BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Novi Sri Rahayu, dkk (2013) menyimpulkan bahwa s iswa dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

mengembangkan pengetahuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sagala (2010:37), belajar adalah suatu proses perubahan perilaku dan

BAB I. aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Efa Rosfita, 2013

KAJIAN PUSTAKAN. yang mereka dapat dan kegiatan yang mereka lakukan. Menurut Hamalik (2001:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS IV SDN INTI OLAYA KECAMATAN PARIGI. Oleh. Sartin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRASTIS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. semakin baiknya kualitas bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan sangat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

I. PENDAHULUAN. dan dapat menyesuaikan secara aktif dalam kehidupannya. melalui pendidikan yang baik akan dihasilkan sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. peserta didiklah yang menjadi pusat pembelajaran di dalam kelas.

Peningkatan Prestasi Belajar PKn Materi Kebebasan Berorganisasi Melalui Metode Mind Mapping Bagi Siswa Kelas V SD Karya Thayyibah Baiya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, budaya dan lingkungan dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Segai sebuah proses sengaja maka pendidikan harus dievaluasi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran PKn di sekolah menghadapi sejumlah masalah

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION PADA SISWA KELAS V SD. Afandi Roqit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar

BAB II. Kajian Pustaka. pembelajaran kooperatif, dan prestasi belajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam dua tahapan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dieksperimenkan, yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar. Menurut Sudjana (2008: 22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Suyono dalam Lailatul Fitriyah (2010), menyatakan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang mengakibatnya berubahnya input secara fungsional. Winkel dalam Lina (2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Arif Gunarso dalam Lina (2009: 5), hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan Slameto dalam Iswandi (2010), menyatakan hasil belajar merupakan tolak ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seorang yang prestasinya tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah berhasil dalam belajar. Hal tersebut merupakan dampak atau pencapaian terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan mulai dari proses belajar hingga evaluasi atau tes. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ditentukan dari keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan 6

7 kegiatan belajarnya dan dari hasil belajar itu maka orang tersebut mendapatkan apresiasi atau penghargaan berupa prestasi atau nilai-nilai. 2.1.1.2. Pengertian Belajar Slameto (2010: 2), mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Lebih lanjut Slameto mengklasifikasikan ciri-ciri perubahan tingkah laku seseorang dalam pengertian belajar meliputi perubahan terjadi secara sadar, perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku. Menurut Trianto (2010: 17), belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaaan lama menjadi kebiasaan baru, serta manfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Menurut Wina sanjaya (2011), dikatakan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Dikatakan juga bahwa proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan dan yang mungkin dapat disaksikan adalah dari

8 adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Sebagai contoh, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang siswa memerhatikan dengan seksama sambil mengangguk-nganggukan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan belajar. mungkin mengangguk-anggukan kepala itu bukan karena ia memerhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru, akan tetapi karena ia sangat mengagumi penampilan guru, dan ia tidak mengerti apa-apa. Dengan demikian siswa tidak mengalami belajar, karena tidak menampakan gejala-gejala perubahan tingkah laku. Kesimpulan yang didapat terhadap ketiga pendapat tersebut, bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mental yang dialami seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. 2.1.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar merupakan penghambat keberhasilan terhadap prestasi siswa. Menurut Slameto (2010: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern diantaranya meliputi faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Kemudian faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah. Menurut Aunurrahman (2011: 177), bahwa masalah-masalah dalam belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru

9 maupun dari dimensi siswa. Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar. Lebih lanjut Aunurrahman menyatakan bahwa faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar tersebut meliputi karakteristik/ciri siswa, sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menggali hasil belajar, rasa percaya diri, dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor guru, lingkungan sosial, kurikulum sekolah, dan sarana dan prasarana. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua faktor (intern dan ekstern) sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Salah satu masalah yang juga mempunyai pengaruh sangat besar dalam pencapaian suatu hasil pembelajaran di Sekolah Dasar adalah metode mengajar di mana di dalamnya terdapat model pembelajaran. 2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation 2.1.2.1. Pembelajaran Kooperatif Menurut Wina Sanjaya (2011: 242), pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Artzt & Newman (Trianto, 2009: 56) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Trianto (2009: 56), pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

10 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada keaktifan siswa dalam memahami dan menanggapi konsep suatu materi ajar dengan cara kerja kelompok yang dipilih secara heterogen. 2.1.2.2. Group Investigation Group investigation dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Menurut Trianto (2010), group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Pendekatan dengan metode group investigation memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Dalam group investigation, kelas adalah sebuah tempat kreatifitas kooperatif di mana guru dan murid membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan masing-masing siswa. Pihak yang belajar adalah partisipan yang aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah, membuat keputusan yang menentukan tujuan terhadap apa yang dikerjakan. Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dalam proses pembelajaran. Rencana kelompok adalah satu cara untuk mendorong keterlibatan maksimal para siswa. Berdasarkan hal di atas bahwa group investigation berpusat pada siswa dan tugas-tugas yang dikerjakan merupakan pilihan dari siswa itu sendiri melalui berdasarkan pemilihan berbagai topik mengenai materi atau pokok bahasan yang akan dipelajari. A. Langkah-langkah Penerapan Group Investigation Robert E. Slavin (2005: 218-220), membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) tahapan.

11 1) Mengidentifikasikan topik dan membuat kelompok - Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran. - Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih. - Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. - Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan. 2) Merencanakan tugas yang akan dipelajari - Para siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari (apa yang dipelajari?, bagaimana mempelajarinya?, siapa melakukan apa?, untuk tujuan atau kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut?). 3) Melaksanakan investigasi - Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. - Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya. - Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan. 4) Menyiapkan laporan akhir - Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. - Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi. - Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi. 5) Mempresentasikan laporan akhir - Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.

12 - Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif. - Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasn dan penampilan presentasu berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas. 6) Evaluasi - Para siswa saling memberikan umpan balik menganai topic tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka. - Guru dan muris berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. - Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi. B. Keunggulan dan Kelemahan Group Investigation Metode Group investigation memanglah suatu rancangan mengenai pola pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang terorganisir dengan baik. Namun, metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan (Robert E. Slavin, 2005), seperti di bawah ini: 1) Kelebihan Group Investigation - Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri kompleks. - Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik. - Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk bekerja sama dengan siswa lain. - Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif) dan group process skill (managemen kelompok). - Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. - Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan.

13 - Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh sikap untuk lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan merasa berguna untuk orang lain. - Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif. 2) Kelemahan Group Investigation - Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit. - Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis, sehingga tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut aktif. - Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama. - Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas menjadi mudah ribut. - Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini. - Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya. 2.1.2. Model Pembelajaran Dengan Ceramah 2.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Dengan Ceramah Model pembelajaran dengan ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Model ini senantiasa bagus bila pengunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunannya (http://blog.tp.ac.id, 20 februari 2012). Ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada kelompok siswa (Wina Sanjaya,2011: 147). Ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru di depan siswa di muka kelas. Dalam metode ini seorang guru sangat

14 mendominasi dan menjadi subjek dalam sebuah pembelajaran, sementara siswa adalah sebagai objek pasif menerima apa yang disampaikan oleh guru, (http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-ceramah, 20 februari 2012). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dengan ceramah adalah cara atau gaya penyampaian materi ajar yang berpusat pada guru atau pendidik tanpa memperhatikan kemampuan siswa sehingga siswa menjadi kurang aktif dan pembelajaran menjadi membosankan. A. Langkah-Langkah Menggunakan Model Pembelajaran Dengan Ceramah Menurut Wina Sanjaya (2011), ada beberapa tahapan pelaksanaan yang harus dilakukan dalam ceramah, yaitu: 1) Tahap persiapan a. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai b. Menentukan pokok-pokok materi yang akan direncanakan c. Mempersiapkan alat bantu 2) Tahap pelaksanaan a. Langkah pembukaan - Meyakinkan siswa telah memahami tujuan yang akan dicapai. - Apersepsi b. Langkah penyajian - Menjaga kontak mata secara terus-menerus dengan siswa - Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa - Sajikan materi pelajaran secara sistematis - Tanggapi respon siswa dengan segera - Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar c. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah - Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan - Merangsang siswa untuk menanggapi materi pembelajaran

15 - Melakukan evaluasi B. Kelebihan dan Kelemahan Ceramah Berikut ini adalah keunggulan dan kelemahan dari model pembelajaran dengan ceramah. 1) Kelebihan Ceramah - Model pembelajaran dengan ceramah murah dan mudah digunakan dalam pembelajaran. - Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas dalam waktu yang singkat. - Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. - Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas. - Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. 2) Kelemahan Ceramah - Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. - Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. - Ceramah menimbulkan kejenuhan siswa diakibatkan oleh cara mengajar guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik. - Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran ini, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dengan ceramah dapat membosankan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran, karena guru hanya menyampaikan materi sedang siswa pasif dalam menerima pelajaran dan model ini mempunyai banyak kelemahan di mana pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered).

16 2.1.3. Pendidikan Kewarganergaraan Sekolah Dasar 2.1.3.1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan SD Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 39 ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaran merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan Negara serta pendidikan pendahuluan bela Negara agar menjadi warga Negara yang diandalkan oleh bangsa dan Negara. Sementara dalam lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang berfungsi untuk membangun nilai-nilai dan jati diri peserta didik sehingga menjadi warga negara yang baik dalam suatu negara. 2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Muhaimin (dalam Aryani, 2010), mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi. c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

17 d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi. 2.2. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yang diterapkan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa, diantaranya: Fitriyah, Lailatul (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV Tegalrejo. Hasil belajar siswa pada pra tindakan 61,12%, siklus I pertama 1 prosentase hasil belajar siswa mengalami penurunan yaitu mencapai 57.76%, hal ini disebabkan siswa belum mengenal model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yang sedang digunakan. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada siklus I pertemuan kedua yaitu mencapai 69.16%. Pada siklus II pertemuan pertama hasil belajar siswa meningkat secara signifikan hingga mencapai 72.92%. Sedangkan pada akhir siklus II pertemuan kedua hasil belajar siswa mencapai 77.60% dengan prosentase siswa yang berhasil dalam pembelajaran mencapai 93%. Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa dalam masing-masing siklus. Sedangkan Iswandi menemukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Temenggungan 02 Blitar. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai yang diperoleh pada post test siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan dimana dari siklus I sampai siklus II terjadi kenaikan hal ini dapat dilihat bahwa hampir 78 % nilai siswa telah memenuhi standart kelulusan yang telah ditentukan yaitu 75. Terhadap beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada berbagai mata pelajaran termasuk Pendidikan kewarganegaraan.

18 2.3. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori dan kajian penelitian yang relevan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dapat dirancang dan direncanakan dengan baik melalui penggunaaan model pembelajaran yang baik dan model pembelajaran tersebut sesuai dengan materi ajar. Proses pembelajaran yang terlaksana dengan menggunakan model pembelajaran koopratif tipe group investigation lebih berpusat pada siswa sedangkan guru sebagai fasilitator. Siswa diajak untuk aktif mengerjakan tugas-tugas yang terbagi dalam kelompok-kelompok heterogen. Setiap kelompok membagi tugas pada masing-masing anggotanya agar dapat memecahkan masalah atau persoalan. Tugas-tugas tersebut didiskusikan oleh masing-masing kelompok dan dibuat dalam bentuk laporan hasil diskusi kelompok kemudian masing-masing kelompok melakukan presentasi di depan kelas. Kesuksesan presentasi yang dilakukan oleh masing-masing kelompok menentukan ketercapaian hasil belajar yang baik pula. Berbeda dengan model pembelajaran dengan metode ceramah yang di ajarkan oleh sebagian besar guru. Model pembelajaran dengan ceramah mempunyai kelemahan yaitu menjadikan siswa pasif serta kurang kreatif dalam belajar karena pembelajaran siswa hanya berpusat pada guru. Dari kelemahan tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini dapat digambarkan seperti pada bagan berikut: Bagan 2.3 Bagan kerangka berpikir Proses pembelajaran Ceramah Group investigation Siswa pasif Siswa aktif Hasil belajar rendah Hasil belajar

19 2.4. Hipotesis Penelitian Dari uraian-uraian pada rumusan masalah, kajian pustaka serta kerangka berfikir, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: Ada perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan model ceramah terhadap hasil belajar pendidikan kewarganegaraan siswa kelas IV.