BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

A. PERKEMBANGAN EKSPOR

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, Oktober 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, September 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MEI 2017

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2016

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN SELATAN BULAN AGUSTUS 2017

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR RIAU AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR RIAU SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR RIAU MARET 2016

Perkembangan Ekspor Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2016

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN TIMUR NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2011

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2016

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2012

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara yang terlibat saja (Salvatore, 2004). Integrasi ekonomi melalui perjanjian perdagangan regional atau Regional Trade Agreement (RTA) terus berkembang secara signifikan sejak tahun 1990an. Berdasarkan laporan organisasi perdagangan dunia ( World Trade Organization/WTO), hingga 7 April 2015, telah terdaftar 612 RTA dalam bentuk perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) maupun Customs Union (CU) dan 406 diantaranya telah diimplementasikan. 1 Penurunan dan penghapusan hambatan perdagangan berupa tarif bea masuk dalam RTA pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan nilai perdagangan antar negara anggota yang terlibat. Namun seringkali peningkatan nilai perdagangan ini mengorbankan perdagangan dengan negara non-anggota. Viner (1950) dalam Ekanayake (2010) menyatakan bahwa terdapat dua dampak yang saling bertolak belakang dalam pembentukan RTA terhadap arus perdagangan negara anggotanya yaitu trade creation dan trade diversion. Krugman (2009) juga menyebutkan bahwa p enurunan hambatan perdagangan dalam RTA dapat memberikan keuntungan melalui penciptaan perdagangan ( trade creation) maupun kerugian jika terjadi pengalihan perdagangan ( trade diversion) bagi negara anggotanya (Krugman, 2009). Menurut Salvatore (2004), trade creation terjadi jika penurunan tarif bea masuk dalam implementasi RTA menyebabkan produksi barang domestik yang berbiaya tinggi digantikan oleh barang impor berbiaya rendah dari negara anggota RTA. Salvatore (2014) 1 Data jumlah RTA termasuk perdagangan barang dan jasa. Data diambil dari website WTO: https://www.wto.org/english/tratop_e/region_e/region_e.htm. Diakses pada 2 November 2015. 1

juga menjelaskan bahwa trade creation akan mendorong peningkatan nilai perdagangan antar negara anggota dan kesejahteraan negara anggota RTA melalui spesialisasi yang berbasis keunggulan komparatif. Trade diversion terjadi jika barang impor berbiaya rendah dari negara non-anggota digantikan oleh barang impor yang berbiaya lebih tinggi dari negara anggota RTA (Salvatore, 2004). Hal ini terjadi karena barang impor dari negara anggota RTA terlihat lebih murah dibandingkan non anggota RTA, penurunan tarif bea masuk dalam RTA menyebabkan hambatan perdagangan di negara anggota lebih rendah daripada negara non anggota. Trade diversion menurunkan kesejahteraan akibat memburuknya alokasi sumber daya internasional akibat perpindahan produksi barang dari produsen yang paling efisien (negara non -anggota RTA) ke produsen yang kurang efisien (n egara anggota). Trade diversion juga akan menyebabkan negara anggota RTA kehilangan kesempatan untuk memperoleh penerimaan tarif bea masuk barang impor dari negara non-anggota. Suatu RTA dianggap efektif bagi negara anggotanya apabila setelah implementasi RTA, trade creation yang terjadi lebih besar daripada trade diversion. RTA dalam kerangka bilateral pertama yang diikuti Indonesia adalah Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Perjanjian kerjasama bilateral IJEPA ditandatangani oleh kedua kepala pemerintahan Indonesia dan Jepang pada tanggal 20 Agustus 2007 dan mulai diimplementasikan pada tanggal 1 Juli 2008. Salah satu tujuan dibentuknya IJEPA adalah untuk memfasilitasi liberalisasi perdagangan barang dan jasa antara Indonesia dan Jepang 2. Penurunan tarif bea masuk barang impor untuk barang yang diperdagangkan oleh kedua negara dilakukan secara bertahap maupun penghapusan secara langsung untuk mencapai tujuan ini. Saat IJEPA mulai diimplementasikan, Indonesia 2 Dikutip dari Naskah Perjanjian IJEPA yang diperoleh dari situs kementerian luar negeri Jepang: http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/indonesia/epa0708/agreement.pdf. Diakses pada 20 Juni 2015. 2

menurunkan tarif bea masuk untuk 8.392 dari total 11.162 item tarif barang impor dari Jepang dan Jepang juga menurunkan 8.014 dari total 9.262 item tarif untuk barang impor dari Indonesia (Atmawinata et. al, 2008). Penurunan tarif bea masuk dalam kerjasama bilateral IJEPA diharapkan dapat meningkatkan nilai perdagangan antara Jepang dan Indonesia. Nilai perdagangan barang antara Indonesia dan Jepang pada tahun 1990 hingga 2014 menunjukkan tren peningkatan. Nilai ekspor barang dari Indonesia ke Jepang maupun nilai impor barang dari Jepang ke Indonesia menunjukkan tren yang positif sejak tahun 1990 hingga 2014. Total nilai perdagangan barang Indonesia dan Jepang meningkat dari 16.378 juta USD pada tahun 1990 menjadi 40.173 juta USD pada tahun 2014. Namun demikian, nilai impor, ekspor maupun total perdagangan kedua negara ini mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 1998 dan 2009 akibat faktor eksternal yaitu krisis finansial Asia dan krisis finansial global. Dari sisi ekspor neto, Indonesia secara konsisten menjadi net exporter atau mengalami surplus neraca perdagangan sepanjang tahun 1990 hingga 2014. Perkembangan arus perdagangan barang Indonesia dan Jepang dapat ditemukan pada Grafik 1.1 berikut ini. Grafik 1. Perkembangan Nilai Perdagangan Barang Indonesia dengan Jepang, 1990-2014 Sumber: UN Comtrade, 2015. 3

Perlu diketahui bahwa surplus neraca perdagangan pada perdagangan barang Indonesia dengan Jepang sebagian besar didukung oleh perdagangan produk minyak dan gas (migas). Perdagangan produk non minyak dan gas (non-migas) cenderung menyumbangkan defisit pada neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang. Grafik 1.2 berikut ini menunjukkan bahwa pada tahun 2010 hingga 2014, neraca perdagangan non-migas Indonesia dengan Jepang selalu mengalami defisit dan neraca perdagangan migasnya selalu surplus, sehingga neraca perdagangan barang total Indonesia dan Jepang masih menunjukkan surplus neraca perdagangan bagi Indonesia. Grafik 2. Neraca Perdagangan Barang Indonesia dengan Jepang, 2010-2014 Sumber: BPS dan Kementerian Perdagangan Indonesia, 2015, diolah. Lima komoditas yang paling banyak diimpor Indonesia dari Jepang merupakan produk non migas, yaitu mesin dan peralatan mekanis (Harmonized System Code/HS 84), kendaraan selain yang bergerak di atas rel kereta api atau trem (HS 87), besi dan baja (HS 72), mesin dan perlengkapan elektris (HS 85) serta barang yang terbuat dari besi baja (HS 73). Perkembangan nilai impor lima komoditas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1. Mesin dan peralatan mekanis (HS 84) merupakan barang dengan nilai impor terbesar pada tahun 2010 hingga 2014 dan tergolong ke dalam barang non-migas. Adapun dua puluh besar negara yang menjadi sumber impor produk HS 84 ke Indonesia pada tahun 2014 adalah Tiongkok, 4

Jepang, Singapura, Thailand, Jerman, Amerika Serikat, Malaysia, Italia, Korea Selatan dan India, Vietnam, Australia, Inggris, Swiss, Belanda, Perancis, Finlandia, Filipina, Hongkong dan Swedia (lihat Tabel 1.2). Tabel 1. Nilai Impor Lima Komoditas Utama Indonesia dari Jepang, 2011-2014 Pangsa HS 2011 2012 2013 2014 Deskripsi 2014 No. (juta USD) (juta USD) (juta USD) (juta USD) (%) 84 Mesin dan peralatan mekanis 5.887 6.855 5.736 5.180 30,5 87 Kendaraan selain yang bergerak di atas rel kereta api 2.169 2.848 2.199 1.811 10,6 72 Besi dan baja 1.934 2.137 2.109 1.776 10,4 85 Mesin dan peralatan listrik 2.072 2.221 1.843 1.675 9,8 73 Barang dari besi baja 794 1.270 890 791 4,7 Lainnya 6.580 7.437 6.507 5.775 34,0 Total 19.437 22.768 19.285 17.008 100,0 Sumber: UN Comtrade Statistics, 2015. Tabel 2. 20 Besar Negara Suplier Mesin dan Peralatan Mekanis ke Indonesia, 2014 No. Negara Pangsa (%) No. Negara Pangsa (%) 1 Tiongkok 27.61 11 Vietnam 1.38 2 Jepang 20.05 12 Australia 0.90 3 Singapura 7.06 13 Inggris 0.81 4 Thailand 7.05 14 Swiss 0.79 5 Jerman 6.82 15 Belanda 0.77 6 Amerika Serikat 5.14 16 Perancis 0.71 7 Malaysia 4.05 17 Finlandia 0.68 8 Italia 3.89 18 Filipina 0.53 9 Korea Selatan 3.54 19 Hongkong 0.43 10 India 1.58 20 Swedia 0.42 Sumber: UN Comtrade Statistics, 2015. Jepang menempati posisi kedua sebagai suplier utama produk mesin dan peralatan mekanis bagi Indonesia pada tahun 2014. Berkaitan dengan implementasi IJEPA pada tahun 2008, Indonesia sudah melakukan pengurangan tarif bea masuk untuk produk mesin dan peralatan mekanis (HS 84) dari Jepang. Menurut informasi yang diperoleh dari Badan Kebijakan Fiskal, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Kementerian Keuangan Indonesia, tarif rata-rata untuk impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84) dari Jepang dalam skema 5

IJEPA telah diturunkan dari 2,2 persen pada tahun 2007 menjadi 1,6 persen pada saat dimulainya implementasi IJEPA tahun 2008. Tarif rata-rata yang diberlakukan Indonesia untuk impor HS 84 dari Jepang ini terus mengalami penurunan secara berkala hingga mencapai 0,19 persen pada tahun 2012. Tingkat tarif bea masuk Most Favoured Nation (MFN) diberlakukan untuk impor HS 84 dari negara lain yang tergabung dalam WTO. Pada grafik 1.3 Terlihat bahwa tarif bea masuk rata-rata untuk impor HS 84 jauh lebih rendah daripada tarif bea masuk MFN. Penurunan tarif dalam skema IJEPA diikuti oleh tren peningkatan pada nilai impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84) Indonesia dari Jepang pada tahun 2000 hingga tahun 2014 (lihat grafik 1.4). Nilai impor HS 84 Indonesia dari Jepang mengingkat dari 2,2 juta dolar AS pada tahun 2007, sebelum implementasi IJEPA, menjadi 5,1 juta dolar AS pada tahun 2014. Jepang di sisi lain telah membebaskan produk HS 84 dari tarif bea masuk bahan sebelum IJEPA diimplementasikan (WT0, 2015). Grafik 3. Tarif Bea Masuk HS-84, 2008-2012 Sumber: WTO dan Kementerian Keuangan Indonesia, 2015. Grafik 4. Impor HS-84 Indonesia dari Jepang, 2000-2014 Sumber: UN Comtrade Statistics, 2015. 6

1.2. Rumusan Masalah Selama implementasi IJEPA, penurunan tarif bea masuk untuk perdagangan barang bilateral antara Indonesia dan Jepang telah dilakukan, termasuk untuk mesin dan peralatan mekanis, yaitu produk yang nilai impornya paling besar dalam pos barang yang diimpor Indonesia dari Jepang. Nilai impor produk mesin dan peralatan mekanis Indonesia dari Jepang menunjukkan tren peningkatan selama enam tahun implementasi IJEPA (2008-2014). Tren ini mengindikasikan terjadinya trade creation bagi Indonesia dimana Indonesia menggantikan produksi mesin dan peralatan mekanis domestik yang berbiaya tinggi dengan produk impor yang berbiaya lebih rendah dari Jepang. Indikasi trade creation saja belum cukup untuk menentukan efektivitas IJEPA untuk impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84) bagi I ndonesia. Trade diversion selama implementasi IJEPA tidak dapat dihindari dan perlu diperhitungkan. Jika trade creation lebih besar dari trade diversion, maka implementasi IJEPA sudah berjalan efektif dan berdampak positif bagi Indonesia. Jika trade diversion lebih dominan, maka implementasi IJEPA kurang efektif serta merugikan Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengukur besarnya trade creation dan trade diversion yang terjadi sebagai dampak dari implementasi IJEPA (2008-2014) terhadap impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84) di Indonesia. 7

1.3. Pertanyaan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini akan mencoba menjawab tiga pertanyaan berikut ini: 1. Apakah implementasi IJEPA berdampak pada penciptaan perdagangan ( trade creation) untuk produk mesin dan peralatan mekanis di Indonesia? 2. Apakah implementasi IJEPA berdampak pada pengalihan perdagangan ( trade diversion) untuk produk mesin dan peralatan mekanis di Indonesia? 3. Apakah dampak trade creation yang terjadi lebih besar daripada trade diversion? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui: 1. Dampak implementasi IJEPA terhadap penciptaan perdagangan (trade creation) pada produk mesin dan peralatan mekanis di Indonesia. 2. Dampak implementasi IJEPA terhadap pengalihan perdagangan (trade diversion) pada produk mesin dan peralatan mekanis di Indonesia. 3. Efektifitas implementasi IJEPA pada impor produk mesin dan peralatan mekanis di Indonesia, melalui dampak total atau selisih trade creation dan trade diversion. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan bukti empiris mengenai terjadinya trade creation dan trade diversion pada produk mesin dan peralatan mekanis (HS 84) bagi Indonesia selama implementasi IJEPA kepada pihak-pihak yang membutuhkan, misalnya pemerintah sebagai pengambil keputusan maupun para peneliti yang sedang meneliti topik ini. 2. Menjadi sumber referensi bagi penelitian berikutnya tentang trade creation dan trade diversion, khususnya dalam skema IJEPA, mengingat belum banyak penelitian yang membahas dampak dari IJEPA. 8

1.6. Batasan Penelitian Cakupan dari penelitian ini dibatasi oleh aspek ketersediaan data dan kemampuan objek penelitian dalam menjelaskan dampak dari IJEPA terhadap impor bilateral produk mesin dan peralatan mekanis bagi Indonesia. Walaupun kerangka kerjasama IJEPA mencakup perdagangan barang dan jasa, investasi, fasilitasi perdagangan, perpindahan tenaga kerja, namun penelitian ini berfokus pada dampak implementasi IJEPA terhadap nilai perdagangan barang ( trade in goods), khusus nya pada produk mesin dan peralatan mekanis (HS 84). Dampak dari implementasi IJEPA tentunnya akan sangat tercermin dalam perubahan nilai perdagangan barang antara Indonesia dan Jepang akibat adanya penurunan hambatan perdagangan berupa tarif bea masuk.selain itu, data perdagangan barang dapat dianalisis secara mendalam karena ketersediaan data perdagangan barang juga paling besar relatif terhadap perdagangan jasa maupun data-data perdagangan lainnya. Negara yang diteliti dalam penelitian adalah 21 negara, yaitu Indonesia dengan 20 negara mitra dagang utama, termasuk Jepang. Pemilihan negara ini dilakukan dengan mempertimbangkan 20 negara mitra dagang yang menjadi supplier utama untuk produk mesin dan peralatan mekanis ke Indonesia pada tahun 2014. Periode penelitian juga dibatasi yaitu tahun 1990 hingga 2014. Pemilihan periode waktu ini didasari oleh kemampuan data dalam menjelaskan tren perdagangan bilateral antar negara-negara yang diteliti, untuk dapat menganalisis pengaruh IJEPA terhadap arus perdagangan sebelum implementasi IJEPA (1990-2007) maupun setelah implementasi IJEPA (2008-2014). 9