BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/2010 tentang perizinan rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan program secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapinya (upaya kuratif), namun juga adanya berbagai macam peralatan medis dari yang sederhana hingga modern dan canggih. Kompleksitas sebuah rumah sakit adalah adanya sejumlah orang/ personel yang secara bersamaan berada di rumah sakit, sehingga rumah sakit menjadi sebuah gedung pertemuan sejumlah orang/personel secara serempak, berinteraksi langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan dengan penderita penderita yang dirawat di rumah sakit. Lingkungan sanitasi rumah sakit dimungkinkan terjadinya kontak antara tiga komponen, yaitu pasien, petugas dan masyarakat dengan lingkungan rumah sakit dan benda benda/ alat alat yang digunakan untuk proses penyembuhan, perawatan dan pemulihan penderita. Hubungan tersebut bersifat kontak terus menerus yang
memungkinkan terjadinya infeksi silang pasien yang menderita penyakit tertentu kepada petugas rumah sakit yang sehat. Akan tetapi mungkin juga sebagai carier kepada pasien, petugas dan pengunjung (Darmadi,2008). Manajemen sanitasi rumah sakit merupakan tindakan pengelolaan dalam upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologis di rumah sakit yang mungkin menimbulkan atau dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani, rohani maupun sosial bagi petugas, penderita dan pengunjung, maupun masyarakat sekitar rumah sakit. Manajemen pelayanan sanitasi rumah sakit yang nyaman dan bersih sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita, disamping mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Dinata,2008). Sanitasi rumah sakit perlu untuk mempertahankan lingkungan dan ruangan di rumah sakit dalam meningkatkan kesehatan pasien yang di rawat. Upaya yang diterapkan oleh pengelola rumah sakit berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan RI dan Dirjen PPM&PLP tahun 1995 Bab 2 Pasal 3 (Permenkes RI, 1995), yaitu : 1) Lingkungan, bangunan dan fasilitas Sanitasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan kesehatan, 2) Konstruksi ruangan khusus, ruang operasi. Laboraturium, strerilisasi, radiologi, kamar mayat dan ruang pendingin harus memenuhi persyaratan kesehatan, 3) Persyaratan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan memperhatikan masukkan dari Direktur Pelayanan Medik. Udara merupakan media penularan potensial untuk terjadinya infeksi nosokomial. Untuk itu harus diperhatikan agar supaya tetap bersih mengalir dengan
kelembaban tertentu. Dalam hal tertentu ini harus steril, misalnya harus melewati penyaringan/ filtrasi. Pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan pencahayaan. Rendahnya kualitas udara di dalam ruangan dan kepadatan hunian merupakan salah satu penyebab meningkatnya resiko terjadinya infeksi nosokomial. Oleh karena itu surveilans rumah sakit sangat diperlukan (Depkes, 2006). Angka kejadian infeksi nosokomial secara nasional di Indonesia belum ada, namun diduga angka kejadiannya tinggi. Penelitian terhadap infeksi nosokomial di Indonesia dilakukan hanya oleh beberapa rumah sakit dan hanya melibatkan beberapa bagian unit perawatan saja. Oleh karena itu diperlukan lebih banyak lagi penelitian terhadap kejadian infeksi nosokomial di Indonesia. Penyakit yang terjadi akibat infeksi silang (cross infection) disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (self infection, auto infection) disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan lain. Infeksi lingkungan (environmental infection) disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 1995). Pada negara negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality). Pada penelitian yang dilakukan Wardana dan Acang pada tahun 1989 mendapatkan hasil bahwa infeksi terjadi infeksi nosokomial 18,46% pada pasien yang dirawat RSUP M.Jamil, di RS Hasan Sadikin terdapat infeksi
nosokomial 17,24%, sedangkan di RSUD Sutomo adalah sebesar 9,85% dikutip dari Ginting (2011) Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin (RSUBT) Medan berdiri sejak Tahun 2009 dan termasuk dalam rumah sakit kelas Akreditasi C. RSUBT terdapat jenis pelayanan yaitu terdiri dari UGD, Poliklinik Spesialis, Rawat Jalan, Rawat Inap, Perawatan Intensif (ICU), Kamar Operasi, Kamar Bersalin dan Bayi, Reseptionist dan Customer Service, Rekam Medik, Ambulance dan Instalansi Gizi. Sejak berdirinya RSUBT Medan, pemeriksaan mikroorganisme dalam ruangan belum pernah dilakukan. Ruang Bedah merupakan salah satu ruangan yang terdapat di RSU Bunda Thamrin Medan dan terletak di lantai 2 yang juga terdapat ruang ICU dan NICU serta ruang bersalin. Masing- masing ruangan terpisahkan oleh dinding. Pada ruangan bedah terdiri kamar operasi, kamar recovery (pemulihan), kamar mandi, kamar dokter, ruang perawat, ruang pertemuan. Memasuki ruangan bedah segala alas kaki harus dilepas dan ditukar dengan alas kaki khusus untuk didalam ruangan tersebut. Ruangan ini tidak memperbolehkan sembarangan orang lain yang masuk kecuali yang berkepentingan dan diperbolehkan oleh petugas ruangan tersebut. Para petugas yang bekerja di ruangan bedah memakai pakaian khusus dan alat pelindung lainnya. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang analisa kandungan mikroorganisme pada ruang bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan, yang merupakan ruangan berfungsi sebagai daerah pelayanan kritis yang mengutamakan aspek hirarki zonasi sterilitas serta merupakan ruangan yang memiliki standar angka kuman patogen dan salah satu ruangan resiko tingkat tinggi.
Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan tidak pernah melakukan pemeriksaan mikroorganisme. Untuk itulah peneliti ingin melakukan penelitian tentang pemeriksaan mikrooraganisme pada ruang Bedah Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Analisa kandungan mikroorganisme pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013. 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat menganalisa sanitasi ruangan dan kandungan mikroorganisme pada Ruangan Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui sanitasi ruangan (meliputi : ventilasi, lantai dan dinding, pencahayaan, penyediaan air bersih, toilet dan kamar mandi, pembuangan sampah dan tata cara pembersihan lantai) pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya mikroorganisme pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan. 3. Untuk mengetahui jumlah mikroorganisme pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukkan bagi Manajemen Rumah Sakit agar memperhatikan sanitasi Ruangan Bedah khususnya dan sanitasi Rumah Sakit pada umumnya. 2. Dapat diketahui ada tidaknya mikroorganisme dan jumlah mikroorganisme pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan. 3. Untuk menambah pengalaman penulis mengenai proses analisa kandungan mikroorganisme. 4. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan jumlah mikroorganisme di Rumah Sakit