BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

Disusun Oleh : NPM : Pembimbing : Dr. Emmy Indrayani

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka dapat

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

MONITORING REALISASI APBD 2009

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. yang bukan merupakan negara kapitalis maupun sosialis, melainkan negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

MONITORING REALISASI APBD 2011 TRIWULAN I

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal sekaligus kemauan politik untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

METODE PENELITIAN. (time series), yaitu tahun yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

Transkripsi:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut. 1. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pendapatan dari dana transfer pemerintah pusat secara keseluruhan. Rasio rata-rata tingkat ketergantungan terhadap dana transfer dari pusat mencapai 89 persen. Adapun kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan tertinggi adalah Kabupaten Simeulue, rasio rata-rata mencapai 94 persen dan kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan terendah adalah Kota Banda Aceh, rasio rata-rata mencapai 77 persen. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pendapatan dari dana perimbangan, yang meliputi; DAU, DAK dan DBH. Rasio rata-rata tingkat ketergantungan terhadap dana perimbangan mencapai 60 persen. Adapun kabupaten atau kota yang memiliiki tingkat ketergantungan tertinggi adalah Kabupaten Simeulue, rasio rata-rata mencapai 89 persen dan kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan terendah adalah Kota Banda Aceh, rasio rata-rata mencapai 73 persen. 3. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki tingkat ketergantungan yang sangat rendah terhadap pendapatan dari dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Rasio rata-rata tingkat ketergantungan terhadap dana otonomi khusus dan dana penyesuaian hanya 28 persen. Adapun kabupaten atau kota yang memiliki 49

tingkat ketergantungan tertinggi adalah Kabupaten Aceh Tamiang, rasio ratarata hanya 8 persen dan kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan terendah adalah Kabupaten Aceh Singkil, rasio rata-rata hanya 1,9 persen. Pada analisis indeks dimensi kemandirian keuangan ini, ada beberapa pembanding yang digunakan sebagai alat bantu pengukuran indeks dimensi kemandirian keuangan pada Pemerintah Daerah Provinsi Aceh. Pembandingpembanding tersebut meliputi, seluruh pemerintah daerah provinsi yang ada di Pulau Sumatera dan pemerintah daerah yang secara umum memiliki kekhususan serupa Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Berdasarkan analisis IDKK, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Aceh masih sangat rentan terhadap sumber pendapatan di luar kendali pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi dengan tingkat kontribusi PAD yang sangat rendah. Adapun hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah di Provinsi Aceh dari tahun 2010 2014 sangat rendah. Persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah di Provinsi Aceh hanya 7 persen. Adapun kabupaten atau kota dengan persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah tertinggi adalah Kota Banda Aceh yakni sebesar 11 persen dan yang terendah adalah Kota Subulussalam dengan persentase rata-rata hanya 2,5 persen. 2. Kontribusi PAD terhadap belanja daerah di Provinsi Aceh dari tahun 2010 2014 sangat rendah. Adapun persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap 50

belanja daerah di Provinsi Aceh hanya 7 persen. Adapun kabupaten atau kota dengan persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap belanja daerah tertinggi adalah Kota Banda Aceh yakni sebesar 11 persen dan yang terendah adalah Kota Subulussalam dengan persentase rata-rata hanya 2,4 persen. 3. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki indeks rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah yang sangat rendah. Paling rendah di antara seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan hanya lebih baik daripada Provinsi Papua. Adapun provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah terbaik adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai rata-rata hampir mencapai maksimal yaitu 0,9 dengan persentase rata-rata rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah mencapai 60 persen, sedangkan provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah terburuk adalah Provinsi Papua dengan nilai rata-rata minimal yaitu 0 dengan persentase ratarata rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah hanya 6 persen. 4. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki indeks rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah yang sangat rendah. Paling rendah di antara seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan hanya lebih baik daripada Provinsi Papua. Adapun provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah terbaik adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai rata-rata hampir mencapai nilai maksimal yaitu 0,9 dengan persentase rata-rata rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah mencapai 58 persen. Provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah terburuk adalah Provinsi Papua dengan nilai rata-rata minimal yaitu 0 dengan persentase rata-rata rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah hanya 6 persen. 51

5. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki indeks dimensi kemandirian keuangan yang sangat rendah. Paling rendah diantara seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan hanya lebih baik daripada Provinsi Papua. Adapun provinsi dengan indeks dimensi kemandirian keuangan terbaik adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai rata-rata hampir mencapai nilai maksimal yaitu 0,9. Provinsi dengan indeks dimensi kemadirian keuangan terburuk adalah Provinsi Papua dengan nilai rata-rata minimal yaitu 0. Pada Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, kabupaten atau kota yang memiliki indeks dimensi kemandirian keuangan terbaik adalah Kota Banda Aceh dengan nilai indeks maksimal 1 dan kabupaten atau kota dengan indeks dimensi kemandirian keuangan terburuk adalah Kota Subulussalam dengan nilai indeks minimal 0. 5.2 Implikasi Berdasarkan simpulan hasil analisis tersebut di atas, maka implikasi yang dapat diajukan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Pelaporan realiasasi APBD setiap pemerintah daerah sebaiknya dilakukan secara transparan sehingga memudahkan bagi penelitian untuk mendapatkan data sesuai kebutuhan agar analisis yang diharapkan dari penelitian tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal dan akurat, serta dapat digunakan untuk kebutuhan pengambilan kebijakan setiap pemerintah daerah. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh meskipun memiliki tingkat ketergantungan yang cukup kecil terhadap dana otonomi khusus dan dana penyesuaian, ternyata belum tentu menunjukkan tingkat ketergantungan yang minimal terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Tingkat ketergantungan yang tinggi 52

terhadap dana perimbangan ini juga diikuti dengan rendahnya kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah. Agar tingkat ketergantungan tersebut dapat diminimalkan, diperlukan perbaikan pengelolaan manajemen keuangan daerah. 3. Tingkat kemandirian keuangan yang rendah, yang berarti rentan terhadap sumber-sumber pendanaan di luar kendali pemerintah daerah itu sendiri, dalam hal ini adalah dana perimbangan, berbanding lurus dengan tingkat ketergantungan keuangan daerah terhadap dana perimbangan itu sendiri. 5.3 Keterbatasan Penelitian ini mempunyai keterbatasan sebagai berikut. 1. Data yang diperoleh adalah data maksimal yang bisa didapat oleh peneliti sehingga periode penelitian yang diambil oleh peneliti merupakan periode maksimal yang datanya tersedia secara urut dan cukup lengkap. 2. Penelitian ini hanya menampilkan data total dana perimbangan, total PAD dan total belanja setiap tahun dari setiap pemerintah daerah. Penelitian ini tidak merinci lebih detail mengenai dana perimbangan, PAD, dan belanja daerah setiap pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, sehingga belum jelas dana perimbangan, PAD, dan belanja daerah yang mana yang lebih dominan dari setiap pemerintah daerah tersebut. 3. Penelitian ini belum menerapkan analisis pengklasteran untuk menetukan kelompok acuan untuk setiap kabupaten dan kota dengan ciri-ciri yang serupa, sehingga seluruh kabupaten dan kota digolongkan dan dianalisis dengan metode yang sama. 4. Belum menentukan standar nilai untuk derajat interval tingkat ketergantungan 53

fiskal dan kemampuan keuangan daerah. Karena masih menggunakan standar lama yang sudah tidak relevan lagi. 5.4 Saran Apabila terdapat peneliti-peneliti lain yang melakukan penelitian yang terkait dengan penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut. 1. Tingkat ketergantungan yang tinggi secara umum dipengaruhi oleh tingkat kontribusi PAD yang masih sangat rendah. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya agar benar-benar ditemukan hal-hal atau faktor-faktor yang menjadi penyebab dari permasalahan tersebut dan menentukan sektor-sektor mana saja yang paling dominan pengaruhnya. 2. Diharapkan tersedia data yang lebih banyak dengan periode jangka waktu yang lebih panjang serta studi ke lapangan secara langsung sehingga penelitian bisa lebih akurat. 3. Diharapkan untuk menggunakan analisis pengklasteran sehingga mampu memberikan kelompok acuan untuk setiap kabupaten dan kota yang memiliki ciri-ciri serupa, yang akan memperkuat hasil penelitian. 4. Diharapkan pada penelitian selanjutnya juga, dilakukan penentuan standar derajat interval untuk menentukan tingkat ketergantungan fiskal dan tingkat kemampuan keuangan daerah suatu pemerintah daerah, sehingga semakin relevan untuk diklasifikasikan berdasarkan perkembangan kemampuan keuangan pemerintah daerah. 54