di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

TINGKAT PELAYANAN PERSIMPANGAN BERSIGNAL JALAN SAM RATULANGI JALAN BABE PALAR MANADO. James A. Timboeleng ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA PADA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL LOJI WETAN KOTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

EVALUASI KINERJA JALAN DAN PENATAAN ARUS LALU LINTAS PADA AKSES DERMAGA FERRY PENYEBERANGAN SIANTAN

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

Analisa Panjang Antrian Dengan Tundaan pada persimpangan Bersignal Jl. Raden saleh dengan Jl.Balai kota Medan (STUDI KASUS) SURYO UTOMO

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA)

DAFTAR ISTILAH. 1. Simpang Bersinyal KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL DENGAN BUNDARAN (Studi Kasus Simpang Gladak Surakarta)

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dimulainya penelitian terlebih dahulu dibuat tahapan-tahapan dalam

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN

EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL GONDANG KOTA SURAKARTA

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997).

STUDI WAKTU TUNDAAN AWAL DAN ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN JALAN CIPAGANTI - EYCKMAN BANDUNG

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Persimpangan merupakan tempat rawan terjadinya kemacetan, karena terjadinya konflik antara kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki (Hobbs F.D., 1995). Menurut Khisty, C. Jotin dan Lall B. Kent (2005), persimpangan jalan didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu lintas di dalamnya. 2.2. Jenis Simpang Menurut Wibawa dan Angdika (2003), simpang dapat dibedakan antara lain berdasarkan : 2.2.1. Tipe persimpangan 1. Persimpangan sebidang Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan yang masuk ke persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk ke jalur yang berlawanan dengan lalu lintas lainnya, seperti persimpangan pada jalanjalan di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. 20

2. Persimpangan tak sebidang Persimpangan tak sebidang adalah persimpangan dimana jalan raya yang menuju ke persimpangan ditempatkan pada ketinggian yang berbeda. 2.2.2. Jenis pengendaliannya 1. Persimpangan dengan alur (channelized intersection) Persimpangan ini dikendalikan dengan menggunakan pulau jalan yang mengarahkan arus lalu lintas pada jalur tertentu, sehingga konflik yang akan terjadi dapat dikurangi. Gambar 2.1. Persimpangan Dengan Alur 2. Persimpangan tak bersinyal Jenis persimpangan ini mengalirkan arus lalu lintas dari kaki persimpangan apa adanya tanpa pengaturan. Biasanya persimpangan jenis ini terdapat pada jalanjalan komplek perumahan atau pada jalan lokal di dalam kota. 21

3. Persimpangan bersinyal Persimpangan ini dikendalikan dengan menggunakan lampu pengatur lalu lintas (traffic signals / traffic light). 2.3. Sinyal Lalu Lintas (Traffic Signal) Lampu lalu-lintas merupakan alat pengatur lalu lintas yang mempunyai fungsi utama sebagai pengatur hak berjalan pergerakan lalu lintas (termasuk pejalan kaki) secara bergantian di pertemuan jalan. Tujuan diterapkannya pengaturan dengan lampu lalu lintas adalah sebagai berikut (Malkamah S, 1996). 1. menciptakan pergerakan dan hak berjalan secara bergantian dan teratur sehingga meningkatkan daya dukung pertemuan jalan dalam melayani arus lalu lintas, 2. hirarki rute dilaksanakan : rute utama diusahakan untuk mengalami kelambatan (delay) minimal, 3. pengaturan prioritas (misalnya untuk angkutan umum) dapat dilaksanakan, 4. menciptakan gap pada arus lalu lintas yang padat untuk memberi hak berjalan arus lalu lintas lain (seperti sepeda, pejalan kaki) memasuki persimpangan dan menciptakan iring-iringan (platoon) pada arus lalu lintas yang padat, 5. mengurangi terjadinya kecelakaan dan kelambatan lalu lintas, 6. memberikan mekanisme pengaturan lalu lintas yang lebih efektif dan murah dibandingkan pengaturan manual, 7. mengurangi tenaga polisi dan menghindarkan polisi dari polusi udara, kebisingan, dan resiko kecelakaan, 22

8. memberikan rasa percaya kepada pengemudi bahwa hak berjalannya terjamin dan menumbuhkan sikap disiplin. Menurut O Flaherty (1997), terdapat keuntungan dan kerugian dari penggunaan lampu pengatur lalu lintas / traffic light antara lain sebagai berikut. 1. Keuntungan dari penggunaan lampu pengatur lalu lintas adalah. a. dapat diterima oleh masyarakat, asalkan dapat membuat pergerakan yang teratur untuk kendaraan dan pejalan kaki pada daerah persimpangan, b. dapat mengurangi frekuensi kecelakaan antara kendaraan dengan pejalan kaki, kendaraan dengan kendaraan, c. dapat meningkatkan kapasitas penanganan lalu lintas yang padat dibandingkan dengan persimpangan tanpa lampu pengatur lalu lintas, d. dapat diprogram untuk meningkatkan perlakuan terhadap pejalan kaki yang akan lewat di persimpangan, sehingga pejalan kaki dapat menjadi nyaman, e. dapat diprogram untuk memberikan prioritas pada kendaraan di kaki persimpangan yang lebih padat, f. biaya modal dan lahan yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan dengan bundaran pada kondisi yang sama. 2. Kerugian dari penggunaan lampu pengatur lalu lintas adalah : a. seringkali dapat menimbulkan kecelakaan di bagian belakang antrian kendaraan, b. dapat meningkatkan tundaan dan biaya operasional untuk kendaraan terutama pada kondisi yang tidak padat di luar jam puncak, 23

c. instalasi lampu pengatur lalu lintas memerlukan perawatan secara berkala, sehingga diperlukan biaya untuk perawatannya, d. kerusakan lampu pengatur lalu lintas meskipun jarang terjadi tetapi dapat membuat persimpangan menjadi tidak teratur, terutama pada jam puncak. 2.3.1. Karakteristik sinyal lalu lintas Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah), ditetapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan saling konflik. Sinyal juga dapat digunakan untuk memisahkan gerakan konflik kedua yaitu gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997). 2.3.2. Parameter pengaturan sinyal Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), beberapa istilah dan definisi yang merupakan parameter pengaturan sinyal antara lain. 1. Waktu Siklus Waktu siklus merupakan waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal. 2. Waktu Hijau Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat (det). 3. Rasio Hijau Rasio hijau adalah perbandingan antara waktu hijau dan waktu siklus dalam suatu pendekat. 24

2.4. Kapasitas Simpang Kapasitas simpang adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati simpang tersebut dalam periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kapasitas persimpangan adalah sebagai berikut (Hobbs F.D, 1995). 1. jumlah lajur yang cukup disediakan untuk mencegah agar volume yang tinggi tidak akan mengurangi kecepatan sampai di bawah optimum pada kondisi rencana dan aliran yang besar harus dipisahkan, 2. kapasitas yang tinggi membutuhkan keseragaman kecepatan kendaraan dan perbedaan relatif kecil pada tempat masuk dan keluar, 3. gerakan belok yang banyak membutuhkan keistimewaan-keistimewaan seperti jalan tambahan yang terpisah, 4. jarak yang cukup berbagai tipe kendaraan yang digunakan untuk menghindari pelanggaran batas terhadap jalur di sampingnya dan tepi lapis perkerasan harus bebas dari rintangan, 5. kelandaian yang sesuai untuk berbagai tipe jalan dan jumlah kendaraan yang ada atau ketentuan khusus harus dibuat untuk tingkat-tingkat tertentu. 2.5. Manajemen Lalu lintas Menurut Malkamah, S, 1994, manajemen lalu lintas adalah suatu proses pengaturan dan penggunaan jalan yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu kepentingan tertentu tanpa penambahan atau pembuatan infrastruktur baru. 25

Jalan dapat berfungsi secara maksimal serta untuk mengurangi masalah yang terus bertambah, maka dibutuhkan teknik lalu lintas. Menurut Wells, 1993 (dalam Rosarianto A, 2001), teknik lalu lintas merupakan disiplin yang relatif baru dalam bidang teknik sipil yang meliputi perencanaan lalu lintas dan rancangan jalan, pengembangan jalan, fasilitas parkir, pengendalian lalu lintas agar aman dan nyaman serta murah bagi gerak pejalan maupun kendaraan. 2.5.1. Arus dan komposisi lalu lintas Nilai arus lalu lintas (Q) adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Q/jam) atau smp/jam (Q/jam) atau LHRT (Lalu-lintas Rata-rata Tahunan). Nilai arus lalu lintas mencerminkan komposisi (unsur) lalu lintas dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp) (MKJI, 1997). Komposisi lalu-lintas adalah kendaraan atau pejalan kaki yang menjadi bagian dari lalu lintas, sedangkan kendaraan adalah unsur lalu lintas yang beroda (MKJI, 1997). Semua arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan yang dikategorikan sebagai berikut (MKJI, 1997). 1. kendaraan ringan (LV = Light Vehicle) yaitu kendaraan bermotor ber as dua dengan roda empat dan dengan jarak as 2 sampai 3 meter, Contoh : mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick up dan truk kecil. 26

2. kendaraan berat (HV = Heavy Vehicle), yaitu kendaraan bermotor beroda lebih dari empat dengan jarak as 3,5 sampai 5 meter, Contoh : bus, truk dua as, truk tiga as dan truk kombinasi atau trailer. 3. sepeda motor (MC = Motor Cycle), yaitu kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda, Contoh : sepeda motor dan kendaraan roda tiga bermotor. 4. kendaraan tidak bermotor (UM = Unmotorized), yaitu kendaraan beroda yang digerakkan oleh manusia atau hewan. Dalam MKJI 1997 kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai unsur lalu-lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping. Contoh : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong. 2.5.2. Kondisi dan karakteristik lalu lintas Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), beberapa istilah dan definisi yang termasuk dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi dan karakteristik lalu lintas adalah sebagai berikut. 1. Satuan mobil penumpang (smp) Satuan mobil penumpang adalah satuan arus lalu lintas dari berbagai tipe kendaraan yang diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk kendaraan penumpang) dengan menggunakan faktor emp. 2. Arus lalu lintas Arus lalu lintas (Q) didefinisikan sebagai jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik tak terganggu di hulu pendekat per satuan waktu (sebagai contoh: kebutuhan lalu lintas kend./jam ; smp/jam). 27

3. Arus jenuh Arus jenuh (S) didefinisikan sebagai besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau). 4. Derajat kejenuhan Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan akan menunjukkan segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak. 5. Kapasitas Kapasitas (C) didefinisikan sebagai arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan (sebagai contoh, untuk bagian pendekat j: C j = S j g j / c ; kend./jam, smp/jam). 6. Rasio kendaraan terhenti Rasio kendaraan terhenti adalah rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati simpang atau rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian sinyal. 7. Panjang antrian Panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat. 8. Tundaan Tundaan memiliki pengertian bahwa waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. 28

Ada 2 macam tundaan yaitu sebagai berikut. a. tundaan lalu lintas memiliki pengertian bahwa waktu menunggu yang disebabkan interaksi lalu lintas dengan pergerakan lalu lintas yang bertentangan, b. tundaan geometri memiliki pengertian bahwa disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang berbelok di simpang dan/atau yang berhenti karena lampu merah. 2.5.3. Kondisi dan karakteristik geometrik Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), beberapa istilah dan definisi yang termasuk dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi dan karakteristik geometrik adalah sebagai berikut. 1. Pendekat Pendekat adalah daerah dari suatu lengan persimpangan jalan untuk kendaaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti. (Bila gerakan lalu lintas ke kiri atau ke kanan dipisahkan dengan pulau lalu lintas, sebuah lengan persimpangan jalan dapat mempunyai dua pendekat). 2. Lebar pendekat (W A ) Lebar pendekat didefinisikan sebagai lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur di bagian tersempit di sebelah hulu (m). 3. Lebar masuk (W MASUK ) Lebar masuk didefinisikan sebagai lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur pada garis henti (m). 29

4. Lebar keluar (W KELUAR ) Lebar keluar didefinisikan sebagai lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan oleh lalu lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan (m). 5. Lebar efektif Lebar efektif didefinisikan sebagai lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan dalam perhitungan kapasitas (yaitu dengan pertimbangan terhadap W A, W MASUK dan W KELUAR dan gerakan lalu lintas membelok). 2.5.4. Volume lalu lintas Sebagai pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan volume. Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang lebih lebar, sehingga tercipta kenyamanan dan keamanan. Sebaliknya jalan yang terlalu lebar untuk volume lalu lintas yang rendah cenderung membahayakan, karena pengemudi cenderung mengemudikan kendarannya pada kecepatan yang lebih tinggi sedangkan kondisi jalan belum tentu memungkinkan (Sukirman S, 1994). 2.5.5. Kemacetan Menurut Hobbs, F.D (1995), kemacetan disebabkan oleh tuntutan arus kedatangan kendaraan pada suatu sistem yang membutuhkan pelayanan yang mempunyai keterbatasan mengenai ketersediaan dan disebabkan oleh ketidak beraturan pada tuntutan maupun sistem pelayanannya. Hal ini merupakan sistem antrian dan lalu lintas dapat disebut sebagai antrian bila pengemudi yang 30

mengikuti kendaraan harus cepat-cepat bereaksi terhadap pengurangan kecepatan oleh kendaraan yang berada di depannya. 2.6. Kondisi Lingkungan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), beberapa istilah dan definisi yang merupakan faktor-faktor kondisi lingkungan antara lain. 1. Komersial (COM) Didefinisikan sebagai tata guna lahan komersial (misalnya: toko, restoran, kantor) dengan jalan masuk bagi pejalan kaki dan kendaraan. 2. Permukiman (RES) Didefinisikan sebagai tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan. 3. Akses terbatas (RA) Didefinisikan sebagai jalan masuk langsung terbatas atau tidak ada sama sekali (sebagai contoh: karena adanya hambatan fisik, jalan samping dsb). 4. Ukuran kota (CS) Adalah jumlah penduduk dalam suatu daerah perkotaan. 5. Hambatan samping (SF) Merupakan interaksi antara arus lalu-lintas dan kegiatan di samping jalan yang menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di dalam pendekat. 31

2.7. Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2000), kinerja mengandung definisi: (1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja. 2.8. Kinerja Persimpangan Menurut Tamin, O (2000), kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari tundaan dan kapasitas sisa persimpangan tersebut. 1. Tundaan Tundaan di persimpangan adalah total waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu persimpangan. Hambatan tersebut muncul jika kendaraaan terhenti karena terjadi antrian di persimpangan sampai kendaraan itu keluar dari persimpangan karena adanya pengaruh kapasitas persimpangan yang sudah tidak memadai. Nilai tundaan mempengaruhi nilai waktu tempuh kendaraan. Semakin tinggi nilai tundaan, semakin tinggi pula waktu tempuhnya. Dalam masalah ini, nilai tundaaan digunakan untuk menetukan penanganan permasalahan lalu lintas, yang dapat berupa penambahan jumlah lajur dalam lengan, atau persimpangan tidak sebidang. Tundaan yang digunakan adalah tundaan pada saat mendekati persimpangan 2. Kapasitas sisa persimpangan Untuk penanganan persimpangan, kinerja lalu lintas langsung dievaluasi dengan menggunakan kriteria dasar yang tersedia dalam menentukan jenis penanganan persimpangan yang diperlukan. 32