EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi nanda.aw@p3tkebt.esdm.go.id, arfie@p3tkebt.esdm.go.id S A R I Kebutuhan tenaga listrik Indonesia setiap tahun terus meningkat, berbanding terbalik dengan ketersediaan energi fosil sebagai energi primer mayoritas pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia. Pemerintah Indonesia mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan sebagai energi alternatif dalam langkah mengantisipasi kekurangan energi primer dari energi fosil di masa depan. Berbagai kebijakan ditetapkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersebut oleh Pemerintah dalam bentuk regulasi, salah satunya adalah feed in tariff energi baru dan terbarukan. Beberapa kebijakan tersebut berbentuk regulasi telah ditetapkan di kurun waktu 2009-2013 melalui Peraturan Menteri ESDM sebagai stimulus pengembangan energi tersebut di Indonesia. Langkah untuk mengetahui tingkat efektivitas kebijakan tersebut, dilakukan dengan analisis perkembangan kapasitas terpasang dan produksi energi listrik yang dibeli PT. PLN (Persero) yang berasal dari pembangkit-pembangkit listrik menggunakan energi tersebut sebagai energi primer milik Independent Power Producer. Berdasarkan hasil analisis, secara umum kebijakan tersebut hingga akhir tahun 2013 masih belum berdampak signifikan terhadap pengembangan energi tersebut di Indonesia. Kata kunci : efektivitas, energi baru dan terbarukan, feed in tariff, kebijakan 1. LATAR BELAKANG a. Latar Belakang Kebutuhan akan tenaga listrik nasional terus meningkat hingga sebesar 9% per tahun. Hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan energi fosil sebagai energi primer pembangkitpembangkit tenaga listrik yang dimiliki PT. PLN (Persero) sebagai penyedia tenaga listrik di Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Undang- Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi mengamanatkan bahwa pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) harus terus ditingkatkan sebagai energi primer alternatif, sejalan dengan itu UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan, menyatakan bahwa pemanfaatan sumber energi primer mengutamakan sumber EBT. Pemanfaatan EBT sebagai energi primer pembangkit listrik sangat berpengaruh pada nilai keekonomian, harga beli yang menarik yang ditetapkan Pemerintah bertujuan untuk menarik investasi, baik nasional maupun asing, khususnya PT. PLN (persero), dalam rangka pemanfaatan EBT di Indonesia. Komitmen Pemerintah pada margin keuntungan yang layak bagi penyedia tenaga listrik akan menjadi stimulus pengembangan EBT di Indonesia. 4 M&E, Vol. 12, No. 1, Maret 2014
Sebagai regulator usaha ketenagalistrikan, Pemerintah mengambil inisiatif dalam rangka mengatur prosedur (teknis, tarif dan lainnya) pembelian listrik dari penyedia tenaga listrik oleh pembeli, yaitu Pemerintah melalui PT. PLN (persero). Feed in tariff (FIT) merupakan salah satu kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Kebijakan ini mengatur jual-beli tenaga listrik dari sumber EBT di Indonesia. Kebijakan Pemerintah mengenai FIT diatur melalui regulasi pemerintah yang tertuang pada Keputusan Menteri ESDM (Kepmen) dan Peraturan Menteri ESDM (Permen). Harga jual-beli tenaga listrik dari sumber EBT yang telah diatur Pemerintah antara lain: Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Biomassa, PLT Panas Bumi, PLT Mini maupun Mikrohidro dan PLT Sampah. Regulasi yang telah ditetapkan Pemerintah menunjukkan keseriusan pada pemanfaatan EBT, tetapi regulasi ini harus memiliki dampak positif pengembangan EBT di Indonesia. b. Tujuan Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui dampak implementasi kebijakan FIT yang telah dikeluarkan Pemerintah terhadap perkembangan pembangkit listrik berbasis sumber EBT di Indonesia. 2. PEMBAHASAN Secara umum, PT. PLN (Persero) mendapatkan energi listrik berasal dari (1) pembangkit listrik yang dimilikinya sendiri, (2) pembangkit yang disewa, dan (3) pembangkit yang dimiliki pihak swasta yang disebut Independent Power Producer (IPP). Energi listrik yang dibeli dari pembangkit-pembangkit IPP dapat men-supply seluruh sistem jaringan yang dimiliki PT. PLN sesuai dengan kapasitasnya (Gambar 1). Energi listrik yang dibeli dari pembangkit IPP inilah menjadi target sasaran kebijakan FIT Pemerintah dalam mengatur tata niaga energi listrik khususnya yang bersumber dari EBT, sehingga pengembangan EBT di Indonesia dapat meningkat secara signifikan dan lebih luas. Kebijakan FIT merupakan mekanisme penetapan harga tarif listrik yang diproduksi pembangkit EBT yang dimiliki IPP yang disesuaikan dengan (a) nilai investasi pembangkit yang berkorelasi dengan jenis sumber EBT dan teknologi konversi energi yang digunakan, (b) kapasitas, (c) jenis koneksi pembangkit terhadap sistem jaringan PT. PLN (Persero), dan (d) lokasi pembangkit yang berhubungan dengan penetrasi aksesibilitas energi listrik untuk masing-masing wilayah pelayanan PT. PLN (Persero). PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Pembangkit Sendiri Sewa Pembangkit Jaringan Tegangan Tinggi Jaringan Tegangan Menengah Jaringan Tegangan Rendah Konsumen Independent IPP IPP Power Producers (IPPs) Gambar 1. Struktur bisnis penyedia ketenagalistrikan Efektivitas Kebijakan FIT (Feed in Tariff) EBT ; Nanda Avianto Wicaksono, Arfie Ikhsan Firmansyah 5
Melalui mekanisme FIT, Pemerintah memberikan jaminan terhadap harga dan jangka waktu kontrak pembelian energi listrik oleh PT PLN (Persero), sehingga diharapkan dapat (a) memberikan kepastian hukum bagi investor, (b) meningkatkan daya tarik pengembangan pembangkit listrik bersumber pada EBT, dan (c) menunjang sistem kelistrikan yang telah ada, serta (d) meningkatkan aksesibilitas energi listrik di seluruh wilayah Indonesia. Pada tulisan ini, dilakukan (1) penjabaran kebijakan-kebijakan FIT yang telah diambil Pemerintah terkait FIT untuk subsektor EBT, (2) analisis perkembangan kapasitas terpasang dan produksi energi listrik yang dibeli PT PLN (Persero) yang berasal dari pembangkitpembangkit listrik berbasis pada sumber EBT yang dimiliki IPP, dan (3) analisis hubungan antara perkembangan pembangkit yang dimiliki IPP dan kebijakan FIT yang telah diambil Pemerintah sehingga didapatkan gambaran efektivitas kebijakan FIT tersebut. Kebijakan FIT berbentuk regulasi yang telah ditetapkan Pemerintah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar peraturan terkait FIT EBT Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan Mineral Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Koperasi Atau Badan Usaha Lain Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Listrik Yang Menggunakan EBT Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik Nomor 32 Tahun 2009 Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Penugasan Kepada PT PLN (Persero) Untuk Melakukan Pembelian Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Penugasan Kepada PT PLN (Persero) Untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi Dan harga Patokan Pembelian Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota 6 M&E, Vol. 12, No. 1, Maret 2014
Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2009 Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2009 ini mengatur: Mekanisme pembelian tenaga listrik dari koperasi atau badan usaha lain oleh PT PLN dapat dilakukan melalui (a) pelelangan umum, (b) penunjukan langsung atau (c) pemilihan langsung. Pada proses pembelian tersebut, PT PLN (Persero) wajib membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Untuk kapasitas pembangkit sampai dengan 10 MW, PT PLN (Persero) dapat menerbitkan harga patokan tertinggi. HPS dan harga patokan tertinggi tersebut kemudian diusulkan untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Harga beli tenaga listrik dapat disesuaikan dengan mempertimbangkan indikator ekonomi makro terkait dan berdasarkan kesepakatan antara PT PLN (Persero) dengan koperasi atau badan usaha lain. Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 ini mengatur harga pembelian tenaga listrik PT PLN (Persero) terhadap tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah dengan kapasitas sampai dengan 10 MW atau pembangkit tenaga listrik yang memiliki kelebihan tenaga listrik (excess power). Harga pembelian tenaga listrik tersebut ditentukan sebesar (a) Rp. 656/kWh x F untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan menengah dan (b) Rp. 1.004/kWh x F untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan rendah. Faktor insentif F disesuaikan dengan wilayah pada harga pembelian listrik berasal. Besaran faktor insentif F yang digunakan yaitu: - Jawa dan Bali, F = 1 - Sumatera dan Sulawesi, F = 1,2 - Kalimantan dan Nusa Tenggara, F = 1,3 - Maluku dan Papua, F = 1,5 Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2009 Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2009 ini mengatur harga patokan tertinggi pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi oleh PT PLN (Persero). Harga patokan tertinggi tersebut adalah sebesar US$ 9,70 sen/kwh dan berlaku pada jaringan tegangan tinggi. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2011 Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2011 ini menambah regulasi pada Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2009, yaitu menentukan harga patokan tertinggi pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi oleh PT PLN (Persero) sebesar 9,70 sen US$/kWh dengan membuka peluang hasil lelang yang harganya dapat melebihi harga patokan tertinggi tersebut. Sebagai solusi, pemerintah mewajibkan PT PLN untuk melakukan negosiasi terhadap pembelian tenaga listrik tersebut. Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2012 Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2012 ini berisi regulasi: 1) Harga pembelian tenaga listrik PT PLN (Persero) terhadap tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah dengan kapasitas sampai dengan 10 MW atau pembangkit tenaga listrik yang memiliki kelebihan tenaga listrik (excess power). Harga pembelian tenaga listrik tersebut ditentukan sebesar (a) Rp. 656/kWh x F untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan menengah dan (b) Rp. 1.004/kWh x F untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan rendah. Faktor insentif F disesuaikan dengan wilayah pada harga pembelian listrik berasal. Besaran faktor insentif F yang digunakan adalah: - Jawa dan Bali, F = 1 - Sumatera dan Sulawesi, F = 1,2 - Kalimantan dan Nusa Tenggara, F = 1,3 - Maluku dan Papua, F = 1,5 Efektivitas Kebijakan FIT (Feed in Tariff) EBT ; Nanda Avianto Wicaksono, Arfie Ikhsan Firmansyah 7
2) Harga pembelian tenaga listrik PT PLN (Persero) terhadap tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik berbasis pada biomassa dan biogas. Harga pembelian tenaga listrik tersebut ditentukan sebesar (a) Rp. 975/kWh x F untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan menengah dan (b) Rp. 1.325/ kwh x F untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan rendah. Faktor insentif F disesuaikan dengan wilayah pada harga pembelian listrik berasal. Besaran faktor insentif F yang digunakan adalah: - Jawa, Madura, Bali dan Sumatera, F = 1 - Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara, F = 1,2 - Maluku dan Papua, F = 1,3 3) Harga pembelian tenaga listrik PT PLN (Persero) terhadap tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik berbasis pada sampah kota menggunakan teknologi zero waste. Harga pembelian tenaga listrik tersebut ditentukan sebesar (a) Rp. 1.050/kWh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan menengah dan (b) Rp. 1.398/kWh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan rendah. 4) Harga pembelian tenaga listrik PT PLN (Persero) terhadap tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik berbasis pada sampah kota menggunakan teknologi sanitary landfill. Harga pembelian tenaga listrik tersebut ditentukan sebesar (a) Rp. 850/kWh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan menengah dan (b) Rp. 1.198/kWh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan rendah. Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012 Melalui Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012 ini, Pemerintah memberi tugas kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan pembelian tenaga listrik yang berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan harga pembelian mengikuti Tabel 2 Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2013 Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2013 ini mengatur tentang pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dari pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik. Harga patokan tertinggi pembelian tenaga listrik ini adalah sebesar US$ 25 sen/kwh. Untuk pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik yang memiliki tingkat komponen dalam negeri minimal 40% akan mendapatkan insentif sehingga harga patokan tertinggi yang digunakan adalah sebesar US$ 30 sen/kwh. Tabel 2. Harga pembelian tenaga listrik sesuai Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012 Wilayah Tegangan Tinggi Tegangan Menengah Sumatera US$ 10 sen/kwh US$ 11,5 sen/kwh Jawa, Madura, dan Bali US$ 11 sen/kwh US$ 12,5 sen/kwh Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi US$ 12 sen/kwh US$ 13,5 sen/kwh Tenggara Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo US$ 13 sen/kwh US$ 14,5 sen/kwh Nusa Tenggara US$ 15 sen/kwh US$ 16,5 sen/kwh Maluku dan Papua US$ 17 sen/kwh US$ 18,5 sen/kwh 8 M&E, Vol. 12, No. 1, Maret 2014
Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2013 Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2013 ini berisi perbaikan regulasi pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dari pembangkit listrik berbasis sampah kota yang sebelumnya diatur pada Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2012. Perubahan aturan dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Harga pembelian tenaga listrik PT PLN (Persero) terhadap tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik berbasis pada sampah kota menggunakan teknologi zero waste menjadi (a) Rp. 1.450/kWh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan menengah dan (b) Rp. 1.798/ kwh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan rendah. 2) Harga pembelian tenaga listrik PT PLN (Persero) terhadap tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik berbasis pada sampah kota menggunakan teknologi sanitary landfill menjadi (a) Rp. 1.250/kWh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan menengah dan (b) Rp. 1.598/kWh untuk tenaga listrik yang masuk pada jaringan tegangan rendah. 3. KAPASITAS TERPASANG DAN PRODUKSI ENERGI LISTRIK Efektivitas kebijakan FIT dapat diketahui melalui analisis perkembangan kapasitas terpasang dan produksi energi listrik yang dibeli PT PLN (Persero) yang berasal dari pembangkitpembangkit listrik berbasis pada sumber energi baru terbarukan yang dimiliki Independent Power Producer (IPP). Kapasitas terpasang dan produksi energi listrik tersebut diolah berdasarkan data yang diambil dari Laporan Keuangan PT. PLN (Persero) pada tahun 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013. Seluruh laporan keuangan tersebut dapat diunduh dari laman (website) PT PLN (Persero) dengan link http://www.pln.co.id. Sebagai pembanding, digunakan kapasitas terpasang dan produksi energi listrik yang berasal dari pembangkit-pembangkit listrik berbasis pada sumber EBT yang dimiliki sendiri dan disewa oleh PT PLN (Persero). Kapasitas terpasang dan produksi energi listrik tersebut diolah berdasarkan data yang diambil dari Laporan Statistik PT. PLN (Persero) pada tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012. Seluruh laporan statistik tersebut dapat juga diunduh dari laman PT PLN (Persero) dengan link http:// www.pln.co.id. Pada Tabel 3 dan Tabel 4, ditampilkan data hasil pengolah kapasitas terpasang dan produksi listrik PT. PLN (Persero), baik yang berasal dari pembangkit-pembangkit listrik milik sendiri, maupun yang dibeli dari pembangkit-pembangkit listrik milik IPP. Pada tabel-tabel tersebut, ditunjukkan bahwa sebagian besar energi listrik yang dibeli PT PLN (Persero) adalah berasal dari pembangkitpembangkit listrik milik IPP yang bersumber pada Tabel 3. Kapasitas terpasang PT. PLN dan IPP Efektivitas Kebijakan FIT (Feed in Tariff) EBT ; Nanda Avianto Wicaksono, Arfie Ikhsan Firmansyah 9
Tabel 4. Produksi energi listrik PT. PLN dan IPP energi tak terbarukan atau energi fosil seperti batubara, gas, dan BBM. Secara grafis, dominasi perkembangan kapasitas terpasang pembangkit-pembangkit listrik IPP yang berbasis sumber energi fosil dan energi listrik yang diproduksinya ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Pada Gambar 4, ditunjukkan bahwa batubara memberikan kontribusi terbesar dan stabil dalam bauran energi primer pembangkit listrik yang dimiliki IPP. Antara 2007-2013, kontribusi batubara tersebut berada pada kisaran 61,83-69,37%. Kemudian diikuti gas bumi yang memberikan kontribusi yang cukup stabil pada bauran energi primer pembangkit listrik yang dimiliki IPP, yaitu 16,24-18,36 %. Sedangkan kontribusi panas bumi dalam bauran energi primer pembangkit listrik yang dimiliki IPP mengalami penurunan, yaitu 16,17% pada tahun 2009, kemudian turun menjadi 14,21% pada tahun 2011, lalu berlanjut turun menjadi 9,46% pada tahun 2013 (Gambar 2). Sebaliknya, kontribusi tenaga air dalam bauran energi primer pembangkit listrik yang dimiliki IPP mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu 0% pada tahun 2007, kemudian naik menjadi 1,98% pada tahun 2009, lalu berlanjut naik menjadi 5,60% pada tahun 2011. Penurunan yang terjadi pada kontribusi tenaga air dalam bauran energi primer pembangkit listrik yang dimiliki IPP pada tahun 2013 disebabkan selesainya masa kontrak pembelian tenaga listrik PLTA dari IPP oleh PT PLN (Persero) pada tahun 2011 (Gambar 2). 4. PENGARUH KEBIJAKAN FIT TERHADAP PERKEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK BERBASIS EBT Pada Tabel 3 dan Tabel 4 juga ditunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2002-2013 tidak terjadi penambahan pembangkit-pembangkit listrik IPP berbasis tenaga surya, angin, biomassa, biogas, dan sampah kota yang produksi energi listrik disalurkan melalui jaringan PT PLN (Persero). Hal ini juga memperlihatkan bahwa kebijakan FIT yang dikeluarkan Pemerintah melalui Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2009 yang kemudian diperbaiki melalui Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009, lalu Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2012 adalah berjalan tidak efektif untuk mendukung usaha meningkatkan jumlah pembangkit-pembangkit listrik IPP yang berbasis tenaga surya, angin, biomassa, biogas, dan sampah kota. 10 M&E, Vol. 12, No. 1, Maret 2014
Gambar 4. Perkembangan bauran energi primer pembangkit listrik milik IPP Kapasitas Terpasang (MW) 8.000,00 7.000,00 6.000,00 5.000,00 4.000,00 3.000,00 2.000,00 1.000,00 - Diesel Batubara Gas Tenaga Air Panas Bumi Gambar 2. Perkembangan kapasitas terpasang IPP (dalam MW) Produksi Listrik (GWh) 60.000,00 50.000,00 40.000,00 30.000,00 20.000,00 10.000,00 - Diesel Batubara Gas Panas Bumi Tenaga Air Gambar 3. Perkembangan produksi listrik IPP (dalam GWh) Efektivitas Kebijakan FIT (Feed in Tariff) EBT ; Nanda Avianto Wicaksono, Arfie Ikhsan Firmansyah 11
Demikian juga halnya dengan pengembangan energi panas bumi, meskipun jumlah kapasitas terpasang PLTP yang dimiliki IPP lebih besar daripada PLTP yang dimiliki PT PLN (Persero), perkembangan jumlah kapasitas terpasang PLTP yang dimiliki IPP mengalami stagnasi dalam kurun waktu yang cukup panjang dari tahun 2008 hingga 2012 (Gambar 5). Kapasitas terpasang PLTP yang dimiliki IPP yang stagnan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan FIT yang dikeluarkan Pemerintah melalui Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2009 yang kemudian diperbaiki melalui Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2009, lalu Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2011, dan kemudian Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012 juga berjalan tidak efektif untuk mendukung usaha meningkatkan jumlah PLTP yang dikembangkan oleh IPP. Kondisi berbeda pada pengembangan pembangkit listrik berbasis tenaga air (hidro). Terjadi peningkatan kapasitas terpasang PLTA yang dimiliki IPP antara 2008-2011 seiring dengan pemberlakukan Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan FIT yang dikeluarkan Pemerintah melalui Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 telah berjalan efektif untuk mendukung usaha meningkatkan jumlah PLTA yang dikembangkan oleh IPP. 5. USULAN KEBIJAKAN FIT EBT Salah satu langkah percepatan pemanfaatan EBT di Indonesia adalah penyempurnaan kebijakan FIT EBT yang telah dikeluarkan Pemerintah, berikut beberapa usulan kebijakan FIT EBT dalam rangka penyempurnaan kebijakakan FIT EBT, yaitu : a. Panas Bumi Harga jual energi listrik dari pembangkit panas bumi yang telah ditetapkan dalam Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2009 dianggap cukup jika pencarian sumur eksplorasi tidak masuk dalam perhitungan investasi. Permasalahan utama yang dirasakan pihak swasta adalah tingginya tingkat risiko yang harus ditanggung pada fase eksplorasi, di mana biaya pengeboran satu sumur sangat mahal ($ 6 juta) dan harus melewati beberapa trial and error hingga Kapasitas Terpasang PLTP (MW) Gambar 5. Perkembangan kapasitas PLTP (dalam MW) 12 M&E, Vol. 12, No. 1, Maret 2014
Kapasitas Terpasang PLTA (MW) Gambar 6. Perkembangan kapasitas terpasang PLTA (dalam MW) ditemukan sumber panas bumi. Untuk mengatasi hal tersebut, diusulkan agar Pemerintah baik melalui BUMN maupun BLU Pemerintah untuk melaksanakan kajian lengkap suatu lapangan sehingga titik-titik pengeboran telah didapatkan saat lelang WKP dilaksanakan. Alternatif lain, pemerintah melalui Pertamina melakukan pengeboran yang menghasilkan dan melelangkan WKP tersebut. Hal ini tentu saja dapat menurunkan tingkat risiko fase eksplorasi dan pihak swasta yang berkecimpung pada bidang pembangkit listrik mengasumsikan harga jual energi listrik cukup. 2. Biomassa dan Biogas Kebijakan FIT yang ada telah cukup mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi biomassa dan biogas. Kendala yang ditemui adalah sumber energi biomassa dan biogas tersebut telah dialokasikan untuk kepentingan selain untuk sektor energi, sehingga untuk mendukung pemanfaatan energi biomassa dan biogas, Pemerintah harus aktif mencari sumber energi biomassa dan biogas baru selain potensi sumber yang telah ada. 3. Pemanfaatan Sampah Kota dengan Teknologi Zero Waste dan Sanitary Landfill Secara umum, kebijakan FIT terkait pemanfaatan sampah kota telah cukup mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi listrik yang bersumber dari sampah kota. Langkah untuk mendukung kebijakan tersebut, perlu adanya sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai pengelola sampah di daerah. 4. Photovoltaic Pada umumnya, kebijakan FIT yang ada telah mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi surya dengan teknologi photovoltaic. Untuk mendukung kebijakan tersebut, diusulkan agar Pemerintah menetapkan lokasi daerahdaerah prioritas pengembangan energi surya yang dapat dijadikan sebagai acuan pengembangan secara nasional. 5. Energi Air Kebijakan FIT yang ada telah mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi air. Efektivitas Kebijakan FIT (Feed in Tariff) EBT ; Nanda Avianto Wicaksono, Arfie Ikhsan Firmansyah 13
Untuk mengembangkan PLTA skala besar, Pemerintah Pusat perlu mengembangkannya bersama-sama dengan Pemerintah Daerah. 6. Tenaga Angin Hingga saat ini Pemerintah belum menetapkan peraturan yang secara khusus mengatur harga jual energi listrik yang bersumber dari energi angin. Untuk itu, diusulkan kepada Pemerintah untuk segera melakukan kajian sebelum menerbitkan peraturan terkait harga jual energi listrik yang bersumber dari energi angin. 6. KESIMPULAN Secara umum, kebijakan FIT Pemerintah melalui Permen ESDM yang dikeluarkan antara 2009-2012 belum efektif untuk mendukung usaha meningkatkan jumlah pembangkitpembangkit listrik IPP yang berbasis tenaga panas bumi, surya, biomassa, biogas, dan sampah kota di Indonesia. Secara empiris, penerapan Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 merupakan contoh kebijakan FIT Pemerintah yang telah berjalan efektif untuk mendukung usaha meningkatkan jumlah PLTA yang dikembangkan oleh IPP. Sedangkan untuk pengembangan dan pemanfaatan energi angin, Pemerintah diharapkan segera dapat menerbitkan kebijakan FIT. Selain kebijakan FIT, diharapkan (a) Pemerintah baik melalui BUMN maupun BLU Pemerintah untuk melaksanakan kajian lengkap hingga tahap eksplorasi sehingga dapat menurunkan tingkat resiko pengembangan panas bumi, (b) Pemerintah harus aktif mencari sumber energi biomassa dan biogas baru selain potensi sumber yang telah ada, (c) Pemerintah melalukan sinkronisasi kebijakan dan kegiatan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai pengelola sampah di daerah, dan (d) Pemerintah untuk menetapkan lokasi daerahdaerah prioritas pengembangan energi surya yang dapat dijadikan sebagai acuan pengembangan secara nasional. DAFTAR PUSTAKA PT.Perusahaan Listrik Negara (Persero), 2002 s.d 2003, dan 2005 s.d 2013, Laporan Keuangan, http://www.pln.co.id. PT.Perusahaan Listrik Negara (Persero), 2009 s.d 2013, Laporan Statistik, http:// www.pln.co.id. Mineral Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Koperasi Atau Badan Usaha Lain, http://www.esdm.go.id/ regulasi/permen.html. Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Listrik Yang Menggunakan Energi Baru Terbarukan Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik. Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Penugasan Kepada PT PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Melakukan Pembelian Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Nomor 4 Tahun 2012Tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik. Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Penugasan 14 M&E, Vol. 12, No. 1, Maret 2014
Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga PatokanPembelian Listrik Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Nomor 17 Tahun 2013Tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik. Nomor 19 Tahun 2013Tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota. Efektivitas Kebijakan FIT (Feed in Tariff) EBT ; Nanda Avianto Wicaksono, Arfie Ikhsan Firmansyah 15