PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

3. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

3. METODE PENELITIAN

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

3. METODE PENELITIAN

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

3. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier, 1817) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

Gambar 1. Diagram TS

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

3. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. mudah diperoleh di pasaran (Yulisma dkk., 2012). Klasifikasi Ikan Kembung menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

Transkripsi:

PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA DONNY FANDRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda. adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Donny Fandri C24080094

RINGKASAN Donny Fandri. C24080094. Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Kiagus Abdul Aziz. Ikan kembung lelaki merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Ikan kembung lelaki di Selat Sunda sebagian besar didaratkan di Provinsi Banten salah satunya Kabupaten Pandeglang, yaitu di PPI Labuan dan tujuh TPI lainnya. Hasil tangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda mengalami penurunan dari tahun 2001-2009 sehingga dikuatirkan ikan kembung lelaki di perairan tersebut telah mengalami eksploitasi berlebih. Tujuan penelitian ini menduga pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki di Selat Sunda yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki agar tetap lestari. Ikan contoh diperoleh dari nelayan yang menangkap ikan kembung lelaki di Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan, Kabupaten Pandeglang, provinsi Banten. Ikan contoh yang diambil berkisar 50-100 ekor tiap bulannya. Pengambilan contoh dilakukan saat bulan gelap. Ikan contoh dibawa ke Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk pengukuran panjang dan bobot serta analisis tingkat kematangan gonad. Pola hubungan panjang dan bobot ikan kembung lelaki jantan dan betina tidak berbeda nyata (p > 0,05), oleh karena itu dalam analisis hubungan panjang dan bobot tidak dibedakan antara ikan jantan dan ikan betina. Nilai b yang diperoleh dari analisis hubungan panjang dan bobot yaitu 3,026 yang menggambarkan tingkat kegemukan ikan kembung lelaki di perairan tersebut. Hasil pemisahan umur menggunakan metode NORMSEP menunjukan terdapat satu hingga tiga kelompok umur tiap bulannya. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan diperoleh K = 0,19/bulan, L = 297 mm dan t o = -0,33 bulan sedangkan ikan kembung lelaki betina K = 0,42/bulan, L = 243 mm dan t o = -0,66 bulan. Hal ini menunjukan bahwa ikan kembung lelaki betina lebih cepat mencapai panjang maksimum dibandingkan ikan kembung lelaki jantan. Dugaan panjang pertama kali ikan kembung lelaki matang gonad adalah 208 mm. Kelestarian sumber daya ikan kembung lelaki di Selat Sunda dapat dijaga dengan melakukan penangkapan yang difokuskan hanya kepada ikan-ikan yang lebih besar dari 208 mm. Cara tersebut dapat ditempuh melalui peraturan ukuran mata jaring alat tangkap sehingga ikan yang tertangkap merupakan ikan yang telah mendapat kesempatan untuk memijah minimal satu kali. Ikan ini diduga memijah sebanyak tiga kali yaitu Mei, Juli dan September sehingga pada bulanbulan tersebut, kawasan pemijahan dan peremajaan hendaknya dijaga agar memberikan kesempatan bagi ikan-ikan tersebut untuk berkembang biak.

PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA DONNY FANDRI C24080094 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian Nama NIM Program Studi : Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda. : Donny Fandri : C24080094 : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing 1 Pembimbing 2 Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA NIP. 19570928 1981003 1 006 Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc. NIP. 130349009 Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 199103 1 002 Tanggal lulus : 14 Mei 2012

PRAKATA Puji dan Syukur kepada Sang Juruselamat, Yesus Kristus karena berkat dan anugrah-nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada April 2011 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimaksih kepada Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku dosen pembimbing pertama dan Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua serta Ir. Agus Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan S1 yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Juli 2012 Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus karena Anugrah-Nya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, diantaranya: 1) Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc. masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan dan masukan hingga menyelesaikan skripsi ini. 2) Dr. Ir. Etty Riani H., MS. sebagai dosen penguji tamu yang selalu memberi motivasi kepada penulis dan juga telah memberi saran dan perbaikan pada skripsi ini. 3) Ir. Agus Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan Program S1 atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 4) Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi semangat dan nasehat 5) Seluruh dosen MSP yang telah memberikan ilmu dan pengalaman serta saran selama perkuliahan. 6) Staf Tata Usaha MSP yang saya hormati terutama Ibu Widar, Ibu Maria dan Ibu Zaenab atas arahannya. 7) Keluarga tercinta, Ayah Anudin, Ibu Lidya, Om Bambang, Tante Ester, Andre, Lisbet, Seren, Rosi, Yehezkielsi yang selalu memberikan kasih sayang. 8) Pemerintah Kabupaten Bengkayang yang telah mendukung pembiayaan selama studi. 9) Keluarga Bapak Agus Supratman yang telah mendukung dan memberi semangat selama studi. 10) Putu Cinthia Delis beserta seluruh teman MSP 45 atas motivasi dan bantuannya. 11) Seluruh tim penelitian Labuan: Dila, Centil, Ayu, Jawir, Ami, Pinky, Keloy, Ria, Jaun, Eel, Nimas, Cia, Hilda, Nisa, Rena dan Tilana.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkayang, Kalimantan Barat pada tanggal 18 Juli 1988 dari pasangan Bapak Anudin dan Ibu Lidya. Penulis merupakan putera pertama dari lima bersaudara. Pendidikan formal penulis ditempuh di SD Negeri 1 Ketiat, Bengkayang, Kalimantan Barat (2001), SMP Negeri 1 Bengkayang, Kalimantan Barat (2004) dan SMA Negeri 1 Bengkayang, Kalimantan Barat (2007). Selama studi di SMA penulis mendapat kesempatan untuk mewakili sekolah dalam ajang Olimpiade Matematika hingga tingkat provinsi (periode 2004 dan 2005). Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan Palang Merah Remaja (2004-2007). Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan masuk Program Prauniversitas selama 1 tahun. Selanjutnya penulis mengikuti program Tahap Persiapan Bersama (2008) dan diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (2009). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB di bidang Komisi Pelayanan Khusus dan dipercaya sebagai kepala divisi bidang responsi matematika, fisika, kimia dan kalkulus (2010/2011). Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (2011/2012) dan dipercayakan sebagai ketua acara Festival Air 2011. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten Metode Statistik (2010-2012), Dinamika Populasi (2011/2012), Ekotoksikologi Lingkungan (2011/2012), Dasar-Dasar Pengkajian Stok Ikan (2011/2012) dan Ekotoksikologi Perairan (2011/2012). Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan... 3 1.4. Manfaat... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1. Ikan Kembung Lelaki... 5 2.1.1. Identifikasi dan morfologi... 5 2.1.2. Sebaran dan musim penangkapan... 6 2.1.3. Alat tangkap... 7 2.2. Pertumbuhan... 8 2.2.1. Hubungan panjang bobot... 8 2.2.2. Parameter pertumbuhan... 8 2.3. Tingkat Kematangan Gonad... 8 2.4. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan... 9 3. METODE PENELITIAN... 10 3.1. Waktu dan Tempat... 10 3.2. Pengumpulan Data... 10 3.3. Analisis Data... 12 3.3.1. Hubungan panjang dan bobot... 12 3.3.2. Identifikasi kelompok ukuran dan parameter pertumbuhan 13 3.3.3. Parameter pertumbuhan... 14 3.3.4. Tingkat kematangan gonad... 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 17 4.1. Hasil... 17 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda... 17 4.1.2. Hubungan panjang bobot... 17 4.1.3. Parameter pertumbuhan... 18 4.1.4. Tingkat kematangan gonad... 22 4.2. Pembahasan... 24 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 29 5.1. Kesimpulan... 29 5.2. Saran... 29 DAFTAR PUSTAKA... 30 LAMPIRAN... 33 x xi xii ix

DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki tahun 2000-2009 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Banten.... 2 2. Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi... 12 3. Parameter pertumbuhan L, K dan t o ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011... 21 x

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah... 3 2. Ikan kembung lelaki... 5 3. Peta penyebaran ikan kembung lelaki di dunia... 6 4. Pukat cincin... 7 5. Selat Sunda dan PPI Labuan... 10 6. Skema metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki... 11 7. Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011... 18 8. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki jantan di Selat Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011... 19 9. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011... 20 10. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan di Selat Sunda tahun 2011... 21 11. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda tahun 2011... 22 12. Proporsi gonad yang matang ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011... 23 13. Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011... 23 xi

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Transformasi persamaan hubungan panjang bobot menjadi bentuk linear sederahana... 34 2. Persamaan untuk menduga b 0, b 1 dan R 2 dalam analisis hubungan panjang bobot ikan... 35 3. Turunan pertama dari fungsi sebaran normal dalam menduga nilai tengah kelompok umur... 36 4. Manipulasi aljabar persamaan Von Bertalanffy menjadi bentuk linear sederhana dalam analisis parameter pertumbuhan ikan... 38 5. Transformasi persamaan proporsi gonad yang matang terhadap panjang ikan menjadi bentuk persamaan linier sederhana.... 39 6. Uji dua nilai b dan hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011... 40 7. Data panjang, bobot, jenis kelamin dan TKG ikan kembung lelaki di Selat Sunda bulan April hingga September tahun 2011... 41 8. Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki di Selat Sunda bulan April hingga September tahun 2011... 48 9. Analisis parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011... 49 10. Proporsi gonad matang per selang kelas panjang (a) dan sebaran frekuensi TKG perbulan (b) ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011... 50 xii

1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan kembung lelaki merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Ikan ini juga merupakan salah satu sumber protein bagi manusia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian (1994) menyatakan enam puluh tiga persen protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari ikan terutama ikan pelagis. Menurut Fauziyah dan Jaya (2010) ikan pelagis kecil merupakan ikan yang hidup bergerombol sebagai upaya memudahkan mencari makan, mencari pasangan dalam memijah dan taktik untuk menghindar atau mempertahankan diri dari serangan predator. Densitas terbesar ikan pelagis di kolom perairan pada umumnya terdapat di zona epipelagis dengan kedalaman sekitar 100 150 m. Selain itu, karakteristik lain ikan pelagis kecil adalah variasi rekrutmen yang tinggi terkait dengan kondisi lingkungan yang labil, selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial dan aktifitas gerak cukup tinggi (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian 1994). Ikan kembung lelaki sebagian besar ditangkap dengan pukat cincin (Atmaja et al. 2000) di kawasan Perairan Indonesia sebelah barat yaitu Selat Malaka, Laut Jawa, dan Selat Bali. Penangkapan juga dilakukan di kawasan Timur Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia namun belum diusahakan secara optimal (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian 1994). Selat Sunda merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi ikan pelagis cukup tinggi yaitu lebih dari 25000 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten 2006) yang salah satunya adalah ikan kembung lelaki. Salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda adalah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan satu PPI, yaitu PPI Labuan dan tujuh TPI, yaitu TPI Panimbang, TPI Carita, TPI Citeureup, TPI Sidamuki, TPI Sumur, TPI Tamanjaya dan TPI Pulu Merak (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten 2006). Jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki tahun 2000-2009 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten disajikan pada

2 Tabel 1. Ikan kembung lelaki merupakan ikan dominan setelah ikan tongkol yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan rata-rata persentase 8,84% tangkapan total. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa jumlah tangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang mengalami penurunan dari tahun 2001 hingga 2009. Hal ini dikuatirkan ikan kembung lelaki di Perairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih akibat penambahan upaya penangkapan. Tabel 1. Jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki tahun 2000-2009 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Banten. Tahun Tangkapan (ton) Upaya (unit) Persentase ikan kembung lelaki terhadap tangkapan total (%) 2000 3.072,10 12 10,66 2001 3.084,70 12 10,42 2002 3.080,50 12 10,19 2003 2.037,00 33 8,44 2004 2.062,20 33 8,13 2005 2.003,10 34 7,81 2006 1.903,10 32 8,06 2007 1.913,50 28 8,03 2008 1.775,90 28 6,61 2009 1.654,30 27 6,43 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (2011) PPI Labuan merupakan salah satu tempat pendaratan ikan yang terdapat di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Sebagian besar ikan yang didaratkan di PPI Labuan adalah ikan pelagis salah satunya ikan kembung lelaki. Persentase ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPI Labuan tahun 2011 yaitu 24% tangkapan total. Hal tersebut menunjukan bahwa ikan kembung lelaki menduduki urutan kedua setelah ikan tongkol yaitu 47% tangkapan total (Tempat Pelelangan Ikan Labuan 1 2011). Mengingat pentingnya keberadaan ikan kembung lelaki di perairan tersebut maka diperlukan suatu kajian mengenai pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki. Struktur umur merupakan informasi yang sangat penting dalam mengkaji pertumbuhan di suatu perairan. Pada daerah tropis maupun sub tropis, struktur umur suatu ikan dapat diduga melalui frekuensi sebaran panjang. Tingkat

3 kematangan gonad (TKG) merupakan dasar dalam analisis reproduksi ikan. Kajian pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki di Selat Sunda diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki agar tetap lestari. 1.2. Rumusan Masalah Keberadaan sumber daya ikan kembung lelaki di Selat Sunda sangat penting baik secara ekologis maupun ekonomis. Namun pada tahun 2001 hingga 2009 terjadi penurunan jumlah tangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda yang dikuatirkan telah terjadi tangkap lebih. Adanya indikasi tangkap lebih diduga mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki. Oleh sebab, itu perlu dilakukan pengkajian dinamika stok untuk memberikan informasi dalam pengelolaan perikanan ikan kembung lelaki di Selat Sunda. Penelitian ini lebih difokuskan pada aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki yang tertangkap di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan Banten. Gambaran mengenai perumusan masalah disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Skema perumusan masalah 1.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan Banten.

4 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi terkait hubungan panjang bobot, laju pertumbuhan, kisaran ukuran panjang ikan kembung lelaki yang tertangkap, panjang pertama kali matang gonad dan waktu pemijahan ikan kembung lelaki yang merupakan sebagian dari unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam rencana pengelolaan perikanan ikan kembung lelaki di Selat Sunda.

5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kembung Lelaki 2.1.1. Identifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan kembung lelaki menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisce Subkelas : Teleostei Ordo : Percomorpy Sub ordo : Scombridae Famili : Scombridae Genus : Rastrelliger Spesies : R. kanagurta Nama umum : Indian mackerel (Inggris) dan kembung lelaki (Indonesia). Ikan kembung lelaki memiliki ciri-ciri terdapat dua sirip punggung secara terpisah yang masing-masing terdiri dari 8 hingga 9 jari-jari lemah. Sirip dada terdiri dari 16 hingga 19 jari-jari sirip lemah, sirip perut terdiri dari 7 hingga 8 jari-jari lemah, sirip ekor terdiri dari 50 hingga 52 jari-jari lemah bercabang dan sisik pada garis rusuk (linea lateralis) terdiri dari 127 hingga 130 buah sisik. Selain itu, ikan ini memiliki panjang total 3,4 sampai 3,8 kali tinggi badan dan panjang kepala lebih dari tinggi kepala. Gambar ikan kembung lelaki disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Ikan kembung lelaki

6 2.1.2. Sebaran dan musim penangkapan Ikan kembung lelaki yang tergolong kedalam kelompok mackerel memiliki penyebaran secara vertikal dan horizontal. Penentuan batas penyebaran secara vertikal penting sekali diketahui agar kedalaman alat tangkap ikan dapat disesuaikan dengan kedalaman renang ikan. Penyebaran ikan kembung lelaki secara horizontal perlu diketahui juga untuk penentuan daerah penangkapan ikan (Laevastu dan Hayes 1981 in Handoyo 1991). Menurut Collette dan Nauen (1983) daerah penyebaran ikan ini mencakup Indo-Barat pasifik, Laut Merah, Afrika Timur sampai Indonesia, Ryukyu, Australia, Melanisia, Somalia, hingga memasuki Laut Mediterranean melalui Terusan Suez ( Gambar 3). Gambar 3. Peta penyebaran ikan kembung lelaki di dunia Sumber : GBIF OBIS 2010 Menurut Hardenberg (1938) in Rifqie (2007) ikan kembung di Laut Jawa dipengaruhi angin musim. Pada saat musim angin timur yaitu pada bulan Desember-Februari sekelompok ikan kembung bergerak dari arah Laut Jawa menuju arah Barat. Kelompok ikan kembung ini perlahan-lahan menghilang dari Laut Jawa kemudian selang beberapa minggu ikan kembung yang baru memasuki Laut Jawa dari arah Timur. Sebaliknya terjadi pada saat Musim Barat yaitu pada bulan Juni-September, dinamika stok ikan kembung yang masuk ke Laut Jawa berasal dari Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia melalui Selat Sunda. Musim penangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda pada bulan Maret hingga November. Penangkapan ikan terbanyak terjadi pada bulan Mei hingga Juni dan selanjutnya jumlah tangkapan mulai menurun. Musim paceklik ikan

7 kembung lelaki terjadi pada bulan Januari hingga Februari. (Tempat Pelelangan Ikan Labuan 1 2011). Menurut Lee (2010) jumlah tangkapan ikan yang tertangkap saat bulan semi gelap lebih banyak dibandingkan dengan bulan gelap dan bulan terang. Namun secara khusus ikan kembung lebih banyak tertangkap saat bulan gelap dibandingkan bulan semi gelap dan bulan terang. 2.1.3. Alat tangkap Salah satu tangkapan utama pukat cincin adalah ikan kembung lelaki. Ikan kembung lelaki ditangkap menggunkan pukat cincin di Paparan Sunda dapat mencapai lebih dari 70 % tangkapan total (Atmaja et al. 2000). Menurut Baskoro (2002) in Sinaga (2010), pukat cincin ini dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan sampai ikan terkurung, bagian bawah jaring lalu dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Teknik pengoperasian pukat cincin dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap persiapan, penentuan daerah penangkapan, tahap pengoperasian, dan penarikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan Labuan 1 (2011) jumlah kapal pukat cincin yang menangkap di Selat Sunda adalah 6 kapal masing-masing berukuran 14 GT (2 buah), 6 GT, 13 GT (2 buah) dan 15 GT. Jaring yang digunakan memiliki beberapa ukuran mata jaring. Salah satu ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 1-1,25 inch bagian badan jaring dan 0,5 inch bagian kantong dengan panjang 200 m dan tinggi 70 m (Gambar 4). Selain pukat cincin, ikan kembung lelaki juga ditangkap menggunakan jaring rampus dan pukat insang namun hanya sebagai hasil tangkapan sampingan. Badan tinggi Kantong Gambar 4. Pukat cincin Sumber : Prasetyo 2009

8 2.2. Pertumbuhan 2.2.1. Hubungan panjang bobot Bobot merupakan fungsi dari panjang ikan. Ikan diasumsikan sebagai suatu bentuk kubus dengan volume yang berdimensi tiga dengan panjang yang dipangkat tiga sedangkan ikan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Berdasarkan analisis panjang dan bobot ikan dapat diperoleh nilai b yang akan menentukan kondisi ikan tersebut. Semakin tinggi nilai b maka ikan tersebut semakin gemuk dan sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keturunan, lingkungan dan tingkat kematangan gonad (Effendie 1997). 2.2.2. Parameter pertumbuhan Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya faktor keturunan, jenis kelamin, penyakit, hormon dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor luar meliputi ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan ruang dan suhu perairan (Effendie 1979). Puter (1920) in Sparre dan Venema (1999) telah mengembangkan suatu model pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai dasar sebagian besar model pertumbuhan lainnya yang dikembangkan suatu model pertumbuhan oleh Von Bertalanffy. Model Von Bertalanffy merupakan suatu model pertumbuhan dimana panjang badan merupakan fungsi dari umur. Model ini menjadi salah satu dasar dalam biologi perikanan yang digunakan sebagai submodel dalam sejumlah model yang lebih rumit untuk menjelaskan berbagai dinamika populasi ikan termasuk pertumbuhan (Sparre dan Venema 1999). 2.3. Tingkat Kematangan Gonad Perkembangan gonad ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi yang meninjau perkembangan yang terjadi termasuk proses-proses pada gonad baik secara individu maupun populasi. Perkembangan gonad yang matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara yaitu histologi dan morfologi. Secara morfologi

9 dilakukan dengan cara mengamati bentuk, ukuran dan warna gonad tersebut (Effendie 1997). Berdasarkan analisis tingkat kematangan gonad salah satu informasi yang di peroleh yaitu waktu pemijahan ikan tersebut. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengelolaan sumberdaya ikan. Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kematangan gonad adalah makanan dan suhu (Effendie 1997). 2.4. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Perlunya suatu pegelolaan sumberdaya perikanan karena semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan, dan meningkatnya kesadaran dan kepedulian umum untuk memanfaatkan lingkungan secara bijaksana dan berbagai upaya yang berkelanjutan (Widodo dan Suadi 2006). Pengelolaan perikanan meliputi banyak aspek termasuk dalam aspek sumberdaya ikan, habitat, manusia, serta berbagai faktor eksternal lainnya. FAO menjelaskan bahwa pengelolaan peikanan merupakan proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuat keputusan, alokasi sumberdaya, dan implementasi dari aturan-aturan main dibidang perikanan dalam rangka menjamin keberlangsungan produktivitas sumber dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Oleh sebab itu, pengelolaan perikanan membutuhkan bukti-bukti ilmiah terbaik, proses diskusi melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan penetapan berbagai tujuan dan strategi pengelolaan melalui pembuat keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi aturan mainnya (Widodo dan Suadi 2006). Pengelolaan perikanan bersifat kompleks mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan politik. Oleh sebab itu, pengelolaan sumberdaya perikanan harus bersifat terpadu agar tujuan dari pengelolaan tersebut dapat tercapai. Tujuan pengelolaan perikanan antara lain tercapainya optimalisasi ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan sekaligus terjaga kelestariannya (Widodo dan Suadi 2006).

10 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Ikan contoh diperoleh dari nelayan yang menangkap ikan di Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan, Kecamatan Labuan, Provinsi Banten (Gambar 5). Ikan kembung lelaki yang tertangkap merupakan ikan-ikan yang umumnya ditangkap dengan menggunakan pukat cincin. Waktu pengambilan contoh dilakuan setiap bulan yaitu saat bulan gelap selama enam bulan mulai dari April hingga September. : Lokasi pendaratan ikan Gambar 5. Selat Sunda dan PPI Labuan 3.2. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran panjang, bobot dan pengamatan tingkat kematangan gonad ikan. Sebelum dilakukan pengukuran panjang dan bobot serta pengamatan tingkat kematangan gonad, ikan contoh yang akan diamati diambil secara acak berdasarkan jumlah kapal dan tumpukan ikan.

11 Jumlah ikan contoh yang diambil berkisar 50 sampai 100 ekor tiap bulannya. Skema metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki disajikan pada Gambar 6. Selanjutnya ikan contoh yang diambil dari PPI labuan dimasukan kedalam cool box dan dibawa ke Laboraturium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen sumberdaya Perikanan, Manajemen sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kemudian ikan tersebut diukur panjang, bobot dan ditentukan tingkat kematangan gonadnya. Gambar 6. Skema metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki Pengukuran panjang dilakukan menggunakan penggaris dengan ketelitian 0,1 cm dan pengukuran bobot dengan menimbang ikan menggunakan timbangan digital yang memiliki ketelitian 0,0001 gram. Selanjutnya, untuk menentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad maka ikan yang sudah diukur panjang dan bobot selanjutnya dibedah dengan menggunakan alat bedah. Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki dapat dibagi menjadi lima tahap. Penentuan tingkat kematangan gonad menggunakan klasifikasi kematangan gonad yang telah ditentukan. Tingkat kematangan gonad ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad mengacu kepada tingkat kematangan gonad ikan modifikasi dari Cassie (Tabel 2).

12 Tabel 2. Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi TKG Betina Jantan I II III IV V Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Ovari makin besa, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi Sumber: Effendie 1997 Data sekunder meliputi data hasil dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki, alat tangkap ikan kembung lelaki, kapal penangkapan ikan kembung lelaki, dan karakteristik Perairan Selat Sunda. Data tersebut diperoleh dari hasil studi pustaka serta arsip milik PPI labuan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 3.3. Analisis Data 3.3.1. Hubungan panjang dan bobot Model yang digunakan dalam menduga hubungan panjang dan bobot (Effendie 1997) adalah sebagai berikut: (1) Keterangan : W L a dan b = bobot (gram) = panjang (mm) = konstanta Selanjutnya, untuk menduga nilai a dan b model tersebut ditransformasi dengan cara yang terlampir pada Lampiran 1 sehingga menjadi persamaan berikut (2)

13 Misalkan Log L = x i ; Log W = y i ; b = b 1 dan b 0 maka persamaan tersebut dapat disederahanakan menjadi y i = b 0 + b 1 x i. Parameter b 0, b 1 dan Koefisien determinasi (R 2 ) diduga menggunakan persamaan yang disajikan pada Lampiran 2. Kehomogenan regresi pada ikan kembung lelaki jantan dan betina dapat diuji menggunakan uji t (Steel dan Torrie 1991) dengan: Ho : b 1 = b 2 Ho : b 1 b 2 (3) Sedangkan s 2 dihitung menggunakan persamaan berikut ( )( ) ( )( ) (4) Keterangan : b 1 : kemiringan garis pada contoh ke-1 b 2 : kemiringan garis pada contoh ke-2 : data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-1 untuk peubah bebas : nilai rataan peubah bebas pada contoh ke-1 : data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-2 untuk peubah bebas : nilai rataan peubah bebas pada contoh ke-2 : data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-1 untuk peubah tidak bebas : nilai rataan peubah tidak bebas pada contoh ke-1 : data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-2 untuk peubah tidak bebas : nilai rataan peubah tidak bebas pada contoh ke-2 3.3.2. Identifikasi kelompok ukuran dan parameter pertumbuhan Identifikasi kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang dengan metode NORMSEP (NORMal SEParation) yang dikemas dalam paket program FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool). Sebaran frekuensi panjang dikelompokan kedalam beberapa kelompok umur yang menyebar normal dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku pada masing-masing

14 kelompok umur (Gayanilo et al. 1994 in Perdanamihardja 2011). Menurut Boer (1996) fungsi objektif yang digunakan untuk menduga { adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likehood function): (5) Keterangan : f i = frekuensi ikan pada kelas panjang ke-i (i = 1, 2,...,N), p j = proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j =1, 2,.., G), µ j = rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σ j = simpangan baku panjang kelompok umur ke-j, = titik tengah kelas panjang ke-i x i Pendugaan nilai tengah kelompok umur dilakukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µ j, σ j, dan p j (Lampiran 3). 3.3.3. Parameter pertumbuhan Parameter pertumbuhan diduga menggunakan Model Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999): [ ] (6) Keterangan: L t = ukuran ikan pada umur t bulan (mm) = panjang maksimum atau panjang asimtotik (mm) K = koefisien pertumbuhan (bulan -1 ) t o = umur hipotesis ikan pada panjang nol (bulan) Selanjutnya, untuk menduga parameter pertumbuhan K, L dan t o, Model tersebut ditransformasi menjadi persamaan linier dengan suatu rankaian manipulasi (Lampiran 4) sehingga diperoleh persamaan berikut (Sparre dan Venema 1999): (7)

15 Misalkan L t = x i ; = y i ; = b 1 dan L (1- ) = b 0, persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi. Nilai b 0 dan b 1 dan R 2 diduga menggunakan persamaan yang terlampir pada Lampiran 2, sehingga L = b 0 /(1- b 1 ) dan K= -(1/ t)ln b 1. Pendugaan t o (umur teoritis) dengan persamaan empiris Pauly (1984). Persamaan empiris Pauly adalah sebagai berikut : Log (-t o ) = -0,3922 0,2752Log L - 1,0380Log K (8) Lama hidup ikan diperkirakan menggunakan persamaan 3/K (Pauly 1984). 3.3.4. Tingkat kematangan gonad Penentukan panjang ikan pertama kali matang gonad (L m ) dapat menggunakan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 1995). Analisis data sebaran frekuensi tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1. Menentukan jumlah kelas dan selang kelas yang diperlukan. 2. Menentukan lebar selang kelas. 3. Menghitung frekuensi ikan secara keseluruhan dan frekuensi TKG 3 dan 4 pada selang kelas panjang yang sudah ditentukan. 4. Menentukan proporsi antara TKG 3 dan 4 terhadap frekuensi total tiap selang kelas yang sudah ditentukan. 5. Plotkan pada sebuah grafik dengan panjang ikan sebagai sumbu horizontal dan proporsi gonad matang sebagai sumbu vertikal. Persamaan proporsi tingkat kematangan gonad terhadap panjang ikan adalah (King 1995) (9) Keterangan : P = Proporsi gonad yang telah matang pada selang kelas tertentu (%) r = Kemiringan kurva sigmoid L = Panjang rata-rata pada selang kelas tertentu (mm) L m = Panjang pertaman kali matang gonad (mm)

16 Penentukan L m dapat dilakukan dengan cara mentranformasikan persamaan tersebut dengan cara yang terlampir pada Lampiran 5 sehingga menjadi persamaan linear berikut: ( ) (10) Misalkan L = x i ; ln[(1/p)-1] = y i ; r = b 1 dan rl m = b 0 maka persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi y = b 0 + b 1 x sehingga r = -b 1 dan L m = b 0 /r. Waktu pemijahan ikan diduga menggunakan grafik sebaran Frekuensi tingkat kematangan gonad. Adapun langkah-langkah membuat grafik tersebut adalah 1. Menentukan frekuensi tingkat kematangan gonad tertentu tiap bulannya 2. Plotkan pada sebuah grafik dengan waktu sebagai sumbu horizontal dan frekuensi TKG sebagai sumbu vertikal. 3. Adanya aktifitas pemijahan ditunjukan oleh frekuensi TKG 4 yang tinggi pada bulan tertentu dan mengalami penurunan pada bulan berikutnya.

17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan Pulau Sumatra. Selat Sunda termasuk perairan laut dangkal dengan kedalaman sampai 1800 meter. Kedalaman air ini bertambah secara bertahap dan melebar ke arah Samudra Hindia (Rostitasari 2001). Pola aliran di Selat Sunda menunjukan fenomena yang menarik. Hal ini di sebutkan oleh Wyrtki (1961) in Rostitasari (2001) bahwa arus di Selat ini secara umum searah sepanjang tahun. Selat Sunda dipengaruhi oleh adanya Angin Muson Tenggara dan Angin Muson Barat Laut yang terjadi di Indonesia. Pada saat Muson Tenggara, suhu permukaan Selat Sunda lebih dari 29 C dengan konsentrasi klorofil-a lebih dari 0,5 mg/m3 dan salinitas yang rendah (Hendiarti et al. 2005 in Ramansyah 2009). Menurut Wyrtki (1961) in Ramansyah (2009) pada bulan Juli sampai Oktober Angin Muson Tenggara berhembus sangat kuat di Pantai Selatan Jawa dan Arus Khatulistiwa Selatan tertekan jauh ke Utara sehingga cabang Arus Khatulistiwa Selatan berbelok sampai ke Selat Sunda. Pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus terjadi kenaikan massa air di Selatan Jawa samapi Sumbawa (Wyrtki 1961 in Ramansyah 2009 ). 4.1.2. Hubungan panjang bobot Pola hubungan panjang dan bobot ikan jantan dan betina tidak berbeda nyata (p > 0,05, Lampiran 6). Hubungan panjang bobot yang diperoleh yaitu W = 0,000008L 3,062 dengan kisaran nilai b antara 2,984-3,141 (p = 0,05) Hubungan panjang bobot disajikan pada Gambar 7.

18 200 180 160 140 W = 8E-06L 3,062 R² = 0,938 N = 389 ekor Bobot (gram) 120 100 80 60 40 20 0 0 50 100 150 200 250 300 Panjang (mm) Gambar 7. Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011 4.1.3. Parameter pertumbuhan Berdasarkan data contoh yang terkumpul (Lampiran 7), panjang minimum ikan kebung lelaki jantan adalah 115 mm dan panjang maksimum 244 mm sedangkan panjang minimum ikan betina 105 mm dan panjang maksimum adalah 242 mm. Ikan kembung lelaki jantan dan betina memiliki satu hingga tiga kelompok umur tiap bulannya, masing-masing dengan nilai tengah dan simpangan bakunya (Lampiran 8). Parameter pertumbuhan dianalisis menggunakan nilai tengah panjang pada kelompok umur yang sama. Dugaan pola petumbuhan ikan kembung lelaki ditunjukan oleh garis putus-putus pada Gambar 8 (ikan jantan) dan Gambar 9 (ikan betina) yang menghubungkan pergeseran bulanan titik nilai tengah kelompok umur dari satu kohort.

19 April Mei Juni Juli Agst Sept 0 25 50 75 100 Gambar 8. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki jantan di Selat Sunda dari bulan April sampai september tahun 2011 125 Panjang total (mm) 150 175 200 225 Alasan menggunakan nilai tengah panjang yang ditunjukan oleh garis putusputus dalam analisis parameter pertumbuhan adalah karena ikan-ikan pada kelompok umur tersebut diduga merupakan ikan dari kohort yang sama.

20 April Mei Juni Juli Agst Sept 0 25 50 75 100 Panjang total (mm) Gambar 9. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011 125 150 175 200 225 Analisis parameter pertumbuhan disajikan pada Lampiran 9. Hasil dugaan paremeter pertumbuhan (L, K dan t o ) disajikan pada Tabel 3.

21 Tabel 3. Parameter pertumbuhan L, K dan t o ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011 Parameter Betina Jantan Panjang asimtotik (mm) 243,86 297,23 K (1/bulan) 0,42 0,19 t o (bulan) -0,66-0,33 Parameter pertumbuhan baik ikan kembung lelaki jantan maupun betina dapat dinyatakan dalam persamaan masing-masing L t = 297,23 [1-e -0,19(t+0,33) ] (Gambar 10) dan L t = 243,86 [1-e -0,42(t+0,66) ] (Gambar 11). Secara teoritis ikan kembung jantan dan betina memiliki panjang asimtotik yang berbeda masingmasing 297,23 mm dan 243 mm dan memiliki koefisien pertumbuhan (K) masingmasing 0,19/bulan dan 0,42/bulan. Oleh sebab itu dapat diperkirakan ikan betina lebih cepat mati dibandingkan dengan ikan jantan. Perkiraan lama hidup ikan jantan 15,7 bulan sedangkan ikan betina yaitu 7,2 bulan. 300 L 250 Panjang total (mm) 200 150 100 50 L t = 297,23 [1-e -0,19(t+0,33) ] Titik yang digunakan untuk menduga kurva pertumbuhan 0-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Waktu (bulan) Gambar 10. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan di Selat Sunda tahun 2011

22 300 250 L Panjang total (mm) 200 150 100 L t = 243,86 [1-e -0,42 (t+0,66) ] 50 Titik yang digunakan untuk menduga kurva pertumbuhan 0-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Waktu (bulan) Gambar 11. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda tahun 2011 4.1.4. Tingkat kematangan gonad Proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang disajikan pada Lampiran 10. Persamaan proporsi gonad yang telah matang terhadap panjang adalah P = 1/(1+ e -0,13(L-208) ). Panjang pertama kali ikan kembung lelaki matang gonad terjadi saat P = 50% yaitu 208 mm. Hal ini berarti dari semua ikan kembung lelaki dengan panjang total 208 mm, 50% berpeluang telah matang gonad. Proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang disajikan pada Gambar 12.

23 Proporsi gonad matang (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Titik yang digunakan untuk menduga kurva sigmoid 260 250 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Panjang (mm) Lm = 208 mm Gambar 12. Proporsi gonad yang matang ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun 2011 Sebaran tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina setiap bulan disajikan pada Gambar 13 dan data disajikan pada Lampiran 10. Frekuensi TKG 4 mengalami fluktuasi dengan tiga puncak yaitu pada bulan Mei (3%), Juli (32%) dan September (50%). Penurunan frekuensi TKG 4 pada bulan Mei ke bulan Juni menunjukan bahwa ikan mengalami pemijahan. Sama halnya yang terjadi pada bulan Juli ke Agustus menunjukan terjadi aktifitas pemijahan pada periode tersebut. Pada bulan September frekuensi TKG 4 mengalami peningkatan dan diduga pada periode tersebut akan terjadi pemijahan. Frekuensi (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% April Mei Juni Juli Agustus September Waktu (bulan) TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4 Gambar 13. Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011

24 4.2. Pembahasan Hasil dugaan hubungan panjang bobot dan parameter pertumbuhan (K, L dan t o ) dapat dipengaruhi oleh variasi contoh yang digunakan, kondisi lingkungan dan tingkat eksploitasi ikan tersebut. Faktor contoh diantaranya panjang maksimum, panjang minimum dan sebaran panjang ikan yang tertangkap. Semakin besar kisaran antara panjang maksimum dengan panjang minimum maka dugaan yang diperoleh diharapkan akan memberikan hasil yang lebih mewakili keadaan di alam jika dibandingkan dengan kisaran panjang ikan yang lebih kecil. Panjang terkecil ikan kembung lelaki yang tertangkap di Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan yaitu 105 mm sedangkan panjang terbesar yaitu 244 mm. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Mosse dan Hutubessy (1996) di Perairan Ambon dan sekitarnya diperoleh panjang ikan terkecil yaitu 29,0 mm dan panjang terbesar yaitu 309 mm. Artinya ikan contoh yang tertangkap di Perairan Ambon merupakan ikan muda hingga ikan yang tua, namun berbeda dengan ikan contoh yang tertangkap di Selat Sunda hanya ikan yang sudah dewasa atau tua saja. Hal tersebut menunjukan bahwa contoh yang diambil dari Perairan Ambon diharapkan lebih mewakili keadaan populasi jika dibandingkan dengan contoh ikan yang diambil dari Selat Sunda. Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat Sunda diperoleh nilai dugaan b (p = 0,05) berkisar 2,984-3,141. Menurut Mosse dan Hutubessy (1996) ikan kembung di Perairan Pulau Ambon dan sekitarnya memiliki nilai b sama dengan 3,26 yang menunjukan bahwa ikan-ikan kembung lelaki di perairan tersebut lebih gemuk dibanding dengan ikan kembung lelaki di Selat Sunda. Hal serupa juga ditunjukan olah Sujastani (1974) in Mosse dan Hutubessy (1996) dan Djamali (1977) in Mosse dan Hutubessy (1996) yang telah menduga nilai b ikan kembung lelaki di Laut Jawa dan Pulau Panggang berturutturut 3,17 dan 3,25. Perbedaan kondisi ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor perbedaan kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan (Effendie 1997). Lingkungan Selat Sunda yang relatif kurang baik diduga mengakibatkan ikan tersebut lebih kurus. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh TP2LI pada tahun 2001 menunjukan bahwa kekeruhan, COD, BOD, H2S dan

25 amoniak telah melampaui baku mutu. Pengamatan dan analisis kualitas air perairan pantai dan laut yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang (2002), memperlihatkan adanya indikasi pencemaran logam berat kadmium (Cd) dan nikel (Ni) yang berada diatas baku mutu yang diperbolehkan bagi keperluan budidaya perikanan. Hasil pengukuran didapat kandungan logam Cd berkisar 0,011 0,179 mg/l, sementara baku mutu adalah 0,01 mg/l (Bapedal Provinsi Banten 2006). Menurut Banten Province Environmental Strategy, kualitas air di Selat Sunda dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah aktivitas yang terjadi di darat sekitar perairan tersebut. Sumber pencemaran dapat masuk melalui sungai yang bermuara di Selat Sunda. Salah satu sungai yang bermuara di Selat Sunda adalah Sungai Cidanau. Sungai ini memiliki kandungan bahan organik dan permanganat (7,7 mg/l) yang cukup tinggi. Selain itu, pencemaran juga berasal dari aktivitas agroindustri, industri kecil dan domestik serta limbah penambangan liar yang berada di Kabupaten Pandeglang. Mengingat besarnya pengaruh aktivitas di daratan sekitar Selat Sunda maka perlu adanya penanganan masalah tersebut dari hulu ke hilir secara terpadu antar instansi terkait. Faktor lainya yang dapat mempengaruhi tingkat kegemukan ikan adalah jumlah makanan. Jumlah makanan di Selat Sunda tergolong rendah. Jumlah klorofil di Selat Sunda adalah 0,5 mg/m 3 (Hendiarti et al. 2005 in Ramansyah 2009) sedangkan jumlah klorofil di Laut Jawa berkisar 2,01 mg/m3 (Setiapermana 1976). Jumlah klorofil yang tinggi berimplikasi pada jumlah plankton yang tinggi dan sebaliknya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdanamihardja (2011) bahwa ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta memiliki nilai b sama dengan 2,87. Hal tersebut berarti ikan di teluk Jakarta jauh lebih kurus dibanding ikan di Selat Sunda, Laut jawa, Pulau Panggang dan periran Ambon. Menurut Forum Pengendali Lingkungan Hidup Indonesia (2004) Teluk Jakarta merupakan teluk yang paling tercemar di Asia akibat limbah industri dan rumah tangga. Faktor pencemaran yang tinggi merupakan salah satu penyebab ikan di Teluk Jakarta memiliki bobot kurus. Akibat penambahan bahan pencemar di perairan akan berpengaruh terhadap biomassa ikan tersebut.

26 Laju pertumbuhan ikan betina lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ikan jantan namun hal ini berbanding terbalik dengan panjang maksimum yang dapat dicapai oleh ikan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa ikan betina lebih cepat mencapai panjang maksimum. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu hormon dan alokasi makanan (Effendie 1997). Faktor laju penuaan ikan tersebut berdampak pada perkiraan lama ikan hidup. Ikan jantan lebih lama hidup jika dibandingkan dengan ikan betina. Jika ikan tersebut dibandingkan dengan ikan di Laut Jawa maka panjang asimtotik ikan di Laut Jawa lebih kecil dibanding ikan di Selat Sunda yaitu 238,88 mm dengan koefisien pertumbuhan 0,23 (Burhanudin et al. 1984). Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Mosse dan Hutubessy (1996) yang menduga panjang asimtotik ikan kembung lelaki di perairan Pulau Ambon dan sekitarnya yaitu 330,00 mm dengan koefesien pertumbuhan 1,37. Hal ini berarti panjang maksimum yang dapat dicapai oleh ikan kembung lelaki di perairan tersebut lebih tinggi dibanding dengan ikan yang terdapat di Selat Sunda. Faktor utama yang mempengaruhi hal tersebut adalah intensitas penangkapan dan kondisi perairan. Faktor lain diantaranya keturunan, penyakit, hormon dan kemampuan memanfaatkan makanan, ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan ruang dan suhu perairan (Effendie 1979). Berdasarkan kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki, ikan kembung lelaki muda memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ikan kembung yang sudah tua. Artinya kecepatan pertumbuhan menurun apabila ikan makin bertambah tua. Dugaan panjang pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki di Selat Sunda adalah 208 mm, sedangkan panjang pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki di Perairan Ambon dan sekitarnya yaitu 240 mm. Hal ini menunjukan bahwa ikan kembung lelaki di Selat Sunda lebih cepat memijah dibandingkan dengan ikan di Perairan Ambon. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi, pencemaran dan juga ketersediaan makanan. Tingginya aktivitas penangkapan juga akan menurunkan panjang pertama kali matang gonad. Perairan Ambon dan sekitarnya masih dapat dikatakan belum tereksploitasi secara intensif dan perairan masih bebas dari pencemaran (Mosse

27 dan Hutubessy 1996). Menurut Taeran (2007) Potensi lestari ikan (MSY) kembung di Perairan Ambon sebesar 3179139 Kg/tahun sedangkan pemanfaatan hanya 2653275 Kg/tahun yang berarti ikan kembung di daerah tersebut masih di bawah eksploitasi. Hasil analisis tingkat kematangan gonad mengindikasikan bahwa aktivitas pemijahan ikan kembung lelaki di Selat Sunda terjadi pada bulan Mei, Juli dan September. Menurut Mosse dan Hutubessy (1996), ikan kembung lelaki di perairan Ambon dan sekitarnya mengalami masa pemijahan sepanjang tahun dengan periode 4 minggu dan puncak pemijahan pada bulan Mei sampai Juli. Namun berbeda halnya dengan penelitian Sujastani (1974) in Mosse dan Hutubessy (1996) pemijahan ikan kembung lelaki di Laut Jawa terjadi sekali dalam setahun. Pada bulan Juni terdapat suatu kohort ikan yang masih muda yang ditandai dengan ukuran panjang total yang relatif kecil dibanding dengan ikan pada bulan sebelumnya. Ikan-ikan tersebut mempunyai kisaran panjang total yaitu 105-168 mm yang belum matang gonad. Katagori matang gonad ditetapkan pada gonad yang telah mencapai TKG 3 ke atas (Wooton 1991 in Mosse dan Hutubessy 1996). Menurut Collette dan Nauen (1983) panjang ikan kembung lelaki pertaman kali matang gonad adalah 196 mm. Ikan-ikan muda yang masuk ke dalam suatu stok merupakan ikan yang berasal dari daerah nursery area yang melakukan migrasi (King 1995). Menurut Hardenberg (1938) in Rifqie (2007) pada saat musim barat yaitu pada bulan Juni-September, dinamika stok ikan kembung yang masuk ke Selat Sunda berasal dari Samudra Hindia. Mengingat hal tersebut maka perlu dilakukan pengelolaan agar ikan tetap lestari. Kelestarian sumber daya ikan kembung lelaki di Selat Sunda dapat dijaga dengan melakukan penangkapan yang difokuskan hanya kepada ikan-ikan yang lebih besar dari 208 mm. Hal ini berkaitan dengan asumsi bahwa ikan yang berukuran 208 mm telah melakukan aktivitas reproduksi minimal satu kali. Cara tersebut dapat ditempuh dengan mengatur ukuran mata jaring alat tangkap sehingga ikan yang tertangkap merupakan ikan yang berukuran lebih dari 208 mm. Selain itu, Kelestarian suatu spesies ikan salah satunya dipengaruhi oleh keberhasilan pada fase reproduksi. Tingkat keberhasilan reproduksi dapat