1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan jalan di Indonesia merupakan prasarana transportasi yang paling dominan (90% angkutan barang menggunakan moda jalan dan 95% angkutan penumpang menggunakan moda jalan) dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan (TPEKTN, 2009). Hal ini membuktikan betapa besarnya peranan jalan selama ini dalam mendukung mobilitas dan distribusi penumpang, barang dan juga jasa. Kondisi ini menyebabkan infrastruktur jalan harus dipertahankan fungsinya dengan baik melalui sistem pemeliharaan yang baik pula. Peran infrastruktur jalan yang sangat penting tersebut menjadi alasan sehingga pemerintah berupaya keras dalam mewujudkan penyelenggaraan infrastruktur jalan yang berkualitas bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui penyediaan anggaran pembangunan infrastruktur jalan setiap tahun untuk kegiatan pemeliharaan, peningkatan dan juga pembangunan jalan baru yang merupakan tanggung jawab pemerintah dan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan. Namun demikian, upaya dan kerja keras yang ditempuh pemerintah tersebut nampaknya belum mampu mencapai keberhasilan yang diharapkan seluruh pihak. Kebijakan investasi untuk pembangunan infrastruktur jalan masih menghadapi hambatan besar dalam keterbatasan dana, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Permasalahan lain seperti pelanggaran beban muatan berlebih (overloading), tidak ada/berfungsinya sistem drainase, prinsip-prinsip good governanceyang kurang diterapkan dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan, dan koordinasi antar pihak terkait yang kurang berjalan efektif dalam pengentasan problem dasar kerusakan jalan menyebabkan semakin menambah beban pemerintah bagi penanganan masalah kerusakan infrastruktur jalan. Sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan, namun moda transportasi yang dipergunakan masih didominasi oleh moda transportasi yang menggunakan prasarana jalan.bappenas (2006) mencatat moda transportasi 1
2 melalui jalan melayani 84% penumpang, sedangkan kereta api baru 7,3%; udara 1.5%; laut 1.8%; dan sungai hanya 5.3%. Angkutan barang masih didominasi moda jalan dengan menguasai 90.4%, sisanya dibagi ke moda lainnya yakni laut dan kereta api masing-masing 7.0% dan 0.6%, padahal moda ini memiliki potensi angkutan barang berskala besar. Moda transportasi darat juga mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan, sehingga harus dipertahankan fungsinya dengan baik melalui sistem pemeliharaan yang baik pula. Hal ini membuktikan besarnya peran jalan selama ini dalam mendukung mobilitas dan distribusi penumpang, barang dan jasa. Sumber : Bappenas dalam Ditjen Bina Marga (2012) Gambar 1.1.Proporsi penggunaan moda transportasi Rahadian (2008) mengemukakan bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah mutu produk jasa konstruksi jalan belum mampu menyelesaikan permasalahan kerusakan jalan secara terstruktur. Hal ini terjadi karena delivery system yang digunakan menimbulkan gap kepentingan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa berkepentingan untuk menyelenggarakan jalan berdasarkan kinerja jalan, sedangkan penyedia jasa bertujuan menyelesaikan kewajiban kontrak dengan pencapaian keuntungan yang sebesar-besarnya. Bentuk-bentuk pengadaan dan kontrak inovatif sangat dibutuhkan untuk mendekatkan tujuan pengguna dan penyedia jasa dengan skema pembagian resiko (risk sharing) yang adil dan proporsional. Mulyono (2007) menyatakan faktor yang menyebabkan kegagalan mutu 2
3 perkerasan jalan dapat diuraikan menjadi beberapa hal, antara lain : (1) kesalahan perencanaan yang ditambah dengan pemilihan mutu material yang kurang tepat serta kesalahan desain struktur perkerasan; (2) kesalahan pelaksanaaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (standar mutu) yang ditetapkan; (3) kesalahan dalam penulisan laporan administrasi proyek, terjadi ketidaksesuaian antara fakta lapangan dan laporan tertulis; (4) ketidaktepatan dalam pengendalian mutu, terjadi penyimpangan mutu terhadap standar mutu yang diimplementasikan. Wirahadikusumah dan Abduh (2007) menyebutkan pemilihan metoda kontrak juga dapat mempengaruhi kualitas hasil pekerjaan. Penerapan metoda kontrak yang tepat dapat meningkatkan kualitas jalan dan juga dapat mendorong peningkatan peran serta pihak swasta dalam pembangunan nasional. Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Bina Marga sedangmenerapkan kontrak berbasis kinerja atau Performance Based Contract(PBC) dalam pelaksanaan jalan Nasional untuk dilaksanakan di 4 (empat) kota metropolitan yaitu Medan, Jakarta, Semarang dan Makassar. Kontrak PBC/PBMC ini merupakan integrasi dari 3 (tiga) proses, yaitu desain, pelaksanaan dan pemeliharaan, sehingga bisa dikatakan gabungan dari Desain and Build (DB) dan layanan pemeliharaan dengan system kontrak lump sum. Pemerintah berharap PBC dan PBMC ini menjadi satu solusi bagi penanganan jalan, baik dari sisi pemerintah agar bisa menyediakan jalan yang terus menerus dalam kondisi baik, maupun dari sisi penyedia jasa yang memandang bisnis ini menguntungkan dan menarik bagi mereka karena kondisi kontrak yang memiliki jangka waktu lama dengan panjang jalan yang cukup besar. Penerapan Kontrak Berbasis Kinerja atau Performance Based Contract (PBC) di wilayah Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I akan mulai diterapkan tahun 2014 pada Satuan Kerja Metropolitan Medan dengan panjang total 54,410 km atau panjang total ekivalen 108,82 km. Kinerja jalan atau jaringan jalan mencakup semua aset di dalamnya diukur dengan 3 (tiga) kategori yaitu : (1) jalan dapat digunakan; (2) keawetan jalan; (3) kenyamanan pengguna jalan. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional-I yang selanjutnya disebut 3
4 BBPJN-I mendapatkan anggaran untuk biaya penanganan jalan sebesar 2,786 triliun pada tahun 2014 yang dialokasikan untuk kegiatan kontrak baik fisik maupun non fisik, kegiatan swakelola, dan juga administrasi umum. Sebesar 87,1% dari biaya penanganan jalan berpindah dari Pemerintah (Pengguna Jasa) kepada Swasta (penyedia jasa) atau dengan kata lain dikontrakkan dengan rincian 81,0% untuk kontrak kegiatan fisik dan 6,1% dialokasikan pada kontrak kegiatan non fisik. Persentase nilai kontrak secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1.2. Sumber : Ditjend. Bina Marga (2014) Gambar 1.2. Persentase nilai kontrak terhadap pagu di BBPJN-I Pemerintah melalui BBPJN-I mengalokasikan 6,73% dari total pagu dengan rincian 5,53% untuk pemeliharaan rutin jalan sepanjang 3,760 km dan 1,20% untuk pemeliharaan rutin jembatan sepanjang 40,428 m. Rincian persentase pagu pemeliharaan rutin dapat dilihat pada Gambar 1.3. Proporsi anggaran dialokasikan cukup besar untuk pemeliharaan rutin sementara hasilnya kurang nyata terlihat dari sisi kemantapan jalan maupun kenyamanan dari pengguna jalan. Sistem kontrak integratif sangat diperlukan yang menyatukan segala unsur kegiatan mulai dari tahap perencanaan sampai pemeliharaan sehingga penggunaan anggaran dapat lebih efisien. Anggaran BBPJN-Iyang dikelola oleh kontraktor lebih dari 87% sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dari penyedia jasa/kontraktor juga perlu dievaluasi baik dari segi kompetensi maupun pola pikir terkait paradigma sadar mutu. 4
5 Sumber : Ditjend. Bina Marga (2014) Gambar 1.3.Perbandingan nilai pagu anggaran terhadap nilai kontrak fisik Sumber : Ditjend. Bina Marga (2014) Gambar 1.4. Persentase besaran pagu pemeliharaan rutin di BBPJN-I Peningkatan nilai investasi dalam pembangunan jalan dan pertumbuhan lalulintas belum sebanding dengan peningkatan kemantapan jalan. Mulyono (2007) mengungkapkan fakta kinerja jalan nasional dan propinsi dari tahun 2002 sampai 2005 menunjukkan bahwa makin besar nilai investasi tidak berdampak secara langsung pada penurunan nilai IRI (International Roughness Index). Nilai IRI merupakan tolok ukur untuk mendeskripsikan kondisi performansi perkerasan jalan. 5
6 Mulyono (2013) mengungkapkan bahwa karakter kontraktor di Indonesia cukup memprihatinkan. Kontraktor selalu berorientasi kepada keuntungan maksimal dengan cara mengurangi kualitas spesifikasi teknis material serta kelaikan fungsi peralatan berat dan buruknya pemahaman akan metode kerja pelaksanaan pekerjaan sehingga mengakibatkan manajemen yang buruk dapat berdampak terhadap intensitas penurunan progres dan pengurangan kualitas. Kontraktor tidak termotivasi untuk mengembangkan inovasi dan teknologi penanganan kerusakan jalan karena hanya dituntut untuk mengikuti metoda kerja yang tertuang dalam kontrak.kontraktor mampu bekerja sesuai DED secara kuantitatif tetapi secara kualitatif umumnya tidak terpenuhinya karena tidak berbudaya standar mutu serta cenderung memilih partner subkontraktor yang murah dan tidak berpotensi konflik. Keberhasilan sistem PBC adalah adanya pelaksana atau sektor swasta yang mempunyai kemampuan teknis yang tinggi dalam merencanakan, membuat dan memelihara jalan dengan kondisi tetap baik, serta mempunyai akuntabilitas yang baik terhadap masyarakat. Cara ini dapat lebih mengefisiensikan anggaran yang tersedia serta lebih menguntungkan masyarakat. Pemilihan kontraktor tidak hanya memperhatikan SDM yang kompeten dan peralatan yang lengkap namun juga harus mempertimbangkan pengalaman dalam penanganan pemeliharaan rutin (Greenwood, 2006). Weijnen (2010) mengemukakan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh sistem infrastruktur jalan nasional adalah bagaimana mencapai hasil yang diharapkan dari sistem kontrak inovatif, terutama kemajuan dalam hal efisiensi dan inovasi serta menjaga perilaku dari kontraktor. Penerapan bentuk kontrak PBC dan kontrak inovatif lainnya membutuhkan perubahan-perubahan kultur kerja baik itu di pengguna jasa, penyedia jasa maupun pengguna jalan (Rahadian, 2008). PBC membutuhkan kontraktor yang mampu melakukan cara yang paling inovatif, efisien dan efektif dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi. Itu sebabnya, sangat penting untuk memilih kontraktor yang kompeten dan mampu dalam hal tersebut (CIPS and NIGP, 2012).Problem yang sering dialami penyelenggara jalan di hampir seluruh dunia antara lain kurangnya dana untuk 6
7 mencapai tingkat kepuasan dalam pelayanan jalan dan rendahnya inovasi(weijnen, 2010). Mulyono (2013) mengemukakan problem penyelenggaraan jalan nasional dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu problem pengaturan, problem pembinaan, dan problem pembangunan. Problem tersebut berasal dari pihak penyelenggara jalan, penyedia jasa maupun pemanfaat jalan. Fenomena peningkatan laju kerusakan struktural jalan nasional sangatdirasakan oleh kinerja pelayanan jalan nasional khususnya di wilayah penanganan BBPJN-I yang semakin menunjukkan penurunan karena berbagai persoalan baik internal maupun eksternal. Faktor eksternal umumnya berkaitan dengan karakter transporter yang sering melakukan overload dan over-dimensi kendaraan berat angkutan barang, sistem drainase jalan yang tidak terkoneksi dengan drainase spasial, serta gangguan fungsi dan manfaat jalan akibat penggunaan rumija di luar peruntukannya.faktor internal yang perlu diperhatikan adalah kompetensi sumber daya manusia pelaksana penanganan jalan, kualitas material yang digunakan dalam konstruksi jalan, kelaikan fungsi peralatan berat, kehandalan alat uji mutu, ketepatan metode kerja, dan berbagai konflik antar pihak yang terkait dengan proyek penanganan infrastuktur jalan. Faktor internal sangat berkaitan erat dengan karakter dan kinerja dari kontraktor pelaksana penanganan jalan yang secara langsung akan berdampak terhadap capaian mutu jalan. Permasalahan kontraktor secara umum terletak pada sejauh mana tingkat kepatuhan penerapan standar mutu di lapangan yang tentunya harus didukung berbagai inovasi dan kreasi pola pikir lapangan yang efektif dan efisien. Selain itu, perubahan paradigma dalam penanganan jalan nasional ke depan harus berbasis Performance Related Standard sehingga kontraktor harus siap melakukan capaian budaya sadar mutu dalam penanganan konstruksi jalan. Permasalahan lapangan yang berkaitan dengan proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta pemeliharaan konstruksi jalan tidak terlepas dari kurangnya integrasi SIDLACOM (Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Action Program, Construction, Operation, Maintenance). Kegagalan 7
8 konstruksi maupun kegagalan bangunanlebih dipicu oleh ketidaktepatan mutu pelaksanaan terkait karakter dan kinerja kontraktor pelaksana penanganan jalan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka salah satu cara adalah mengidentifikasi problem dasar penanganan jalan nasional yang ditinjau dari kinerja kontraktor baik dari segi teknis maupun non-teknis di wilayah kerja BBPJN-I sehingga penerapan PBC dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. B. Perumusan Masalah Jaringan jalan nasional sering mengalami kerusakan struktural sebelum usia layanan tercapai. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kegagalan konstruksi jalan disebabkan tidak tercapainya kualitas pelaksanaan pekerjaan sesuai standar mutu (Mulyono, 2007). Kontraktor bidang jalan memberikan kontribusi besar terhadap kualitas dari konstruksi jalan karena pelaksanaan penanganan jalan kurang dilakukan secara komprehensif berbasis integrasi SIDLACOM. Identifikasi permasalahan kinerja kontraktor perlu dilakukan agar penerapan PBC di BBPJN-I dapat dilaksanakan sesuai yang tuntutan kualitas hasil pekerjaan yang inovatif, efisien dan efektif. Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat disusun perumusan masalahdalam penelitian ini sebagai berikut : (1) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek survei data? (2) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek investigasi permasalahan lapangan? (3) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek design (perencanaan jalan)? (4) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek pengecekan ulangland acquisition (pengadaan lahan) jalan? (5) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek action program (pemrograman, perencanaan dan pendanaan)? (6) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek construction (pelaksanaan penanganan jalan)? (7) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspekoperation (pengoperasian jalan)? 8
9 (8) Bagaimana identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek maintenance (pemeliharaan konstruksi jalan)? (9) Bagaimana problem dasar kinerja kontraktor berdasarkan hasil identifikasi yang menjadi persyaratan utama penerapan PBC serta kesiapan penerapan PBC di wilayah kerja BBPJN-I? (10) Bagaimana prioritas utama penanganan problem dasar berdasarkan hasil identifikasi analisiskinerja kontraktor di wilayah kerja BBPJN-I? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan tentang analisis identifikasi permasalahan kinerja kontraktor bidang jalan menuju penerapan Performance Based Contract (PBC) di wilayah kerja BBPJN-I adalah untuk memperoleh : (1) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek survei data? (2) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek investigasi permasalahan lapangan? (3) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek design (perencanaan jalan)? (4) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek pengecekan ulangland acquisition (pengadaan lahan) jalan? (5) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspek action program (pemrograman, perencanaan dan pendanaan)? (6) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspekconstruction (pelaksanaan penanganan jalan)? (7) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspekoperation (pengoperasian jalan)? (8) Identifikasi kinerja kontraktor ditinjau dari aspekmaintenance (pemeliharaan konstruksi jalan)? (9) Problem dasar kinerja kontraktor berdasarkan hasil identifikasi yang menjadi persyaratan utama penerapan PBC serta kesiapan dalam penerapan PBC di wilayah kerja BBPJN-I (10) Prioritas utama penanganan problem dasar berdasarkan hasil analisis identifikasi kinerja kontraktor di wilayah kerja BBPJN-I. 9
10 D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis yang diperoleh dari hasil penelitian tentang analisis identifikasi permasalahan kinerja kontraktor menuju penerapan Performance Based Contract (PBC) di wilayah kerja BBPJN-I antara lain : (1) Memahami dan mengembangkan metode analisis pemetaan problem penyelenggaraan jalan nasional berbasis SIDLACOM. (2) Memahami dan mengembangkan analisis pengelompokan problem dasar yang menjadi prioritas penanganan. (3) Memahami dan mengembangkan teori pengambilan keputusan Importance- Performance Analysis(IPA) sehingga dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Manfaat praktis yang diperoleh dari hasil penelitian tentang analisis identifikasi permasalahan kinerja kontraktor menuju penerapan Performance Based Contract (PBC) di wilayah kerja BBPJN-I antara lain : (1) Memberikan rekomendasi (masukan) pada Kementerian Pekerjaan Umum khususnya BBPJN-I dalam mengetahui problem dasar dari sisi kontraktor serta solusi penanganannya menuju penerapan Performance Based Contract (PBC). (2) Memberikan masukan bagi penyelenggara jalan nasional dalam memilih dan mengawasi kinerja kontraktor agar penerapan Performance Based Contract (PBC) dapat berjalan dengan baik, efektif dan efisien. E. Batasan Penelitian Penelitian tentang Identifikasi Kinerja Kontrator Berbasis Penerapan SIDLACOM dilakukan di wilayah kerja BBPJN-I yang meliputi Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini akan mengalami banyak kendala oleh karena karakter kontraktor dan waktu penelitian yang singkat, oleh karena itu batasan penelitian ini antara lain : (1) Obyek penelitian adalah kontraktor yang sedang dan atau pernah menangani proyek jalan nasional di wilayah kerja BBPJN-I tahun anggaran 2012 2014. (2) Kuesioner disususn secara kualitatif dengan tahapan integrasi SIDLACOM. 10
11 F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan identifikasi permasalahan kinerja kontraktor sebagai penyedia jasa pada proyek penanganan jalan dalam upaya menuju kontrak berbasis kinerja, adalah : (1) Wahyudi (2009) telah melakukan penelitian berkaitan denganpenerapan kontrak berbasis kinerja (Performance Based Contract) untuk meningkatkan efektivitas penanganan jalan. Penelitian tersebut dilakukan di Jakarta dan Provinsi Banten dengan obyek responden Dinas Bina Marga, dengan pembahasan tentang alasan Kontrak Berbasis Kinerja sebagai alternatif kontrak untuk penanganan pemeliharaan jalan dan faktor-faktor kendala dalam penerapannya. Analisis data dilakukan dengan menentukan besaran kendala secara kuantitatif. (2) Wirahadikusumah dan Abduh (2007) telah melakukan analisis tentang metoda kontrak inovatif untuk peningkatan kualitas jalan. Kajian ini mengidentifikasi peluang dan tantangan yang dihadapi dalam penerapan kontrak berbasis kinerja dan kontrak bergaransi mulai dari tahap pengadaan sampai tahap pelaksanaan.penelitian ini menekankan tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan kontrak berbasis kinerja terutama industri jasa konstruksi yang selama ini menunjukkan tingkat kinerja kontraktor belum optimal. (3) Ditjend. Bina Marga (2013) telah melakukan analisis tentang monitoring dan evaluasi indikator kinerja penyedia dan pengguna jasa terhadap kegiatan penanganan jalan nasional di Ditbinlak Wilayah I. Penelitian tersebut dilakukan di seluruh Sumatera dan bertujuan untuk memperoleh identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pekerjaan konstruksi bangunan jalan dan identifikasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) untuk menilai kinerja penyedia jasa dan pengguna jasa pekerjaan konstruksi bangunan jalan. Penelitian ini menyimpulkan tingkat kepentingan faktor-faktor penting yang mempengaruhi kinerja kontraktor secara berurutan adalah : (1) kinerja kontraktor terhadap pelaksanaan konstruksi jalan di lapangan; (2) antisipasi kontraktor terhadap pengoperasian hasil pelaksanaan proyek bangunan 11
12 konstruksi jalan; (3) tingkat pemahaman DED pelaksanaan proyek pembangunan konstruksi jalan; (4) antisipasi kontraktor terhadap pemeliharaan bangunan konstruksi jalan; (5) kinerja kontraktor terhadap investigasi permasalahan lapangan untuk pelaksanaan proyek bangunan konstruksi jalan; (7) kinerja kontraktor terhadap action program untuk pelaksanaan proyek pembangunan konstruksi jalan; (8) kinerja kontraktor terhadap land acquisition untuk pelaksanaan proyek pembangunan konstruksi jalan. Perbedaan penelitian ini terhadap penelitian terdahulu adalah alur pikir dan cara analisis yang lebih komprehensif. Pendekatan alur pikir penelitian ini terintegrasi berbasis SIDLACOM (Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Action Program, Construction, Operation, Maintenance) dari mulai solusi akurasi data hingga pilihan teknologi pemeliharaan. Cara analisis data hasil survei dilakukan dengan metode IPA (Importance-Performance Analysis) yang meninjau permasalahan dalam dua cermatan, yaitu tingkat kepentingan dan tingkat penanganan. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja BBPJN-Idengan obyek responden kontraktor yang pernah dan atau sedang melaksanakan penanganan jalan nasional. Diskusi dan wawancara dengan kontraktor berkaitan identifikasi permasalahan kinerja selama inisehingga dapat disimpulkan kesiapan kontraktor menuju penerapan Performance Based Contract (PBC) proyek jalan nasional khususnya di wilayah kerja BBPJN-I. 12