular, kepiting dan lain sebagainya). Dalam polikultur Bandeng dengan udang metode sederhana ini tidak diperlukan pakan tambahan. Panen dapat dilakukan sesuai dengan ukuran dan jumlah permintaan pasar. Untuk ikan Bandeng, ukuran permintaan pasar dapat berukuran 7-10 ekor/kg yang berarti hanya dalam masa pemeliharaan sekitar dua bulan. Panen dapat dilakukan dengan menggunakan jala tebar, bubu, prayang atau anco besar (lift net). Setelah masa pemeliharaan selama 3-3,5 bulan, udang sudah mencapai size-50 (50 ekor/kg) dan ikan Bandeng 2-3 ekor/kg, sehingga sudah dapat dipanen secara total. 3.2.2 Polikultur Bandeng, Udang dan Rumput Laut Gracillaria (Three in One) Coastal Community Development Project-IFAD 80

Dalam polikultur three in one ini, udang yang dipeliharaa dapat udang Windu ataupun udang Vaname, sedangkan rumput laut dari jenis Gracillaria sp. (Gambar 22). Dalam hal ini, ikan Bandeng bersifat herbivora (pemakan tumbuhan), udang bersifat karnivora (pemakan segala), sedangkan rumput laut Gracillaria berfungsi sebagai filter biologi yang mampu menyerap karbon dioksida (CO 2), penghasil Oksigen (O 2) dan tempat berlindung bagi ikan dan udang. Polikultur three in one yang memelihara rumput laut Gracillaria ini baik untuk tambak yang dasarnya berpasir sedikit berlumpur dengan kedalaman minimal 50 cm. Padat tebar masing-masing komoditas dalam polikultur three in one ini dalam satu hektar adalah dengan rasio 1 ton rumput laut : 1.500 ekor glondongan Bandeng : 5.000 ekor tokolan udang (100 gr/m2 rumput laut : 0,15 ekor Bandeng : 0,5 ekor udang/m2). Cara budidaya rumput laut di tambak ada dua metode, yaitu Metode Sebar dan Metode Long-line (Metode Gantung). Dalam Metode Sebar, bibit rumput laut disebar merata di dasar tambak, sedangkan dalam Metode Long-line, bibit rumput laut diikat dengan tali raffia dengan berat tiap ikatan adalah antara 100 150 gram, dan digantung pada seutas tali yang panjang dengan jarak antar gantungan adalah 30-35 cm. Coastal Community Development Project-IFAD 81

Gambar 22. Rumput Laut Gracillaria (kiri) dan Metode Budidaya Longline (kanan) Tokolan udang ditebar setelah rumput laut berumur 10 hari, dengan padat penebaran 5.000 ekor/ha, seminggu kemudian baru dilakukan penebaran gelondongan dengan padat penebaran 1.500 ekor/ha. Pergantian air tambak dilakukan minimal 2 minggu sekali. Secara rutin dilakukan pembersihan rumput laut yang tertimbun lumpur, dan bila pertumbuhan kurang baik dapat dilakukan pemupukan dengan pupuk Urea dan TSP dengan dosis masing masing 50 kg/ha. Udang maupun bandeng tidak diberi pakan tambahan, tetapi dibiarkan untuk memakan pakan alami yang ada di sekitar rumput laut, baik yang berupa klekap maupun lumut/ganggang sebagai penyaing habitat rumput laut. Monitoring pertumbuhan rumput laut dilakukan dengan cara sampling. Sampling pertama dilakukan setelah tanaman berumur 21 hari, sedangkan sampling ke dua dilakukan saat menjelang panen. Sampling dilakukan secara acak, budidaya rumput laut Gracilllaria Coastal Community Development Project-IFAD 82

dikatakan baik bila laju pertumbuhan rata rata harian minimal 3 %. Monitoring pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang serta bandeng dapat dilakukan 7-10 hari sekali dengan cara sampling untuk menentukan saat mulai dapat dipanen.. Sebagaimana rumput laut kotoni, umur ideal untuk panen Gracillaria adalah 45 hari, hanya kalau kotoni adalah bahan pembuatan karaginan, Gracillaria adalah bahan pembuat agar-agar. Pemanenan Gracillaria juga dilakukan saat cuaca cerah agar terjamin kualitas kandungan agar-agarnya. Pemanenan udang dan Bandeng biasanya dilakukan setelah mencapai empat bulan masa pemeliharaan dengan ukuran udang minimal size-50 dan Bandeng minimal size-10. Dalam empat bulan itu, Gracillaria dapat mengalami dua kali musim tanam. 3.2.3 Polikultur Bandeng dengan Kepiting Kepiting bakau mempunyai propek pasar yang cerah, baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Kepiting bakau mempunyai kandungan nutrisi yang sangat baik, di mana edible portion (bagian tubuh yang dapat dimakan) mengandung protein sebesar 65,72 %, bahkan telurnya mengandung protein 88, 55 %. Ada beberapa jenis kepiting bakau yang dapat dijumpai di Indonesia, namun yang paling banyak dan popular adalah dari jenis Scylla serrata yang berwarna keabu-abuan sampai hijau kemerah-merahan (Gambar 23). Coastal Community Development Project-IFAD 83

Dalam siklus hidupnya, kepiting bakau biasa dijumpai di sekitar muara sungai dan hutan bakau, memilki kemampuan beradaptasi terhadap kisaran salinitas yang mencolok, yaitu antara 5-30 permil. Dalam pertumbuhannya, kepiting bakau menagalami tahapan moulting (ganti kulit). Untuk mencapai panjang 84 mm dan lebar 122,5 mm, binatang tersebut memerlukan waktu selama 144 hari dengan 12 kali pergantian kulit (Arriola, 1940 dalam Soelistinarto dkk, 2010). Bersifat nocturnal (aktif mencari makan pada malam hari), tergolong scavanger (pemakan bangkai) serta memiliki sifat kanibalisme (suka memangsa temannya sendiri) yang dalam keadaan lemah atau moulting. Persyaratan polikultur bandeng dan kepiting antara lain : lokasi tambak dengan kedalaman 80-100 cm, terletak di daerah sekitar muara sungai, tanahnya berlumpur dengan tekstur sandy clay (liat berpasir) atau silty loam (lempung berliat), dengan perbedaan pasang surut antara 2-3 meter. Mutu air harus cukup baik dengan salinitas 5-30 permil, ph 6,5 dan terbebas dari pencemaran. Secara umum, sebaiknya lokasi mudah dijangkau serta dekat dengan tempat tinggal agar mudah dalam pengawasan. Seperti biasanya, kegiatan persiapan tambak meliputi perbaikan konstruksi, pengeringan dan/atau pengolahan tanah, pemberantasan hama dan pemupukan. Konstruksi pematang dan pintu air perlu lebih mendapat perhatian sedemikian rupa, tujuannya untuk menghindari Coastal Community Development Project-IFAD 84

hilangnya kepiting dari tambak, sebab dalam kondisi mutu air mulai rendah, ketersediaan makanan kurang mencukupi serta kepiting dalam keadaan matang telur, biasanya menyebabkan atau merangsang kepiting untuk meloloskan diri dengan memanjat pinggiran pematang atau pintu air, selain itu juga berusaha menggali lubang di dasar tambak. Konstruksi yang baik hendaknya disesuaikan dengan besar kecilnya luasan tambak. Untuk tambak yang luasnya relatif kecil (0,5 ha atau kurang) akan lebih baik apabila dasar pematang dipagari bambu yang ditancapkan sedalam kurang lebih 70 cm dan di bagian tengahnya dibuat guludan (gundukan), sedangkan untuk tambak yang luas, alternatif yang lebih praktis adalah menggunakan pagar bambu setinggi 0,5 meter yang dipasang di atas pematang (Gambar 22). Pemupukan tambak ditujukan untuk menumbuhkan pakan alami klekap sebagai makanan Bandeng dan kepiting muda, dengan dosis pupuk organik 1-3 ton/ha, pupuk urea 75-100 kg/ha, dan TSP 75 kg/ha. Gambar 23. Kepiting Bakau, (kiri) Kondtruksi Tambak (kanan) Coastal Community Development Project-IFAD 85

Benih kepiting dapat diperoleh dari alam atau membeli dari penangkap atau pengumpul kepiting. Penanganan benih harus dilakukan secara hati hati. Benih kepiting yang berukuran 5-25 gram, karena masih belum dapat diikat maka sebaiknya ditangani dengan cara ditampung/diangkut dengan keranjang bambu atau plastk yang di dalamnya dimasukkan daun dan ranting bakau sebagai shelter. Sebuah keranjang berukuran 40 x 30 x 35 cm biasa disi sampai 300 ekor benih. Untuk benih berukuran 25-50 gram dapat diikat dan disusun dalam keranjang dengan kepadatan 300 ekor/keranjang. Dalam kondisi demikian, benih dapat bertahan hingga satu minggu bila dilaukan perendaman/pencelupan ke dalam air laut (salinitas 5-30 permil selama kurang lebih 5 menit dalam sehari. Padat tebar disesuaikan dengan besar kecilnya benih. Untuk benih kepiting berukuran kecil (25-50 gram) dapat ditebar dengan kepadatan 1.000-2.000 ekor/ha bersama dengan ikan Bandeng berukuran 2-5 gram/ekor sebanyak 1.500-2.000 ekor/ha. Selama pemeliharaan, perlu dilakukan pergantian air pada saat pasang tinggi. Dengan semakin besarnya kepiting, pemantauan kondisi tambak perlu diperketat, misalnya menambal bocoran pematang dan pintu air yang dapat menyebabkan kepiting lolos. Pemupukan susulan sebanyak 1/10 dosis pemupukan awal dilakukan sekali sebulan jika pakan alami (klekap) menipis. Untuk memacu pertumbuhan kepiting, diberikan Coastal Community Development Project-IFAD 86

pakan tambahan berupa ikan rucah (trash fish) sekali sehari sebanyak 2-3 % berat biomasa kepiting. Pemanenan pada polikultur kepiting dan bandeng sebaiknya dilakukan secara selektif. Kepiting jantan gemuk dan kepiting betina bertelur dapat dipanen dan dipasarkan terlebih dahulu, sedangkan kepiting yang masih kurus dan belum bertelur dapat dilakukan setelah memasuki bulan ke-empat. Adapun panen Bandeng disesuaikan dengan permintaan pasar (ukuran dan jumlah), artinya pemanenan dapat dilakukan mulai bulan ke-dua atau ke-tiga jika diperlukan ukuran kecil, sedangkan untuk ukuran konsumsi dilakukan bersamaan dengan waktu panen kepiting setelah pemeliharaan selama empat bulan. 3.3 Analisis Usaha Analisis usaha sederhana dikemukakan pada kesempatan ini sebagai referensi bagi para pembudidaya yang akan melakukan usaha budidaya seperti telah dijelaskan. Harga-harga yang dikemukakan di sini tentu saja merupakan asumsi yang dapat berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat satu ke tempat lainnya. Coastal Community Development Project-IFAD 87

3.3.1 Analisis Usaha Budidaya Bandeng Semi Intensif Dalam analisis ini, diasumsikan bahwa lama pemeliharaan satu musim tanam selama 4-5 bulan, sehingga dalam setahun dapat dilakukan dua kali musim tanam. Bandeng dipelihara dengan padat tebar 3 ekor/m 2 atau 30.000 ekor/ha, survival rate (SR) 80 %, ukuran panen size-5 (Tabel 14). No Tabel 14. Analisis Usaha Budidaya Bandeng Semi Intensif Uraian 1 Biaya Investasi a. Sewa tambak Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 tahun 1.500.000 1.500.000 1 tahun b. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 c. Biaya rehabilitasi tambak* 1 tahun 500.000 500.000 tidak ada Total biaya investasi 2.750.000 Biaya penyusutan per tahun 1.750.000 2 Biaya Produksi a. Glondongan Bandeng 30.000 ekr 90 2.700.000 tidak ada b. Pupuk Urea tidak ada 300 kg 2.000 600.000 c. Pupuk TSP/SP-36 tidak ada 150 kg 3.500 525.000 Coastal Community Development Project-IFAD 88

3 4 d. Pupuk kotoran ayam tidak ada 500 kg 50 25.000 e. Saponin tidak ada 50 kg 5.000 250.000 f. Pakan tambahan tidak ada 6.000 kg 4.000 24.000.000 g. Biaya persiapan* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 h. Biaya Panen* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 Total biaya produksi per siklus 30.850.000 Biaya produksi per tahun 61.700.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 63.450.000 Penjualan hasil produksi 4.800 per siklus kg 15.000 72.000.000 Penjualan hasil produksi 9.600 per tahun kg 15.000 144.000.000 Keuntungan per tahun = 144.000.000 63.450.000 80.550.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 3.3.2 Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Udang Seperti pada budidaya ikan Bandeng semi intensif, dalam analisis usaha ini diasumsikan dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali musim tanam. Ikan Bandeng dipelihara dengan padat tebar 2.000 ekor/ha, sedangkan udang 15.000/ha, dengan SR Bandeng 90 % dan SR udang 60 %. Bandeng dipanen pada size-5, udang size-50 (Tabel 15). Coastal Community Development Project-IFAD 89

No Tabel 15. Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Udang Uraian Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Sewa tambak 1 tahun 1 tahun 1.500.000 1.500.000 b. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 c. Biaya rehabilitasi tambak* tidak ada 1 tahun 500.000 500.000 Total biaya investasi 2.750.000 Biaya penyusutan per tahun 1.750.000 2 Biaya Produksi a. Glondongan 2.000 Bandeng b. Benih udang tidak ada ekr 90 180.000 15.000 ekr 100 1.500.000 tidak ada c. Pupuk Urea tidak ada 300 kg 2.000 600.000 d. Pupuk TSP/SP-36 tidak ada 150 kg 3.500 525.000 e. Pupuk kotoran ayam tidak ada 500 kg 50 25.000 f. Saponin tidak ada 50 kg 5.000 250.000 g. Biaya persiapan* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 h. Biaya Panen* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 Total biaya produksi per siklus 6.080.000 Biaya produksi per tahun 12.160.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 13.910.000 Coastal Community Development Project-IFAD 90

3 Penjualan hasil produksi per siklus a. Bandeng 360 kg 15.000 5.400.000 b. Udang 180 kg 50.000 9.000.000 Total penjualan hasil produksi per siklus 14.400.000 Penjualan hasil produksi per tahun 28.800.000 4 Keuntungan per tahun = 28.800.000 13.910.000 14.890.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 3.3.3 Analisis Usaha Polikultur Bandeng, Udang dan Rumput Laut Gracillaria Analisis usaha budidaya three in one ini hampir sama dengan polikuktur Bandeng dengan udang, hanya di sini ditambahkan rumput laut Gracillaria yang saat ini harganya cukup menarik. Padat tebar masingmasing per hektar adalah 1.500 ekor gelondongan Bandeng, 5.000 tokolan udang dan 1 ton bibit rumput laut. Masa pemeliharaan empat bulan dengan dua kali musim tanam Gracillaria, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali musim tanam Bandeng dan udang serta empat kali musim tanam Gracillaria. Hasil analisis pada Tabel 16. Coastal Community Development Project-IFAD 91

Tabel 16. Analisis Usaha Polikultur Bandeng, Udang dan Rumput Laut No Uraian Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Sewa tambak 1 tahun 1 tahun 1.500.000 1.500.000 b. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 c. Biaya rehabilitasi tambak* tidak ada 1 tahun 500.000 500.000 Total biaya investasi 2.750.000 Biaya penyusutan per tahun 1.750.000 2 Biaya Produksi a. Glondongan 1.500 Bandeng b. Benih udang tidak ada ekr 90 135.000 5.000 ekr 100 500.000 tidak ada c. Bibit rumput laut tidak ada 1 ton 2.500.000 2.500.000 d. Pupuk Urea tidak ada 300 kg 2.000 600.000 e. Pupuk TSP/SP-36 tidak ada 150 kg 3.500 525.000 f. Pupuk kotoran ayam tidak ada 500 kg 50 25.000 g. Saponin tidak ada 50 kg 5.000 250.000 h. Biaya persiapan* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 i. Biaya Panen* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 Total biaya produksi per siklus 7.535.000 Coastal Community Development Project-IFAD 92

Biaya produksi per tahun 15.070.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 16.820.000 3 Penjualan hasil produksi per siklus a. Bandeng 270 kg 15.000 4.050.000 b. Udang 60 kg 50.000 3.000.000 c. Rumput laut kering 2 ton 8.000.000 16.000.000 Total penjualan hasil produksi per siklus 23.050.000 Penjualan hasil produksi per tahun 46.100.000 4 Keuntungan per tahun = 46.100.000 16.820.000 29.280.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 3.3.4 Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Kepiting Yang membedakan usaha ini dengan usaha polikultur yang lainnya adalah komoditas kepiting. Dalam perhitungan di sini, padat tebar Bandeng adalah 2.000 ekor/ha, setelah empat bulan masa pemeliharaan SR 90 % dengan ukuran size-5. Adapun kepiting ditebar dengan kepadatan 1.500 ekor/ha, dipanen dengan SR 80 % dan ukuran 250 gr/ekor (Tabel 17). No Tabel 17. Analisis Usaha Polikultur Bandeng dengan Kepiting Uraian Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Sewa tambak 1 tahun 1 tahun 1.500.000 1.500.000 b. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 Coastal Community Development Project-IFAD 93

c. Biaya rehabilitasi tambak* tidak ada 1 tahun 500.000 500.000 Total biaya investasi 2.750.000 Biaya penyusutan per tahun 1.750.000 2 Biaya Produksi a. Glondongan Bandeng tidak ada 2.000 ekr 90 180.000 b. Benih kepiting tidak ada 1.500 ekr 2.000 3.000.000 c. Pupuk Urea tidak ada 300 kg 2.000 600.000 d. Pupuk TSP/SP-36 tidak ada 150 kg 3.500 525.000 e. Pupuk kotoran ayam tidak ada 500 kg 50 25.000 f. Saponin tidak ada 50 kg 5.000 250.000 g. Pakan tambahan ikan rucah tidak ada 600 kg 2.000 1.200.000 h. Biaya persiapan* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 i. Biaya Panen* tidak ada 1 paket 1.500.000 1.500.000 Total biaya produksi per siklus 7.780.000 Biaya produksi per tahun 15.560.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 17.310.000 3 Penjualan hasil produksi per siklus c. Bandeng 360 kg 50.000 18.000.000 d. Kepiting 400 kg 20.000 8.000.000 Total penjualan hasil produksi per siklus 27.000.000 Penjualan hasil produksi per tahun 54.000.000 Coastal Community Development Project-IFAD 94

4 Keuntungan per tahun = 54.000.000 17.310.000 36.690.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD Coastal Community Development Project-IFAD 95

Bab IV BUDIDAYA AIR TAWAR Menurut Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, daerah pesisir meliputi wilayah administrasi Kecamatan yang memiliki pantai. Dengan dasar geografi ini, maka walaupun tidak banyak, namun sangat dimungkinkan budidaya ikan di perairan tawar dikembangkan di daerah pesisir, terutama di daerah sekitar aliran sungai sebelum sampai ke muara. Apa lagi dengan perkembangan teknologi sekarang ini, budidaya air tawar bahkan dapat dikembangkan tepat di pinggir pantai. Di samping itu, ada jenis ikan yang memang mempunyai daya toleransi yang sangat besar terhadap salinitas (euryhalin), misalnya ikan Nila. Sebagai bahan rujukan bagi para pembudidaya sasaran CCDP-IFAD, pada kesempatan ini akan dikemukakan beberapa teknologi budidaya ikan sederhana yang dapat diusahakan. 4.1 Budidaya Ikan Lele (Clarias batrachus) Dalam beberapa tahun terakhir ini, usaha budidaya ikan Lele berkembang sangat pesat, hal ini karena teknologi budidaya ikan Lele mudah dilakukan, ikan Lele sanggup hidup dalam kepadatan tinggi dan kondisi air yang kurang baik, tidak memerlukan ketrampilan tinggi, tidak memerlukan modal besar dan permintaan masyarakat yang sangat besar Coastal Community Development Project-IFAD 96

terhadap ikan ini. Di kalangan masyarakat pembudidaya bahkan teknologi budidaya ikan Lele ini berkembang dalam beberapa metode dan improvisasinya. Jenis ikan Lele sendiri sebetulnya ada beberapa macam, yang umum diketahui adalah Lele lokal (Clarias batrachus) dan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), sedangkan hasil persilangannya tarkenal adalah Lele Sangkuriang. Gambar 24 memperlihatkan gambar Lele lokal. Ikan Lele lokal Catfish Clarias batrachus Gambar 24. Ikan Lele Lokal 4.1.1 Budidaya Ikan Lele di Kolam Tanah a. Persiapan Kolam Pada kesempatan ini akan dikemukakan teknologi budidaya ikan Lele di kolam dasar tanah, walaupun sebetulnya budidayanya dapat juga dilakukan di kolam terpal, kolam semen dan bahkan dalam karamba. Berbagai wadah budidaya ikan Lele yang berkembang di masyarakat ditunjukkan pada Gambar 25. Coastal Community Development Project-IFAD 97

Gambar 25. Berbagai Wadah Budidaya Ikan Lele Persiapan budidaya di kolam dasar tanah dimulai dengan pengeringan dasar kolam hingga retak-retak (3-7 hari tergantung kondisi cahaya matahari) guna membunuh sisa-sisa mikroorganisme Coastal Community Development Project-IFAD 98

yang merugikan. Lumpur hitam akibat hasil pembusukan sisa pakan dan kotoran dari pemeliharaan sebelumnya dibuang ke pematang kolam. Selanjutnya dasar kolam dibajak atau dicangkul untuk membalik lapisan tanah permukaan. Kegiatan ini bertujuan untuk menggemburkan tanah dan membuang sisa gas beracun hasil pembusukan seperti Amoniak (NH 3) dan Hydrogen Sulfida (H 2S). Dasar kolam kemudian disebari dengan kapur tohor atau kapur Dolomit sebanyak 250-750 gram/m 2, tanah kembali dibajak atau dicangkul agar kapur dapat terserap ke dalam tanah dan secara efektif menjalankan fungsinya untuk menyeimbangkan kembali ph tanah dan ikut membunuh sisa mikroorganisme yang tertinggal. Setelah pengapuran dilakukan pemupukan dengan pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang dipakai adalah pupuk kandang atau kompos sebanyak 250-500 gram/m 2, sedangkan pupuk an-organik yang dipakai adalah Urea dan TSP dengan dosis masing-masing 15 gram/m 2. Pemupukan bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami bagi ikan Lele, seperti fito-plankton, zoo-plankton dan cacing tanah. b. Penebaran Benih Setelah dilakukan pemupukan, kolam diisi air setinggi 30-40 cm yang masih memungkinkan cahaya matahari menembus ke dasar kolam untuk menumbuhkan plankton dan organisme dasar. Setelah fitoplankton tumbuh bagus, ditandai dengan warna air yang kehijauan Coastal Community Development Project-IFAD 99

(lebih kurang seminggu), benih ikan Lele dapat ditebar. Benih yang ditebar harus dipilih yang kualitasnya baik, yaitu yang gerakan renangnya normal dan lincah, tidak ada cacat dan luka di badannya serta bebas dari penyakit. Sebaiknya benih sudah berukuran panjang minimal 5-7 cm. Padat tebar budidaya ikan Lele secara intensif antara 200-400 ekor/m2. Biarkan ketinggian air 30-40 cm agar benih ikan Lele dapat memakan pakan alami, menganbil udara ke permukaan dan tumbuh dengan baik. c. Pemeliharaan Ketinggian air kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai ketinggian ideal sekitar 100-120 cm, disesuaikan dengan pertumbuhan ikan Lele. Lele termasuk ikan yang bersifat karnivora, sehingga pakan yang sesuai adalah pakan yang mengandung protein hewani. Saat ini sudah tersedia pakan komersial berbentuk pellet yang mudah dibeli di pasaran. Biaya pakan menempati porsi terbesar dalam ongkos produksi, sehingga cara pemberiannya harus hati-hati. Untuk tujuan ini, sudah banyak pembudidaya yang berusaha untuk membuat pakan sendiri dengan alat pakan mini, dengan bahan utama ikan asin dan dedak, dicampur dengan beberapa bahan lain, vitamin dan obatobatan (Gambar 26). Banyak pula pembudidaya yang menekan biaya pakan dengan memberikan pakan tambahan yang tersedia di sekitarnya, seperti ikan rucah, sisa penyembelihan hewan, keong mas Coastal Community Development Project-IFAD 100

dan lain sebagainya. Yang penting, pemberian pakan ikan Lele jangan sampai terlambat, karena sifat ikan Lele yang karnivora akan memakan temannya jika kelaparan. Juga, ikan Lele cenderung bersifat nokturnal (lebih aktif malam hari), maka porsi pemberian pakan agar lebih besar pada malam hari. Gambar 26. Alat Pembuatan Pakan Mini Telah disebutkan bahwa ikan Lele sanggup hidup dalam air yang kondisinya kurang baik, namun demikian untuk mendapatkan hasil maksimal kualitas air harus tetap dijaga. Sisa pakan di dasar kolam dapat menghasilkan gas NH 3 dan H 2S yang bersifat racun, sehingga jika air sudah mulai hitam dan berbau busuk, diusahakan untuk membuang dan mengganti kira-kira sepertiga air lapisan bawah kolam. Penggantian air juga dilakukan jika air berkurang karena penguapan dan kebocoran kolam. Coastal Community Development Project-IFAD 101

Ikan Lele mulai dapat dipanen setelah lebih kurang 2,5 bulan pemeliharaan, yaitu jika ukuran ikan sudah mencapai permintaan pasar pada umumnya, 9-12 ekor/kg. Panen parsial dapat dilakukan sesuai permintaan, sekaligus memisahkan ikan yang berukuran lebih besar. Yang perlu diperhatikan, sehari sebelum dipanen sebaiknya ikan tidak diberi pakan, agar nantinya tidak banyak membuang kotoran selama dalam pengangkutan. Panen total dilakukan dengan pengeringan kolam untuk selanjutnya melakukan persiapan kolam untuk musim tanam berikutnya. 4.1.2 Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal Sebetulnya teknologi budidaya ikan Lele di kolam terpal sama saja dengan budidaya di kolam tanah, hanya budidaya di kolam terpal ini lebih praktis, mudah dan murah. Kolam terpal ini juga dapat dibuat di dasar tanah yang porous, berpasir, ataupun dibuat di kolam kerangka kayu, papan atau batu bata/batako (Gambar 25). Dengan demikian kolam terpal dapat dibuat sesuai dengan kondisi lahan dan bahkan kerangka kolam dapat dipindahkan ke lokasi lain. Dalam pembuatan kolam terpal ini yang harus di perhatikan adalah bahwa jumlah populasi ikan yang dipelihara disesuaikan dengan luas kolam. Padat tebar ikan di kolam terpal sebaiknya tidak terlalu tinggi, sekitar 200 ekor/m 2. Dengan demikian, kolam terpal seluas 3 m x 3 m dengan kedalaman air 0,6 m dapat ditebari 1.800 benih ikan. Kolam Coastal Community Development Project-IFAD 102

sebaiknya diberi shelter (pelindung) dari daun atau bahan lainnya untuk tempat bersembunyi dan berlindung ikan dari terik cahaya matahari. Persiapan kolam terpal dilakukan sama dengan pada kolam dasar tanah, hanya di sini tidak diperlukan pembajakan, pembalikan tanah pemupukan dasar dan pengapuran. Pemupukan untuk penumbuhan plankton dilakukan dengan pupuk organik dan an-organik seperti pada budidaya di kolam dasar tanah. Setelah pemupukan, kolam dibiarkan selama tiga hari sampai terlihat plankton tumbuh dan kolam siap untuk ditebari benih ikan Lele. Pemberian pakan dan perawatan ikan selama masa pemeliharaan dilakukan sama dengan budidaya di kolam dasar tanah. Pengamatan pertumbuhan perlu dilakukan secara rutin, grading (pemisahan ukuran) harus dilakukan agar tidak terjadi kanibalisme. Demikian juga pemanenan dilakukan sebagaimana pada budidaya di kolam dasar tanah. 4.2 Budidaya Ikan Mas dan Nila Usaha budidaya ikan Mas (Cyprinus carpio) sudah sejak lama dilakukan secara turun temurun di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Banyak hasil persilangan sudah dilakukan, baik oleh instansi Pemerintah maupun oleh masyarakat, misalnya ikan Mas Majalaya, Punten, Rajadanu, Sinyonya, Kaca, Kumpai dan lain sebagainya. Teknologi budidayanya pun sudah berkembang sangat maju, mulai dari yang sederhana di kolam atau karamba, sampai budidaya intensif di Coastal Community Development Project-IFAD 103

karamba jarring apung (KJA) dan kolam air deras. Gambar 27 memperlihatkan dua hasil persilangan ikan Mas. Ikan Mas Common Carp Cyprinus carpio Linn. Gambar 27. Dua Hasil Persilangan Ikan Mas Ikan Nila (Oreochromis sp) merupakan jenis ikan air tawar dalam kelompok Tilapia yang berkembang kemudian dengan pesatnya di Indonesia. Terdapat juga beberapa hasil persilangan ikan Nila sebagai perbaikan genetik yang dipercayai sebagai bibit unggul, baik yang merupakan hasil impor, misalnya Nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapia) dari Filipina, Nila Citralada dari Thailand, Nila JICA dari Jepang, ataupun yang dihasilkan di dalam negeri, misalnya Nila Gesit (Genetically Supermale Indonesian Tilapia), Nila Nirwana dan masih banyak lagi. Di samping itu, dikenal pula jenis ikan Nila Hitam dan Nila Merah, yang masing-masing disukai oleh masyarakat daerah tertentu. Bahkan, berdasarkan sifat ikan Nila yang berdaya toleransi tinggi terhadap salinitas, akhir-akhir ini dikembangkan ikan Nila Salin, yang dapat Coastal Community Development Project-IFAD 104

dibudidayakan di perairan bersalinitas tinggi. Beberapa jenis ikan Nila ditunjukkan pada Gambar 28. Gambar 28. Beberapa Strain Ikan Nila (Oreochromis sp) Ikan Mas dan ikan Nila, seperti juga ikan air tawar pada umumnya, dapat dibudidayakan di berbagai macam wadah budidaya, seperti kolam dasar tanah, kolam semen, kolam terpal dan karamba (tancap dan KJA). Budidaya ikan dalam karamba tancap dilakukan di kolam atau sungai yang tidak terlalu dalam, sedangkan budidaya dalam KJA umumnya dilakukan di perairan dalam seperti danau dan waduk. Bahkan sudah berkembang pula budidaya intensif di kolam air deras. Pengembangan wadah budidaya ikan Mas dan ikan Nila ditunjukkan pada Gambar 29. Coastal Community Development Project-IFAD 105

Karamba Tancap Kolam Dasar Tanah Kolam Air Deras Gambar 29. Wadah Budidaya Ikan Mas/Nila Pada kesempatan ini yang akan dibicarakan adalah teknik budidaya yang dilakukan di kolam tanah, baik itu itu dengan atau tanpa karamba, yang sesuai dengan sasaran CCDP-IFAD. Persiapan kolam dilakukan seperti pada umumnya budidaya air tawar, yaitu meliputi pengeringan dan pengolahan tanah dasar, pemupukan, pengapuran kemudian baru pengisian air. Setelah air berwarna hijau kecoklatan yang menandakan berkembangnya plankton (sekitar 5-7 hari), maka kolam siap ditebari benih. Proses persiapan kolam ini dapat dilihat pada budidaya ikan Lele. Untuk menjamin keberhasilan usaha, disarankan benih yang ditebar adalah hasil pendederan yang sudah berukuran minimal 5-7 cm. Padat tebar benih 10-15 ekor/m2 dengan masa pemeliharaan 4-6 bulan, sehingga dapat dilakukan dua kali musim tanah setahun. Hal-hal yang perlu dilakukan selama masa pemeliharaan juga seperti pada umumnya budidaya ikan air tawar dan dapat dilihat pada budidaya ikan Lele. Coastal Community Development Project-IFAD 106

Pemanenan dilakukan setelah ikan berukuran berat 400 gram/ekor atau lebih. Agar ikan dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan hidup atau segar, maka hendaknya dalam pengangkutan diperhatikan hal sebagai berikut : (i) pengangkutan menggunakan air bersuhu rendah sekitar 20 0 C, untuk itu dapat digunakan es dalam plastik, (ii) waktu pengangkutan pagi atau sore hari untuk menghindari panas terik matahari, dan (iii) kepadatan dalam pengangkutan tidak terlalu tinggi. 4.3 Analisis Usaha Perhitungan dalam analisis usaha ini akan dipilihkan untuk tingkat teknologi dan usaha yang tidak terlalu tinggi, yang sekiranya sesuai dengan sasaran pemberdayaan CCDP-IFAD. 4.3.1 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Tanah Perhitungan di sini dilakukan untuk usaha budidaya di dua kolam yang masing-masing berukuran 10 m x 5 m, dengan padat tebar benih 300 ekor/m2, sehingga diperlukan 30.000 ekor benih. Survival Rate (SR) 90 %, ukuran rata-rata ikan saat panen adalah size-10. Harga ikan Rp. 11.000/kg, sehingga didapatkan hasil 0,9 x 0,1 x 30.000 x Rp. 11.000 = Rp. 29.700.000. Dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali musim tanam. Perhitungan analisis usaha pada Tabel 18. Coastal Community Development Project-IFAD 107

No Tabel 18. Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Tanah Uraian 1 Biaya Investasi d. Sewa kolam 10x5 m 2 * Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 2 kolam 1.000.000 2.000.000 1 tahun e. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 f. Biaya rehabilitasi kolam* 1 tahun 500.000 500.000 tidak ada Total biaya investasi 3.250.000 Biaya penyusutan per tahun 2.250.000 2 Biaya Produksi j. Benih Lele 30.000 ekr 110 3.300.000 tidak ada k. Pupuk organik tidak ada 100 kg 50 5.000 l. Pupuk UREA tidak ada 30 kg 2.000 60.000 m. Pupuk TSP tidak ada 30 kg 3.500 105.000 n. Kapur tidak ada 100 kg 50 5.000 o. Obat/Vitamin p. Pakan pellet q. Biaya persiapan kolam* r. Biaya panen* tidak ada tidak ada 1 paket 250.000 250.000 2.700 kg 3.500 9.450.000 tidak ada 1 paket 250.000 250.000 1 tidak ada paket 250.000 250.000 Total biaya produksi per siklus 13.675.000 Coastal Community Development Project-IFAD 108

Biaya produksi per tahun 27.350.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 29.600.000 3 Penjualan hasil produksi per siklus 2.700 kg 11.000 29.700.000 Penjualan hasil produksi per tahun 5,400 kg 11.000 59.400.000 4 Keuntungan per tahun = 59.400.000 29.600.000 29.800.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 4.3.2 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal Yang dimaksud kolam terpal di sini adalah kolam sederhana berkerangka bambu/kayu berlapis terpal yang dibuat di atas tanah. Satu paket usaha terdiri atas lima kolam terpal berukuran 3 x 3 x 0,6 m 3. Padat tebar benih 200 ekor/m 2, sehingga dalam satu musim tanam diperlukan benih ikan Lele sebanyak 5 x 9 x 200 ekor = 9.000 ekor. Dengan masa pemeliharaan sekitar tiga bulan, maka dalam setahun dapat dilakukan tiga kali musim tanam. Perawatan dan pengamatan dapat dilakukan dengan intensif, sehingga diharapkan SR dapat mencapai 95 %, ukuran rata-rata saat panen size-10, harga Rp 11.000/kg. Dengan kondisi demikian, dalam satu musim tanam dapat menghasilkan 0,95 x 0,1 x 9.000 x Rp. 11.000 = Rp. 9.405.000 (Tabel 19). Coastal Community Development Project-IFAD 109

No Tabel 19. Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal Uraian Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Kolam terpal 3x3x0,6 m 3 2 tahun 5 buah 500.000 2.500.000 b. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 c. Pembuatan kolam* tidak ada 1 paket 500.000 500.000 Total biaya investasi 3.750.000 Biaya penyusutan per tahun 1.500.000 2 Biaya Produksi a. Benih ikan Lele 9.000 ekor 110 990.000 tidak ada b. Pupuk organik tidak ada 30 kg 50 1.500 c. Pupuk UREA tidak ada 10 kg 2.000 20.000 d. Pupuk TSP tidak ada 10 kg 3.500 35.000 e. Obat/Vitamin tidak ada 1 paket 250.000 250.000 f. Pakan pellet tidak ada 855 kg 3.500 2.992.000 g. Biaya panen* tidak ada 1 paket 250.000 250.000 Total biaya produksi per siklus 4.538.500 Biaya produksi per tahun 22.692.500 Biaya produksi + penyusutan per tahun 24.192.500 3 Penjualan hasil produksi per siklus 855 kg 11.000 9.405.000 Penjualan hasil produksi per tahun 2.565 kg 11.000 47.025.000 4 Keuntungan per tahun = 47.025.000 24.192.500 22.932.500 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD Coastal Community Development Project-IFAD 110

4.3.3 Analisis Usaha Budidaya Ikan Mas di Kolam Tanah Usaha budidaya ikan Mas dalam perhitungan ini dilakukan di kolam dasar tanah berukuran 10 x 5 m 2 dengan padat tebar 30 ekor/m2. Satu paket usaha terdiri atas dua kolam, sehingga dalam satu musim tanam dibutuhkan 3.000 ekor benih. Masa pemeliharaan 4-5 bulan dengan SR 80 %, ukuran rata-rata saat panen size-3, harga Rp. 20.000/kg, sehingga dalam satu musim tanam diperoleh hasil 1/3 x 0,8 x 3.000 x Rp. 20.000 = Rp. 16.000.000. Dalam setahun dapat dilakukan dua kali musim tanam (Tabel 20). No Tabel 20. Analisis Usaha Budidaya Ikan Mas di Kolam Tanah Uraian Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1 Biaya Investasi a. Sewa kolam* 1 tahun 2kolam 1.000.000 2.000.000 b. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 c. Rehabilitasi kolam* 2 tahun 1 paket 500.000 500.000 Total biaya investasi 3.250.000 Biaya penyusutan per tahun 2.500.000 2 Biaya Produksi h. Benih ikan Mas 3.000 ekor 150 450.000 tidak ada i. Pupuk organik tidak ada 100 kg 50 5.000 j. Pupuk UREA tidak ada 30 kg 2.000 60.000 k. Pupuk TSP tidak ada 30 kg 3.500 105.000 Coastal Community Development Project-IFAD 111

l. Kapur tidak ada 100 kg 50 5.000 m. Obat/Vitamin tidak ada 1 paket 250.000 250.000 n. Pakan pellet tidak ada 500 kg 3.500 1.750.000 o. Biaya persiapan kolam* tidak ada 1 paket 250.000 250.000 p. Biaya panen* tidak ada 1 paket 250.000 250.000 Total biaya produksi per siklus 3.125.000 Biaya produksi per tahun 6.250.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 8.750.000 3 Penjualan hasil produksi per siklus 800 kg 20.000 16.000.000 Penjualan hasil produksi per tahun 1.600 kg 20.000 32.000.000 4 Keuntungan per tahun = 32.000.000 8.750.000 23.250.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD 4.3.4 Analisis Usaha Budidaya Ikan Nila di Kolam Tanah Sama dengan usaha budidaya ikan Mas, satu paket usaha budidaya ikan Nila dihitung dalam dua kolam berukuran masing-masing 10 x 5 m 2. Padat tebar 50 ekor/m2, sehingga dalam satu musim tanam selama 4-5 bulan dibutuhkan 5.000 ekor benih. Jika SR 90 %, ukuran ratarata panen size-3 dan harga Rp. 15.000/kg, maka dalam satu musim tanam dihasilkan 1/3 x 0,9 x 5.000 x Rp. 15.000 = Rp. 22.500.000. Dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali musim tanam, sehingga analisis usahanya seperti pada Tabel 21. Coastal Community Development Project-IFAD 112

No Tabel 21. Analisis Usaha Budidaya Ikan Nila di Kolam Tanah Uraian 1 Biaya Investasi Umur Ekonomis Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 2 kolam 1.000.000 2.000.000 a. Sewa kolam* 1 tahun b. Peralatan lapangan 3 tahun 1 paket 750.000 750.000 c. Rehabilitasi kolam* 2 tahun 1 paket 500.000 500.000 Total biaya investasi 3.250.000 Biaya penyusutan per tahun 2.500.000 2 Biaya Produksi a. Benih ikan Nila 5.000 ekor 150 750.000 tidak ada b. Pupuk organik tidak ada 100 kg 50 5.000 c. Pupuk UREA tidak ada 30 kg 2.000 60.000 d. Pupuk TSP tidak ada 30 kg 3.500 105.000 e. Kapur tidak ada 100 kg 50 5.000 f. Obat/Vitamin 1 tidak ada paket 250.000 250.000 g. Pakan pellet tidak ada 500 kg 3.500 1.750.000 h. Biaya persiapan kolam* tidak ada 1 paket 250.000 250.000 i. Biaya panen* 1 paket 250.000 250.000 tidak ada Total biaya produksi per siklus 3.425.000 Biaya produksi per tahun 6.850.000 Biaya produksi + penyusutan per tahun 9.350.000 Coastal Community Development Project-IFAD 113

3 Penjualan hasil produksi per siklus 1.500 kg 12.000 18.000.000 Penjualan hasil produksi per tahun 3.000 kg 12.000 36.000.000 4 Keuntungan per tahun = 36.000.000 9.350.000 26.650.000 Keterangan : * tidak dapat dibiayai CCDP-IFAD Coastal Community Development Project-IFAD 114

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Dengan semakin terbatasnya sumberdaya ikan di laut, semakin banyak masyarakat pesisir, bahkan yang pekerjaan utamanya sebagai nelayan, mulai tertarik pada usaha lain pada sektor perikanan, misalnya budidaya ikan dan, pengolahan ikan. b. Usaha budidaya, baik budidaya laut, budidaya air payau ataupun budidaya air tawar yang dilakukan secara sederhana, tidak memerlukan keterampilan tinggi dan modal besar cukup menguntungkan bagi masyarakat pesisir. 5.2 Saran a. Untuk lebih menjamin keberhasilan keberlanjutan usaha budidaya ikan, disarankan agar para pembudidaya bekerjasama dalam satu kelompok yang mendapat pembinaan dari instansi yang bersangkutan. b. Sesuai dengan beragamnya improvisasi terhadap teknologi budidaya ikan, maka hasil perhitungan analisis usaha dalam Petunjuk Teknis ini perlu disesuaikan berdasarkan daerah dan waktu. Coastal Community Development Project-IFAD 115

DAFTAR PUSTAKA 1. Affandi, A., 2013. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Browsing internet. 2. Anonim, 2010. Pembesaran Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Karamba Jaring Apung. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan 3. Anonim, 2011. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Kerapu di Karamba Jaring Apung. Direktorat Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan 4. Anonim, 2013. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Kakap Putih. Direktorat Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan 5. Kutty, M.N. and D. Cambell, 1987. Pun Culture (Enclosure Culture) as an Aquaculture System. FAO UNDP 6. Soelistinarto D., I. Sumantri, D. Adiwidjaya, 2010. Manajemen Pemeliharaan Budidaya Polikultur di Tambak. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan Coastal Community Development Project-IFAD x

SEKRETARIAT PMO Gedung Mina Bahari 3 Lt. 9 Direktorat PMPPU Jl. Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta 10110 T : (+62) 21 351 3258, E : ccdppmo@yahoo.com S : http://ccdp-ifad.org