Gambar 2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum)

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008).

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam dunia internasional kerapu dikenal dengan nama grouper yang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

Bab V Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat dalam rangka

Tingkat Kelangsungan Hidup

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Budidaya Lele (Clarias gariepinus) di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dumbo (Clarias gariepinus) ke Indonesia pada tahun Keunggulan lele

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari Afrika dengan lele lokal yang berasal dari Taiwan (Clarias. beradaptasi terhadap lingkungan (Pamunjtak, 2010).

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAJEMEN KUALITAS AIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

Gambar 2. Ikan Lele Dumbo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan ikan yang

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Ikan Bawal Air Tawar (C.macropomum) Ikan bawal air tawar (C.macropomum) atau lebih dikenal dengan sebutan tambaqui adalah ikan introduksi yang berasal dari Amerika Latin, terutama dari Brazil. Ikan ini merupakan ikan yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki berbagai kelebihan. Ikan ini mempunyai tingkat kelangsungan hidup yang tinggi (hingga 90%) dan dapat dipelihara dalam kolam dengan kepadatan yang tinggi. Ikan bawal air tawar hidup bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang airnya tenang, terutama saat masih dalam kondisi benih. Di habitat asalnya, ikan ini ditemukan di sungai Orinoco di Venezuela dan sungai Amazon di Brazil (Arie, 2000). Operculum Linea literalis Sirip punggung/dorsal Sirip ekor/caudal Mulut Sirip anal Sirip dada/pectoral Sirip perut/abdominal Gambar 2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum) Ikan bawal air tawar mempunyai bentuk badan yang sedikit bulat dan pipih dengan kepala hampir bulat, sisik kecil, punggung berwarna abu-abu tua, perut berwarna putih abu-abu dan merah (Gambar 2.1.) (Bagjariani, 2013). Menurut Kusmawan (2012) ikan bawal air tawar (C. macropomum) memilki dua buah sirip punggung yang letaknya agak bergeser ke belakang, sirip perut dan sirip dubur terpisah, sedangkan sirip ekor berbentuk homocercal. Ikan bawal air tawar

memiliki bibir bawah menonjol dan memiliki gigi besar yang tajam untuk memecah bibi-bijian atau buah-buahan yang ditelannya. Klasifikasi ikan bawal air tawar (C.macropomum) menurut (Saanin, 1984): Filum : Chordata Subfilum : Craniata Kelas : Pisces Subkelas : Neopterigii Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprimoidea Famili : Characidae Genus : Colossoma Spesies : C.macropomum Sistem pencernaan ikan pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Setiap spesies ikan mempunyai bermacammacam variasi saluran cerna dan kelenjarnya. Saluran pencernaan ikan terdiri dari rongga mulut, faring, esofagus, usus dan lambung (Hibiya, 1995). Menurut Kusmawan (2012) lambung ikan bawal air tawar (C.macropomum) berkembang baik dan memiliki 43-75 buah cecapylorica. Panjang usus berkisar 2-2,5 kali panjang badannya. 2.2 Sistem Respirasi Ikan Insang merupakan alat respirasi ikan seperti paru-paru pada mamalia atau hewan darat lainnya. Luas permukaan epitel insang hampir setara dengan luas total permukaan kulit, bahkan pada sebagian besar spesies ikan luas permukaan epitel insang ini jauh melebihi kulit. Fungsi lain dari insang yaitu mengatur homeostasis ikan. Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan insang berpeluang besar terinfeksi penyakit. Insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air serta pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat mengganggu proses pengaturan osmosis dan kesulitan didalam pernafasan. Insang mempunyai beberapa glandula yang disebut dengan glandula

brankhial. Glandula brankhial merupakan sel-sel epitel insang yang mengalami diferensiasi (Kusmawan, 2012). 2.3 Penyakit Pada Ikan Menurut (Kordi, 2010), penyakit pada ikan terbagi menjadi 2 yaitu penyakit non-infeksi dan penyakit infeksi. a. Penyakit Non infeksi Penyakit non-infeksi atau sering juga disebut sebagai penyakit non-parasiter. Penyakit ini tidak disebabkan oleh organisme infektif, sehingga tidak menyebabkan infeksi dan tidak menular. b. Penyakit Infeksi Penyakit infeksi atau penyakit parasiter disebabkan oleh organisme infektif (penyebab infeksi) seperti jamur, virus, bakteri dan parasit. Penyakit ini menular dalam waktu cepat bila kondisi perairan memungkinkan. Namun sampai saat ini belum ada laporan dari pembudidaya mengenai penyakit yang spesifik yang menyerang ikan. Berikut ini dikemukakan beberapa penyakit infeksi yang dikenal umum menyerang ikan air tawar. Penyakit-penyakit ini sebelumnya juga tidak menginfeksi ikan-ikan budidaya, terutama ikan-ikan yang dikenal unggul, misalnya ikan mas (Cyprinus carpio), lele dumbo (Clarias gariepinus), dan nila (Oreochromis nilotica). Meskipun demikian, ikan-ikan yang dikenal unggul pun tidak bisa menghindar dari serangan parasit (Kordi, 2010). Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme lain dan mengambil makanan dari organisme yang ditumpanginya untuk berkembang biak (Wiyatno, et al., 2012 ). Parasit dapat merugikan inangnya karena mengambil makanan pada tubuh inangnya selain itu, parasit adalah suatu organisme yang mengambil bahan untuk kebutuhan metabolismenya (makanan) dari tubuh inangnya dan merugikan bagi inangtersebut. Sehingga parasit tidak dapat hidup lama di luar tubuh inangnya (Alifuddin, 2002). (Dogiel et al., 1961) menyatakan bahwa parasit memiliki dua habitat dan dua tipe distribusi. Habitat parasit tersebut adalah mikrohabitat dan makrohabitat. Mikrohabitat adalah lokasi penempelan parasit sedangkan makrohabitat adalah lingkungan di luar lokasi penempelan. Dua tipe distribusi

parasit terdiri dari distribusi mikro yaitu penyebaran parasit pada mikrohabitat dan distribusi makro adalah penyebaran parasit pada makrohabitat. Parasit ikan akan memilih lokasi penempelan sebaik mungkin di tubuh ikan. Usaha pemilihan ini bertujuan untuk mendapatkan kebebasan mencari makanan dan kesempatan bereproduksi secara maksimal. Adanya persaingan antara parasit untuk mendapatkan makanan dan ruang mengakibatkan parasit berusaha untuk mencapai hampir seluruh jaringan inang. Parasit menemukan organ target berdasarkan rangsangan dari inang (Noble & Noble, 1989). 2.4 Parasit Pada Ikan Air Tawar Parasit yang sering menyerang ikan air tawar setidaknya ada tujuh macam yaitu protozoa, coelenterata, trematoda, cestoda, moluska, dan arthropoda (Kusmawan, 2012). Parasit yang biasa menyerang ikan yang dibudidayakan dikolam termasuk ikan bawal (C.macropomum) adalah protozoa dan cacing. Cacing termasuk parasit yang banyak menyerang ikan air tawar. Beberapa cacing trematoda dan cestoda sering ditemukan pada ikan air tawar. Trematoda monogenea merupakan parasit di kulit dan insang yang dapat menjadi indikasi kondisi sanitasi. Infestasi cacing ini menyebabkan iritasi, luka dalam pada kulit, produksi mukus meningkat dan hiperplasia epitel. Luka yang terjadi dapat diikutiinfeksi sekunder oleh bakteri dan agen lainnya (Irianto, 2005). Ada dua ordo dari kelas monogenea yang biasa menyerang ikan air tawar. Ordo pertama Gyrodactylus dan ordo kedua yaitu Dactylogyrus. Ordo pertama yaitu Gyrodactylus berhabitat di kulit dan insang, berbentuk seperti daun,tanpa bintik mata, ujung kepala seperti huruf V serta memiliki organ untuk menempel (opisthohaptor) dengan dua anchor (kait yang berbentuk seperti jangkar). Setiap anchor memiliki rata-rata 16 kait kecil. Cacing dewasa bersifat vivipar, yaitu melepaskan larva yang berbentuk seperti cacing dewasa. Larva ini akan menempel pada insang atau kulit ikan. Ordo kedua yaitu Dactylogyrus cenderung melekat pada insang dengan haptor, menginfeksi hampir semua ikan air tawar terutama cryprinid. Hal ini akan merangsang sekresi mukus yang berlebihan dan dapat menyebabkan tepi lamela insang tercabik atau luka. Pada infeksi yang berat akan mengganggu penyerapan oksigen sehingga ikan akan kekurangan oksigen.

Dactylogyrus membebaskan telur ke kolam kemudian menetas menjadi larva berbulu getar yang berenang bebas hingga menemukan inang yang sesuai. Waktu yang diperlukan dari telur hingga menjadiindividu de wasa sangat tergantung suhu, pada suhu 8,5 sampai 9 ºC hanya memerlukan waktu beberapa hari, adapun pada suhu yang lebih rendah akan berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan (Irianto, 2005). 2.5 Jenis Cacing Parasit Pada Insang Ikan Bawal Jenis cacing parasitik yang pada umumnya ditemukan pada insang ikan bawalair tawar (C.macropomum) dikelompokkan ke dalam Fillum Plathyhelmintes dan Kelas Trematoda Sub Kelas Monogenea. Monogenea merupakan parasit yang umum ditemukan pada insang dan kulit ikan air tawar maupun air laut. Infestasi monogenea biasanya merupakan indikator sanitasi yang rendah pada kualitas air, seperti contoh tingginya amoniak dan nitrit, polusi bahan organik dan kadar oksigen yang rendah, dengan kondisi seperti tersebut monogenea dapat sangat cepat bereproduksi (Noga, 2000). Tabel 2.1. Jenis-jenis cacing yang sering dijumpai pada insang ikan bawal air tawar Kelas Subkelas Famili Genus Trematoda Monogenea Tetraonchidae Tetraonchus sp. Trematoda Monogenea Diplectanidae Diplectanum Trematoda Monogenea Oncocleidae Oncocleidus sp. (Kusmawan, 2012) a. Tetraonchus sp. Cacing ini biasanya ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (C.macropomum) dengan panjang tubuh 5,3 mm dengan lebar tubuh 0.648 mm. Bagian anterior cacing ini dilengkapi dengan lekukan-lekukan dan 2 spot mata, serta di bagian posterior dilengkapi dengan 2 kait (marginal hooks) yang berfungsi sebagai alat pelekat kepada inangnya (Kusmawan, 2012). Gambar 2.2.Tetraonchus sp. (Sumber: Kusmawan, 2012)

b. Diplectanum sp. Cacing ini biasanya ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (C.macropomum) dengan panjang tubuh 6,21 mm dengan lebar tubuh 3,25 mm. Cacing ini termasuk ordo Dactylogyridae, famili Diplectanidae. Gambar 2.3. Diplecatum sp.(kusmawan, 2012) C. Oncocleidus sp. Cacing ini biasanya ditemukan pada insang ikan bawal air tawar dengan panjang tubuh 2.817 mm dan lebar tubuh 0.147 mm. Cacing ini termasuk ke dalam subkelas monogenea famili Oncocleiduae. Parasit ini ditemukan pada permukaan ekternal dari inangnya. Parasit ini juga ditemukan di dalam air dan tidak diingestikan oleh inang mereka tetapi melekat dan membentuk koloni pada insang untuk menyerap nutrien inang. Cacing parasit ini kemudian melakukan perkawinan dan melepaskan telur sehingga menghasilkan kolonisasi cacing baru yang lebih banyak lagi. Cacing ektoparasit ini umumnya dianggap bisa merusak populasi ikan (Schmidt et al., 2009). Gambar 2.4. Oncocleidus sp.(kusmawan, 2012) 2.6 Jenis Cacing Parasit Pada Saluran Pencernaan Ikan Air Tawar Cacing parasit yang biasa menyerang ikan air tawar adalah: a. Cacing Camallanus carangis Dapat diidentifikasi dari bentuk bucal capsule pada bagian anterior tubuh untuk menempel dan mengambil makanan dari inangnya. Hal ini sesuai dengan

pernyataan (Untergasser, 1989) yaitu cacing parasitik ini memiliki bucal capsule yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada bucal capsule. Bentuk seperti ini akan membuat cacing ini dapat memegang dengan kuat ke dinding usus dan tidak dapat lepas. Usus halus menyediakan sumber nutirisi bagi nematoda antara lain darah, sel jaringan, cairan tubuh dan sari-sari makanan yang terkandung dalam lumen usus halus struktur dan fisiologis usus (mikrohabitat parasit) yang dapat mempengaruhi keberadaan dan jumlah parasit. Gambar 2.5. Hasil pewarnaan Camallanus carangis dengan pembesaran 100x (Ulkhaq et al., 2012) Keterangan: A. Bucal capsule pada bagian anterior. B. Alat kelamin jantan pada bagian posterior. b. Cacing Echinostoma Dapat diidentifikasi karena memiliki oral sucker dan ventral sucker yang saling berdekatan dengan ukuran yang berbeda. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Noble and Noble (1989), yang menyatakan bahwa cacing Echinostoma merupakan cacing yang berbentuk memanjang dengan dua alat penghisap yang saling berdekatan. Alat penghisap perut (ventral sucker) berukuran lebih besar dibandingkan alat penghisap mulut atau oral sucker (Birmani et al., 2008). Gambar 2.6 Echinostoma (Ulkhaq et al., 2012). Keterangan : A. Hasil pengamatan dengan perbesaran 100x. Bagian anterior dengan Oral sucker (a) dan Ventral sucker (b). B. Hasil pewarnaan dengan perbesaran 40x. Telur (a), Testis (b), Vitellaria (c)

2.7 Uji Kualitas Air Munurut Yuliartati, (2011) kualitas air adalah sifat dari kandungan mahkluk hidup, energi, zat atau komponen lain dalam air. Kualitas air menjadikan ikan hidup dengan baik dan tumbuh dengan cepat. Bila kualitas airnya kurang baik dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu makan menurun dan mudah terserang penyakit (Kelabora dan Sabariah, 2010). Menurut Syauqi (2009), kualitas air dinyatakan dalam beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut), parameter kimia (ph, oksigen terlarut, BOD, kadar logam), dan parameter biologi (keberadaan plankton dan bakteri). Kualitas air yang memenuhi syarat dapat membuat pertumbuhan dan kelangsungan ikan menjadi baik. Kebersihan air (kualitas air) dan debit air yang cukup, sangat penting untuk kelancaran pemeliharaan. Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan ikan, suplai yang memadai akan memecahkan berbagai masalah dalam budidaya ikan. Kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya. Kualitas air yang baik pada pmeliharaan akan memberikan kelangsungan hidup menjadi baik bagi ikan (Kelabora dan Sabariah, 2010). Hal ini dipertegas oleh Zonneveld et al.,(1991) mngatakan kualitas air yang baik akan mempengaruhi survival rate (kelangsungan hidup) ikan serta pertumbuhan ikan. Menurut Hadiroseyani et al.,(2006) penggunaan air juga sangat mempengaruhi keberadaan dan jenis parasit yang menginfeksi hewan budidaya. Semakin buruk sumber air yang digunakan memungkinkan semakin beragamnya ektoparasit maupun endoparasit yang menginfeksi. Buruknya sumber air yang digunakan oleh para pembudidaya dapat dilihat dari beragam dan melimpahnya ektoparasit dan jenis protozoa karena cenderung menyukai perairan yang banyak mengandung bahan organik tinggi. Bahan organik tersebut bisa saja berasal dari pakan yang diberikan oleh pmbudidaya ikan. Buruknya sistem sanitasi juga dapat menjadi penyebab melimpahnya organisme parasit dalam media budidaya. Menurut Siswoyo dan Hendriyanto (2011) Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya ikan tergantung dari rekomendasi standar baku mutu parameter kualitas air. Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pemeliharaan ikan. Karena kualitas air tempat pemeliharaan ikan akan sangat

mempengaruhi kerentanan ikan terinfeksi agen penyakit. Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap keberadaan parasit pada ikan antara lain: 2.7.1 ph Nilai ph merupakan derajat keasaman suatu larutan tumbuhan air seperti alga. Jika jumlah alga banyak maka dapat mengakibatkan fluktuasi kadar oksigen perairan. Proses perombakan bahan organik oleh bakteri berlangsung secara aerob, artinya respirasi bakteri memerlukan oksigen. Jumlah unsur hara nitrogen dan phospor yang melimpah akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses pengkayaan unsur hara yang terjadi pada suatu perairan sehingga kualitas air tidak layak bagi kebutuhan sehari-hari. Ciri-ciri biotik perairan yang mengalami eutrofikasi yaitu pertumbuhan pesat tumbuhan air terutama alga dan Cyanobacteria (Purwanta, 2008). 2.7.2 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) Oksigen termasuk salah satu gas terlarut diperairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Rendahnya kadar oksigen di suatu perairan dapat menyebabkan ikan menjadi stress sehingga sistem imun tubuh ikan menurun. Pada kondisi yang demikian, ikan akan sangat mudah terekspose oleh patogen, baik bakteri maupun parasit (Rahayu, 2009). DO merupakan oksigen terlarut yang langsung terlarut dari udara dan oksigen dari tumbuhan. Harga DO berkisar antara 6-9 ppm. Harga DO dalam suatu perairan berfluktuasi dipengaruhi oleh salinitas, suhu, turbulensi, tekanan atmosfer, dan jumlah serta jenis tumbuhan air. Harga DO air tawar lebih tinggi dari pada harga DO air asin. Hampir semua organisme memerlukan oksigen untuk respirasi. Oksigen terlarut (DO) pada perairan bersumber dari atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan hijau diperairan. Jika pada batas tertentu oksigen yang terlarutdi perairan habis maka air menjadi keruh. Hal ini disebabkan oleh

penguraian bahan organik secara anaerob dan meninggalkan residu karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur sehingga timbul bau perairan yang tidak sedap (Purwanta, 2008). Menurut Syauqi (2009) konsentrasi DO dalam media air semakin menurun dengan bertambahnya waktu dan padat penebaran kandungan oksigen terlarut yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l. 2.7.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air atau jumlah oksigen terlarut yang digunakan tumbuhan dan hewan untuk proses oksidasi kimia karbon (metabolisme). Harga BOD berkisar 1-2 ppm. Tingkat pencemaran suatu perairan dapat dilihat berdasarkan nilai BOD-nya, yaitu semakin tinggi nilai BOD maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah tercemar oleh bahan organik (Purwanta, 2008). 2.7.4 Suhu Suhu merupakan suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen, sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan karbondioksida. Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas. Apabila suhu mengalami penurunan maka akan menyebabkan kelarutan oksigen meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan ikan berkurang, pertumbuhan berkurang, sistem imunitas menurun, gerakan ikan melemah dan disorientasi sehingga ikan dapat mengalami kematian, sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari senyawa kimia meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah terekspose oleh penyakit dan dapat menimbulkan kematian. (Rahayu, 2009).