A Y U R I A N N A There s Something Between Us
There s Something Between Us oleh Ayu Rianna Amardhi Copyright 2012 by Ayu Rianna Proofreader Arfi Fadhilla Putri Arni Fadhilla Putri Desain Sampul Ayu Rianna Penerbit www.ayurianna.com 199 hlm; 19 cm Diterbitkan melalui : www.nulisbuku.com 2
prolog Aku menghembuskan nafas sambil menempelkan kepalaku ke kaca. Mataku bergerak liar menyusuri pemandangan di luar jendela. Gedung perkantoran yang tinggi menjulang, deretan pertokoan dengan lampu-lampu beraneka warna, gerai makanan pinggir jalan yang dikerumuni orang-orang kelaparan, papan reklame luar biasa besar di tengah persimpangan, dan jembatan Cheongdam penuh lampu yang membelah Sungai Han benar-benar menakjubkan. Seoul tidak pernah berubah. Dinamis dan penuh gemerlap. Meskipun sudah hampir empat tahun aku meninggalkan kota ini untuk menikmati gemerlap lain yang ditawarkan London, tapi, entah kenapa, Seoul tetap memiliki daya tarik tersendiri yang mengundangku untuk selalu kembali. Aku turun di sini saja, 1 Ajossi, ujarku pada pria paruh baya yang duduk di kursi pengemudi. Pria itu menatapku dengan heran dan sudah bersiap-siap akan menjawab ketika aku bicara lagi, Tolong bawa barangbarangku pulang. Dan kalau Ayah bertanya, katakan saja aku ingin jalan kaki sebentar. Nanti aku akan pulang naik taksi. Pria itu akhirnya mengangguk patuh dan menepikan mobil. Tanpa bicara lagi, aku menyambar tas tanganku lalu turun dari mobil. Aku selalu suka jalan kaki. 1 Ajossi : paman, laki-laki yang lebih tua 3
Sejak kecil, sejak aku bisa menghafal jalan dari rumah ke sekolah, aku sudah mulai menolak diantar supir. Hingga sekarang terus begitu. Meskipun sepatu hak tinggi membuat kakiku cepat pegal, tapi aku tidak pernah mengeluh. Aku tetap lebih memilih jalan kaki, ketimbang duduk manis di atas mobil mewah yang disediakan Ayahku. Hampir setengah jam aku menyusuri jalanan di Apgujeong-dong yang padat, tiba-tiba setitik air membasahi ujung hidungku. Aku menengadah memandang langit. Terlalu gelap. Tanpa bintang. Saat itulah tetes demi tetes air hujan mulai berjatuhan. Semakin dan semakin deras, sampai membentuk tirai tebal yang mengaburkan pandangan. Aku mengikuti langkah orang-orang di sekelilingku yang mulai berlarian, mencari tempat yang kering untuk berteduh, sambil mengutuki kebodohanku sendiri. Bulan Juni selalu sama dengan hujan di Seoul, kenapa aku melupakan itu? What an idiot why don t you bring your umbrella on a day like this? Tiba-tiba terdengar suara berat berbicara dalam bahasa Inggris, dengan nada seperti orang bernyanyi. Aku memutar kepala, mencari sumber suara itu. Di negara ini, sangat jarang menemukan orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa percakapan, kecuali kalau dia memang pendatang atau orang yang besar di luar negeri. Ternyata suara itu berasal dari sebelah kiriku. Seorang laki-laki muda, yang aku yakin seratus persen, pasti warga negara Korea. Tubuhnya tinggi dan tegap. Usianya mungkin di awal dua puluhan. Ia mengenakan 4
jaket merah berkerah tinggi, celana jeans biru tua berpotongan skinny, dan sneakers putih. Wajahnya separuh tersembunyi di balik topi hitam berlabel Nike, tapi aku masih bisa melihat bentuk tulang rahangnya yang sempurna, tulang pipinya yang menonjol, dan mata kecilnya yang menatapku dari balik kacamata minus berbingkai tebal. Kau bicara padaku? tanyaku, sambil mengangkat alis tinggi-tinggi. Sementara si orang asing melengkungkan bibirnya yang bulat dan kecil, membentuk senyum yang menawan. Memangnya ada siapa lagi di sini? Laki-laki itu balas bertanya dengan nada seperti orang bernyanyi, masih sambil menatapku. Oh, well! Look who s talking! What about you, stranger? Where s your umbrella? sahutku tajam, sudah siap berperang dengan orang asing yang aneh dan tidak sopan, yang tiba-tiba muncul dan mencelaku. Tapi lawan bicaraku itu malah terbahak-bahak. Aku terlalu malas membawa payung, sahutnya di sela-sela tawa. Same here, sahutku singkat. Good, give me five then! Laki-laki itu melebarkan senyumnya, sambil menyodorkan telapak tangannya di depan wajahku. Selama beberapa detik aku hanya diam menatapnya, keheranan setengah mati dengan tingkah aneh laki-laki di hadapanku itu. Tapi ia sama sekali tidak menurunkan tangannya, sampai akhirnya aku menurut dan menepuk telapak tangannya yang besar dengan tangan kananku yang sudah mulai kedinginan. 5
Orang asing itu tersenyum lebar dan menatapku selama beberapa saat, sebelum akhirnya bicara lagi, I have to go. Nice to meet you! Ia menatapku untuk yang terakhir kali, seolah ingin merekam wajahku dalam ingatannya, lalu melambaikan tangan dan menghilang di tengah hujan lebat. Meninggalkan aku yang masih bertanya-tanya sendiri. Jadi, dia adalah siapa? Laki-laki aneh yang terlalu malas membawa payung? h 6