BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kehidupan manusia yang mana merupakan kunci utama dalam berbagai sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Kebutuhan energi di Indonesia masih sangat bergantung pada minyak bumi. Minyak bumi yang berasal dari fosil merupakan sumber alam yang tidak dapat diperbarui. Dampak negatif dari penggunaan bahan bakar minyak bumi adalah efek rumah kaca yang dihasilkan dari asap kendaraan. Semakin meningkatnya kebutuhan energi maka dapat menjadikan berkurangnya ketersediaan sumber daya alam tersebut karena tidak terbarukan. Hal ini memicu para peneliti untuk melakukan penelitian tentang energi alternatif yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan untuk menggantikan penggunaan minyak bumi fosil. Salah satu bahan bakar alternatif yang sudah sering digunakan adalah biogasolin. Biogasolin merupakan energi alternatif terbarukan, mudah terdegradasi, dan ramah lingkungan karena berasal dari tumbuhan. Biogasolin juga mempunyai keuntungan yang lain seperti kandungan oksigennya 11-15% sehingga dapat mempercepat pembakaran mesin, senyawa hasil samping dari pembakaran hanya sedikit seperti karbon monoksida yang lebih rendah dibanding petroleum dan bebas dari kandungan sulfur serta senyawa aromatik (Kloprogge dkk, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka biogasolin mempunyai potensial untuk digunakan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Ketersediaan minyak kelapa di Indonesia melimpah khususnya di pulau Jawa. Kelapa dan minyak kelapa merupakan produk unggulan negara-negara tropis pada abad ke-19. Setelah Perang Dunia II kejayaannya mulai digantikan oleh jenis minyak nabati lainnya yang diproduksi di negara-negara Barat, seperti minyak kedelai, minyak jagung, minyak canola, minyak biji bunga matahari, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri minyak kelapa semakin tersingkir sejak gencarnya produksi minyak 1
2 sawit oleh pabrik-pabrik besar. Banyak sudah penelitian yang melaporkan manfaat luar biasa dari minyak kelapa, baik untuk kesehatan maupun kecantikan. Baik sebagai makanan suplemen dengan mengkonsumsi Virgin Coconout Oil (VCO) setiap hari, maupun sebagai minyak goreng untuk memasak sehari-hari. Minyak kelapa lebih sedikit tersedia di pasaran, pamornyapun kalah dibanding minyak sawit, apalagi dibanding minyak jagung, minyak canola ataupun minyak zaitun (olive oil). Jarang industri besar yang berminat mengembangkan produk minyak kelapa, karena minyak sawit jauh lebih murah dan menguntungkan untuk dikembangkan dalam skala industri besar. Masyarakat jika membayangkan minyak kelapa, akan teringat saat-saat 40-50 tahun yang lalu ketika minyak kelapa masih banyak dijumpai di dapur-dapur rumah tangga Indonesia. Seakan-akan minyak kelapa adalah gaya hidup jaman dahulu yang kurang bergengsi untuk dibawa ke zaman modern sekarang ini. Penelusuran lebih jauh memang memperlihatkan bahwa pendapat pro dan kontra tentang apakah minyak kelapa baik atau buruk untuk kesehatan masih cukup tajam. Penyebabnya adalah kandungan lemak jenuh pada minyak kelapa yang sangat tinggi yaitu terdapat asam lemak jenuh sebanyak 92%, asam lemak tak jenuh tunggal sekitar 6% dan asam lemak tak jenuh jamak 1,6% (Ketaren, 2008). Lemak jenuh dianggap sebagai salah satu penyebab utama meningkatnya penderita penyakit penyempitan pembuluh darah, jantung dan stroke. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa minyak kelapa sangat jarang digunakan untuk sektor makanan dalam kehidupan manusia sehingga nilai ekonominya rendah. Hal ini memicu munculnya penelitian untuk pemanfaatan minyak kelapa sebagai bahan baku biogasolin. Pohon kelapa banyak ditemukan di Indonesia khususnya di pulau Jawa sehingga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan industri minyak kelapa sebagai bahan baku biogasolin. Pemanfaatan ini dapat meningkatkan nilai ekonomi dari minyak kelapa itu sendiri dan juga menjadi solusi untuk pengembangan energi alternatif bahan bakar fosil. Hal ini juga tidak bertentangan dengan sektor makanan sehingga tidak mengurangi ketersediaan untuk kebutuhan makanan manusia.
3 Proses yang dapat menghasilkan biogasolin adalah hidrorengkah dengan suhu tinggi atau hidrorengkah menggunakan katalis. Hidrorengkah minyak kelapa dapat dilakukan melalui katalis termal yang mana dapat memisahkan rantai panjang asam lemak menjadi rantai hidrokarbon yang lebih sederhana. Proses hidrorengkah tanpa katalis dapat dilakukan pada suhu tinggi dan tekanan tinggi serta membutuhkan banyak energi. Jenis hidrorengkah lain yaitu menggunakan katalis. Katalis merupakan material yang dapat digunakan untuk mempercepat reaksi kimia tanpa mengurangi komposisi katalis secara signifikan selama proses berjalan. Katalis hanya dapat mempercepat reaksi tetapi tidak bisa mereaksikan secara termodinamik. Berdasarkan tingkatan fasa reaktan, katalis dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Penggunaan katalis homogen dalam produksi biogasolin yang sering digunakan seperti KOH, NaOH, H 2 SO 4 dan K 2 CO 3. Penggunaan katalis homogen dalam produksi biogasolin tidak berkembang karena modifikasinya sedikit yang bisa dibuat untuk kengunaannya sebagai katalis sehingga katalis homogen kurang efisien jika diaplikasikan dalam skala industri, selain itu katalis ini bersifat korosif dan sulit untuk dipisahkan dari hasil produknya. Katalis yang sering digunakan dalam hidrorengkah adalah katalis heterogen karena dalam prosesnya katalis ini lebih menguntungkan. Selain itu lebih stabil dalam temperatur tinggi, katalis heterogen juga lebih mudah dalam pemisahan dan pengambilan kembali dari produk. Kegunaan katalis heterogen sangat luas sehingga dapat menggantikan posisi katalis homogen. Pada umumnya, katalis heterogen terdiri atas material aktif dan bahan penyangga (metal supported catalyst), seperti logam aktif yang diembankan pada bentonit. Selain sebagai pengemban, bentonit juga mempunyai aktivitas katalitik yang tinggi, menyebabkan katalis tidak mudah menggumpal, mempunyai porositas yang luas, serta stabil dengan temperatur tinggi. Selain itu, keberadaan bentonit di Indonesia cukup melimpah dan relatif murah. Oleh karena itu penggunaan bentonit sebagai pengemban katalis dapat menurunkan biaya produksi. Katalis heterogen dengan adanya logam yang diembankan dapat
4 mendukung sifat katalis agar mengandung situs aktif baru dalam keadaan basa atau asam sebagai pengembannya. Pada penelitian ini digunakan bentonit sebagai bahan dasar katalis. Bentonit merupakan kristal silika alumina berpori yang terdiri dari gugus alumina dan gugus silika dimana masing-masing berbentuk tetrahedral dan berikatan dengan atom O sehingga mempunyai bentuk 3 dimensi. Bentonit merupakan material padat yang mempunyai luas permukaan yang terdiri dari pori dengan berbagai bentuk. Pori yang tinggi dan luas membuat permukaan bentonit menjadi lebih besar. Pori pada permukaan ini berfungsi sebagai agen pembawa yang dapat menangkap logam yang diembankan. Melalui proses impregnasi, diharapkan semua pori pada permukaan bentonit dapat berfungsi baik sebagai agen pembawa logam, baik di lapisan luar maupun dalam. Porositas katalis sangat berpengaruh pada aktivitas katalis. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, perlu adanya kesesuaian antara katalis dan umpan. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Farouq (2003), katalis dengan pori pada daerah mesopori dengan rasio Si/Al dan luas permukaan yang tinggi akan sangat efektif dalam reaksi pemutusan rantai karbon yang panjang dalam minyak kelapa untuk menghasilkan senyawa bahan bakar fraksi diesel bahkan hingga fraksi gasolin. Semakin tinggi rasio Si/Al maka luas permukaannya akan semakin besar dan ukuran porinya semakin kecil. Sifat lain yang penting dalam hidrorengkah adalah jumlah situs asam total. Keasaman bentonit dapat ditingkatkan dengan mengembankan logam-logam transisi. Logam yang sering diembankan pada katalis untuk meningkatkan situs aktifnya sehingga efisien dalam menjalankan fungsinya sebagai katalis yaitu logam Ni, Co, Fe, Pt, dan Pd. Logam Ni merupakan salah satu logam yang sering digunakan dalam impregnasi katalis karena logam nikel mempunyai orbital d yang belum terisi penuh dengan elektron, meningkatkan daya adsorpsi logam terhadap reaktan sehingga bersifat reaktif. Selain itu penggunaan katalis Ni memberikan keuntungan yaitu gas-gas hasil reaksi tidak teradsorpsi oleh lapisan nikel sehingga reaksi tidak terhambat (Campbell, 1998).
5 Kadar Ni sangat menentukan jumlah situs aktif yang dimiliki oleh katalis. Kadar total logam yang diembankan dalam bentonit dalam proses hidrorengkah secara umum adalah 1% (Trisunaryanti et al., 2005), karena jika logam yang diembankan terlalu sedikit atau terlalu banyak maka distribusi logam pada zeolit akan berpengaruh pada struktur katalis. Adanya perubahan struktur ini tentu saja akan mempengaruhi jumlah situs aktif katalis. Pengembanan logam Ni yang terlalu banyak memungkinkan terjadinya penggumpalan, sehingga akan terbentuk agregat begitu pula sebaliknya jika logam Ni yang diembankan terlalu sedikit maka logam Ni tidak akan mencukupi untuk menempel pada bentonit, sehingga letak antar logam Ni menjadi sangat jarang. Terbentuknya agregat dan distribusi logam yang tidak merata tentunya akan mempengaruhi jumlah situs aktif dari katalis yang terbentuk sehingga akan berpengaruh pada pori permukaan bentonit. Setelah katalis sudah siap untuk digunakan maka dilanjutkan aplikasi untuk hidrorengkah minyak kelapa yang menghasilkan produk biogasolin. Semakin banyak jumlah logam Ni dalam katalis Ni/Al 2 O 3 -bentonit akan menyebabkan penurunan keasaman, meskipun masih lebih tinggi daripada keasaman bentonit alam sebelum penambahan Ni. Dalam kasus ini, preparasi katalis Ni/Al 2 O 3 -bentonit dengan menambahkan HF dan H 2 SO 4 pada bentonit bertujuan untuk meningkatkan keasaman bentonit. Dilanjutkan pemilaran katalis menggunakan agen pemilar Al 2 O 3 untuk membuka pori-pori pada bentonit sehingga ketika melalui proses impregnasi, logam nikel dapat terembankan. Chew dan Bhatia (2009) melakukan hidrorengkah menggunakan katalis HZSM-5 dengan variasi molar Si/Al 40 menghasilkan konversi produk minyak kelapa sawit menjadi fraksi gasolin sebesar 40,9%, fraksi kerosene sebesar 15,9% dan fraksi diesel sebesar 2,5%. Imaculada (2014) melakukan hidrorengkah minyak kelapa menggunakan katalis Ni/MCM-41 menghasilkan konversi total 63,83% sedangkan menggunakan katalis Ni/NiMCM-41 menghasilkan koversi total sebanyak 60,86%. Taufiq (2015) telah melakukan transesterifikasi minyak kelapa bekas menjadi biodiesel menggunakan katalis H 2 SO 4 /bentonit dan KOH/bentonit menghasilkan
6 produk dengan kandungan metil laurat (22,98%), metil palmitat (19,42%), metil linoleat (15,32%), metil oleat (11,85%), metil miristat (9,93%), metil kaprat (6,22%), metil kaprilat (5,19%), dan metil stearat (4,10%). Berdasarkan penelitian di atas, maka penelitian yang mengarah pada pembuatan bahan bakar biogasolin dengan variasi hidrorengkah menggunakan katalis Ni/Al 2 O 3 - bentonit dan katalis H/bentonit menjadi sangat penting untuk menguji apakah hidrorengkah katalitik minyak kelapa dapat menghasilkan biogasolin. Biogasolin mempunyai sifat ramah lingkungan karena tidak banyak menghasilkan polutan seperti SO x, NO x, Pb, jelaga dan lain-lain. I.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Sintesis katalis Ni/Al 2 O 3 -bentonit serta analisis karakterisasinya meliputi basal spacing, luas permukaan spesifik, rerata jejari pori, volume total pori dan keasaman. 2. Mempelajari aktivitas dan selektivitas katalis H/bentonit dan Ni/Al 2 O 3 -bentonit terhadap fraksi gasoline dalam reaksi hidrorengkah minyak kelapa. I.3 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang karakteristik H/bentonit dan Ni/Al 2 O 3 -bentonit yang telah disintesis meliputi keasaman, kristalinitas, kuantitas logam teremban, luas permukaan, rerata jejari pori, volume pori serta Gambaran struktur katalis. 2. Memberikan informasi tentang aktivitas dan selektivitas katalis H/bentonit dan Ni/Al 2 O 3 -bentonit terhadap fraksi gasolin dalam reaksi hidrorengkah minyak kelapa.