BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi dan pengangguran adalah dua masalah ekonomi utama yang sering dihadapi oleh suatu negara. Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara, secara umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (high employment), stabilitas harga (stable price) dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (rapid growth) (Friedman,1968). Dalam penerapannya, kebijakan ekonomi terbagi menjadi dua jenis, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter sering digunakan dalam jangka pendek oleh bank sentral dengan dua sasaran yaitu untuk menjaga aktivitas ekonomi tetap tinggi dan mencapai tingkat inflasi yang rendah (Dornbusch, et al, 2008). Secara umum inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum berbagai barang secara terus-menerus. Bukan berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Terdapat kemungkinan kenaikan tersebut tidak bersamaan, yang penting adalah terdapat kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja bukanlah merupakan inflasi. Tingkat pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang tidak memperoleh pekerjaan, di mana penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi (Dornbusch dan Fisher, 1997:7). 1
Dalam sudut pandang makroekonomi, pengangguran yang tinggi merupakan suatu masalah yang secara langsung mempengaruhi pendapatan dan standar hidup seseorang. Salah satu gambaran dampak dari tingginya tingkat pengangguran yaitu banyaknya sumber daya yang terbuang dan berkurangnya pendapatan masyarakat, sehingga akan mengurangi kesejahteraan masyarakat (Samuelson dan Nodhaus, 2004:288). Inflasi yang makin meningkat disertai dengan penurunan laju pertumbuhan ekonomi menyebabkan proporsi penduduk yang belum dewasa menjadi tambah tinggi dengan jumlah anggota keluarga bertambah lebih besar menyebabkan pertambahan penduduk yang tidak seimbang (Suparmoko,1997). Fakta empiris menunjukkan bahwa terdapat tradeoff antara inflasi dan pengangguran, di mana penurunan jumlah pengangguran atau meningkatnya pertumbuhan output cenderung di ikuti oleh meningkatnya tingkat inflasi. Tradeoff antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran pertama kali ditunjukkan oleh A.W. Phillips (1958) pada perekonomian Inggris periode 1861-1957. Dari hasil pengamatannya memperlihatkan korelasi negatif antara tingkat inflasi upah dan pengangguran yang digambarkan oleh Kurva Phillips (Phillips, 1958). Studi empiris lainnya yang mendukung mengenai tradeoff antara tingkat inflasi upah dan tingkat pengangguran dikemukakan oleh Samuelson dan Solow (1960). Samuelson dan Solow (1960) juga menemukan korelasi negative antara tingkat inflasi upah dan tingkat pengangguran pada data di Amerika Serikat. 2
Perkembangan lebih lanjut mengenai Kurva Phillips dikemukakan oleh Friedman (1968) yang berpendapat bahwa tradeoff antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran hanya akan terjadi dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang, tradeoff antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran tidak akan terjadi. Selain itu, banyak studi yang kini menunjukkan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran tidak lagi berbanding terbalik. Phelps (1967), Leijonhufvd (1968) dan Brinner (1977), menyatakan bahwa hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran tidak lagi berlaku pada negara-negara industri. Pada kenyataanya, fenomena mengenai tingkat inflasi maupun tingkat pengangguran ditanggapi berbeda-beda oleh setiap negara di dunia sesuai dengan kondisi dan prioritas negera tersebut. Tentunya terdapat berbagai faktor yang menjadi pertimbangan para pengambil kebijakan di suatu negara. Negara-negara maju cenderung memiliki sistem kebijakan moneter yang stabil, sehingga tingkat pengangguran juga cenderung konsisten (Debelle dan Laxton, 1997). Salah satu studi di negara maju yang dilakukan Fuhrer (1995) menyatakan bahwa Kurva Phillips masih berlaku di Inggris. Sementara itu, Malinov dan Sommers (1997) juga menemukan bahwa Kurva Phillips masih berlaku di negara-negara anggota OECD. Kurva Phillips tidak hanya memiliki pondasi teori yang kuat tetapi juga berimplikasi penting dalam politik (Furuoka, 2006). Salah satu tujuan bank sentral selaku otoritas moneter yaitu untuk menjaga stabilitas harga dengan mengontrol inflasi. Akan tetapi, jika terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dan 3
(dalam persen) pengangguran maka bank sentral harus menghadapi sebuah dilemma untuk memilih kombinasi yang tepat antara tingkat inflasi yang rendah, pengangguran yang tinggi, atau kedua nya berjalan beriringan. Sebagai salah satu organisasi internasional yang memiliki pengaruh dalam perekonomian global, negara ASEAN juga memiliki masalah pada tingkat pengangguran yang tinggi sehingga menurunkan angka pengangguran menjadi salah satu fokus utama para pembuat kebijakan di negara tersebut. Berikut ini adalah perkembangan tingkat inflasi dan pengangguran di negara ASEAN pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 Gambar 1.1 Perkembangan Tingkat Inflasi dan Pengangguran di ASEAN Tahun 2000-2015 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 Inflasi Pengangguran 2.00 0.00 1995 2000 2005 2010 2015 2020 Tahun Sumber: World Bank, diolah 4
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa terdapat fluktuasi pada tingkat inflasi di negara ASEAN dari tahun 2000 sampai dengan 2015, sedangkan tingkat pengangguran konstan dan semakin lama mengalami penurunan. Namun, gambar diatas belum cukup untuk menjelaskan apakah terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dan pengangguran di negara ASEAN. Oleh karena itu, penelitian ini secara khusus membahas apakah terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dan pengangguran di sepuluh negara anggota ASEAN. Selain itu, penulis menambahkan variabel ekspektasi inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar untuk mengetahui hubungan antara inflasi dengan variabel-variabel tersebut di sepuluh negara ASEAN sesuai dengan penelitian sebelumnya. 1.2 Permasalahan Penelitian Tingkat inflasi yang rendah dan tingkat pengangguran yang rendah menjadi fokus utama para pembuat kebijakan ekonomi dalam menjaga stabilitas suatu negara. Berdasarkan studi empiris yang dilakukan oleh Phillips (1958) terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dan pengangguran pada perekonomian Inggris tahun 1861-1957 yang dikenal sebagai Kurva Phillips. Hasil studi tersebut menunjukkan adanya pertentangan antara dua tujuan yang ingin dicapai oleh para pembuat kebijakan ekonomi dan menjadi sorotan bagi para peneliti serta akademisi. Friedman (1968) dan Phelps (1968) mengemukakan suatu gagasan yang menolak keberadaan Kurva Phillips dalam jangka panjang. Sementara itu, berdasarkan data historis di Amerika Serikat, Kurva Phillips mengalami kegagalan pada tahun 1970-an dan 1980-an dimana tingkat inflasi maupun pengangguran 5
cenderung terus meningkat, sehingga menyebabkan terjadinya stagflasi di perekonomian Amerika Serikat (Lacker dan Weinberg, 2007). Selain perdebatan teoritis mengenai Kurva Phillips, pada kenyataannya negara-negara berkembang di dunia masih memiliki hambatan dalam mencapai tingkat inflasi dan pengangguran yang stabil. Ketidakstabilan ini berujung kepada risiko inflasi yang tinggi ataupun tingkat pengangguran yang besar, terlebih apabila kondisi internal suatu negara sedang buruk. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian di atas, maka pertanyaan dari penelitian ini adalah: 1. apakah terdapat trade off antara inflasi dan pengangguran di Negara ASEAN pada tahun 2000-2015? 2. apakah terdapat pengaruh dalam jangka pendek antara inflasi, pengangguran, ekspektasi inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar di Negara ASEAN pada tahun 2000-2015? 3. apakah terdapat pengaruh dalam jangka panjang antara inflasi, pengangguran, ekspektasi inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar di Negara ASEAN pada tahun 2000-2015? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. menganalisis apakah terdapat trade off antara inflasi dan pengangguran di Negara ASEAN pada tahun 2000-2015; 6
2. menganalisis pengaruh jangka pendek antara inflasi, pengangguran, ekspektasi inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar di Negara ASEAN pada tahun 2000-2015; 3. menganalisis pengaruh jangka panjang antara inflasi, pengangguran, ekspektasi inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar di Negara ASEAN pada tahun 2000-2015; 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain adalah: a. Bagi penulis, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi wawasan baru mengenai hubungan antara inflasi dan pengangguran di negara ASEAN. b. Bagi pemerintah dan otoritas kebijakan moneter, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi informasi mengenai hubungan antara inflasi dan pengangguran sehingga dapat merumuskan kebijakan yang lebih terarah dan efektif. c. Bagi kalangan akademisi, bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan memberi sumbangan pada penelitian lain dengan menjadikan penelitian ini sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya terutama dalam menganalisis hubungan inflasi dan pengangguran. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan terdiri dari lima bab. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 7
BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan membahas mengenai latar belakang masalah, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan hasildari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu juga diuraikan landasan teori mengenai teori yang digunakan untuk mendekati permasalahan yang diteliti. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang jenis dan sumber data, model penelitian, serta metode analisis data. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini menjabarkan hasil dari analisis data yang telah diperoleh dan menjelaskan mengenai hasil perhitungan statistik dari hubungan masing-masing variabel termasuk dengan pengujian hipotesisnya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis dan saran yang sesuai dengan permasalahan. 8