BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut. 1. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pendapatan dari dana transfer pemerintah pusat secara keseluruhan. Rasio rata-rata tingkat ketergantungan terhadap dana transfer dari pusat mencapai 89 persen. Adapun kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan tertinggi adalah Kabupaten Simeulue, rasio rata-rata mencapai 94 persen dan kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan terendah adalah Kota Banda Aceh, rasio rata-rata mencapai 77 persen. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pendapatan dari dana perimbangan, yang meliputi; DAU, DAK dan DBH. Rasio rata-rata tingkat ketergantungan terhadap dana perimbangan mencapai 60 persen. Adapun kabupaten atau kota yang memiliiki tingkat ketergantungan tertinggi adalah Kabupaten Simeulue, rasio rata-rata mencapai 89 persen dan kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan terendah adalah Kota Banda Aceh, rasio rata-rata mencapai 73 persen. 3. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki tingkat ketergantungan yang sangat rendah terhadap pendapatan dari dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Rasio rata-rata tingkat ketergantungan terhadap dana otonomi khusus dan dana penyesuaian hanya 28 persen. Adapun kabupaten atau kota yang memiliki 49
tingkat ketergantungan tertinggi adalah Kabupaten Aceh Tamiang, rasio ratarata hanya 8 persen dan kabupaten atau kota yang memiliki tingkat ketergantungan terendah adalah Kabupaten Aceh Singkil, rasio rata-rata hanya 1,9 persen. Pada analisis indeks dimensi kemandirian keuangan ini, ada beberapa pembanding yang digunakan sebagai alat bantu pengukuran indeks dimensi kemandirian keuangan pada Pemerintah Daerah Provinsi Aceh. Pembandingpembanding tersebut meliputi, seluruh pemerintah daerah provinsi yang ada di Pulau Sumatera dan pemerintah daerah yang secara umum memiliki kekhususan serupa Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Berdasarkan analisis IDKK, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Aceh masih sangat rentan terhadap sumber pendapatan di luar kendali pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi dengan tingkat kontribusi PAD yang sangat rendah. Adapun hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah di Provinsi Aceh dari tahun 2010 2014 sangat rendah. Persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah di Provinsi Aceh hanya 7 persen. Adapun kabupaten atau kota dengan persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah tertinggi adalah Kota Banda Aceh yakni sebesar 11 persen dan yang terendah adalah Kota Subulussalam dengan persentase rata-rata hanya 2,5 persen. 2. Kontribusi PAD terhadap belanja daerah di Provinsi Aceh dari tahun 2010 2014 sangat rendah. Adapun persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap 50
belanja daerah di Provinsi Aceh hanya 7 persen. Adapun kabupaten atau kota dengan persentase rata-rata kontribusi PAD terhadap belanja daerah tertinggi adalah Kota Banda Aceh yakni sebesar 11 persen dan yang terendah adalah Kota Subulussalam dengan persentase rata-rata hanya 2,4 persen. 3. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki indeks rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah yang sangat rendah. Paling rendah di antara seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan hanya lebih baik daripada Provinsi Papua. Adapun provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah terbaik adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai rata-rata hampir mencapai maksimal yaitu 0,9 dengan persentase rata-rata rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah mencapai 60 persen, sedangkan provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah terburuk adalah Provinsi Papua dengan nilai rata-rata minimal yaitu 0 dengan persentase ratarata rasio kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah hanya 6 persen. 4. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki indeks rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah yang sangat rendah. Paling rendah di antara seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan hanya lebih baik daripada Provinsi Papua. Adapun provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah terbaik adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai rata-rata hampir mencapai nilai maksimal yaitu 0,9 dengan persentase rata-rata rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah mencapai 58 persen. Provinsi dengan indeks rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah terburuk adalah Provinsi Papua dengan nilai rata-rata minimal yaitu 0 dengan persentase rata-rata rasio kontribusi PAD terhadap belanja daerah hanya 6 persen. 51
5. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki indeks dimensi kemandirian keuangan yang sangat rendah. Paling rendah diantara seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan hanya lebih baik daripada Provinsi Papua. Adapun provinsi dengan indeks dimensi kemandirian keuangan terbaik adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai rata-rata hampir mencapai nilai maksimal yaitu 0,9. Provinsi dengan indeks dimensi kemadirian keuangan terburuk adalah Provinsi Papua dengan nilai rata-rata minimal yaitu 0. Pada Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, kabupaten atau kota yang memiliki indeks dimensi kemandirian keuangan terbaik adalah Kota Banda Aceh dengan nilai indeks maksimal 1 dan kabupaten atau kota dengan indeks dimensi kemandirian keuangan terburuk adalah Kota Subulussalam dengan nilai indeks minimal 0. 5.2 Implikasi Berdasarkan simpulan hasil analisis tersebut di atas, maka implikasi yang dapat diajukan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Pelaporan realiasasi APBD setiap pemerintah daerah sebaiknya dilakukan secara transparan sehingga memudahkan bagi penelitian untuk mendapatkan data sesuai kebutuhan agar analisis yang diharapkan dari penelitian tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal dan akurat, serta dapat digunakan untuk kebutuhan pengambilan kebijakan setiap pemerintah daerah. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh meskipun memiliki tingkat ketergantungan yang cukup kecil terhadap dana otonomi khusus dan dana penyesuaian, ternyata belum tentu menunjukkan tingkat ketergantungan yang minimal terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Tingkat ketergantungan yang tinggi 52
terhadap dana perimbangan ini juga diikuti dengan rendahnya kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah. Agar tingkat ketergantungan tersebut dapat diminimalkan, diperlukan perbaikan pengelolaan manajemen keuangan daerah. 3. Tingkat kemandirian keuangan yang rendah, yang berarti rentan terhadap sumber-sumber pendanaan di luar kendali pemerintah daerah itu sendiri, dalam hal ini adalah dana perimbangan, berbanding lurus dengan tingkat ketergantungan keuangan daerah terhadap dana perimbangan itu sendiri. 5.3 Keterbatasan Penelitian ini mempunyai keterbatasan sebagai berikut. 1. Data yang diperoleh adalah data maksimal yang bisa didapat oleh peneliti sehingga periode penelitian yang diambil oleh peneliti merupakan periode maksimal yang datanya tersedia secara urut dan cukup lengkap. 2. Penelitian ini hanya menampilkan data total dana perimbangan, total PAD dan total belanja setiap tahun dari setiap pemerintah daerah. Penelitian ini tidak merinci lebih detail mengenai dana perimbangan, PAD, dan belanja daerah setiap pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, sehingga belum jelas dana perimbangan, PAD, dan belanja daerah yang mana yang lebih dominan dari setiap pemerintah daerah tersebut. 3. Penelitian ini belum menerapkan analisis pengklasteran untuk menetukan kelompok acuan untuk setiap kabupaten dan kota dengan ciri-ciri yang serupa, sehingga seluruh kabupaten dan kota digolongkan dan dianalisis dengan metode yang sama. 4. Belum menentukan standar nilai untuk derajat interval tingkat ketergantungan 53
fiskal dan kemampuan keuangan daerah. Karena masih menggunakan standar lama yang sudah tidak relevan lagi. 5.4 Saran Apabila terdapat peneliti-peneliti lain yang melakukan penelitian yang terkait dengan penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut. 1. Tingkat ketergantungan yang tinggi secara umum dipengaruhi oleh tingkat kontribusi PAD yang masih sangat rendah. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya agar benar-benar ditemukan hal-hal atau faktor-faktor yang menjadi penyebab dari permasalahan tersebut dan menentukan sektor-sektor mana saja yang paling dominan pengaruhnya. 2. Diharapkan tersedia data yang lebih banyak dengan periode jangka waktu yang lebih panjang serta studi ke lapangan secara langsung sehingga penelitian bisa lebih akurat. 3. Diharapkan untuk menggunakan analisis pengklasteran sehingga mampu memberikan kelompok acuan untuk setiap kabupaten dan kota yang memiliki ciri-ciri serupa, yang akan memperkuat hasil penelitian. 4. Diharapkan pada penelitian selanjutnya juga, dilakukan penentuan standar derajat interval untuk menentukan tingkat ketergantungan fiskal dan tingkat kemampuan keuangan daerah suatu pemerintah daerah, sehingga semakin relevan untuk diklasifikasikan berdasarkan perkembangan kemampuan keuangan pemerintah daerah. 54