II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Kredit di Dalam Perkembangan Usaha Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) mengenai pengaruh kredit program kemitraan dan bina lingkungan terhadap produksi dan pendapatan petani belimbing dewa di Kota Depok, kredit tidak berdampak nyata terhadap perkembangan usaha dan peningkatan pendapatan petani. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kredit yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit, yaitu untuk kegiatan produksi usaha. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi dengan taraf nyata sebesar 10 persen. Novitasari (2006) di dalam penelitiannya mengenai kinerja dan dampak KUPEDES terhadap peningkatan pendapatan usaha kecil di BRI Unit Kreo, Tangerang, menyimpulkan bahwa dana yang diperoleh dari KUPEDES mampu meningkatkan pendapatan debiturnya dengan tingkat kenaikan rata-rata sebesar 31,96 persen. Hal ini menunjukkan bahwa KUPEDES efektif di dalam membantu pengembangan usaha. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Penelitian mengenai kinerja penyaluran KUPEDES serta dampaknya terhadap peningkatan pendapatan usaha nasabah BRI Unit Citeureup yang dilakukan oleh Fitrianingsih (2008) menunjukkan bahwa KUPEDES mampu meningkatkan pendapatan nasabahnya. Peningkatan pedapatan rata-rata yang dialami oleh nasabah mencapai 29,14 persen, sedangkan sektor perdagangan mengalami peningkatan yang paling signifikan dengan peningkatan sebesar 35,26 persen. Tingkat kepercayaan pada penelitian ini adalah 95 persen, dikarenakan jumlah responden yang tidak banyak. Wijaya (2011) di dalam penelitiannya mengenai analisis kinerja usaha Restoran XYZ dengan menggunakan fasilitas kredit UKM menunjukkan bahwa terjadi perkembangan usaha jika dibandingkan dengan keadaan keuangan sebelum mendapatkan kredit. Akan tetapi, peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan omzet. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan belum dapat mengelola aktiva dengan efisien. 7
Penelitian mengenai analisis penerimaan KUPEDES terhadap performance business dalam sektor perdagangan, industri, dan pertanian di Bank Rakyat Indonesia Unit Parung yang dilakukan oleh Sudarmaji (2008) menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri memiliki keterikatan yang lebih besar di antara KUPEDES dan performance business jika dibandingkan dengan sektor perdagangan. Akan tetapi, sektor perdagangan lebih unggul jika dilihat dari rasio aktivitas dan profitabilitas. 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Hasibuan (2010) pada penelitiannya mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet KUPEDES pada BRI Unit Cijeruk, Bogor, menemukan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, dan agunan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Variabel usia dan pendidikan memiliki nilai koefisien negatif, akan tetapi variabel agunan memiliki koefisien positif. Dengan demikian semakin bertambah usia dan semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka kemungkinan terjadinya penunggakan akan semakin tinggi. Sebaliknya, adanya agunan akan mengurangi kemungkinan terjadinya penunggakan terhadap pengembalian kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Triwibowo (2009) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit bermasalah pada BPR Rama Ganda Bogor menyimpulkan bahwa omzet memiliki hubungan negatif dengan kelancaran pembayaran kredit debitur walaupun hal ini tidak berpengaruh secara signifikan. Faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit di dalam penelitian ini adalah jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman dalam pengambilan kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammamah (2008) mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit Kupedes (studi kasus BRI unit Cigudeg, Bogor) menunjukkan bahwa omzet usaha dan pengalaman dalam pengambilan kredit adalah faktor yang menentukan tingkat kelancaran pembayaran kredit. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Penelitian yang dilakukan oleh Agustania (2009) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian KUR di BRI Unit Cimanggis 8
menunjukkan bahwa dengan taraf nyata sebesar 10 persen adanya pinjaman terhadap pihak lain, omzet usaha, dan besarnya jumlah pinjaman mempengaruhi tingkat pengembalian. Adanya pinjaman terhadap pihak lain berdampak negatif terhadap kelancaran pembayaran kredit, sedangkan omzet usaha dan besarnya jumlah pinjaman berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian kredit. Limsombunchai, Gan, dan Lee (2005) di dalam penelitiannya yang berjudul An Analysis of Credit Scoring for Agricultural Loans in Thailand menemukan bahwa total nilai aset, capital turnover ratio, dan durasi kerjasama di antara bank dan debitur mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian kredit. Semakin besar total nilai aset maka semakin lancar pengembalian kredit debitur. Akan tetapi, semakin besar capital turnover ratio dan semakin lama durasi kerjasama di antara bank dan debitur maka semakin besar kemungkinan terjadinya penunggakan kredit. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUPERTA (Studi kasus di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawasi Selatan) yang dilakukan oleh Sulaiman (2006) menunjukkan bahwa jumlah pinjaman, jarak di antara rumah debitur dan bank pelaksana, adanya usaha sampingan, lama pinjaman yang lebih dari satu tahun, dan pendidikan yang lebih dari SMA memiliki peranan yang siginifikan di dalam tingkat kelancaran pengembalian kredit. Rachmat (2011) di dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pembiayaan agribisnis pada bank umum syariah (studi kasus pada BMI Cabang Depok) menemukan bahwa jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha, lama usaha, dan jenis usaha berpengaruh nyata terhadap pengembalian pembiayaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Haloho (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Mikro PT BPD JaBar Banten KCP Darmaga menemukan bahwa faktor usia, tingkat pendidikan, serta jaminan menentukan tingkat kelancaran pengembalian kredit. Penelitian ini dilakukan 9
dengan menggunakan metode analisis regresi logistik, dan memiliki tingkat kepercayaan sebesar 90 persen. 2.3 Pengaruh Repayment capacity Terhadap Kelancaran Kredit Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2011) mengenai faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Cibinong, Bogor menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian dengan metode ini menunjukkan bahwa omzet memiliki nilai positif walaupun tidak signifikan, sedangkan repayment capacity memiliki nilai negatif walaupun tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009) di BRI Unit Cibungbulang mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelacaran pembayaran KUR di BRI Cibungbulang menunjukkan bahwa omzet bernilai positif dan siginifikan terhadap tingkat kelancaran pembayaran kredit, akan tetapi repayment capacity memiliki korelasi negatif dan tidak siginifikan. Hal ini sesuai dengan nilai Non-Performing Loan yang bernilai cukup besar, yaitu 35,61 persen. Auditiya (2011) di dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha rakyat mikro menunjukkan bahwa repayment capacity berpengaruh positif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit, akan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan. Faktorfaktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengembalian kredit adalah jarak tempat tinggal dengan BRI dan omzet usaha. 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Repayment capacity Durguner dan Katchova (2011) melakukan penelitian yang berjudul Repayment capacity of Farmers: A Balanced Panel Data Approach untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity petani. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data time series mulai dari tahun 2000 hingga 2006 terhadap 184 orang petani di Illinois. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa working-capital ratio, debt-to-asset ratio dan usia responden berpengaruh signifikan terhadap nilai repayment capacity responden. Workingcapital ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara negatif, debt-to-asset ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara negatif, dan usia responden mempengaruhi nilai repayment capacity secara positif. Korelasi positif di antara usia dan nilai repayment capacity menunjukkan bahwa semakin dewasa 10
responden maka nilai repayment capacity yang dimiliki akan semakin besar, akan tetapi nilai tersebut mengalami penurunan setelah mencapai tingkat usia tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Zech dan Pederson (2003) menunjukkan bahwa turnover ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara positif, besarnya pengeluaran rumah tangga berpengaruh secara negatif, dan debt-to-asset ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara negatif. Usia responden berpengaruh secara negatif walaupun tidak signifikan. Penelitiaan ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Durguner dan Katchova (2011) serta penelitian Zech dan Pederson (2003). Perbedaan dapat dilihat pada skala usaha yang digunakan, metode perhitungan repayment capacity, ketersediaan data yang dapat digunakan, dan jenis kredit yang menjadi objek penelitian. Akan tetapi, penelitian ini menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Durguner dan Katchova (2011) dan Zech dan Pederson sebagai acuan di dalam penentuan variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi nilai repayment capacity yang dimiliki oleh responden. 11