BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

BERITA RESMI STATISTIK

BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

RILIS HASIL PSPK2011

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA)

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. induknya dan membentuk daerah otonomi baru. Tujuan pemekaran daerah baru yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan tujuan penelitian. Angka 2009, Brosur No. 30 Tahun Dit. Agraria Prop. Dati I NTT, 2009):

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

SEBAGAI UPAYA PENURUNAN AKI & AKB PROVINSI NTT

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

Nomor : 2088/B14 /DN/ Mei 2017 Lampiran : 3 (tiga) lampiran H a l : Undangan Rakortek Persiapan Pelaksanaan Program PKB

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014

Ringkasan Eksekutif Memuaskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1: Data Faktor-Faktor Penentu Wilayah Rawan Penyakit Malaria di Provinsi NTT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

PROFIL BALAI POM DI KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

DATA KERJA SAMA DALAM NEGERI YANG MASIH BERLAKU DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

MARGARETHA BUNGA (KEPALA BIDANG KETENAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN)

UNIVERSITAS INDONESIA

PAPARAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR. Pada acara USULAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REVISI RENCANA TATA RUANG

KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KESEHATAN TAHUN 2014

KEBIJAKAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN dan JAMINAN KETERSEDIAAN OBAT melalui E-KATALOG

Kepala Dinas mempunyai tugas :

DATA PENEMPATAN TKI DAERAH ASAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERIODE 2011 S.D 2015 (S.D 30 APRIL)

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI NTT SUMBA TENGAH SUMBA BARAT SB D. Disampaikan oleh: Dr. Stefanus Bria Seran, MPH. (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT)

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. berketrampilan serta berdaya saing yang dibutuhkan dalam menghadapi

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Prediksi tarikan perjalanan yang terjadi akibat adanya pusat pendidikan

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

KATA PENGANTAR Bagian I :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi, Kemkes RI. dr. Jane Soepardi NIP

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

AGENDA. KEPALA SEKSI WIL IV.A SUBDIT PELAKSANAAN & PERTANGGJAWABAN KEUDA DIREKTORAT PELAKSSANAAN & PERTANGGJAWABAN KEUDA TGL 18 April 2017

PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

Rapat Konsultasi Teknis

BAB VI PENUTUP. 1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai R 2 = 0,328 berarti. pengangguran dan inflasi berkontribusi terhadap variabel terikat

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL, Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP

Jultince Virgorita Mandala

BAB VI PENUTUP. 1. Dari hasil pengujian statistik deskriptif, Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara yang

2016, No Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan A

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau 1.192, 305 kecamatan dan 3.270 desa/kelurahan. Sebanyak 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di pulau-pulau besar dan kecil, Pulau Timor terdiri dari 6 Kabupaten/Kota (Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Malaka), Pulau Sumba 4 Kabupaten (Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Sumba Barat), Pulau Flores 9 Kabupaten (Ende, Ngada, Nagekeo, Sikka, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur), Pulau Alor (Kabupaten Alor), Pulau Sabu (Kabupaten Sabu Raijua) dan Pulau Rote (Kabupaten Rote Ndao). Akses transportasi yang digunakan untuk mencapai 22 kab/kota wilayah administratif di Provinsi NTT menggunakan transportasi darat, laut dan udara. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) Provinsi NTT merupakan Provinsi tertinggi kasus ISPA, pneumonia dan hepatitis serta tertinggi kedua malaria. Profil Kesehatan NTT 2015 menunjukkan pola 10 penyakit terbanyak di Provinsi NTT berturut-turut: ISPA, Penyakit pada sistem otot dan jaringan, myalgia, penyakit kulit alergi, artritis reumatoid, penyakit kulit infeksi, diare, penyakit lain pada saluran pernapasan bagian atas, demam yang sebabnya tidak diketahui, penyakit infeksi usus lainnya. Mengingat banyaknya kasus penyakit menular dan tidak menular di Provinsi NTT, maka Provinsi NTT masih menjadi target utama pembangunan kesehatan nasional (Riskesdas, 2013). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur secara jelas pembagian Tugas antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pembagian Urusan Kesehatan disebutkan dalam Pasal 13 dan 14 yaitu bahwa penanganan bidang kesehatan 1

2 merupakan urusan yang wajib dilaksanakan baik oleh pemerintahan daerah Provinsi maupun pemerintahan daerah Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi merupakan instansi daerah yang mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang kesehatan. Merujuk pada Peraturan Daerah Provinsi NTT Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi sebagai berikut: Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan dibantu Sekretariat, 4 Bidang yaitu Bidang Pengembangan SDM Kesehatan, Bidang Kesehatan Masyarakat, Bidang Pelayanan Medik, Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan (P2MK), dan 3 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yaitu UPT Pelatihan Tenaga Kesehatan, UPT Laboratorium Kesehatan dan UPT Pengelolaan Obat Vaksin dan Perbekalan Kesehatan. UPT Povabekes sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Provinsi NTT mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pendistribusian obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, UPT Povabekes NTT menyelenggarakan fungsi: 1) penyusunan rencana teknis operasional di bidang pengelolaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan; 2) pelaksanaan kebijakan teknis operasional di bidang pengelolaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan; 3) pelaksanaan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, vaksin dan perbekalan kesehatan; 4) penyiapan penyusunan rencana pencatatan dan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan; 5) pelaksanaan pengamatan mutu dan khasiat obat, vaksin dan perbekalan kesehatan secara umum baik yang ada dalam persediaan maupun yang telah didistribusikan; 6) pemantauan, pembinaan dan evaluasi pelaksanaan program pengelolaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan; 7) pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi

3 urusan umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan. Pembentukan UPT Povabekes NTT sebagai unit pengelola obat di Provinsi sesuai dengan Standar Pola Organisasi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang disusun oleh Departemen Kesehatan RI (Depkes RI, 2007). Obat merupakan komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan yang digunakan untuk peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pemulihan oleh karena itu obat harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat dibutuhkan. Pemerintah Indonesia melalui Kebijakan Obat Nasional (2006) telah merumuskan pokok dan langkah kebijakan pembangunan kesehatan, salah satunya adalah ketersediaan dan pemerataan obat. Pemerintah berkewajiban menyediakan obat program kesehatan dan penyangga (buffer stock) yang aman, bermutu, berkhasiat dan menjamin ketersediaan dan pemerataan obat terutama obat esensial. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015-2019 menyusun berbagai strategi dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia. Strategi yang dapat ditempuh untuk terwujudnya ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas yaitu pengelolaan obat berbasis satu pintu/one gate policy. Pengelolaan obat satu pintu meliputi kegiatan seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pencatatan/pelaporan dilakukan dengan mekanisme yang sama oleh unit pengelola obat baik di tingkat Pusat/Kemenkes maupun Daerah (Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota). Sesuai amanat Renstra Kemenkes RI 2014-2015 Ditjen Kefarmasian dan Alkes Kemenkes RI sedang menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Pengelolaan Obat Satu Pintu. Penguatan implementasi one gate policy pada manajemen tata kelola obat menjadi salah pokok bahasan dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI Tahun 2016. Hasil Rakerkesnas Dirjen Kefarmasian dan Alkes Tahun 2016 merangkum empat (4) resolusi kebijakan subsistem sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu: 1) Pengadaan

4 obat dan alat kesehatan melalui e-catalogue, 2) Pelaksanaan one gate policy pengelolaan obat dan vaksin, 3) Terjaminnya ketersediaan, mutu obat dan vaksin serta pemenuhan standar kefarmasian, 4) Pemerintah pusat dan daerah menjamin kecukupan dan ketersediaan anggaran bagi pelaksanaan one gate policy dan jaminan ketersediaan, mutu obat dan vaksin serta pemenuhan standar kefarmasian. Konsep pengelolaan obat satu pintu di sektor pemerintah daerah dikembangkan dan disempurnakan melalui pembentukan unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan atau Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi dibentuk di daerah untuk memelihara mutu obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan upaya kesehatan yang menyeluruh, terarah dan terpadu (Depkes RI, 1990). Tugas pokok dan fungsi unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan yaitu melaksanakan semua aspek pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian penggunaan, pencatatan pelaporan serta monitoring dan evaluasi (Depkes RI, 2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan (2007) menyebutkan peran Instalasi Farmasi di Provinsi Kepulauan sebagai unit yang melaksanakan kegiatan distribusi obat publik dan perbekalan kesehatan dari berbagai sumber anggaran ke unit pelayanan kesehatan yang membutuhkan dengan memanfaatkan dana sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat. Berdasarkan kebijakan pengelolaan obat berbasis satu pintu, Dinas Kesehatan Provinsi NTT menerapkan sistem distribusi obat satu pintu di UPT Povabekes NTT. Pada sistem distribusi obat satu pintu UPT Povabekes NTT ditunjuk sebagai satu-satunya unit yang berwenang mendistribusikan obat dan perbekalan kesehatan dari berbagai sumber anggaran berdasarkan kebutuhan unit pelayanan kesehatan. Sayangnya, penerapan satu pintu pada fungsi distribusi tidak diikuti dengan penerapan satu pintu pada fungsi-fungsi lain seperti perencanaan, pengadaan dan pengendalian penggunaan, dimana dalam tata kelola obat keempat fungsi tersebut

5 harus dilaksanakan secara utuh dan tidak terputus karena masing-masing fungsi terbangun berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. Mengingat vitalnya obat dalam pelayanan kesehatan, maka sistem distribusi obat yang efisien dan efektif harus mampu menjamin pemenuhan ketersediaan obat di daerah. Sejauh mana efisiensi dan efektivitas penerapan sistem distribusi obat satu pintu di UPT Povabekes NTT belum pernah dilakukan penelitian. Hal tersebut mendorong peneliti melakukan penelitian untuk mendeskripsikan penerapan sistem distribusi obat satu pintu serta membandingkan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi obat satu pintu dengan sistem sebelumnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalah penelitian yaitu Bagaimana penerapan sistem distribusi obat satu pintu di UPT Povabekes NTT? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mendeskripsikan penerapan sistem distribusi obat satu pintu di UPT Povabekes NTT. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mempelajari mekanisme sistem distribusi obat satu pintu di UPT Povabekes NTT. b. Untuk membandingkan efisiensi sistem distribusi obat satu pintu dengan sistem sebelumnya. c. Untuk membandingkan efektivitas sistem distribusi obat satu pintu dengan sistem sebelumnya. d. Untuk menyusun rekomendasi langkah-langkah perbaikan dalam penerapan sistem distribusi obat satu pintu selanjutnya di UPT Povabekes NTT.

6 Manfaat Teoritis: D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan arah kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas pengelolaan obat serta akses obat di sektor pemerintahan. Manfaat Praktis: 1. Bagi Kemenkes RI Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu kajian Kemenkes RI dalam menyusun regulasi terkait kebijakan pengelolaan obat satu pintu. 2. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi NTT Hasil penelitian ini menjadi masukan untuk langkah perbaikan pengelolaan obat satu pintu selanjutnya. 3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Hasil penelitian ini memberikan gambaran penerapan sistem distribusi obat satu pintu di UPT Povabekes NTT sehingga dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam pengelolaan obat satu pintu di Kabupaten/Kota masing-masing. 4. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini sebagai sumber data informasi awal untuk dilakukan penelitian lain tentang variabel luar yaitu kebijakan, hukum, regulasi dan pengawasan yang dapat berpengaruh dan variasinya sangat besar antara satu Kabupaten/Kota dengan lainnya. 5. Bagi peneliti Hasil penelitian ini menambah pemahaman yang lebih mendalam tentang penerapan sistem distribusi obat satu pintu di UPT Povabekes NTT. E. Keaslian Penelitian Penelitian lain yang pernah dilakukan dan masih berkaitan dengan penelitian ini antara lain penelitian Kusmini (2016) tentang Evaluasi Pelaksanaan E-purchasing Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun

7 2015. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Kusmini (2016) antara lain: 1) jenis dan desain penelitian; 2) cara pengambilan sampel dengan purposive sampling dan 3) cara analisis data, sedangkan perbedaannya yaitu: 1) tempat dan waktu penelitian; 2) subjek penelitian; 3) variabel penelitian; 4) instrumen penelitian. Harahap (2009) tentang Evaluasi Pengelolaan Obat Pada Pusat Pengelola Farmasi Kota Pontianak untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas pengelolaan obat pada tahap seleksi, perencanaan, pengadaan di Dinas Kesehatan, penyimpanan dan pendistribusian di Puslafor Kota Pontianak dan penggunaan obat di Puskesmas Kota Pontianak. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Harahap (2009) yaitu: 1) jenis dan desain penelitian dan 2) cara analisis data. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Harahap (2009) adalah: 1) tempat dan waktu penelitian; 2) subjek penelitian; 3) variabel penelitian; 4) instrumen penelitian. Pira (2008) melakukan penelitian dengan judul Proses Perencanaan dan Penganggaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Malaria Terpadu pada Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian yaitu mengetahui dinamika interaksi pengelola program malaria dalam perencanaan dan penganggaran dalam program pencegahan dan pemberantasan malaria terpadu pada Dinas Kesehatan Provinsi NTT. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Pira (2008) yaitu: 1) jenis dan desain penelitian; 2) cara pengambilan sampel dengan purposive sampling; 3) lokasi penelitian, sedangkan yang membedakan adalah: 1) waktu penelitian; 2) subjek penelitian; 3) variabel penelitian; 4) instrumen penelitian.