BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Bahkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara di sebutkan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib mendapat pendidikan. Salah satu cita-cita bangsa Indonesia yang tertulis dalam pembukaan UUD 45 adalah, mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan yang pertama kali yang harus didapat oleh manusia adalah pendidikan yang ditanamkan dari keluarga itu sendiri. Dari pendidikan budi pekerti, sopan santun, pendidikan akhlak, moral, sampai dengan pendidikan bagaimana cara hidup bersosialisasi dengan masyarakat sekitar kita. Disamping pendidikan yang telah didapatkan dalam lingkungan keluarga, kita juga perlu mendapatkan pendidikan dan bimbingan dari luar (secara formal), agar kita dapat bersosialisasi dengan lingkungan luar, dan juga membantu menumbuh kembangkan kepribadian secara mental dan spiritual. Lain halnya dengan orang-orang yang memiliki sifat tidak wajar seperti autisme. Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang autisme menunjukkan gangguan komunikasi yang menyimpang. Gangguan komunikasi tersebut dapat terlihat dalam bentuk keterlambatan bicara, tidak bicara, bicara dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti atau bicara hanya dengan meniru saja. Selain gangguan komunikasi, anak juga menunjukkan gangguan interaksi dengan orang disekitarnya, baik orang dewasa maupun orang sebayanya. Autisme merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang berat. Hampir pada seluruh kasus, autisme muncul saat anak lahir atau pada usia tiga tahun pertama. Pada prinsipnya gangguan-gangguan yang 1
terjadi di otak tidak dapat disembuhkan. Jika anak autistik terlambat atau bahkan tidak mendapat intervensi hingga dewasa, maka gejala autis bisa semakin parah. Hal ini yang kemudian akan menyebabkan terjadinya banyak kasus anak autis yang gagal dalam mengembangkan kemampuan sosial dan komunikasi. Untuk itu, perlu dilakukan terapi secara dini, terpadu, dan intensif sehingga anak mampu bergaul layaknya anak-anak yang lain yang tumbuh secara normal. Oleh karena itu diperlukan Sekolah Khusus diperuntukan bagi anakanak berkepribadian khusus seperti autisme. Di sekolahan ini dilengkapi dengan sarana untuk mempertajam kemampuan dan keterampilan, sehingga tak hanya sebagai tempat mengenyam pendidikan saja tetapi dilengkapi dengan latihan kerja. Ruangan yang akan diaplikasikan akan disesuaikan dengan peruntukan masing-masing ruang, baik dari tema setiap ruang, material, warna dan dekorasi yang akan ditampilkan, serta tidak lupa akan efek psikologi bagi setiap anak-anak. Autis merupakan kumpulan gejala gangguan perilaku yang bervariasi pada setiap anak. Gangguan perilaku dapat berupa kurangnya interaksi sosial, penghindaran kontak mata, kesulitan dalam mengembangkan bahasa dan pengulangan tingkah laku. Handojo (2003), menjelaskan bahwa anak autis termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya, antara lain perilaku wicara dan okupasi mereka tidak berkembang seperti anak normal. Padahal kedua jenis perilaku ini penting untuk komunikasi dan sosialisasi. Sehingga apabila hambatan ini tidak diatasi dengan cepat dan tepat, maka proses belajar anak-anak tersebut juga akan terhambat. Intelegensi, emosi dan perilaku sosialnya tidak dapat berkembang dengan baik. Dalam sebuah Simposium tentang Autisme Masa Kanak-Kanak di Semarang tahun 1998, dijelaskan bahwa setiap penyandang autisme memiliki pola khusus yang disebut Autism Spectrum Disorders, menyebabkan adanya perbedaan perilaku antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membutuhkan bantuan dan 2
penanganan khusus yang berbeda-beda untuk tiap anaknya. Penanganan untuk anak autis dijelaskan oleh Peeters (2004) bahwa untuk mempersiapkan anak autis menghadapi kehidupan dewasanya sehingga mempunyai bekal keterampilan (dengan tetap mendapat perlindungan) dapat dilakukan di sekolah tertentu. Perancangan interior untuk sekolah berkepribadian khusus yaitu autisme ini, lebih rumit dari pada perancangan sekolah Dasar, sekolah Menengah, Perguruan Tinggi dan seterusnya, karena untuk mendesain sebuah interior ruang, harus sangat disesuaikan dengan bagaimana sifat dan karakter anak autis, ketika ia mengalami tekanan dan tingkat dimana merasa stress anak itu mulai meninggi dapat diminimaliskan melalui sebuah desain interiornya sehingga menghindari resiko yang akan membuat tubuhnuya terluka. Penulis mengambil judul Perancangan Interior Sekolah Khusus Autis SMKLB Ulaka Penca dikarenakan minimnya sarana pembelajaran bagi penyandang autis dengan desain sesuai kebutuhan anak autis itu sendiri. Perancangan adalah proses pemecahan masalah yang disertai dengan pemikiran yang kreatif guna mencapai hasil yang optimal. Kata perancangan atau dalam bahasa inggris, design mempunyai arti to plan and manage everything to be better merencanakan atau mengatur segala sesuatu agar menjadi lebih baik. (kamus bahasa inggris indonesia, John M Echols dan Hasan Shadily, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta). Interior adalah ruang dalam sebuah bangunan atau gedung yang dibatasi oleh lantai, dinding dan plafon. Kata ini berasal dari bahasa Inggris, yang dalam bahasa Indonesia berarti bagian dalam (Echos, Shadily, 648). Sedangkan Autisme memiliki arti sendiri. Jadi definisi dari judul tugas akhir yang saya ambil adalah merenovasi atau merencanakan segala sesuatu yang khususnya menyangkut bagian dalam dari suatu ruangan, untuk siswa-siswi yang memiliki dunia sendiri. 3
1.2. Identifikasi Masalah Pada saat ini sekolah khusus autis di kota Jakarta Selatan ini memperhatikan penempatan dan pengaturan ruangnya juga fasilitas yang disediakan apakah sudah memadai. Desain Interior sekolah khusus autis harus sesuai dengan kebutuhan dan aktifitas, menciptakan suasana yang nyaman, aman, serta suasana keakraban yang akan diterapkan, desain ruang dan furniture harus sesuai dengan ergonomi dan anthopometri anak-anak, dengan gaya modern dan bersifat modern dan edukatif agar yang belajar tidak merasa tertekan dan merasa nyaman berada di ruangan dengan memainkan warna sesuai dengan psikologi anak autis. Diantaranya : a. Bagaimana merencanakan dan merancang organisasi ruang, pola hubungan antar ruang, dan sirkulasi yang tidak membingungkan bagi anak autis, sesuai dengan kegiatan yang akan di jalani di sekolah tersebut? b. Bagaimana merancang sebuah sekolahan khusus autis yang dapat membuat si anak bersosialisai, baik dengan teman disekitarnya, guru dan keluarga serta dapat meningkatkan semangat belajar? c. Bagaimana menciptakan suasana yang nyaman, aman dan membuat ruangan terasa lebih santai dengan gaya modern dan bersifat edukatif? d. Bagaimana mewujudkan ruangan yang dapat membantu dalam mendukung proses pembelajaran secara akademik dan keterampilan bagi anak penyandang autis dengan pemakaian warna sebagai suatu bentuk pembelajaran penerapan interior? e. Bagaimana merencanakan dan merancang karakter ruang yang sesuai dengan psikologi anak autis sehingga mampu mendukung proses belajar dengan memperhatikan unsur pembentuk ruang, interior sistem dan furniture yang sesuai berdasarkan tema? 4
1.3. Tujuan Perancangan Tujuan dari perancanga interior sekolah khusus autis ini adalah menciptakan desain interior yang baik sehingga dapat mempengaruhi sifat, mental dan psikologis seorang anak. Untuk mendesain sebuah interior ruang kelas/keterampilan, harus sangat disesuaikan dengan bagaimana sifat dan pembawaan anak-anak penyandang autis yang memiliki karakter dan sifat yang berbeda, sehingga kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik pada anak dan ketidak stabilan emosi dapat diminimaliskan melalui sebuah desain interiornya. Menciptakan sebuah interior, dengan mengusung tema Fun dan Edukatif. Perancangan ini mengusung tema yang menyimbolkan hidup dengan ceria dan kuatnya nuansa keakraban, tetapi tetap terlihat sangat baru, semua sisi positif. Tujuan mendesain interior ruang kelas autisme dan ruang keterampilan adalah agar anak-anak yang mengikuti sistem belajarmengajar di kelas merasa senang, betah dan mudah untuk menerima pelajaran serta memberikan nuansa nyaman dan aman yang diberikan, karena pengaruh psikologis dari kenyamanan ruang pengajaran itu sendiri yang dapat memebantu menumbuhkan minat anak-anak untuk belajar. Mengetahui standard psikologis yang tepat untuk diterapkan di ruang kelas dan ruang keterampilan, mengingat hal ini pun dapat membantu dan berpengaruh pada kemampuan/keterampilan anak autis tersebut. Mengingat sifat anak-anak autis sangatlah labil, yang cenderung senang bermain dengan imajinasinya, mudah bosan, risih, berontak dan juga rewel, pada penerapan perancangan kali ini berusaha seoptimal mungkin membantu untuk menyesuaikan masalah-masalah tersebut. 5
1.4. Batasan Perancangan Batasan perancangan ini adalah Ruang Sekolah SMKLB Ulaka Penca. Sekolah ini merupakan sekolah khusus bagi anak autis, dimana di dalamnya terdapat ruang-ruang yang menunjang proses belajar. 1. Merancang dan merenovasi ruang ruang jenjang pendidikan SMKLB. 2. Meneliti kebutuhan untuk perancangan interior sekolah anak autisme. 1.5. Metode Perancangan Dalam menyusun penulisan laporan diperlukan data-data dan informasi yang lengkap, relevan serta jelas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif komparatif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Dan komparatif adalah metode dengan cara membandingkan suatu fenomena (variable) dengan variable lain. Adapun hal ini meliputi pengumpulan bahan-bahan dan data yang diperlukan untuk mendukung penulisan yang meliputi : Pengumpulan data, antara lain : Riset lapangan : pengumpulan data dengan melakukan peninjauan lapangan yang berhubungan langsung dengan proyek, yaitu: 1. Studi Kepustakaan. Data-data dan informasi diperoleh melalui studi literature, buku-buku panduan desain interior, dan sebagainya yang berhubungan dengan penulisan sehingga diperoleh data-data sekunder untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan. 6
2. Studi Survey Lapangan: Observasi ( pengamatan langsung ). Data-data dan informasi diperoleh dengan melihat dan mengamati secara langsung dilapangan. Sekolah yang disurvey yaitu SLB Ulaka Panca berada di Jl. Gunung Belong Lebak Bulus Cilandak, Kec. Cilandak, Jakarta Selatan. Interview. Data-data dan informasi diperoleh dengan melakukan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan informasi yang tidak ditemukan dalam buku panduan. Dokumentasi Pengumpulan data dengan meminta data-data yang dimiliki pengelola dan data visual. 7