PENGARUH PEMBELAJARAN KLINIK MODEL MICROSKIIL TERHADAP KUALITAS BIMBINGAN PRECEPTOR KLINIK PADA MAHASISWA PRODI KEPERAWATAN PALU KEMENTRIAN KESEHATAN PALU. Rina Tampake Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan ABSTAK Dalam melaksanakan praktek keperawatan, lulusan keperawatan perlu bimbingan yang terarah sehingga mahasiswa dapat menguasai ketrampilan klinik. Untukmencapai hal tersebut diperlukan kemampuan dan kualitas Preceptor dalam membimbing di klinik menggunakan model bimbingan terarah meskipun dengan waktu yang singkat tetapi dapat memberikan bimbingan klinik yang sistematis sehingga memotivasi mahasiswa dalam upaya pencapaian kompetensi di klinik. Tujuan diketahuinya pengaruh bimbingan klinik model microskill terhadap kualitas bimbingan preceptor klinik pada mahasiswa prodi keperawatan Palu di praktik klinik keperawatan. Penelitian kuantitatif menggunakan metode quasi experiment nonrandomi zedposttest only controldesign. Responden adalah keseluruhan mahasiswa Prodi Keperawatan Poltekes Kementerian Kesehatan Palu semester II tahun ajaran 2011/2012, berjumlah 67 orang sebagai kelompok intervensidan 68 orang sebagai kelompok kontrol yang telah memenuhi syarat akademik mengikuti praktik klinik. Terdapat perbedaan skor kualitas bimbingan preceptor klinik antara kelompok intervensi mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model microskill dan kelompok control mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model konvensional. Perbedaan mean pada data awal minggu ke- 1 yaitu 6,651 value 0,000 dan data akhir minggu ke- 4 perbedaan mean sebesar 6,450 dengan p-value 0,000. Terjadi perbedaan skor yang signifikan antara kelompok intervensi dengan p value 0,0. Ada pengaruh pembelajaran klinik model microskiil terhadap kualitas bimbingan preceptor klinik pada Mahasiswa Prodi Keperawatan Palu dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara skor kualitas bimbingan preceptor klinik pada kelompok mahasiswa yang mendapatkan bimbingan klinik model microskill lebih tinggi dari skor kualitas bimbingan preceptor klinik pada kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model konvensional. Pustaka: 12 (1984-2010) Kata kunci.pembelajaran klinik model microskill, Kualitas bimbingan Preceptor klinik. PENDAHULUAN Pendidikan dalam keperawatan adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan dan menghasilkan lulusan yang profesional. Lulusan yang dihasilkan diharapkan mampu memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi keperawatan. Pembelajaran klinik mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam berpikir dan berprilaku professional sehingga mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata dalam hal ketrampilan klinik, empati,dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. McAllister (cit. Harden & Crosby, 2000) mengemukakan dalam proses pembelajaran di klinik, mengajar di klinik merupakan aspek pembelajaran penting dan kompleks untuk bidang kedokteran dan kesehatan. 110
Oleh karena itu Squires (1986) mengemukakan bahwa pendidikan klinik membutuhkan pembimbing klinik yang mempunyai kemampuan membimbing mahasiswa.. Dalam praktek klinik mahasiswa prodi keperawatan Palu, model bimbingan klinik yang digunakan pembimbing klinik lebih bersifat konvensional, belum menggunakan keseragaman model bimbingan yang diajukan, sehingga model pembimbingan menggunakan gaya masing-masing pembimbing berdasarkan pengalamannya dan pembimbing terbanyak mengatur, menyampaikan informasi kepada mahasiswa. Mahasiswa yang telah menjalani praktik klinik keperawatan mengatakan bahwa masing-masing pembimbing dalam pembimbingan masih menggunakan cara mereka sendiri. Belum mentaati jadwal bimbingan, pendampingan mahasiswa untuk belajar bersama pasien berdasarkan kasus yang diberikan masih kurang demikian pula kesempatan berdiskusi dan masukan dari pembimbing juga masih kurang oleh karena alasan kesibukan tugas di ruangan. Pembimbing terbanyak hanya mengoreksi tugas-tugas pembuatan laporan asuhan keperawatan pada akhir program. Pada akhirnya mahasiswa hanya disibukkan untuk mengejar target waktu untuk memasukan laporan sehingga hal ini dapat mempengaruhi pencapaian keterampilan di klinik. sebagai dampaknya terdapat 50-75 % mahasiswa yang dapat menyelesaikan tugas akhir tepat waktu dan 25% tertunda penyelesaian tugas akhir akibatnya nilai hasil PKK yang harus disetor ke akademik menjadi tertunda pula.. Neher, Gordon, Meyer dan Stevens (1992) mengemukakan model pengajaran di konteks klinik yang diberi nama The Five Steps Microskill Model bimbingan klinik microskill adalah salah satu metode bimbingan yang dapat digunakan oleh pembimbing di praktik klinik keperawatan yang dapat memotivasi mahasiswa untuk berperan aktif, bertanggung jawab terhadap proses belajar, dalam mencari pengetahuan dan ketrampilan di klinik. Diantara berbagai macam model pembelajaran klinik, diperlukan model bimbingan yang mudah dipahami, dikuasai dan kemudian diterapkan oleh pembimbing klinik seperti microskill. Untuk hal tersebut, diperlukan studi yang mengkaji penggunaan model bimbingan klinik microskilldalam praktik klinik keperawatan, yaitu sebuah deskripsi dan analisis terhadap proses belajar mengajar di klinik. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian menggunakan quasi eksperiment non-randomized posttest only control design. Penelitian ini akan memberikan perlakuan berbeda pada kedua kelompok, yang satu sebagai kelompok intervensi dan kelompok lain sebagai kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi, diberikan bimbingan klinik model microskill setelah pembimbing klinik mendapatkan pelatihan khusus model microskill. Sedangkan kelompok kontrol pembimbing klinik belum mendapatkan pelatihan tentang bimbingan klinik model microskill, bimbingannya bersifat konvensional. Pengumpulan data menggunakan instrumen berupa: kuesioner tentang kualitas bimbingan preceptor klinik setelah responden mendapatkan bimbingan klinik model microskill pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol yang bimbingannya model konvensional.. Kuesioner ini disusun untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap kualitas bimbingan preceptor klinik terkait dengan kinerja preceptor klinik dalam pembimbingan klinik. Menggunakan 111
skala likert dengan 4 skala : skala 1 = tidak pernah dilakukan skala 2 = kadang-kadang dilakukan,skala 3 = sering dilakukan dan skala 4 = selalu dilakukan.kuesioner ini telah diuji reliabilitas menggunakan uji crombac h alpha didapatkan hasil lebih besar dari 0,8 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument reliable dan seluruh itemnya valid. Hal ini terlihat dari nilainya berkisar 0.375-0.855 berarti lebih besar dari r tabel yaitu 0,355. Prosedur penelitian meliputi dua tahap yakni tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. a. Tahap persiapan meliputi yakni mengatur penempatan mahasiswa di dua RS yang digunakan untuk praktik klinik, yaitu kelompok kontrol di RS Anuta Pura Palu dan kelompok intervensi di RS Undata Palu, masing-masing menggunakan lima ruang rawat inap. b. Tahap pelaksanaan meliputi: kegiatan awal melakukan pelatihan bimbingan klinik model microskill khususnya pada pembimbing kelompok intervensi. Minggu ke-1, pembimbing klinik mulai menerapkan bimbingan klinik model microskill pada mahasiswa kelompok intervensi dan pada mahasiswa kelompok kontrol menggunakan bimbingan klinik model konvensional. Dilakukan observasi pada minggu ke-2, ke-3 ke-4 dan ke-5. Data yang diperoleh, dianalisa menggunakan statistik parametrik untuk mengukur hipotesis komparatif melalui uji independent t-tes yakni menguji perbedaan signifikan antara kelompok intervensi dengan bimbingan klinik model microskill dan kelompok kontrol dengan bimbingan klinik model konvensional. HASIL a. Deskripsi skor kualitas bimbingan klinik model microskiil Gambaran pencapaian skor kualitas bimbingan preceptor klinik menggunakan model bimbingan klinik microskiil dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Skor Kualitas BimbinganPreceptor KlinikMenggunakan Model MicroskiilKelompok Intervensi Minggu 1,2,3,4 32 Std.Devia Kelompok Waktu Minimum Maximum Mean tion Minggu ke-1 33 74 57.28 8,48 Intervensi Minggu ke-2 38 71 57,84 9,26 N=67 Minggu ke-3 34 70 56,30 8,55 Minggu ke-4 34 71 57.57 7,63 Data primer 2012 b. Deskripsi skor kualitas bimbingan klinik model konvensional Gambaran responden mengenai skor kualitas bimbingan preceptor klinik menggunakan model bimbingan klinik konvensional didapatkan melalui sebara kuesioner yang diisi berdasarkan persepsi mahasiswa setelah mahasiswa mendapatkan bimbingan klinik model onvensional. Gambaran skor kualitas bimbingan dapat dilihat pada tabel berikut: 112
Tabel 2 Skor kualitas bimbingann klinik menggunakan model konvensional kelompok minggu 1,2,3,4 33 Std.Dev Kelompok Waktu Minimum Maximum Mean iation Kontrol Minggu ke-1 Minggu ke-2 N=68 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Data primer 2012 34 66 50,63 9,41 32 66 51,04 9,34 37 66 51,00 7,91 35 66 49,12 6,72 Dari tabel 2 dan tabel 3 diatas menunjukan bahwa kedua kelompok intervensi dan kontrol dalam perkembangan skor kualitas bimbingan preceptor klinik pada setiap minggu, masing-masing memiliki perbedaan rata-rata skor. Pada kelompok intervensi, persepsi responden setelah mendapatkan bimbingan klinik model microskiil pada minggu ke-1 rata-rata skor 57,28 Peningkatan skor tertinggi berada pada minggu ke-2 dengan rata-rata skor 57,84, minggu ke-3 rata-rata skor 56,30 dan minggu ke-4 skor 57,57. Demikian pula pada kelompok kontrol, rata-rata skor perepsi responden pada kualitas bimbingan preceptor setelah mendapat bimbingan klinik model konvensional awal minggu ke-1 sebesar 50,63, skor tertinggi pada minggu ke-2 sebesar 51,04, skor pada minggu ke-3 dengan rata-rata skor 51,00 dan rata-rata skor pada minggu ke-4 sebesar 49,12.Perkembangan skor kualitas bimbingan preceptor klinik baik pada kelompok intervensi yang mendapatkan bimbingan klinik model microskiil maupun pada kelompok kontrol yang mendapatkan bimbingan klinik model konvensional ditampilkan dalam Gambar 1 berikut ini. Perbandingan Persepsi Intervensi dan Konvensional Berdasarkan Masing-Masing Putaran AMean 60 55 50 45 40 Putaran 1 Putaran 2 Putaran 3 Putaran 4 Intervensi Konvensional Putaran Gambar 1:Grafik perbandingan skor kualitas bimbingan preceptor klinik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. 113
Berdasarkan data tersebut, menunjukan adanya perbedaan rata-rata skor kualitas bimbingan preceptor klinik antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Terjadi kenaikan tertinggiterjadi pada minggu ke-2 pada kelompok intervensi selanjutnya terjadi penurunan skor rata-rata pada minggu ke-3 dan minggu ke-4. Meskipun demikian, terdapat perbedaan skor ratarata antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dilakukan uji normalitas data pada penelitian ini sebelum uji hipotesis..pengujian normalitas data penelitian ini dilakukan dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian pada seluruh data didapatkan nilai p-value>0,05, dapat disimpulkan bahwa seluruh data dalam penelitian ini berdistribusi normal maka dapat dilanjutkan dengan uji beda kedua kelompok menggunakan independentttes dengan tingkat kemaknaan 95%. c. Uji Hipotesis Uji beda dilakukan pada kedua kelompok berdasarkan hasil pengumpulan data awal dan akhir.menggunakan independent t- tes, Tabel 5. Hasil Uji Beda SkorKualitas Bimbingan Preceptor Klinik Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol. Persepsi Kelompok N Mean Std Deviation Putaran 1 Intervensi 67 57,284 8,476 Konvensional 68 50,623 9,408 Putaran 2 Intervensi 67 57,836 9,257 Konvensional 68 51,044 9,340 Intervensi 67 56,299 8,549 Putaran 3 Konvensional 68 51,000 7,910 Putaran 4 Intervensi 67 55,567 7,628 Konvensional 68 49,118 6,724 Data primer 2012 Mean Defference t p- value 6,651 4,314 0,000 6,792 4,243 0,000 5,299 3,738 0,000 6,450 5.213 0,000 J ika di lihat dari perbedaan ratarata skor kualitas bimbingan klinik oleh preceptor klinik pada minggu awal (minggu ke-1) dan minggu akhir (minggu ke-4) terdapat perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol yakni untuk kelompok intervensi skor rata-rata sebesar 226, 985 sedangkan kelompok kontrol skor ratarata sebesar 201, 794. Bila ditinjau melalui perhitungan statistik dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas bimbingan preceptor klinik pada kelompok yang mendapat bimbingan klinik model microskill dan kelompok yang mendapat 114 bimbingan klinik model konvensional. Hal ini terlihat dari p-value 0,00 pada alpha 5 % (0,05). PEMBAHASAN Kualitas bimbingan preceptor klinik menggunakan model bimbingan microskiildan dibandingkan dengan model bimbingan konvensional. Berdasarkan asumsi peneliti bahwa tingginya skor kualitas bimbingan preceptor klinik menggunakan model microskiil pada kelompok intervensi dimungkinkan karena preceptor klinik dapat memahami dan melakukan pembimbingan secara sistematis dengan
menggunakan lima langkah yaitu memiliki komitmen, menggali bukti-bukti, mengatakan benar dan memberi reinforcemen, koreksi kesalahan dan memberikan pengajaran umum. Hal ini dapat dilakukan oleh preceptor klinik karena mereka telah mendapatkan pelatihan dan memahaminya. Meskipun ditengah kesibukan preceptor klinik menjalankan tugasnya sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tetapi mereka juga dapat menjalankan proses pembimbingan yang lebih terarah, sistematis sehingga mahasiswa yang menjalani praktik klinik tetap mendapatkan perhatian dalam proses pembimbingan dalam upaya pencapaian kompetensi di praktik klinik keperawatan. Hal tersebut titunjang oleh Spencer (2003), mengemukakan mengajar dalam lingkungan klinik adalah mengajar dan belajar menggunakan model bimbingan terarah, langsung melibatkan pasien dengan permasalahannya sehingga mahasiswa mandiri dan termotivasi dalam pembelajaran klinik serta mereka mendapatkan makna yang baru. Dengan perkembangan pendidikan, seperti adanya metode dan pengajaran dalam pembelajaran baru yakni pengajaran lebih berpusat pada siswa, penilaian yang berbasis kompetensi pada profesionalisme, para pembimbing diisyaratkan memiliki ketrampilan mengajar dan pengalaman klinik yang lebih luas(rahmani & Leinster, 2008). Skor yang tinggi pada kelompok intervensi menunjukan adanya kualitas bimbingan Preceptor klinik sehingga mahasiswa termotivasi melaksanakan pembelajaran di klinik mulai dari awal sampai diakhir praktik klinik berlangsung. Berikutnya untuk melihat progresnya kualitas bimbingan Preceptor menggunakan model microskiil pada minggu ke dua meningkat menjadi 57,836,menurun pada minggu ke tiga menjadi 56,299 dan minggu ke empat menjai 55,267.Pada kelompok intervensi menunjukan adanya peningkatan ratarata skor. Sedangkan untuk kelompok kontrol, pada observasi awal rata-rata skor ketrampilan komunikasi terapeutik sebesar 50,632 setelah satu minggu mahasiswa mendapat bimbingan klinik model konvensional. Skor meningkat menjadi 51,044untuk minggu ke dua, kemudian terjadi penurunan untuk minggu ke tiga dan ke empat menjadi 51,000 dan 49,118. Disisi lain terdapat pencapaian rata-rata skor kualitas bimbingan Preceptor klinik yang lebih tinggi pada kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model microskill bila dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model konvensional. Furney at al (2001) Teaching the one-minute Preceptoryang menyimpulkan bahwa one- minute preceptor adalah sebuah intervensi singkat, mudah diterapkan yang memberikan peningkatan sederhana dalam pencapaaian ketrampilan. Dikemukakan pula kekuatan dari model ini terarah, mudah untuk dilakukan dan menjadi optimal dalam pembimbingan meskipun adanya tekanan waktu dengan pembimbing yang berpindah-pindah. Uji beda rata-rata skor antara kelompok intervensi dan kontrol menunjukan selisih rata-rata skor 6,651 dengan p-value 0,00 pada alpha 5% (0,05)dengan demikian p-value< 0,05. Demikian pula uji beda rata-rata skor kualitas bimbingan Preceptor klinik di akhir minggu ke empat antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukan selisih skor rata-rata 6,450 dengan p-value 0,00 pada alpha 5% (0,05) dengan demikian p-value< 0,05. Untuk itu antara kualitas preceptor klinik menggunakan bimbingan klinik model microskill dan bimbingan klinik model konvensional sama-sama dapat berkualitas hanya terdapat perbedaan skor. Kemudian dilanjutkan dengan uji beda meannya didaptakan hasil p-value 115
0,00 pada alpha 5 % (0,05). Hal ini mengartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara bimbingan klinik model microskill dibanding dengan bimbingan klinik model konvensional dimana skor kualitas bimbingan Preceptor pada kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model microskill lebih tinggi jika dibandingkan dengan skor kualitas bimbingan Preceptor pada kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model konvensional. Hasil penelitian ini diperkuat oleh beberapa penelitian sebelumnya yaitu, Teherani et al, (2007) untuk mengetahui pandangan mahasiswa dalam memilih bimbingan di klinik menggunakan one minute preceptor and traditional preceptor models. Hasilnya mahasiswa menilai one minute preceptor sebagai model pembelajaran yang efektif dibanding traditional preceptor models, Furney (2001), penelitiannya untuk mengevaluasi efek microskill pendidikan klinik residen kepada dokter muda menunjukan peningkatan performance pembimbing dalam membimbing klinik dan hasil evaluasi diri menunjukan kepuasan residen dalam membimbing menggunakan model microskill sehingga terjadi peningkatan motivasi untuk membaca. Bowen(2006) memperkuat dengan hasil penelitiannyayang menunjukan bahwa pembimbing yang menggunakan microskill efektif dalam mengatasi ketidak puasan dan menunjukan peningkatan partisipasi roleplaying peserta yang mengikuti roleplaying. Perbedaan pencapaian skor yang lebih tinggi pada kualitas bimbingan preceptor klinik bagi kelompok yang mendapatkan bimbingan klinik model microskill tidak lepas dari prinsip belajar mengajar sambil mengerjakan yang dilaksanakan oleh pembimbing di klnik.. Menurut Mills dalam Arends RI (2008) menyatakan bahwa pembelajaran ketrampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing). Demikian pula ketrampilan yang dilatih melalui praktik secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan (Leighbody, 1968) cit Arends RI 2008). Untuk itu skor yang diperoleh dalam penelitian ini, yang menunjukan perbedaan skor kualitas bimbingan preceptor klinik pada kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model microskill dan konvensional didapatkan melalui pengisian kuesioner langsung dapat dikatakan akurat. The five steps microskill menurut Neher dan kawan-kawan (1992) adalah model pengajaran yang diterapkan di pendidikan klinik yang mengoptimalkan pengajaran dan pembelajaran dengan keterbatasan waktu. Oleh karena itu penerapan bimbingan klinik model microskill di lingkungan pendidikan klinik memberikan bentuk sederhana bagi pembimbing klinik untuk mengajar setiap hari selama perawatan pasien dengan waktu yang terbatas. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat perbedaan antara skor kualitas bimbingan klinik pada kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model microskill dengan kelompok mahasiswa yang mendapat bimbingan klinik model konvensional. Kelompok intervensi memiliki skor yang lebih tinggi bila di bandingkan dengan kelompok kontrol. Ini berarti ada pengaruh bimbingan klinik model microskill terhadap kualitas bimbingan preceptor klinik. Untuk itu disarankan bagi institusi pendidikan dan lahan praktik, bimbingan klinik model microskill ini hendaknya dijadikan suatu standar model dalam proses pembimbingan dalam pembelajaran klinik. Bagi pembimbing klinik, agar dapat meningkatkan kualitas bimbingan kepada mahasiswa menggunakan inovasi model bimbingan microskill. Bagi mahasiswa agar memanfaatkan bimbingan klinik microskill ini guna mencapai kompetensi ketrampilan klinik. 116
DAFTAR PUSTAKA Agaard E.et al. (2004)Effectiveness of the one-minute preceptor modelfor diagnosing the patient and the learner:proof of Concept. Academic Medicine, 79(1),pp. 50-55. Arikunto, S, (2002) Prosedur Penerlitian Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi V. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, S, (2008) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Barker, R.E, et al. (2010) Becoming a super preceptor: A practical guide to preceptorship in today s clinical climate.college of Nursing, OhioJournal of the American Academy of Nurse Practitioners22, pp. 144-149. Bowen, J. L. et al. (2005) Enchancing the effectiviness of one-minute preceptor faculty development workshops.teaching and learning in Medicine, 18(1),pp.35-41. Emilia,O, (2007) Tehnik Dasar Pembimbingan Dalam Pembimbingan Klinik. Bagian pendidikan kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Frisch, S.R. et all.(1984) Increasing the Effectiviness of Clinical Supervision, Can Med Assoc J. pp 131. Furney, et al.(2001) Teaching in the one minute preceptor.journal Gen Intern Medical.16, pp. 620-624. Hamid, A.Y.S.(1996)Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan. Hays, R.(2006) Teaching Learning in Clinical Setting.Radclife Publishing Ltd 18 Marcham Road Abingdon Abingdon Oxon OX14 AA. United Kingdom. Harden RM, Crosby JR, Davis MH.(1999) AMEE guide 14. outcome-based education: Part 1. An Introduction to outcome-based Education Medical Teacher. 21 (1),pp. 7-14.eran James A, Milne D, Morse R, (2008) Microskills of Clinical Supervision: Scaffolding Skills, Journal of Cognitive Psychotherapy Mardiwiyoto H.(2007) Clinical Teaching: Microskil Model. Bagian pendidikan kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 117