BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Berlakunya Undang-Undang. kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Jasa yang diberikan Notaris terkait erat dengan persoalan trust (kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan pada lembaga Notariat yang

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. umum berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang dikarenakan berkembangnya globalisasi kehidupan. Segala

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH NOTARIS 1 Oleh: Gian Semet 2

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Negara Indonesia adalah negara hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari arti pentingnya sebuah jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, sehingga banyak orang yang menuangkannya didalam akta notaris, baik itu yang berbentuk perikatan yang melibatkan pihak lain maupun sekedar untuk menyatakan maksud tertentu agar dijadikan sebagai dokumen legal yang mempunyai kekuatan hukum, dengan harapan untuk mendapatkan kepastian hukum dikemudian hari. Perbuatan hukum sehari-hari seperti hutang-piutang maupun perikatanperikatan lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi seseorang, banyak yang dituangkan kedalam bentuk akta notaris agar menjadi otentik dan mengikat secara hukum bagi para pihak guna menjamin terlaksananya hak dan kewajiban yang timbul bagi para pihak. Peristiwa hukum tertentu bahkan harus dituangkan kedalam akta notaris karena perintah undang-undang, seperti misalnya ketika dua orang atau lebih bersepakat hendak mendirikan sebuah badan usaha, maka kesepakatannya harus dituangkan kedalam akta yang dibuat dihadapan notaris berbentuk akta pendirian yang nantinya menjadi anggaran dasar dari badan usaha tersebut.

Akta notaris lahir karena adanya kepentingan dan kebutuhan dari masyarakat, dalam hal ini pihak ataupun para pihak yang menghadap kepada notaris. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menguraikan secara otentik mengenai perbuatan dari pihak penghadap baik yang sifatnya perikatan maupun sekedar pernyataan yang dikehendaki dan dinyatakan oleh penghadap. Tugas notaris adalah mendokumentasikan perbuatan hukum para penghadapnya kedalam bentuk akta notaris yang bersifat otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna secara yuridis. Notaris adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh undang - undang untuk membuat akta otentik. Notaris memiliki kewenangan dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat khususnya dalam lingkup perdata yang terjadi karena perikatan. Namun demikian, kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum tersebut tidak terus berbanding lurus dengan pemahaman masyarakat atas hukum itu sendiri. Tidak sedikit orang yang semula mencatat perbuatan hukumnya dihadapan notaris agar mempunyai kekuatan dokumentasi legal, kemudian berusaha keras untuk mengingkari perbuatan hukum yang pernah mereka catatkan kedalam akta tersebut. bahkan kemudian menyeret-nyeret notaris pendokumentasi aktanya kedalam ranah hukum pidana. Banyak masyarakat ataupun para penegak hukum dan bahkan para notaris sendiripun masih banyak yang kurang memahami peranan tugas dan tanggung jawab notaris dalam masyarakat terutama dalam membuat akta

otentik. Notaris merupakan profesi mulia (officium nobile) hal ini dikarenakan profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban bagi seseorang. Kekeliruan atas akta notaris dapat menyebabkan hilangnya hak seseorang dan bahkan terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban. 1 Ketika seseorang menghadap kepada notaris untuk membuat akta otentik, banyak orang hanya beranggapan bahwa keterangannya dalam akta tersebut telah menjadi bukti dan mempunyai kekuatan hukum, namun tidak memahami tanggung jawab yang timbul oleh akta otentik tersebut, sehingga beberapa saat kemudian berusaha dengan berbagai cara termasuk menempuh cara hukum pidana untuk mengingkari apa yang telah mereka nyatakankan kedalam akta otentik. Ketika seseorang baik pihak bersangkutan dalam akta maupun pihak lain yang berkepentingan dengan akta yang berusaha mengingkari keterangan yang telah dinyatakan dalam akta otentik melalui jalan hukum pidana dengan cara melaporkan pihak-pihak lain yang terdapat dalam akta, mulai dari pihak lain dalam akta, para saksi akta dan bahkan notaris sebagai pendokumenter akta otentik, maka banyak yang berkesimpulan bahwa notaris adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas terbitnya hak dan kewajiban yang 1 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan etika, UII Press, Yogyakarta, hlm.1

dipersengketakan, sehingga notaris dimintai keterangan baik sebagai saksi atau terlapor bahkan sebagai tersangka nantinya dalam suatu perkara pidana. Dalam penanganan pemeriksaan perkara pidana dimana akta notaris menjadi bukti atas perkara pidana yang terjadi, banyak orang sebagai pelapor beranggapan bahwa notaris adalah pihak yang turut serta dan bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang terjadi, sehingga menempatkan notaris sebagai pihak tersangka. Lebih jauh lagi, proses penyidikan terhadap notaris baik sebagai saksi, terlapor maupun sebagai tersangka berkaitan dengan akta yang dibuat dihadapan notaris bersangkutan, lebih banyak menempatkan akta sebagai sumber terjadinya peristiwa pidana. Sudah banyak perkara dimana notaris dipanggil sebagai terlapor ataupun saksi dan bahkan tersangka atas akta yang diterbitkannya, dimana notaris didudukan sebagai pihak yang telah memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik, didakwa berdasarkan Pasal 263, 264, dan 266 KUHP. Sebagai contoh misalnya, perkara yang menimpa notaris Sri Wahyuni, notaris yang berpraktek diwilayah kota Surakarta. Pada april 2014 dilaporkan kepada Polresta Solo karena diduga membuat akta hibah palsu, dimana pelapor menyatakan bahwa pemberi hibah tidak mungkin dapat membubuhkan cap jempol pada akta hibah yang diterbitkan notaris bersangkutan karena pada saat itu sedang sakit stroke. 2 2 Rudi Hartono, Notaris Dilaporkan Polisi, Koran joglosemar, edisi selasa 22 april 2014, hlm 2

Contoh lain adalah perkara yang menimpa notaris Theresia Ponto, notaris yang berpraktek diwilayah Pengadilan Negeri Jayapura. Menjadi terlapor dalam perkara diduga melanggar Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan, berkaitan dengan proses jual-beli atas sebidang tanah dan akta jual-beli yang bahkan belum diterbitkan oleh yang bersangkutan. Pada pertengahan tahun 2014 notaris bersangkutan dijemput paksa oleh tim dari Polda Papua dan ditahan dilapas Abepura, perkara ini sempat menjadi perhatian dan menimbulkan beberapa reaksi serta protes keras dikalangan notaris. 3 Diwilayah Yogyakarta sendiri beberapa kali notaris menjadi terpidana akibat akta yang dibuat dihadapannya. Pada tahun 2010 misalnya, perkara yang menimpa notaris Hamdani Abdulkadir, notaris kota Yogyakarta dalam putusan nomor 185PK/Pid/2010, dinyatakan terbukti bersalah telah menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam suatu surat yang sah tentang hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh surat itu, dengan maksud untuk memakai surat itu sesuai dengan kebenaran. Dimana dalam perkara ini permasalahan utamanya adalah notaris menuangkan pernyataan ahli waris kedalam akta yang kemudian apa yang dinyatakan oleh penghadap tersebut ternyata dapat dibuktikan tidak benar. Selanjutnya pada tahun 2014 dalam putusan nomor 26/Pid.B/2014/PN.Yk, notaris kota Yogyakarta Carlina Liestyani dinyatakan 3 Redaksi, Tolak Kriminalisasi Terhadap Notaris, Majalah Renvoi, nomor:7.139, Desember 2014, hlm 3-4

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP dan Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP. Pokok perkaranya adalah adanya pengikatan jual-beli yang kemudian dokumen-dokumen pendukung dari pihak penjual ternyata adalah palsu. Kedua perkara tersebut menggambarkan bahwa posisi notaris didalam akta ternyata dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab oleh karena akta yang diformulasikannya ternyata merugikan bagi salah satu pihak dalam akta. Selain itu ada pula yang menganggap notaris terlibat dalam perkara pidana pencucian uang dengan modus jual-beli saham oleh karena akta jualbeli sahamnya dibuat dihadapan notaris. Notaris dianggap bertanggungjawab karena menimbulkan kewajiban yang kurang menguntungkan bagi salah satu pihak dalam akta otentik yang bahkan para pihak dalam akta sebelumnya telah bersepakat dan bermufakat untuk melakukan perikatan yang dituangkan dalam akta otentik Dalam beberapa perkara pidana bahkan, ketika notaris telah dinyatakan bersalah lewat putusan pengadilan karena telah terbukti melakukan suatu tindak pidana, putusan tersebut bahkan tidak membatalkan isi akta yang dibuat notaris bersangkutan atau menjadikan akta tersebut batal demi hukum, akta tersebut tetap sah dan berlaku sebagai akta otentik, namun terbitnya akta tersebut mengakibatkan notaris yang membuatnya harus menjalani hukum

pidana karena dianggap aktanya tidak sesuai prosedur dan atau mengakibatkan seseorang kehilangan hak. Dalam undang-undang nomor 2 tahun 2014 (UUJNP) tentang perubahan atas undang-undang nomor 30 tahun 2004 (UUJN) tentang jabatan notaris. Diatur bahwa ketika notaris menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka notaris dapat dikenai sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan notaris, dan sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa oleh Peraturan Jabatan Notaris (PJN) maupun dalam UUJN dan kode etik notaris. UUJN dan kode etik jabatan notaris bahkan tidak mengatur tentang adanya sanksi pidana terhadap notaris, terutama berkaitan dengan aturan pelaksanaan jabatan notaris. Dalam prakteknya, ditemukan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan notaris yang sebenarnya dapat dijatuhi sanksi administrasi ataupun sanksi kode etik dan bahkan saknsi perdata, kemudian ditarik dan dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh notaris. Aspek kualifikasi yang meliputi formalitas pembuatan akta notaris, yang apabila terbukti dilanggar oleh notaris, maka notaris yang bersangkutan dapat dijatuhi sanksi perdata atau administratif sesuai dengan amanat UUJN dan kode etik notaris. Tapi disisi lain, kesalahan administratif

tersebut menyeret notaris kedalam aspek hukum pidana, dijadikan sarana untuk menuntut notaris secara pidana. 4 Notaris rawan untuk terkena jeratan hukum, terutama hukum pidana. Bukan hanya karena faktor internal yang berasaldari dalam dirinya sendiri misalnya kecerobohan, tidak patuh prosedur, tidak menjalankan etika profesinya dengan emestinya dan sebagainya. Namun juga dikarenakan faktor internal seperti moral masyarakat dimana notaris dihadapkan pada dokumen dokumen palsu dimana dokumen tersebut mengandung konsekuensi hukum bagi pemiliknya. 5 Dengan kenyataan tersebut, notaris harus menghadapi kemungkinan untuk sewaktu-waktu diperiksa oleh penyidik kepolisian baik sebagai saksi, sebagai terlapor bahkan sebagai tersangka berkaitan dengan perkara pidana yang melibatkan akta otentik yang diterbitkan. Karena dianggap akta notaris merupakan penyebab suatu peristiwa hukum telah terjadi, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban bagi seseorang. Sehingga terkesan bahwa akta notaris adalah titik awal dari perbuatan pidana yang timbul. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis mengambil judul KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA untuk dijadikan 4 Habib Adjie, 2014, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.25 5 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang dan Dimasa Datang, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.226

Thesis dan diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan beberapa rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuat dihadapan notaris dalam perkara Pidana? 2. Bagaimanakah Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta yang dibuat dihadapan Notaris dalam perkara Pidana? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari penulisan tesis yang berjudul Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Dihadapan Notaris Dalam Perkara Pidana adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimanakah kekuatan pembuktian dari akta otentik yang dibuat dihadapan notaris apabila digunakan sebagai alat bukti dalam perkara Pidana.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat dihadapan notaris apabila akta tersebut menjadi alat bukti dalam perkara pidana. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran pustaka yang penulis lakukan. Sejauh yang penulis ketahui, penelitian mengenai kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuat dihadapan notaris, telah banyak diajukan oleh mahasiswa Magister Kenotariatan, tetapi tidak demikian dengan penelitian tentang kekuatan pembuktian akta otentik didalam lingkup perkara pidana. Penulis menemukan beberapa hasil penelitian dengan tema yang hampir menyerupai dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, diantaranya adalah : 1. Tesis karya Vera Ayu Kristina, pada tahun 2009, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan judul Penilaian Keotentikan Akta Notaris Oleh Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sleman). 6 Rumusan masalahnya adalah : a. Bagaimana hakim menilai akta notaris didalam pemeriksaan perkara perdata? 6 Vera Ayu Kristina, 2009, Penilaian Keotentikan Akta Notaris Oleh Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sleman), Tesis tidak diterbitkan, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

b. Bagaimana penerapan aturan hukum yang digunakan oleh hakim dalam pembatalan akta notaris? c. Bagaimana tanggungjawab keperdataan bagi notaris terhadap akta yang dibuatnya dibatalkan? Dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa penilaian keotentikan akta sebagai alat bukti di Pengadilan Negeri, khususnya Pengadilan Negeri Sleman adalah mengacu pada Pasal 162 (tentang Pembuktian), Pasal 164 (tentang alat bukti), Pasal 165 (tentang akta otentik), HiR dan Pasal 1868 KUHPerdata, dimana hakim tetap menilai bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna. aturan hukum yang dipergunakan oleh hakim sebagi dasar pertimbangan dalam pembatalan akta otentik adalah tidak adanya pelanggaran terhadap unsur-unsur Pasal 1320 KUHAPerdata jo Pasal 1335, Pasal 1336, Pasal 1337 KUHPerdata serta asas-asas yang melengkapi suatu syarat sahnya melakukan perbuatan hukum. tanggungjawab secara perdata oleh notaris yang aktanya dinyatakan menjadi batal demi hukum, maka dapat dimintakan kepada notaris bersangkutan untuk membayar biaya, denda dang anti rugi. 2. Artikel publikasi karya Try Tanty Sukanty Arkiang, pada tahun 2011, yang diterbitkan dalam jurnal Keadilan Progresif, dengan judul

Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana. 7 Rumusan masalahnya adalah : a. Bagaimanakah kedudukan akta notaris sebagai alat bukti dalam proses pemeriksaan perkara pidana? b. Bagaimanakah pelaksanaan pengambilan akta notaris sebagai alat bukti surat yang dilakukan oleh penyidik? Dengan hasil penelitiannya mengenai kedudukan akta notaris sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana adalah sama dengan alat-alat bukti yang lain yaitu sebagai alat bukti surat. Hal ini dikarenakan dalam acara pidana akta notaris tidak memiliki kekuatan yang sempurna. Sehingga hakim tidak harus mempercayai bahwa isi akta notaris tersebut adalah benar. Dengan demikian nilai alat bukti tersebut bersifat bebas karena yang dicari dalam hukum acara pidana adalah kebenaran materiil maka konsekuensinya hakim bebas untuk menggunakan atau mengesampingkan sebuah alat bukti surat. Sedangkan mengenai pelaksanaan pengambilan akta notaris yang dilakukan oleh penyidik untuk kepentingan proses peradilan maka penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang mengambil fotokopi minuta akta dan/atau 7 Try Yanty Sukanty Arkiang, 2011, Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana, Jurnal Keadilan Progresif, volume 2 nomor 2 september 2011, hlm.196-208

surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, lebih menitikberatkan kepada hal-hal sebagai berikut : a. kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuat dihadapan notaris dalam perkara pidana. Dimana dalam pemeriksaan perkara pidana, akta notaris tetap sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, namun tunduk kepada ketentuan minimal alat bukti dalam KUHAP. b. Tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat dihadapan notaris dalam perkara pidana. Dalam hal ini penulis lebih menitikberatkan penelitian kepada tanggung jawab dan kewajiban notaris apabila akta notaris dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara pidana. Apabila dari artikel maupun penelitian sebelumnya memiliki kesamaan, dan dikemudian hari ditemukan kesamaan subjek maupun objeknya, maka penelitiaan yang dilakukan oleh penulis pada saat ini diharapkan dapat menambah, mendukung dan melengkapi penelitian terdahulu.

E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari diadakannya penelitian ini adalah: 1. Secara Akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah perbendaharaan dan literasi bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum pidana dan kenotariatan. 2. Secara Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan bahan masukan, pemikiran serta sumbangsih yang bermanfaat bagi pihak yang berwenang dalam melakukan penegakan hukum, khususnya yang menyangkut bidang kenotariatan.