BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Angkutan Kereta Api Nasional Penyelenggaraan perkeretaapian telah menujukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, memperlancar kegiatan pemerintah, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta meningkatkan hubungan antar bangsa (UU No. 23 tahun 2007). Peran kereta api juga disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian nasional (RIPNas), Pembangunan moda transportasi perkeretaapian nasional diharapkan mampu menjadi tulang punggung angkutan barang dan angkutan penumpang, penyelengaraan perkeretaapian nasinal dimasa depan harus mampu menjadi bagian penting dalam struktur perekonomian nasional. Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah serta efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan lain baik jarak jauh maupun angkutan perkotaan yang padat lalu lintasnya (UU No. 23 Tahun 2007). B. Strategi Pengembangan Jaringan dan Angkutan Kereta Api Untuk mendukung pengembangan perkeretaapian nasional pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) sebagai pedoman yang memayungi seluruh kebijakan dalam penyelenggaraan perkeretaapian nasional sampai dengan tahun 2030. Strategi pengembangan jaringan kereta api yang harus mampu mengakomodir kebutuhan layanan kereta api berdasarkan dimensi kewilayahan antara lain: Jaringan kereta api antarkota di Pulau Jawa difokuskan untuk mendukung layanan angkutan penumpang dan barang, sedangkan jaringan 6
7 kereta api antar kota di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua difokuskan untuk mendukung layanan angkutan barang. Adapun pengembangan jaringan kereta api perkotaan sepenuhnya difokuskan untuk layanan angkutan (urban transport). Untuk mencapai sasaran pengembangan jaringan dan layanaan perkeretaapian akan ditempuh kebijakan-kebijakan seperti: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan, keamanan dan keselamatan perkeretaapian. 2. Meningkatkan peran kereta api perkotaan dan kereta api antarkota. 3. Mengintegrasikan layanan kereta api dengan moda lain dengan membangun akses menuju bandara, pelabuhan dan kawasan industri. 4. Meningkatkan keterjangkauan (aksesbilitas) masyrakat terhadap layanan kereta api melalui mekanisme kewajiban pelayanan publik (public services obligation) C. Sistem Perkeretaapi di Indonesia Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana dan sumber daya manusia, serta norma, kriterian, persyaratan dan proses penyelenggaran transportasi kereta api. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan. Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkai dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. (UU No. 23 Tahun 2007). Sarana angkutan kereta api konvensional rangkaian yang terdiri atas lokomotif dan sejumlah rangkaian gerbong atau kereta untuk mengakut penumpang atau barang (Rosydi, 2015).
8 Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian di jelas sarana perkeretaapi antara lain: 1. Lokomotif adalah sarana kereta api yang memiliki penggerak sendiri yang bergerak dan digunakan untuk menarik atau mendorong kereta, gerbong atau peralatan khusus, antara lain lokomotif listrik dan lokomotif diesel. 2. Kereta adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif atau, mempunyai penggerak sendiri yang digunakan untuk mengangkut orang, antara lain kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD), kereta makan, kereta bagasi, kereta pembangkit. 3. Gerbong adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif digunakan untuk mengangkut barang, antara lain gerbong datar, gerbong tertutup, gerbong terbuka, dan gerbong tangki. 4. Peralatan khusus adalah sarana perkeretaapian yang digunakan untuk angkutan penumpang atau barang, tetapi untuk keperluan khusus, antara lain kereta inspeksi (lori), gerbong penolong, derek (crane), kereta ukur, dan kereta pemeliharaan jalan rel. Prasarana perkeretaapian di Indonesia berdasarkan undang-undang No. 23 tahun 2007 meliputi: 1. Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang terkait satu kesatuan dengan yang lainnya. 2. Stasiun kereta api adalah tempat kereta api berangkat atau berhenti serta menaikkan turunkan penumpang, bongkar muat barang ataupun untuk operasi kereta api. 3. Fasilitas operasi adalah segala fasilitas yang diperlukan agar kereta api dapat beroperasi. D. Peran Tata Letak Jalur Stasiun dalam Operasional Kereta Api Stasiun kereta api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti melayani naik turun penumpang, bongkar muat barang atau keperluan operasi. Stasiun kereta api merupakan simpul yang memadukan jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain dan jaringan jalur kereta api dengan transportasi lain (PP No. 56 Tahun 2009). Emplasemen terdiri atas jalan
9 rel, fasilitas pengoperasian kereta api, drainase (PM No. 29 pasal 3 ayat 2 Tahun 2011). Pola dan jumlah pergerakan kereta api yang mungkin dapat dilakukan di suatu stasiun sangat mempengaruhi kapasitas sistem interlocking, kebutuhan emplasemen, dan kapasitas stasiun, (Setiawan dkk, 2015). E. Fasilitas dalam Pengoperasian Kereta Api Sistem Persinyalan dan Telekomunikasi Fasilitas pengoperasian kereta api adalah segala fasilitas yang diperlukan agar kereta api dapat dioperasikan (PP No. 56 Tahun 2009). Peraturan Menteri No. 10 tahun 2011 tentang persyaratan teknis peralatan telekomunikasi perkeretaapian menjelaskan Peralatan persinyalan perkeretaapian merupakan fasilitas pengoperasian kereta api yang berfungsi memberi petunjuk atau isyarat yang berupa warna atau cahaya dengan arti tertentu dan di pasang di tempat tertentu, peralatan persinyalan terdiri atas: 1. Sinyal adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan perintah bagi pengatur perjalanan kereta api dengan peraga atau warna, menurut penempatannya peralatan dalam ruangan, dan peralatan luar ruangan serta berdasarkan jenisnya ada persinyalan elektrik dan persinyalan mekanik. 2. Tanda atau semboyan adalah isyarat yang berfungsi memberi peringatan, petunjuk kepada petugas yang mengendalikan penggerak saran kereta api yang berupa suara, cahaya, bendera dan papan berwarna. 3. Marka adalah tanda berupa gambar atau tulisan yang berfungsi sebagai peringatan atau petunjuk tentang kondisi tertentu di suatu tempat yang terkait dengan perjalanan kereta api yang berupa marka batas, marka sinyal, marka pengingat masinis, marka kelandaian, marka lengkung, marka kilometer marka nomor wesel elektrik, marka tampak sinyal masuk dan marka bantalan kuning. 4. Peralatan pendukung adalah peralatan pengendali pengawasan dan pengaman perjalanan kereta api yang berupa pengaman perlintasan sebidang, pengendali atau pengawas perjalanan kereta api terpusat, sistem atau peralatan pendukung perjalanan kereta api secara otomatik.
10 Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 Penyelenggaraan perkeretaapian menjelaskan peralatan persinyalan terbagi atas peralatan dalam ruangan dan peralatan luar ruangan. 1. Peralatan dalam ruang: a. Peralatan elektrik yang terdiri paling sedikit interlocking dan panel pelayan. b. Peralatan mekanik yang terdiri paling sedikit Interlocking dan pesawat blok. 2. Peralatan luar ruangan: a. Peralatan elektrik yang paling sedikit peraga sinyal elektrik, penggerak wesel, pendeteksi sarana perkeretaapian. b. Peralalatan mekanik paling sedikit peraga sinyal mekanik dan penggerak wesel mekanik. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 pasal 110 menjelaskan peralatan telekomunikasi untuk pengopersian kereta api berfungsi menunjang operasi kereta api untuk terwujudnya keselamatan, kelancaran dan ketepatan perjalanan kereta api, peralatan telekomunikasi paling sedikit meliputi pesawat telepon dan perekam suara. F. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan antara lain: 1. Yasin, Nurina (2013) Perencanaan kapasitas stasiun kereta api (studi kasus: Kapasitas stasiun KRL jalur Bogor-Jakarta khusus stasiun Bogor, stasiun Mangarai dan stasiun Jakarta kota). Banyak hal yang mempengaruhi kapasitas stasiun antara lain tata letak jalur, jumlah jalur, fungsi jalur, sistem persinyalan, mengganggu antar jalur atau rute, saling memotong rute perjalanan searah, saling memotong rute perjalanan berlawanan arah, kecepatan kereta api dan atau langsiran, percepatan dan perlambatan, pola operasi, gerakan kereta api dan atau langsiran, titik kilometer, kecepatan maksimum dan panjang rangkaian. Rute saling mengganggu mempengaruhi headway dan headway mempengaruhi kapasitas stasiun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menghitung kapasitas stasiun berdasarkan Grafik Perjalaan Kereta Api (GAPEKA) 1 April 2013 serta
11 realisasi dilapangan didapat hasil kapasitas stasiun Bogor, Manggarai dan Jakarta Kota belum maksimal dalam melayani perjalanan kereta api. Stasiun Bogor dengan Kapasitas Maksimal Stasiun 451 KA, realisasi saat ini baru mencapai 202 KA. Stasiun Manggarai dengan Kapasitas Maksimal Stasiun 515 KA, realisasi saat ini baru mencapai 456 KA. Stasiun Jakarta Kota dengan Kapasitas Maksimal Stasiun 425 KA, realisasi saat ini baru mencapai 324 KA. Pencapaian dalam melayani perjalanan KA belum maksimal disebabkan oleh keterbatasan jumlah armada Kereta Rangkaian Lisrik (KRL), masinis dan perlengkapan teknis Kereta Api. 2. Anggoro, Aroof Tito (2015) Desain layout stasiun kereta api dan integrasinya dengan Bandar Udara. Penelitian ini juga akan menentukan sistem pelayanan penumpang yang baik serta pergerakan penumpang yang efisien untuk mendukung perpindahan penumpang dari bandara menuju stasiun dan sebaliknya serta penerapan sistem wayfinding yang sesuai. Untuk menghasilkan desain layout stasiun kereta api yang berintegrasi dengan bandara ini, metode yang dilakukan antara lain melakukan klasifikasi stasiun untuk mendeskripsikan jenis stasiun, merencanakan pelayanan dan fungsi stasiun, melakukan studi matriks asal tujuan di ruang stasiun, menentukan luasan serta penempatan berbagai ruangan di stasiun, dan menyusun sistem sirkulasi dan wayfinding untuk mensupport pergerakan penumpang kereta. Dengan prediksi penumpang mencapai 532 penumpang/ jam, diperlukan kebutuhan lahan sebesar 10.921 m2 dengan konfigurasi stasiun memiliki dua lantai, lantai satu sebagai kawasan keberangkatan kereta api dan lantai dua sebagai kawasan kedatangan kereta api. 3. Kurniawan, Fajar (2016) Peningkatan emplasmen stasiun untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda (Studi kasus: Stasiun Banjarsari lintas layanan Muara Enim-Lahat). Metode yang digunakan adalah analisis peniningkatan emplasemen stasiun menggunakan data primer dan data sekunder dari hasil koordinasi dengan instansi terkait, serata berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan N0. 10 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011. Panjang sepur efektif dihitung dengan mempertimbangkan rangkaian KA terpanjang, sedangkan konfigurasi
12 emplasemen stasiun direncanakan sesuai kebutuhan, situasi kondisi di lapangan yang berdasarkan Peraturan Menteri No. 60 Tahun 2012 dan peraturan dinas No. 10 Tahun 1986. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan operasional jalur KA dilakukan dengan memperpanjang jalur simpan (jalur badug) menjadi 300m, menyediakan jalur langsir meningkatkan peron menjadi tinggi dan menyediakan panjang sepur efektif yang dibutuhkan sepanjang 1500 m serta operasional fasilitas operasi KA dilakukan dengan meningkatkan kapasitas, fasilitas gudang peyimpanan, dan tempat bingkar muat barang, serta meningkatkan persinyalam elektrik. Konfigurasi emplasemen direncnakan menjadi empat jalur, satu jalur simpan, dan satu jalur bongkar muat serta kontruksi wesel jenis 1:12. 4. Jaya, Tri Kurnia Prima (2017) Kajian kelayakan pembangunan jalur kereta api antara Kulon Progo-Prangatritis. Metode yang digunakan Analisis potensi demand dan analisis teknik. Analisis demand diperoleh untuk rute Kulon progo - Parangtritis potensi penumpangnya adalah 4.755 penumpang/hari dan arah sebaliknya 10.471 penumpang/hari pada awal pengoperasian KA tahun 2020. Analisis teknik mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No PM 60 Tahun 2012 Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api dengan dimensi lebar jalan rel 1067 mm dengan kelas jalan II. Hasil analisis multi kriteria (AMK) prioritas pengembangan jaringan KA Rute Yogyakarta-Parangtritis dari tiga alternatif jalur diperoleh hasil untuk prioritas pertama adalah Koridor Selatan Bandara Kulon Progo Samas Parangtritis dengan kriteria panjang rute 30 km, kodisi topografi landai, kondisi rawan banjir dan geologi relatif stabil, namun rawan bencana gempa bumi, tidak melalui kawasan lindung, melewati kawasan pertanian lahan basah, pertanian kering, dan terdapat kawasan pertambangan. Rute selatan terintegrasi dengan AKDP, Angkudes dan terminal Parangtritis, kesesuaian dengan RTRW DIY 2009-2029