PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer"

Transkripsi

1

2 PD 3 PT Kereta Api Indonesia (Persero) PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN Disclaimer This ebook is for the use of anyone anywhere at no cost and with almost no restrictions whatsoever. You may copy it, give it away or re-use it under the terms of the PT Kereta Api Indonesia's License included with this ebook or online. Title: Peraturan Dinas 3 (PD3) mengenai Semboyan Author: PT Kereta Api Indonesia (Persero) Release Date: 26 Juli 2010 Language:Indonesian Published by Balai Grafika PJKA Bandung Katalog Dalam Terbitan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Peraturan Dinas 3 (PD3) mengenai Semboyan, Ditetapkan dengan Surat Keputusan Direksi PT Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor KEP.U/HK.215/VII/1/KA-2010 Tanggal 26 Juli 2010 Cetakan 1 Bandung: Penerbit BALAI GRAFIKA PJKA, 2010, ii + 56 hlm, 21 x 29,7 cm PD3 Semboyan

3 DAFTAR ISI BAB/Bagian/Paragraf Hlm. SK DIREKSI PT KERETA API (PERSERO)...i KATA PENGANTAR...iii PERUBAHAN DAN TAMBAHAN... iv DAFTAR ISI...v BAB I PENGERTIAN UMUM... I-1 BAB II BAB III BAB IV KETENTUAN UMUM... II-1 KELOMPOK SEMBOYAN... III-1 URAIAN SEMBOYAN... IV-1 Bagian Kesatu Semboyan di Jalur Kereta Api... IV-1 Paragraf 1 Semboyan Sementara... IV-1 Paragraf 2 Semboyan Tetap... IV-13 Paragraf 3 Tanda Wesel, Corong Air, Jembatan Timbang dan Batas Ruang Bebas... IV-33 Bagian Kedua Semboyan Kereta Api... IV-37 Paragraf 1 Semboyan Terlihat... IV-37 Paragraf 2 Semboyan Suara... IV-39 Bagian Ketiga Semboyan Langsir... IV-42 Bagian Keempat Semboyan Genta Penjaga dan Genta Peron... IV-45 Paragraf 1 Ketentuan Umum... IV-47 Paragraf 2 Jenis Semboyan Genta... IV-47 Paragraf 3 Ketentuan Pelaksanaan... IV-48 BAB V KETENTUAN PENUTUP... V-1 i

4 This page is intentionally left blank

5 BAB I PENGERTIAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: (1) Semboyan adalah pesan yang bermakna bagi petugas yang berkaitan dengan perjalanan kereta api sebagai: a. Perintah atau larangan yang diperagakan melalui orang atau alat berupa wujud, warna, atau bunyi, meliputi: 1) isyarat; 2) sinyal; dan 3) tanda. b. Pemberitahuan tentang kondisi jalur, pembeda, batas, dan petunjuk tertentu yang ditunjukkan melalui marka. (2) Isyarat adalah semboyan yang disampaikan oleh pengatur perjalanan kereta api atau petugas atau pihak lain dalam bentuk peragaan, bunyi, atau alat tertentu. (3) Sinyal adalah semboyan tetap yang diperagakan melalui alat berupa wujud dan/atau warna. (4) Tanda adalah semboyan berupa alat atau benda untuk memberikan petunjuk yang berada pada jalur kereta api atau melekat pada sarana. (5) Marka adalah semboyan tetap yang memberitahukan kondisi jalur, pembeda, batas, dan petunjuk tertentu. (6) Direksi Perusahaan adalah Direksi Perusahaan PT KERETA API INDONESIA (Persero). (7) Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) adalah orang yang ditugasi untuk mengatur dan melakukan segala tindakan untuk menjamin keamanan dan ketertiban berikut segala sesuatu yang berkaitan dengan perjalanan kereta api dan urusan langsir dalam batas stasiun atau beberapa stasiun dalam wilayah pengaturannya atau seinpos yang tidak termasuk lingkungan suatu stasiun. (8) Pengawas Peron (PAP) adalah pembantu PPKA dalam melaksanakan tugas mengatur perjalanan kereta api dan mengatur urusan langsir. (9) Jalur Tunggal (single track) adalah satu jalur yang digunakan untuk dua arah kereta api. (10) Jalur Ganda (double track) adalah dua jalur yang digunakan untuk tiap-tiap arah kereta api. I-1

6 (11) Jalur Tunggal Ganda (double single track) adalah dua jalur yang masingmasing dapat digunakan untuk dua arah kereta api. (12) Jalur kiri adalah jalur kereta api pada jalur ganda atau jalur tunggal ganda sebelah kiri yang dilalui kereta api apabila jalur kanan tidak dapat dilalui dan/atau keadaan tertentu jika operasi kereta api memerlukan. (13) Keamanan adalah kondisi yang bebas dari ancaman dan risiko kehilangan, kerusakan, yang berkaitan dengan aset. (14) Keselamatan adalah kondisi yang bebas dari ancaman dan risiko kecelakaan. (15) Indikasi adalah makna yang ditunjukkan oleh kedudukan atau aspek sinyal utama. (16) Kecepatan yang diizinkan adalah kecepatan/laju kereta api sesuai dengan kecepatan yang ditetapkan dalam gapeka pada jalur yang akan dilalui. (17) Berjalan hati-hati/kecepatan terbatas adalah kecepatan di bawah kecepatan yang diizinkan yang dibatasi oleh semboyan yang ditunjukkan. (18) Kereta Api (KA) adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan atau sedang bergerak di jalan rel yang berkaitan dengan perjalanan kereta api. I-2

7 BAB II KETENTUAN UMUM Pasal 2 (1) Semua petugas yang melakukan pekerjaan, berkaitan dengan keamanan dan keselamatan perjalanan KA, harus mengetahui makna dan mematuhi setiap semboyan yang dipergunakan. (2) Apabila petugas melihat dan mendengar semboyan yang lebih ringan maknanya daripada semboyan yang diharapkan, petugas yang bersangkutan harus mengambil langkah sesuai dengan semboyan yang lebih berat maknanya dan jika perlu meminta penjelasan kepada petugas yang memperlihatkan dan memperdengarkan semboyan yang dimaksud. (3) Setiap petugas berkewajiban memelihara semua peralatan semboyan yang diserahkan kepadanya dan bertanggung jawab atas inventaris peralatan semboyan dengan baik serta menyiapkannya agar setiap saat dapat dipergunakan dan yang bersangkutan berkewajiban melaporkan setiap kerusakan yang tidak dapat diperbaiki sendiri. Pasal 3 (1) Di semua tempat, pada setiap saat, peralatan semboyan harus siap pakai. (2) Semboyan "berjalan" tidak boleh diperlihatkan jika kondisi jalur KA tidak betul-betul aman untuk dapat dilalui KA dengan kecepatan yang telah ditetapkan. (3) Semboyan merupakan bagian dari aturan dasar dalam mengatur perjalanan KA. (4) Setiap unit kerja yang terkait dan bertanggung jawab dalam menjamin keamanan dan keselamatan perjalanan KA harus menyiapkan semboyan dalam kondisi siap dipergunakan. (5) Setiap petugas yang berhubungan langsung dengan perjalanan KA harus mengutamakan keamanan dan keselamatan. Dalam memberikan semboyan harus memastikan bahwa perjalanan KA yang dilayani benarbenar dijamin keselamatannya sehingga sewaktu memberikan semboyan harus mempertimbangkan keadaan terberat yang harus dilakukan. II-1

8 Pasal 4 (1) Semboyan "berjalan hati-hati" harus diperlihatkan pada bagian jalan yang tidak dapat dilalui KA dengan puncak kecepatan yang telah ditetapkan. (2) Setiap petugas yang berhubungan langsung dengan perjalanan KA harus mengutamakan keamanan dan keselamatan serta dalam memberikan semboyan harus memastikan bahwa perjalanan KA yang dilayani benarbenar dijamin keselamatannya sehingga sewaktu memberikan semboyan harus mempertimbangkan keadaan terberat yang harus dilakukan. Pasal 5 (1) Semboyan berhenti" harus diperlihatkan di tempat yang tidak boleh dilalui KA dan semboyan dimaksud tidak boleh dicabut selama bagian jalan di tempat itu belum aman kembali serta belum dapat dilalui. (2) Setiap KA harus diberhentikan di muka semboyan berhenti". Pasal 6 Apabila petugas melihat dua jenis semboyan disampaikan bersama-sama di suatu tempat, petugas yang bersangkutan harus bertindak menurut semboyan yang terberat maknanya. Pasal 7 (1) Penyampaian semboyan harus dilakukan dengan tegas dengan menggunakan peralatan semboyan atau tindakan yang telah ditentukan. (2) Setiap petugas, dalam menyampaikan semboyan, harus sesuai dengan peruntukannya karena semboyan mempunyai makna tertentu dan mutlak, tidak boleh ada penafsiran ganda. Pasal 8 (1) Kata-kata ke muka, di muka, ke belakang, dan di belakang yang dimaksudkan adalah posisi lokomotif terhadap rangkaian, bukan posisi masinis terhadap lokomotifnya. (2) Kata-kata ke muka, di muka, ke belakang, dan di belakang yang dimaksud merupakan perintah arah gerakan KA dan tidak boleh diganti dengan kata-kata lain, misalnya, ke depan, di depan, dan sebagainya. (3) Penetapan itu berlaku juga pada KA yang lokomotifnya dirangkai di tengah-tengah rangkaian. II-2

9 Pasal 9 (1) Kata "maju" dalam langsiran berarti bahwa lokomotif atau lori motor yang menggerakkan langsiran tersebut bergerak ke muka, sedangkan gerak ke arah sebaliknya disebut "mundur". (2) Pada lokomotif langsir atau pada lori motor yang diartikan "muka" adalah sebagai berikut. a. Pada lokomotif uap ialah tempat corong asap. b. Pada lokomotif listrik, lokomotif diesel, dan lori motor ialah tempat masinis yang sedang menjalankan lokomotif atau lori motor tersebut. Pasal 10 (1) Pada waktu malam hari, dan waktu kabut atau halimun, hujan lebat, dan lain-lain sehingga cuaca menjadi gelap, semboyan malam hari harus dipasang dan diperlihatkan. (2) Apabila diketahui bahwa suatu KA yang berangkat dari suatu stasiun akan tiba di stasiun pertama dalam waktu petang hari, semboyan malam hari harus dipasang pada KA tersebut sebelum berangkat, kecuali jika semboyan itu dapat dipasang saat KA dalam perjalanan. (3) Pada waktu mendekati petang hari atau dalam keadaan cuaca yang meragukan, misalnya tidak gelap dan tidak terang, semboyan harus dipasang bersama-sama dengan semboyan siang hari. (4) Kepala stasiun bertanggung jawab atas terlaksananya ketentuan tersebut pada ayat 1, 2, dan 3 pasal ini, sedangkan pejabat pemeliharaan prasarana KA harus memperhatikan hal tersebut. (5) Lentera semboyan harus dipasang dan dinyalakan mulai petang hari hingga akhir dinas dan mulai permulaan dinas hingga matahari terbit, jika antara akhir dan permulaan dinas kurang dari dua jam, semua lentera semboyan harus tetap menyala (tidak dipadamkan). Pasal 11 Peraturan Dinas ini termasuk Daftar Semboyan, Rangkaian Semboyan, dan Spesifikasi Teknis (dimensi) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. II-3

10 (1) Semboyan di Jalur Kereta Api BAB III KELOMPOK SEMBOYAN PasaI 12 a. Semboyan Sementara 1) Isyarat: 1, 2A, 2A1, 2B, 2B1, 2C, 3, dan 4A 2) Tanda: 2, 2D dan 2D1 b. Semboyan Tetap 1) Sinyal: 5, 6, 6A, 6B, 7, 7B, 9A1, 9A2, 9B1, 9B2, 9B3, 9C1, 9C2, 9C3, 9D, 9E1, 9E2, 9F, 9G 9H, dan 9J 2) Tanda: 8, 8A, 8B, 8C, 8D, 8E, 8F, 8G, 8H1, 8H2, 8J1, 8J2, 8K, 8L, 8M, 8N, dan 8P 3) Marka: 10A, 10B, 10C, 10D, 10E, 10F, 10G, 10H, dan 10J. c. Semboyan Wesel, Corong Air, Jembatan Timbang, dan Batas Ruang Bebas Tanda: 11A, 11B, 12A, 12B, 13A, 13B, 13C, 14A, 14B, 16A, 16B, 17 dan 18 (2) Semboyan Kereta Api a. Semboyan Terlihat 1) Isyarat: 30 dan 40 2) Tanda: 20, 21, dan 31 b. Semboyan Suara 1) Isyarat: 41 2) Tanda: 35, 36, 37, 38, 39, dan 39A (3) Semboyan Langsir 1) Isyarat: 46, 47, 47A, 48, 50, dan 51 2) Tanda: 45 (4) Semboyan Genta Tanda: 55 A 1, 55A 2, 55B, 55C, 55D, dan 56 III-1

11 BAB IV URAIAN SEMBOYAN Bagian Kesatu Semboyan di Jalur Kereta Api Paragraf 1 Semboyan Sementara Pasal 13 Semboyan No. 1 ISYARAT KONDISI SIAP (petugas di stasiun siap menerima kedatangan kereta api) (1) Kepastian bahwa petugas di stasiun telah siap menerima kedatangan KA ataupun KA yang sedang lewat sambil memperhatikan semua semboyan KA yang terlihat. Hal itu ditunjukkan oleh PPKA berdiri di tempat yang mudah terlihat oleh awak sarana perkeretaapian. PPKA berdiri memperlihatkan lentera bercahaya hijau yang mudah terlihat oleh awak sarana perkeretaapian. (2) Pengecualian diunjukannya isyarat kondisi siap apabila, misalnya, situasi emplasemen tidak memungkinkan, pada peralatan persinyalan hubungan blok otomatis terbuka, dan pada saat CTC dioperasikan yang ditetapkan oleh Direksi Perusahaan. Pasal 14 Semboyan No. 2 TANDA PEMBATAS KECEPATAN (kereta api berjalan dengan kecepatan tidak melebihi batas kecepatan yang ditunjukkan) (1) KA diperbolehkan melewati bagian jalur yang dilindungi dengan kecepatan tidak melebihi angka yang tertera. Hal itu ditunjukkan oleh Papan persegi hitam bertepi putih bertuliskan angka batas kecepatan berwarna putih. Seperti siang hari, tanda pembatas kecepatan memantulkan cahaya. (2) Apabila menghadapi tanda pembatas kecepatan tetap, KA diperbolehkan berjalan melewati bagian jalur yang dilindungi dengan kecepatan tidak melebihi angka yang tertera pada tanda pembatas kecepatan tetap, misalnya angka 60. Artinya, kecepatan tidak melebihi 60 km/jam. IV-1

12 (3) Ketentuan tentang pemasangan semboyan a) Semboyan 2 harus dipasang pada jarak 100 meter dari bagian yang dilindungi dan harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 600 meter. b) Apabila jarak tampak 600 meter tidak tercapai, karena lengkung jalan, pemasangan semboyan harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh masinis dengan jarak paling sedikit 700 meter dari bagian jalan yang dilindungi. c) Untuk pembatasan kecepatan yang lebih rendah dari 40 km/jam harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 900 meter. Apabila jarak tampak 900 meter tidak tercapai, karena lengkung jalan, pemasangan semboyan harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh masinis dengan jarak paling sedikit meter dari bagian jalan yang dilindungi. d) Semboyan 2 harus dipasang menurut arah KA atau diperlihatkan di sebelah kanan jalan, kecuali jika pemasangan di sebelah kiri jalan semboyan dapat terlihat lebih terang dari tempat masinis. e) Jarak sebagaimana dimaksud pada huruf a) tersebut harus ditambah dengan 25% jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih. Pasal 15 Semboyan No. 2A ISYARAT BERJALAN HATI-HATI (kereta api berjalan hati-hati dengan kecepatan tidak lebih dari 40 km/jam) (1) KA diperbolehkan melewati bagian jalan yang dilindungi dengan kecepatan terbatas, yang ditunjukkan oleh a. Petugas memperlihatkan a. Petugas memperlihatkan lentera bendera warna kuning. bercahaya kuning. b. Petugas memperlihatkan b. Seperti siang hari memantulkan papan bundar kuning cahaya. bertepi hitam. (2) Apabila seorang juru penilik jalan (JPJ) atau seorang petugas mendapati bagian jalur KA yang dianggap membahayakan perjalanan KA dan keadaan tersebut mengharuskan KA berjalan dengan kecepatan tidak melebihi 40 km/jam, seorang petugas atau JPJ tersebut harus mengambil tindakan dengan memperlihatkan bendera kuning untuk siang hari dan berlaku semboyan 2B (lentera bercahaya kuning) pada malam hari agar KA mengurangi kecepatan serta harus IV-2

13 segera melaporkan keadaan tersebut kepada atasannya untuk tindakan perbaikan. Apabila karena satu dan lain hal perbaikan belum dapat dilakukan, lokasi tersebut harus dilindungi dengan semboyan 2A dan diumumkan untuk keselamatan perjalanan KA. (3) Ketentuan tentang pemasangan semboyan a) Semboyan 2A harus dipasang atau diperlihatkan pada jarak 100 meter dari bagian jalan yang hanya boleh dilalui dengan kecepatan tidak paling tinggi 40 km/jam dan harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 600 meter. b) Apabila jarak tampak 600 meter tidak tercapai karena lengkung jalan, pemasangan semboyan harus digeser ke depan hingga dapat terlihat oleh masinis dengan jarak paling sedikit 700 meter dari bagian jalan yang dilindungi. c) Semboyan 2A harus dipasang menurut arah KA atau diperlihatkan di sebelah kanan jalan, kecuali jika pemasangan di sebelah kiri jalan semboyan dapat terlihat lebih jelas oleh masinis. d) Jarak sebagaimana dimaksud pada huruf a) tersebut harus ditambah dengan 25% jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih. Pasal 16 Semboyan No. 2A1 ISYARAT BERJALAN HATI-HATI (kereta rel listrik/lokomotif listrik berjalan hati-hati dengan kecepatan tidak lebih dari 40 km/jam) (1) Kereta rel listrik/lokomotif listrik diperbolehkan melewati bagian jaringan listrik aliran atas yang dilindungi dengan kecepatan terbatas, yang ditunjukkan oleh a. Petugas memperlihatkan bendera warna kuning. b. Petugas memperlihatkan papan bundar kuning bertepi hitam di atas papan hitam bergaris putih tegak. a. Petugas memperlihatkan lentera bercahaya kuning. b. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila seorang petugas jaringan listrik aliran atas atau petugas mendapati jaringan listrik aliran atas pada jalur KA yang dianggap membahayakan perjalanan KA dan keadaan tersebut mengharuskan KA berjalan dengan kecepatan tidak melebihi 40 km/jam, seorang IV-3

14 petugas tersebut harus mengambil tindakan dengan memperlihatkan bendera kuning untuk siang hari dan berlaku semboyan 2B1 (lentera bercahaya kuning) pada malam hari agar KA mengurangi kecepatan serta harus segera melaporkan keadaan tersebut untuk tindakan perbaikan. Apabila karena satu dan lain hal perbaikan belum dapat dilakukan, petugas jaringan listrik aliran atas melindungi lokasi tersebut dengan semboyan 2A1 dan diumumkan untuk keselamatan perjalanan KA. (3) Ketentuan tentang pemasangan semboyan a) Semboyan 2A1 harus dipasang atau diperlihatkan pada jarak 100 meter dari bagian jaringan listrik aliran atas yang hanya boleh dilalui dengan kecepatan paling tinggi 40 km/jam dan harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 300 meter. b) Apabila jarak tampak 300 meter tidak tercapai karena lengkung jalan, pemasangan semboyan harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh masinis dari tempat paling sedikit 400 meter jauhnya dari bagian jalan tersebut di atas. c) Semboyan 2A1 harus dipasang menurut arah KA atau diperlihatkan di sebelah kanan jalan, kecuali jika pemasangan di sebelah kiri jalan semboyan dapat terlihat lebih jelas oleh masinis. d) Jarak sebagaimana dimaksud pada huruf a) tersebut harus ditambah dengan 25% jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih. Pasal 17 Semboyan No. 2B ISYARAT BERJALAN HATI-HATI (kereta api berjalan hati-hati dengan kecepatan tidak lebih dari 20 km/jam) (1) KA diperbolehkan melewati bagian jalur yang dilindungi dengan kecepatan terbatas, yang ditunjukkan oleh a. Petugas memperlihatkan dua bendera warna kuning berjajar. b. Petugas memperlihatkan dua papan bundar kuning bertepi hitam bersusun. a. Petugas memperlihatkan lentera bercahaya kuning. b. seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila seorang juru penilik jalan (JPJ) atau seorang petugas mendapati bagian jalur KA yang dianggap membahayakan perjalanan KA dan keadaan tersebut mengharuskan KA berjalan dengan kecepatan tidak IV-4

15 lebih dari 20 km/jam, seorang petugas atau JPJ tersebut harus mengambil tindakan dengan memperlihatkan bendera kuning berjajar untuk siang hari dan lentera bercahaya kuning untuk malam hari agar KA mengurangi kecepatan serta harus segera melaporkan keadaan tersebut kepada atasannya untuk tindakan perbaikan. Apabila karena satu dan lain hal perbaikan belum dapat dilakukan, lokasi tersebut harus dilindungi dengan semboyan 2B dan diumumkan untuk keselamatan perjalanan KA. (3) Pemasangan semboyan 2B didahului oleh semboyan 2A mengandung maksud bahwa masinis harus mulai mengurangi kecepatan KA sejak menghadapi semboyan 2A sehingga pada saat masinis menghadapi semboyan 2B, kecepatan KA sudah paling tinggi 20 km/jam. (4) Tindakan preventif untuk keselamatan perjalanan KA dilakukan karena ada kondisi tidak normal pada prasarana dan/atau sarana yang mengganggu perjalanan KA di emplasemen atau di jalur KA. (5) Ketentuan tentang pemasangan semboyan a) Semboyan 2B harus dipasang atau diperlihatkan pada jarak 100 meter dari bagian jalan yang hanya boleh dilalui dengan kecepatan paling tinggi 20 km/jam, dan harus didahului oleh semboyan 2A yang dipasang pada jarak 300 meter dari bagian jalan yang dilindungi dengan ketentuan harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 600 meter. b) Apabila jarak tampak 600 meter tidak tercapai karena lengkung, pemasangan semboyan 2A harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh masinis dengan jarak paling sedikit 900 meter dari bagian jalan yang dilindungi. c) Semboyan 2B harus dipasang menurut arah KA atau diperlihatkan di sebelah kanan jalan, kecuali jika pemasangan di sebelah kiri jalan semboyan dapat terlihat lebih terang dari tempat masinis. d) Jarak sebagaimana dimaksud pada huruf a) tersebut harus ditambah dengan 25% jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih. IV-5

16 Pasal 18 Semboyan No. 2B1 ISYARAT BERJALAN HATI-HATI (kereta rel listrik/lokomotif listrik berjalan hati-hati dengan kecepatan tidak diperbolehkan lebih dari 20 km/jam) (1) Kereta rel listrik/lokomotif listrik diperbolehkan melewati bagian jaringan listrik aliran atas yang dilindungi dengan kecepatan terbatas, yang ditunjukkan oleh a. Petugas memperlihatkan dua bendera warna kuning berjajar. b. Petugas memperlihatkan dua papan bundar kuning bertepi hitam di atas papan hitam bergaris putih tegak. a. Petugas memperlihatkan Lentera bercahaya kuning. b. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila seorang petugas jaringan listrik aliran atas atau petugas mendapati jaringan listrik aliran atas pada jalur KA yang dianggap membahayakan perjalanan KA dan keadaan tersebut mengharuskan KA berjalan dengan kecepatan tidak melebihi 20 km/jam, seorang petugas tersebut harus mengambil tindakan dengan memperlihatkan bendera kuning berjajar untuk dan lentera bercahaya kuning untuk malam hari agar KA mengurangi kecepatan serta harus segera melaporkan keadaan tersebut untuk tindakan perbaikan. Apabila karena satu dan lain hal perbaikan belum dapat dilakukan, petugas jaringan listrik aliran atas melindungi lokasi tersebut dengan semboyan 2B1 dan diumumkan untuk keselamatan perjalanan KA. (3) Pemasangan semboyan 2B didahului oleh semboyan 2A mengandung maksud bahwa masinis harus mulai mengurangi kecepatan KA sejak menghadapi semboyan 2A sehingga pada saat masinis menghadapi semboyan 2B kecepatan KA sudah paling tinggi 20 km/jam. (4) Tindakan preventif untuk keselamatan perjalanan KA dilakukan karena ada kondisi tidak normal pada prasarana dan/atau sarana yang mengganggu perjalanan KA di emplasemen atau di jalur KA. (5) Ketentuan tentang pemasangan semboyan a) Semboyan 2B1 harus dipasang atau diperlihatkan pada jarak 100 meter dari bagian jaringan listrik aliran atas yang hanya boleh dilalui dengan kecepatan paling tinggi 20 km/jam, dan harus didahului dengan semboyan 2A1 yang dipasang pada jarak 200 IV-6

17 meter dari semboyan 2B1 dan harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 300 meter. b) Apabila jarak tampak 300 meter tidak tercapai karena lengkung, pemasangan semboyan 2A1 harus digeser ke muka sehingga jarak pandang masinis terhadap semboyan menjadi paling sedikit 600 meter dari bagian jalan tersebut. c) Semboyan 2B1 harus dipasang menurut arah KA atau diperlihatkan di sebelah kanan jalan, kecuali jika pemasangan di sebelah kiri jalan semboyan dapat terlihat lebih terang dari tempat masinis. d) Jarak sebagaimana dimaksud pada huruf a) tersebut harus ditambah dengan 50% jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih. Pasal 19 Semboyan No. 2C ISYARAT BERJALAN HATI-HATI (kereta api berjalan hati-hati dengan kecepatan tidak lebih dari 5 km/jam) (1) Kereta api/kereta rel listrik/lokomotif listrik diperbolehkan melewati bagian jalur KA dan/atau jaringan listrik aliran atas yang dilindungi dengan kecepatan tidak lebih dari 5 km/jam (secepat orang berjalan kaki), yang ditunjukkan oleh Petugas melambai-lambaikan bendera kuning atau menggerak-gerakkan papan bundar kuning ke kanan dan ke kiri. KA harus diberhentikan dengan semboyan 3, kemudian dipandu. (2) Apabila bagian jalur KA dan/atau jaringan listrik aliran atas yang dilindungi memerlukan kecepatan KA tidak lebih dari 5 km/jam (secepat orang berjalan kaki), petugas harus melambai-lambaikan bendera kuning untuk pada jarak 100 meter dari bagian jalur KA yang dilindungi sebagai semboyan 2C dan didahului oleh lentera merah (semboyan 3) pada malam hari. (3) Pemasangan semboyan 2C didahului oleh semboyan 2A dan 2B mengandung maksud bahwa masinis harus mulai mengurangi kecepatan KA sejak menghadapi semboyan 2A sehingga pada saat masinis menghadapi semboyan 2B kecepatan KA sudah paling tinggi 20 km/jam dan pada saat menghadapi semboyan 2C kecepatan tidak lebih dari 5 km/jam. IV-7

18 (4) Ketentuan tentang pemasangan semboyan a) Semboyan 2C harus diperlihatkan pada jarak 100 meter dari bagian jalan yang hanya boleh dilalui dengan kecepatan paling tinggi 5 km/jam, dan harus didahului pemasangan semboyan 2B dan 2A masing-masing dipasang atau diperlihatkan pada jarak 200 m dan 400 m dari bagian jalan tersebut dengan ketentuan bahwa semboyan 2A sebagai semboyan muka harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 600 m. b) Apabila jarak tampak 600 m tersebut tidak tercapai karena lengkung jalan, pemasangan semboyan muka 2A itu harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh masinis dari jarak paling sedikit meter dari bagian jalan yang dilindungi. c) Semboyan 2C diperlihatkan petugas dengan cara melambailambaikan bendera kuning di tempat yang telah ditentukan (100 m dari bagian jalan yang dilindungi). d) Pada malam hari semboyan 2C didahului oleh petugas yang memperlihatkan lentera merah (semboyan 3). Selanjutnya, setelah KA berhenti petugas tersebut naik ke lokomotif sebagai pemandu, kemudian masinis diperbolehkan berjalan hati-hati dengan kecepatan tidak lebih dari 5 km/jam. Setelah lokomotif sampai pada penghabisan bagian jalan yang dilindungi kereta api harus berhenti untuk member kesempatan petugas pemandu turun dari lokomotif. Selanjutnya, kereta api berjalan hati-hati dengan kecepatan tidak lebih dari 5 km/jam sampai tanda penghabisan pembatas kecepatan. e) Apabila pemasangan semboyan 2C tersebut belum diwartakan (belum didahului semboyan 2B dan 2A), semboyan 2C harus diperlihatkan pada jarak 400 m dari bagian jalan yang dilindungi dan harus dapat terlihat oleh masinins dari jarak 600 m. f) Semboyan 2C diperlihatkan petugas dengan cara melambailambaikan bendera kuning di tempat yang telah ditentukan (400 m dari bagian jalan yang dilindungi). g) Setelah kereta/gerbong yang terakhir melewati bagian jalan yang dilindungi, bendera kuning digulung dan gulungan bendera kuning diacungkan oleh petugas ke arah masinis sebagai petunjuk bahwa IV-8

19 kereta api sudah keluar dari bagian jalan yang dilindungi dan diperbolehkan berjalan dengan kecepatan yang diizinkan. h) Apabila panjang bagian jalan yang dilindungi dengan semboyan 2C lebih dari 25 meter, petugas yang memberi semboyan 2C tersebut harus mengikuti KA tersebut dan ia berjalan di samping lokomotif sebelah kanan sampai dengan Tanda Penghabisan Pembatas Kecepatan untuk bagian jalan yang dilindungi tersebut. i) Apabila petugas yang dimaksud pada butir h) ayat ini tidak dapat berjalan di samping lokomotif mengikuti KA, karena keadaan tempat tidak mengizinkan, pada penghabisan bagian jalan yang dilindungi harus ditempatkan petugas lain untuk memberi petunjuk kepada masinis bahwa kereta/gerbong KA tersebut telah melewati bagian jalan yang dilindungi. (5) Jarak tersebut di atas harus ditambah dengan 25% jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih. Pasal 20 Semboyan No. 2H TANDA PENGHABISAN PEMBATAS KECEPATAN (Kereta api mulai berjalan sesuai kecepatan yang diizinkan) (1) KA mulai diperbolehkan berjalan dengan kecepatan normal, yang ditunjukkan oleh a. Papan persegi hijau bertepi putih dengan a. Seperti siang hari huruf H berwarna putih untuk semboyan 2 papan tersebut dengan panjang rangkaian KA hingga 300 meter. memantulkan cahaya. b. Papan persegi hijau bertepi putih dengan 2 b. Seperti siang hari huruf H berwarna putih untuk semboyan 2 papan tersebut dengan panjang rangkaian KA hingga 750 meter. memantulkan cahaya. c. Papan persegi hijau bertepi putih dengan 3 c. Seperti siang hari huruf H berwarna putih untuk semboyan 2 papan tersebut dengan panjang rangkaian KA hingga 1000 meter. d. Papan bundar hijau bertepi putih dengan memantulkan cahaya. d. Seperti siang hari huruf H berwarna putih untuk semboyan papan tersebut 2A, 2B atau 2C dengan panjang rangkaian KA memantulkan IV-9

20 hingga 300 meter. e. Papan bundar hijau bertepi putih dengan 2 huruf H berwarna putih untuk semboyan 2A, 2B atau 2C dengan panjang rangkaian KA hingga 750 meter. f. Papan bundar hijau bertepi putih dengan 3 huruf H berwarna putih untuk semboyan 2A, 2B atau 2C dengan panjang rangkaian KA hingga 1000 meter. cahaya. e. Seperti siang hari papan tersebut memantulkan cahaya. f. Seperti siang hari papan tersebut memantulkan cahaya. (2) Tanda penghabisan pembatas kecepatan untuk memastikan kepada masinis bahwa tanda akhiran rangkaian KA telah melewati daerah yang dilindungi dan diperbolehkan berjalan normal kembali. (3) Ketentuan tentang pemasangan semboyan Semboyan penghabisan pembatas kecepatan 2H dipasang pada sisi kanan jalur arah jalannya KA, dan jarak pemasangan dari akhir bagian yang dilindungi dengan penghabisan pembatasan kecepatan disesuaikan dengan panjang rangkaian KA yang lewat pada petak jalan tersebut, contoh. a. Penghabisan untuk semboyan 2 dengan panjang rangkaian KA hingga 300 meter menggunakan semboyan 2H sebagaimana pada huruf a ayat (1) pasal ini. b. Penghabisan untuk semboyan 2B dengan panjang rangkaian KA hingga 750 meter menggunakan semboyan 2H sebagaimana pada huruf e ayat (1) pasal ini. Pasal 21 Semboyan No. 2H1 TANDA PENGHABISAN PEMBATAS KECEPATAN (kereta rel listrik/lokomotif listrik mulai berjalan sesuai dengan kecepatan yang diizinkan) (1) Kereta rel listrik/lokomotif listrik mulai diperbolehkan berjalan dengan kecepatan normal, yang ditunjukkan oleh Papan bundar hijau bertepi putih dengan huruf H berwarna putih di atas papan hitam bergaris putih tegak. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Sebagai tanda penghabisan pembatas kecepatan untuk memastikan kepada masinis bahwa rangkaian kereta rel listrik/lokomotif listrik IV-10

21 telah melewati daerah yang dilindungi dan diperbolehkan berjalan normal kembali. (3) Ketentuan tentang pemasangan semboyan Semboyan penghabisan pembatas kecepatan 2D1 dipasang pada sisi jalan sebelah kanan arah berjalannya kereta rel listrik/lokomotif listrik. Jarak pemasangannya, dari akhir tempat yang dilindungi dengan pembatasan kecepatan, disesuaikan dengan panjang rangkaian KA yang lewat pada petak jalan tersebut hingga 300 meter. Pasal 22 Semboyan No. 3 ISYARAT BERHENTI (kereta api harus berhenti) (1) KA tidak diperbolehkan memasuki bagian jalan yang membahayakan perjalanan KA, yang ditunjukkan oleh a. Petugas memperlihatkan a. Petugas memperlihatkan lentera bendera merah. bercahaya merah. b. Petugas atau orang lain b. Petugas atau orang lain berdiri berdiri tegak menghadap ke arah kedatangan KA sambil dengan lentera atau nyala api yang digerak-gerakkan cepat ke mengangkat kedua kanan dan ke kiri dan papan lengannya ke atas. bundar merah memantulkan cahaya. c. Papan bundar merah. c. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila menghadapi isyarat berhenti, masinis harus segera menghentikan KA-nya karena terdapat bagian jalan yang tidak boleh dilalui oleh KA disebabkan oleh adanya sarana dan prasarana perkeretaapian yang membahayakan perjalanan KA. Semboyan 3 dipasang atau diperlihatkan dengan didahului oleh semboyan 2A dan 2B karena pengaturan kecepatan dari kecepatan yang seharusnya. KA berhenti perlu dilakukan secara bertahap dari kecepatan normal menjadi kecepatan 40 km/jam (semboyan 2A) dan kemudian menjadi kecepatan 20 km/jam (semboyan 2B) dan pada saat menghadapi semboyan 3 maka KA diberhentikan dengan aman dan nyaman. (3) Ketentuan tentang pemasangan semboyan a. Semboyan 3 yang dipasang atau diperlihatkan untuk menutup bagian jalan yang tidak boleh dilalui karena rusak atau IV-11

22 membahayakan harus dipasang atau diperlihatkan pada jarak paling sedikit 500 meter dari bagian jalan tersebut dan harus dapat terlihat oleh masinis dari tempat paling sedikit 600 meter jauhnya. b. Apabila jarak tampak 600 meter tidak tercapai, karena lengkung jalan, pemasangan semboyan 3 harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh masinis dari tempat paling sedikit meter jauhnya dari bagian jalan yang tidak boleh dilalui. c. Jarak 500 meter dan jarak meter tersebut di atas berubah masing-masing menjadi 200 meter dan 800 meter jika pemasangan semboyan 3 sudah diumumkan dan sudah diketahui oleh para masinis yang bersangkutan. d. Semboyan 3 harus didahului oleh semboyan 2B dan 2A sebagai semboyan muka. Semboyan 2B dan 2A dipasang pada jarak 100 meter dan 300 meter dari semboyan 3 dengan ketentuan bahwa semboyan 2A harus dapat terlihat oleh masinis pada jarak tampak paling sedikit 300 meter jauhnya. Jarak tersebut di atas harus ditambah dengan 25%. Jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih. e. Apabila jarak tampak 300 meter itu tidak tercapai, karena lengkung jalan, pemasangan semboyan muka 2A itu harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh masinis dari tempat paling sedikit 600 meter jauhnya dari tempat semboyan 3 tersebut. Pasal 23 Semboyan No. 4A ISYARAT PERINTAH MASUK (kereta api berjalan hati-hati melewati sinyal masuk yang menunjukkan indikasi berhenti atau melewati tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda) (1) KA diperbolehkan berjalan hati-hati melewati sinyal masuk yang menunjukkan indikasi berhenti atau melewati tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda, yang ditunjukkan oleh Petugas berdiri tegak memperlihatkan papan persegi kuning bertepi hijau sambil digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah. Petugas berdiri tegak memperlihatkan papan persegi kuning bertepi hijau memantulkan cahaya sambil digerakgerakkan ke atas dan ke bawah. IV-12

23 (2) Apabila masinis menghadapi sinyal masuk yang menunjukkan indikasi berhenti atau melewati tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda, KA harus berhenti di muka sinyal yang dihadapi karena terjadi gangguan sistem persinyalan dan aspek darurat tidak dapat difungsikan; KA diperbolehkan berjalan melewati sinyal yang tetap menunjukkan indikasi berhenti dengan kecepatan tidak melebihi 30 km/jam setelah menerima isyarat perintah masuk. Paragraf 2 Semboyan Tetap Pasal 24 (1) Apabila di suatu tempat terdapat lebih dari satu jalur terletak sejajar atau bersilang, semua semboyan yang ada tetap diberlakukan selama salah satu dari jalur-jalur tersebut masih dipergunakan dalam dinas atau setelah salah satu dari jalur-jalur tersebut mulai dipergunakan untuk dinas. (2) Perjalanan KA diatur oleh peraturan yang mengikat sehingga harus tunduk terhadap seluruh peraturan yang mengatur termasuk semboyan-semboyan yang harus ditaati oleh semua petugas yang berkaitan dengan perjalanan KA. Pasal 25 Semboyan No. 5 SINYAL UTAMA (kereta api diperbolehkan berjalan ) (1) KA diperbolehkan berjalan melewati sinyal utama untuk memasuki stasiun atau memasuki petak blok sesuai dengan kecepatan yang diizinkan, yang ditunjukkan oleh a. Lengan sinyal utama menyerong. b. Lengan sinyal utama menyerong ke atas. c. Lengan sinyal utama menyerong ke atas di atas lengan yang mendatar. a. Seperti siang hari memantulkan cahaya ke arah KA dan lentera bercahaya hijau ke arah stasiun. b. Seperti siang hari memantulkan cahaya ke arah KA dan lentera bercahaya putih ke arah stasiun. c. Seperti siang hari memantulkan cahaya ke arah KA dan lentera bercahaya hijau di atas cahaya putih ke arah stasiun. IV-13

24 d. Sinyal utama 2 aspek menunjukkan cahaya hijau. e. Sinyal utama 3 aspek menunjukkan cahaya hijau. f. Sinyal utama 4 aspek menunjukkan cahaya hijau dan hijau. d. Seperti siang hari. e. Seperti siang hari. f. Seperti siang hari. (2) Apabila menghadapi sinyal utama yang menunjukkan indikasi berjalan, masinis memastikan bahwa KA diperbolehkan berjalan melewati sinyal utama yang dihadapi untuk memasuki stasiun atau petak blok sesuai dengan kecepatan yang diizinkan. Pasal 26 Semboyan No. 6 SINYAL UTAMA (kereta api berjalan hati-hati dengan kecepatan terbatas ) (1) KA diperbolehkan berjalan hati-hati melewati sinyal utama memasuki stasiun atau memasuki petak blok dengan kecepatan terbatas, yang ditunjukkan oleh a. Lengan sinyal utama terlihat tegak, kecepatan KA tidak melebihi 30 km/jam. b. Lengan sinyal utama menyerong ke atas di bawah lengan yang mendatar kecepatan KA tidak melebihi 30 km/jam. c. Sinyal utama 3 aspek menunjukkan cahaya kuning dan kecepatan KA tidak melebihi 45 km/jam. d. Sinyal utama 4 aspek menunjukkan cahaya kuning dan hijau dan kecepatan KA tidak melebihi 30 km/jam. e. Sinyal utama 4 aspek menunjukkan cahaya hijau dan kuning dan kecepatan KA tidak melebihi 45 km/jam. a. Seperti siang hari memantulkan cahaya kuning ke arah KA dan lentera bercahaya hijau ke arah stasiun. b. Seperti siang hari memantulkan cahaya merah ke arah KA dan lentera bercahaya hijau di bawah cahaya putih ke arah stasiun. c. Seperti siang hari. d. Seperti siang hari. e. Seperti siang hari. IV-14

25 (2) Apabila menghadapi sinyal utama yang menunjukkan indikasi berjalan hati-hati, masinis harus menjalankan KA-nya dengan kecepatan terbatas karena kemungkinan sinyal yang akan dihadapi berikutnya menunjukkan indikasi berhenti. Pasal 27 Semboyan No. 6A SINYAL DARURAT (kereta api berjalan hati-hati dengan kecepatan terbatas) (1) KA diperbolehkan berjalan hati-hati setelah sinyal darurat (segitiga berwarna putih atau huruf M ) menyala dengan kecepatan tidak melebihi 30 km/jam, yang ditunjukkan oleh a. Sinyal masuk 2 aspek dengan aspek merah, sinyal darurat huruf M menunjukkan cahaya putih. b. Sinyal masuk/keluar 3 aspek dengan aspek merah dan sinyal darurat menunjukkan cahaya putih c. Sinyal masuk 4 aspek dengan aspek merah dan sinyal darurat huruf M menunjukkan cahaya putih. d. Sinyal masuk pada jalur tunggal ganda dengan papan bundar merah bertepi hitam dan sinyal darurat menunjukkan cahaya putih. a. Seperti siang hari. b. Seperti siang hari. c. Seperti siang hari. d. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila di suatu stasiun, sinyal masuk/keluar tidak dapat menunjukkan indikasi berjalan atau berjalan hati-hati yang disebabkan oleh gangguan pada perangkat persinyalan, KA harus berhenti di muka sinyal masuk/keluar yang menunjukan indikasi berhenti, kemudian Ppka akan memberikan sinyal darurat setelah memastikan jalur dapat dilalui. (3) Setelah sinyal darurat pada sinyal tersebut menunjukkan indikasi berjalan hati-hati (segitiga berwarna putih atau huruf M ) menyala, KA diperbolehkan melewati sinyal masuk/keluar yang tetap menunjukkan indikasi berhenti, dengan kecepatan tidak melebihi 30 km/jam. (4) Sinyal darurat menyala paling lama 90 detik. IV-15

26 Pasal 28 Semboyan No. 6B SINYAL LANGSIR (kereta api/sarana gerak diperbolehkan langsir ) (1) Kereta api/ sarana gerak diperbolehkan langsir, yang ditunjukkan oleh a. Dua lengan pada tiang sinyal langsir menyilang. b. Sinyal langsir dua aspek putih digabung dengan sinyal utama padam. c. Sinyal langsir berdiri sendiri dua aspek putih satu padam. a. Seperti siang hari memantulkan cahaya b. Seperti siang hari. c. Seperti siang hari. (2) Apabila di suatu stasiun akan melakukan gerakan langsir, PPKA harus memastikan bahwa di stasiun yang dimaksud tidak menerima atau memberangkatkan KA yang terkait dengan jalur langsiran. Gerakan langsir dapat dilakukan sampai sinyal langsir berikutnya atau tanda batas gerakan langsir. Pasal 29 Semboyan No. 7 SINYAL UTAMA (kereta api harus berhenti ) (1) KA harus berhenti dimuka sinyal yang dihadapi, yang ditunjukkan oleh a. Papan bundar merah pada tiang sinyal. b. Lengan sinyal utama mendatar. c. Dua lengan sinyal utama mendatar. d. Sinyal utama 2 aspek menunjukkan cahaya merah. a. Seperti siang hari memantulkan cahaya merah ke arah KA dan lentera bercahaya putih ke arah stasiun. b. Seperti siang hari memantulkan cahaya merah ke arah KA dan lentera bercahaya putih ke arah stasiun. c. Seperti siang hari memantulkan cahaya merah ke arah KA dan dua lentera bersusun bercahaya putih ke arah stasiun. d. Seperti siang hari. IV-16

27 e. Sinyal utama 3 aspek menunjukkan cahaya merah. f. Sinyal utama 4 aspek menunjukkan cahaya merah. g. Sinyal utama 1 aspek jalur kiri pada jalur tunggal ganda menunjukkan cahaya merah. e. Seperti siang hari. f. Seperti siang hari. g. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila KA menghadapi sinyal utama yang menunjukkan indikasi berhenti, KA harus berhenti di muka sinyal yang dihadapi. Pasal 30 Semboyan No. 7B SINYAL LANGSIR (kereta api/sarana gerak tidak diperbolehkan langsir ) (1) Kereta api/sarana gerak tidak diperbolehkan langsir, yang ditunjukkan oleh a. Dua lengan pada tiang sinyal langsir menyatu tegak. b. Sinyal langsir padam digabung dengan sinyal utama aspek merah. c. Sinyal langsir berdiri sendiri satu aspek merah dan dua padam. a. Seperti siang hari memantulkan cahaya. b. Seperti siang hari. c. Seperti siang hari. (2) Apabila menghadapi sinyal langsir yang menunjukkan indikasi tidak boleh langsir, langsiran harus berhenti di muka sinyal yang bersangkutan karena jalur langsir belum dapat dilewati. Pasal 31 Semboyan No. 8 TANDA HATI-HATI MENDEKATI SINYAL MASUK (perintah untuk hati-hati bahwa kereta api telah mendekati sinyal masuk pada jarak kurang lebih meter) (1) Dua papan logam persegi panjang berwarna putih masing-masing bertiang dua dan berdiri tegak di tepi jalur KA di sebelah kanan arah KA keduanya berdiri berurutan pada jarak 30 meter dan menyerong sehingga mudah terlihat dan menimbulkan suara pada waktu KA lewat, yang merupakan peringatan bahwa KA akan mendekati sinyal masuk pada jarak kurang lebih meter. IV-17

28 (2) Apabila suatu daerah pada jarak kurang lebih meter sebelum sinyal masuk sering terjadi cuaca buruk (halimun) atau tidak memenuhi syarat jarak tampak atau keadaan setempat memerlukan peringatan hati-hati, perlu dipasang tanda hati-hati mendekati sinyal masuk untuk memastikan bahwa masinis akan menghadapi sinyal masuk. Pasal 32 Semboyan 8A TANDA INDIKASI SINYAL MASUK (indikasi kedudukan sinyal masuk) (1) Tanda Indikasi Sinyal Masuk sebagai petunjuk kepada Ppka yang berkaitan dengan kedudukan sinyal masuk, yang ditunjukkan oleh a. Papan persegi putih bertepi hitam dan papan persegi putih bertepi lingkaran hitam bersusun menghadap ke arah stasiun menunjukkan dua lengan sinyal masuk mendatar. b. Papan persegi putih bertepi hitam menghadap ke arah stasiun dan papan persegi putih bertepi lingkaran hitam terlihat sejajar jalur rel menunjukkan lengan sinyal masuk menyerong ke atas di bawah lengan yang mendatar. c. Papan persegi putih bertepi hitam terlihat sejajar jalur rel dan papan persegi putih bertepi lingkaran hitam menghadap stasiun menunjukkan lengan sinyal masuk menyerong ke atas di atas lengan yang mendatar. a. Seperti siang hari dan dua lentera bercahaya putih ke arah stasiun. b. Seperti siang hari dan lentera bercahaya putih di atas lentera bercahaya hijau ke arah stasiun. c. Seperti siang hari dan lentera bercahaya putih di bawah lentera bercahaya hijau ke arah stasiun. (2) Apabila sinyal masuk yang dilayani oleh PPKA tidak tampak dari tempat pelayanan, PPKA dibantu tanda indikasi sinyal masuk untuk memastikan kedudukan sinyal masuk. IV-18

29 Pasal 33 Semboyan 8B TANDA INDIKASI SINYAL KELUAR (indikasi kedudukan sinyal keluar) (1) Tanda Indikasi Sinyal Keluar sebagai petunjuk kepada Pap yang berkaitan dengan indikasi sinyal keluar, yang ditunjukkan oleh a. tanda indikasi sinyal keluar menyala putih menandakan bahwa sinyal keluar menunjukkan indikasi berjalan atau menunjukkan indikasi berjalan hati-hati. b. tanda indikasi sinyal keluar padam menandakan bahwa sinyal keluar menunjukkan indikasi berhenti. (2) Apabila sinyal keluar tidak tampak dari PAP, indikasi aspek sinyal keluar ditunjukkan oleh tanda indikasi sinyal keluar untuk membantu memastikan pengatur Pap berkaitan dengan pemberangkatan KA. Pasal 34 Semboyan No. 8C TANDA SINYAL MUKA JALUR KIRI PADA JALUR GANDA DAN JALUR TUNGGAL GANDA (kereta api pada jalur kiri berjalan melewati tanda yang dihadapi dengan kecepatan terbatas) (1) Sebagai tanda bahwa KA akan menghadapi sinyal masuk jalur kiri pada jalur tunggal ganda atau tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda, yang ditunjukkan oleh Papan bundar kuning bertepi hitam dengan marka sinyal muka dilengkapi papan persegi putih bertuliskan huruf MJ dan nomor sinyal masuk yang bersangkutan (misal MJ.10). Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) KA akan menghadapi sinyal masuk jalur kiri pada jalur tunggal ganda atau tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda yang menunjukkan indikasi berhenti yang terletak pada jalur kiri pada jalur ganda dan jalur tunggal ganda sejajar dengan sinyal muka jalur kanan. IV-19

30 Pasal 35 Semboyan No. 8D TANDA BATAS BERHENTI JALUR KIRI PADA JALUR GANDA (kereta api pada jalur kiri harus berhenti) (1) Sebagai tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda, yang ditunjukkan oleh Papan bundar merah bertepi hitam dilengkapi papan persegi putih bertuliskan huruf J dan nomor sinyal masuk yang bersangkutan (misal J.10 ). Seperti siang memantulkan cahaya. (2) Apabila masinis menghadapi tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda yang terletak pada jalur kiri sejajar dengan sinyal masuk jalur kanan, KA harus berhenti di muka tanda yang dihadapi dan KA diperbolehkan berjalan kembali dengan kecepatan terbatas setelah menerima perintah MS atau isyarat perintah masuk (semboyan 4A). Pasal 36 Semboyan No. 8E TANDA BATAS GERAKAN LANGSIR (batas berhenti gerakan langsir) (1) Gerakan langsir tidak diperbolehkan melebihi batas berhenti gerakan langsir, yang ditunjukkan oleh Papan persegi hitam dengan garis merah bersilang. Seperti siang hari tanda batas memantulkan cahaya. (2) Tanda pembatas gerakan langsir di emplasemen bahwa gerakan langsir tidak diperbolehkan melebihi tanda batas gerakan langsir untuk mengamankan rangkaian KA atau sarana gerak yang melakukan gerakan langsir. Pasal 37 Semboyan No. 8F TANDA JALUR BADUG (batas berhenti gerakan langsir pada jalur badug) Gerakan langsir menuju jalur badug tidak diperbolehkan melebihi tanda batas gerakan langsir jalur badug, yang ditunjukkan oleh IV-20

31 Papan persegi hitam dengan garis merah bersilang dilengkapi dengan papan persegi hitam bergaris menyerong putih. Seperti siang hari memantulkan cahaya. Pasal 38 Semboyan No. 8G TANDA JALUR AKHIR (batas berhenti pada jalur akhir) KA atau langsiran tidak diperbolehkan melebihi tanda jalur akhir, yang ditunjukkan oleh Papan bundar merah dilengkapi dengan papan persegi hitam bergaris menyerong putih. Seperti siang hari memantulkan cahaya. Pasal 39 Semboyan No. 8H1 TANDA AWAL JARINGAN LISTRIK ALIRAN ATAS TIDAK BERTEGANGAN (kereta rel listrik/lokomotif listrik untuk mengosongkan tenaga saat memasuki peralihan jaringan listrik aliran atas dengan tegangan berbeda) (1) Kereta rel listrik/lokomotif listrik untuk mengosongkan tenaga dan tetap berjalan meluncur saat memasuki jaringan listrik aliran atas tidak bertegangan, yang ditunjukkan oleh Papan persegi berwarna kuning bergambar daerah tak bertegangan (blank area) berwarna merah. Seperti siang memantulkan cahaya. (2) Apabila kereta rel listrik/lokomotif listrik menghadapi tanda awal Jaringan listrik aliran atas tidak bertegangan (blank area), masinis harus mengosongkan tenaga untuk menghindari kereta rel listrik/lokomotif listrik mendapat pasokan daya listrik dari dua sumber yang berbeda, yang dapat menyebabkan kerusakan pada pantograf atau kawat trolley. IV-21

32 Pasal 40 Semboyan No. 8H2 TANDA AKHIR JARINGAN LISTRIK ALIRAN ATAS TIDAK BERTEGANGAN (kereta rel listrik/lokomotif listrik berjalan normal dan diperbolehkan memasukkan tenaga) (1) Kereta rel listrik/lokomotif listrik diperbolehkan memasukkan tenaga saat memasuki jaringan listrik aliran atas bertegangan berikutnya, yang ditunjukkan oleh Papan persegi berwarna hijau bergambar daerah tak bertegangan (blank area) berwarna merah. Seperti siang hari papan itu memantulkan cahaya. (2) Apabila kereta rel listrik/lokomotif listrik menghadapi tanda akhir Jaringan listrik aliran atas tidak bertegangan (blank area), masinis mulai memasukkan tenaga. Pasal 41 Semboyan No. 8J1 TANDA AWAL PERALIHAN CATU DAYA JARINGAN LISTRIK ALIRAN ATAS (kereta rel listrik/lokomotif listrik tidak boleh berhenti saat berada pada peralihan catu daya jaringan listrik aliran atas) (1) Awal larangan berhenti kereta rel listrik/lokomotif listrik pada peralihan catu daya jaringan listrik aliran atas, yang ditunjukkan oleh Papan persegi berwarna kuning bergambar peralihan catu daya berwarna merah. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila kereta rel listrik/lokomotif listrik menghadapi tanda awal peralihan catu daya jaringan listrik aliran atas yang terdapat dua kawat trolley sejajar sepanjang 50 meter dengan suplai dari substasiun yang berbeda dan bersebelahan, pada area tersebut kereta rel listrik/lokomotif listrik tidak diperbolehkan berhenti karena dikhawatirkan adanya double supply daya pada waktu kereta rel listrik/lokomotif listrik akan berjalan kembali sehingga dapat menyebabkan kerusakan pantrograf atau kawat trolley. IV-22

33 Pasal 42 Semboyan No. 8J2 TANDA AKHIR PERALIHAN CATU DAYA JARINGAN LISTRIK ALIRAN ATAS (kereta rel listrik/lokomotif listrik berjalan normal) (1) Akhir larangan berhenti kereta rel listrik/lokomotif listrik pada peralihan catu daya jaringan listrik aliran atas, yang ditunjukkan oleh Papan persegi berwarna hijau bergambar peralihan catu daya berwarna merah. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Apabila kereta rel listrik/lokomotif listrik menghadapi tanda akhir peralihan catu daya jaringan listrik aliran atas kereta rel listrik/lokomotif listrik diperbolehkan berjalan normal kembali. Pasal 43 Semboyan No. 8K TANDA MEMPERDENGARKAN SEMBOYAN 35 (perintah untuk memperdengarkan semboyan 35) (1) Masinis harus memperdengarkan suling lokomotif, yang ditunjukkan oleh Papan persegi hitam bertuliskan S.35 Seperti siang hari putih. memantulkan cahaya. (2) Peringatan kepada masinis bahwa KA akan melewati daerah rawan kecelakaan. (3) Masinis menghadapi tanda memperdengarkan semboyan 35 sebagai perintah untuk memperdengarkan semboyan 35. Pasal 44 Semboyan No. 8L TANDA MEMINDAHKAN CHANNEL RADIO (perintah untuk memindahkan channel radio lokomotif) (1) Masinis harus memindahkan channel radio lokomotif dan melapor kepada petugas pengendali perjalanan KA (PPKT), yang ditunjukkan oleh Papan hitam bergambar peralihan channel radio lokomotif berwarna putih. Seperti siang hari memantulkan cahaya. IV-23

34 (2) Peringatan kepada masinis untuk memindahkan channel agar selalu dapat berkomunikasi dengan PPKT berikutnya. Pasal 45 Semboyan No. 8M TANDA BATAS AWAL KAWAT TROLLEY (petunjuk batas awal jaringan listrik aliran atas bertegangan) Tanda Batas Awal Kawat Trolley sebagai petunjuk bahwa KA mulai memasuki daerah jaringan listrik aliran atas bertegangan, yang ditunjukkan oleh papan persegi putih bergambar simbol listrik berwarna merah. Pasal 46 Seperti siang hari memantulkan cahaya. Semboyan No. 8N TANDA BATAS AKHIR KAWAT TROLLEY (petunjuk batas akhir kawat trolley kereta rel listrik/lokomotif listrik) Tanda Batas Akhir Kawat Trolley, sebagai petunjuk bahwa kereta rel listrik/lokomotif listrik tidak diperbolehkan berjalan melewati tanda ini karena tanda tersebut merupakan akhir dari jaringan listrik aliran atas, yang ditunjukkan oleh Papan persegi putih bergambar simbol listrik terputus berwarna merah. Pasal 47 Seperti siang hari memantulkan cahaya. Semboyan No. 8P TANDA SAKLAR PEMUTUS (peringatan untuk memperhatikan indikator saklar pemutus) (1) Tanda Saklar Pemutus (disconnecting switch) sebagai peringatan kepada masinis agar memperhatikan indikator saklar pemutus ON/OFF yang ada di jalur pemeliharaan sarana, yang ditunjukkan oleh Papan persegi kuning bergambar simbol saklar pemutus berwarna merah. Seperti siang hari memantulkan cahaya. (2) Kereta rel listrik/lokomotif listrik tidak diperbolehkan masuk jalur pemeliharaan apabila saklar pemutus pada indikator menunjukkan OFF. IV-24

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya. Penggambaran skema

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA OUTLINE : a) Terminal KA stasiun b) Sistem pengoperasian dan pengamanan perjalanan KA c) Pengenalana Rambu/Semboyan pada kereta api d) Grafik Perjalanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jenis stasiun menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2011 tentang jenis, kelas dan kegiatan di Stasiun Kereta Api.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu menyusun kereta atau gerbong

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat No.57, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Lalu Lintas Kereta Api. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 Tahun 2017 TENTANG LALU LINTAS KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 126, Pasal 129, Pasal 138, Pasal 146, Pasal 150, Pasal 156, Pasal 160, Pasal 163, Pasal 165, dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda Kajian pola operasi jalur kereta api ganda merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jalur kereta api. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan.

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan. 33 BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Diagram Blok Sistem Dalam perancangan ini menggunakan tiga buah PLC untuk mengatur seluruh sistem. PLC pertama mengatur pergerakan wesel-wesel sedangkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Kegiatan Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api dalam bab 2 Jenis dan Kegiatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Penentuan tata letak jalur kereta api harus selalu disesuaikan dengan jalur kereta api

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendorong kegiatan

Lebih terperinci

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Anggo Hapsoro Pambudy 1, Yayan Harry Yadi 2, Wahyu Susihono 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa anggocc201@yahoo.co.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Tata letak stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.422, 2015 KEMENHUB. Keselamatan. Perkeretaapian. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 24 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

Lebih terperinci

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Anggo Hapsoro Pambudy 1, Yayan Harry Yadi 2, Wahyu Susihono 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa anggocc201@yahoo.co.id

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Cicalengka merupakan stasiun yang berada pada lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebakjero, terletak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU- RAMBU, MARKA JALAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Angkutan Kereta Api Nasional Penyelenggaraan perkeretaapian telah menujukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim 1. Kondisi Eksisting Stasiun Muara Enim Stasiun Muara Enim merupakan stasiun yang berada di Kecamatan Muara Enim, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Analisis kapasitas lintas Dari hasil analisis Grafik perjalanan kereta api (Gapeka) 2015 didapatkan kesimpulan mengenai persentase jenis kereta api pada jalur Rewulu-Wojo.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

Lebih terperinci

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN NO. 003/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 44 TAHUN 2018 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PERALATAN PERSINYALAN PERKERETAAPIAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 44 TAHUN 2018 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PERALATAN PERSINYALAN PERKERETAAPIAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 44 TAHUN 2018 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PERALATAN PERSINYALAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G PENETAPAN TANDA-TANDA/PERLENGKAPAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN NASIONAL, JALAN PROPINSI YANG BERADA DALAM IBU KOTA

Lebih terperinci

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG SHORT REPORT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG KM 18 SEPUR II EMPLASEMEN LABUHANRATU LAMPUNG 16 AGUSTUS 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis-Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jalur kereta api Menurut Peraturan Menteri No.33 Tahun 2011 adalah jalur yang terdiri atas rangkain petak jalan rel yang meliputi

Lebih terperinci

Gambar Lampu kepala

Gambar Lampu kepala BAB 10 SISTEM PENERANGAN (LIGHTING SYSTEM) 10.1. Pendahuluan Penerangan yang digunakan di kendaraan diklasifikasikan berdasarkan tujuannya: untuk penerangan, untuk tanda atau informasi. Contoh, lampu depan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RAMBU LALU LINTAS JALAN DALAM WILAYAH KABUPATEN LUWU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT. 14. 05. 03. 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN ANTARA KA 140B TAWANGJAYA DENGAN LANGSIRAN GERBONG KOSONG ASAL KA 1713F

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteistik Angkutan Kereta Api Nasional Peran jaringan kereta api dalam membangun suatu bangsa telah dicatat dalam sejarah berbagai negeri di dunia. Kereta api merupakan

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

KRL 1156 MENUMBUR KRL 1154 DI ST. JUANDA KM DAOP I JAKARTA 23 SEPTEMBER 2015 LAPORAN AKHIR LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API

KRL 1156 MENUMBUR KRL 1154 DI ST. JUANDA KM DAOP I JAKARTA 23 SEPTEMBER 2015 LAPORAN AKHIR LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API DRAFT L APORAN AKHIR LAPORAN AKHIR KNKT. 15. 09. 04. 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API KRL 1156 MENUMBUR KRL 1154 DI ST. JUANDA KM 4+300 DAOP I

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kondisi Stasiun Eksisting Dalam sebuah perancangan pengembangan stasiun kereta api harus terlebih dahulu mengetahui kondisi-kondisi stasiun

Lebih terperinci

Rambu Peringatan Rambu Petunjuk. Rambu Larangan. Rambu Perintah dan Rambu Lokasi utilitas umum

Rambu Peringatan Rambu Petunjuk. Rambu Larangan. Rambu Perintah dan Rambu Lokasi utilitas umum GAMBAR RAMBU-TANDA LALU LINTAS-JALAN RAYA LENGKAP. Rambu rambu/ tanda lalu lintas-jalan raya merupakan tanda-petunjuk-peringatan dan larangan di jalan raya/ lalu lintas yang dapat kita temui setiap hari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.03.05.05.01 Jenis Kecelakaan: Anjlok Lokasi: Km 203+9/0 (Vrij-Baan) antara Stasiun

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Komite Nasional Keselamatan Transportasi

Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN AKHIR KNKT.14.12.06.02 Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API LANGSIRAN BAKALAN KA 36 ARGO PARAHYANGAN MENUMBUR BADUG JALUR 10 EMPLASEMEN ST. JAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT 10 05 04 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 620A KRL EKONOMI KM 9 + 600/700 EMPLASEMEN STASIUN MANGGARAI, JAKARTA KOMITE

Lebih terperinci

Contoh marka dan pencahayaan struktur tinggi 8-65

Contoh marka dan pencahayaan struktur tinggi 8-65 Gambar8.11-3: Marka tiang dan menara Gambar 8.11-4: Contoh marka dan pencahayaan struktur tinggi 8-65 8.11.5 Marka objek begerak (kendaraan) 8.11.5.1 Marka objek bergerak (kendaraan) yang rutin digunakan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL)

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Saka Bhayangkara Polres Bantul 2012 ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Penanganan tumburan KA 174 Kutojaya dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Transportasi Menurut Nasution (1996) transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan ini terlihat tiga

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1993 (44/1993) Tanggal : 14 JULI 1993 (JAKARTA) Sumber : LN 1993/64; TLN NO.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara yang menghubungkan antara lokasi tambang di Tanjung Enim Sumatra

Lebih terperinci

RAMBU LALU LINTAS JALAN

RAMBU LALU LINTAS JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 4 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 4 TAHUN 2013 T E N T A N G RAMBU LALU LINTAS JALAN DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPETEN BONE PEMERINTAH

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,

Lebih terperinci

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA. 03.07.05.03 Jenis Kecelakaan: Anjlok (derailed) Lokasi: Km 156 + 0/3 Emplasemen Stasiun Kadokangabus Petak jalan antara

Lebih terperinci

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal Marisa Gita Putri *), Nabilah Fairusiyyah *), Dwiyanto *), Yuddy Dharmawan **) *) Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG PERLENGKAPAN ANGKUTAN UMUM ORANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG PERLENGKAPAN ANGKUTAN UMUM ORANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG PERLENGKAPAN ANGKUTAN UMUM ORANG Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, : a. bahwa

Lebih terperinci