BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau studi-studi mutakhir

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep

BAB I PENDAHULUAN. namun hingga kini proses kreativitas penciptaan geguritan masih berlangsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. ada kaitannya dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. dasarkan bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Adapun penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan terkait dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra Jawa UI, Universitas Indonesia Analisis amanat..., Dyah Ayu Sarah Sakinah, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala imajinasi yang dimilikinya untuk menghasilkan karya sastra. Karya sastra. dapat mengerti makna kehidupan dan hakikat hidup.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. dalam penulisan proposal. Semua referensi yang tertulis dalam kajian pustaka harus

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah

KAKAWIN BALI DWIPA ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI. I Gusti Bagus Budastra. Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,DANLANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Universitas udayana. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian sastra, seorang peneliti harus memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

Bab I Pendahuluan. pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pengarang (Noor, 2007:13). Selain itu, Noor juga mengatakan bahwa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks pada teks (lain). Dalam membaca suatu teks tidak dapat dilakukan dengan satu teks saja, akan tetapi kita harus membacanya secara "berdampingan" dengan teks-teks yang lainnya, sehingga interpretasi kita terhadapnya tidak dapat dilepaskan dari kedua teks tersebut. Adapun kesesuaian antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dalam hal menganalisis kedua buah teks yang saling berkaitan secara intertekstual. Kesesuaian teks tersebut adalah melihat seberapa jauh cerita Sarameya yang terdapat di dalam Adiparwa ditransformasi ke dalam bentuk geguritan. Anggaraniti (2007), dalam penelitian yang berjudul "Cerita Parikesit Dalam Adiparwa Dengan Geguritan Parikesit", yaitu membandingkan Geguritan Parikesit dengan Adiparwa yang merupakan naskah hipogramnya. Namun, tidak semua cerita yang terdapat di dalam Adiparwa akan dibandingkan dengan Geguritan Parikesit, melainkan bagian cerita kelahiran Parikesit sampai mangkatnya beliau karena digigit oleh Naga Taksaka dan dinobatkannya Sang Janamejaya menjadi raja. Adapun kesesuaian antara penelitian ini dengan 7

penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama mengungkapkan tentang Adiparwa serta melihat kajiannya yang sama yaitu pola struktur cerita Sarameya yang terdapat di dalam teks Geguritan Sarameya dengan teks hipogramnya, yaitu Adiparwa yang akan dibongkar dan hubungan intertekstual. Atmaja (2009), " Geguritan Yadnya Ring Kuruksetra Analisis Struktur dan Nilai ". Adapun dalam penelitian ini mengulas tentang teks geguritan yang menceritakan tentang episode Prabhu Janamejaya yang melaksanakan yadnya di Kuruksetra. Episode tersebut merupakan bagian cerita dari Adiparwa. Dalam penelitian yang akan dilakukan teks cerita dalam geguritan ini dijadikan pembantu untuk memahami teks yang diteliti. Dalam teks geguritan yang diteliti terdapat cerita serupa yang sangat berkaitan, yakni pengungkapan yadnya ring Kuruksetra yang menjadi bagian dari cerita Sarameya yang terdapat di dalam Geguritan Sarameya. Suaryasa (2011), pada penelitiannya yang berjudul " Swadarmaning Putra dalam Teks Sarasamuscaya, dan Teks Putra Sesana, dengan Geguritan Putra Sesana ( Sebuah Kajian Interteks ) ". Adapun dalam penelitian ini mengupas tentang analisis geguritan dalam bentuk kajian interteks. Geguritan Putra Sesana merupakan teks transformasi dari tutur Sarasamuscaya dan tutur Putra Sesana. Berdasarkan hal tersebut penelitian yang akan dilakukan tidak jauh berbeda, yakni mengkaji secara interteks dari bentuk geguritan yang merupakan transformasi dari parwa. Dari penelitian ini yang akan dijadikan acuan dalam penelitian yang dilakukan, yakni cara meneliti sebuah teks geguritan untuk dijadikan 8

perbandingan sehingga lebih mudah mengetahui cara kerja kajian interteks tersebut. 2.2 Konsep 2.2.1 Parwa Bila kita membicarakan sastra kakawin, yang dalam sastra Jawa Kuno menduduki tempat yang unggul, maka akan menjadi jelaslah betapa besar pengaruh sastra India. Kakawin Mahabharata terbagi menjadi beberapa episode yang disebut dengan parwa. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa itu ( Zoetmulder, 1973: 80). Menurut Kamus Jawa Kuna oleh Zoetmulder (1997: 784), parwa adalah cerita prosa yang merupakan bagian (buku) epik Mahabharata. Salah satunya adalah Adiparwa 'parwa yang pertama'. Bagian pertama dari Mahabrata ini banyak dibicarakan dan dikutip bagian-bagian ceritanya untuk dikupas dan diambil manfaatnya dalam dunia pendidikan. Parwa khususnya Adiparwa dibaca dengan irama phalawakya yang dikenal dengan istilah mamutru. Pembacaan itu disertai pula dengan terjemahannya dengan memakai media bahasa Bali sesuai dengan konteks cerita yang dibaca (Jirnaya, 2002: 11). 2.2.2 Geguritan Geguritan merupakan kesusastraan Bali purwa yang hidup dan berkembang di Masyarakat. Sebagai suatu karya sastra klasik, yang terdiri dari 9

pupuh-pupuh yang terikat oleh padalingsa dan membentuk suatu jalinan cerita sehingga geguritan tersebut dikatakan sebagai puisi naratif. Agastia (1980), dalam Geguritan Sebuah Bentuk Karya sastra Bali, menyatakan bahwa geguritan adalah suatu karya sastra tradisional (atau klasik) yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh-pupuh yang diikat oleh beberapa syarat yang disebut padalingsa yaitu banyaknya suku kata dalam tiap-tiap baris, banyaknya baris dalam tiap-tiap bait dan bunyi akhir tiap-tiap baris. Padalingsa tersebut menyebabkan pupuh tersebut harus dilagukan, karena karya sastra geguritan diciptakan sambil melagukannya. Surada (2009:1), menyatakan bahwa geguritan merupakan kesusastraan Bali purwa yang berasal dari kata gurit dalam bahasa Jawa Kuno kata gurit berarti tulis, karang dan gubah, dalam kamus bahasa Bali gurit berarti gubah; ngurit berarti menggubah. Jadi geguritan merupakan gubahan atau karangan yang dibentuk oleh beberapa tembang atau pupuh. Bahasa yang digunakan dalam geguritan umumnya menggunakan bahasa Bali Kawi atau bahasa Bali tengahan dan bahasa Bali lumrah. Geguritan biasanya tercipta dari imajinasi pengawi, yang melalui hasil renungan panjang atas keadaan lingkungan sosial maupun budaya dan peradaban. 2.2.2 Intertekstual Intertekstualitas sebagai suatu hakekat dari suatu teks yang di dalamnya terdapat teks lain. Dengan kata lain, intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks pada teks lain. Intertekstualitas dikonsepsikan : a) Kehadiran secara fisikal suatu 10

teks dalam suatu teks lainnya, b) Pengertian teks bukan hanya terbatas kepada cerita, akan tetapi juga mungkin berupa teks bahasa. Akan tetapi, kehadiran teks lain dalam suatu teks itu mungkin saja tidak bersifat fisikal belaka, dengan menampilkan ( secara eksplisit ) ( judul ) cerita itu sendiri. Namun, mungkin dapat terkesan adanya hal-hal sebagai berikut, c) Adanya petunjuk yang menunjukkan hubungan - persambungan - dan pemisahan - antara suatu teks dengan teks yang telah terbit lebih dulu. Dengan begitu, bukan tidak mungkin penulisnya ( telah membaca suatu teks yang terbit lebih dulu dan kemudian " memasukan"nya ke dalam teks yang ditulisnya ), d) Dalam membaca suatu teks kita tidak hanya membaca teks itu saja tetapi kita membacanya berdampingan dengan teks-teks lainnya, sehingga interpretasi kita terhadapnya tidak dapat dilepaskan dari teks-teks lain itu ( Kristeva dalam Junus, 1985: 87 ). 2.3 Landasan Teori Sebuah penelitian ilmiah memerlukan landasan kerja berupa teori. Teori merupakan serangkaian pernyataan yang saling berhubungan yang menjelaskan mengenai sekelompok kejadian dan itu sendiri berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah penelitian (Saifuddin, 1997: 19). Sesuai dengan judul serta permasalahan yang akan dianalisis maka penelitian ini memakai teori struktural dan teori intertekstual. Analisis struktur adalah tahapan dalam penelitian sastra yang sangat susah untuk dihindari. Dapat pula dikatakan setiap meneliti suatu karya sastra analisis struktur adalah tugas utama atau tujuan akhir dari penelitian sebuah karya sastra secara singkat, selain itu analisis struktur tidak boleh dimutlakkan dan ditiadakan. 11

Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin mengenai keterkaitan dan keterjalinan semua anasir-anasir dan aspek-aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Pengertian struktural pada pokoknya berarti bahwa suatu karya sastra atau peristiwa-peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhan. Hubungan itu tidak hanya bersifat positif, seperti kemiripan dan keselarasan, melainkan juga negatif, seperti pertentangan dan konflik ( Luxemburg, 1984: 36 ). Menurut Teeuw (1984: 123), asumsi dasar strukturalisme adalah sebuah karya merupakan keseluruhan, kesatuan makna yang bulat, mempunyai koherensi intrinsik, dalam keseluruhan itu setiap bagian dan unsur memainkan peranan yang hakiki, sebaliknya unsur dan bagian mendapat makna seluruhnya dari makna keseluruhan teks : lingkaran hermeneutik. Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai ( Nurgiantoro, 1995: 37 ). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pada kajian terhadap struktur Geguritan Sarameya terdiri dari struktur naratifnya yang terbagi menjadi insiden, 12

alur, tokoh dan penokohan, latar, tema, dan amanat. Penjabaran tersebut cukup relevan untuk diterapkan dalam Geguritan Sarameya untuk mengungkap struktur karya ini. Sesuai dengan kenyataan yang ada, dalam Geguritan Sarameya terdapat teks Sarameya dalam Adiparwa. Dengan kata lain, sejumlah teks Sarameya dalam Adiparwa terdapat di dalam Geguritan Sarameya. Oleh karena itu, penelitian ini mempergunakan tinjauan intertekstualitas dengan penyelesaian pada pendekatan strukturalisme. 13