BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

INUNG ISMI SETYOWATI B

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI. Oleh : ANISA NUR HAYATI B

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG s), yang disepakati oleh pemimpin dunia dalam KTT 2000. MDG merupakan komitmen masyarakat internasional, khususnya negara yang sedang berkembang, terhadap visi pembangunan. Visi ini secara kuat menempatkan pembangunan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan. Secara nasional beberapa tahun belakangan ini banyak program atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengangkat kondisi sosial dan ekonomi. Kebijakan ini sesuai dengan rekomendasi United Nations Development Programme (UNDP) dalam buku The Economics of Democracy: Financing Human Development in Indonesia dengan menekankan perlunya aspek pembiayaan yang lebih memadai bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan kualitas hidup mereka (Maryani, 2010). Memiliki kualitas unggul pada sumber daya manusia adalah tanggung jawab moral yang harus dijawab bangsa Indonesia (Astri dkk, 2013). Secara eksplisit UNDP menyarankan bahwa Indonesia perlu memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia dan cara pembiayaannya (Maryani, 2010). Pencapaian tujuan pembangunan manusia 1

2 bukanlah hal yang baru bagi Indonesia dan selalu ada penekanan pada pemenuhan tujuan tersebut, yaitu pemenuhan pendidikan universal, peningkatan kesehatan serta pemberantasan kemiskinan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Titik berat pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya sudah menganut konsep IPM yang dipublikasi oleh UNDP di atas, yakni konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual (Ardiansyah dkk, 2014). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan manusia. IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yang dilihat dari kualitas fisik dan non fisik penduduk. Adapun 3 indikator tersebut yaitu: indikator kesehatan, tingkat pendidikan, dan indikator ekonomi. Kualitas fisik tercermin dari angka harapan hidup, sedangkan kualitas non fisik tercermin dari lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf, dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi yaitu pengeluaran riil per kapita. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar dimasyarakat tersebut dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran, buta huruf, ketahanan

3 pangan. Namun persoalannya adalah capaian pembangunan manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa aspek pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya gagal. Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembagunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau antar Negara. Oleh karena itu Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) (Maiharyanti, 2010). Menurut penelitian yang telah dilakukan Christy dan Adi (2009) IPM dipengaruhi oleh faktor ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh banyak faktor, terutama pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Selanjutnya, Ginting (dalam Setyowati dan Suparwati, 2012) telah meneliti tentang pembangunan manusia di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, IPM sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak. Capaian IPM khususnya di Pulau Jawa secara garis besar meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012-2013, capaian IPM di enam provinsi di Pulau jawa rata-rata meningkat 0,53. Perkecualian pada periode 1996-1999 dimana terjadi penurunan capaian pembangunan manusia (BPS, 2013). Hal ini

4 tidak terlepas dengan situasi perekonomian negara yang memburuk saat itu sebagai dampak dari krisis ekonomi di Indonesia. Saat krisis ekonomi melanda Indonesia, pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat menurun. Pada puncak krisis ekonomi, yaitu pada tahun 1998, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi terendah sepanjang sejarah, sebesar -13.24 persen saja. Pada tahun 1999, kondisi perekomian di Indonesia mengalami peningkatan dengan ditandai peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 12.63 persen dari pertumbuhan ekonomi di tahun 1998 (Frasti, 2013). Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan erat antara pertumbuhan ekonomi dan capaian IPM. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi bersifat timbal balik, artinya apabila terdapat pertumbuhan ekonomi maka akan mempengaruhi pembangunan manusianya (UNDP dalam Christy, 2009). Sudah saatnya pembangunan tidak lagi diletakkan pada kekuatan sumber daya alam (natural resouces based), tetapi pada kekuatan sumber daya manusia (human resources based). Caranya adalah dengan meletakkan prioritas pembangunan manusia yang berhasil akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Ginting dalam Setyowati dan Suparwati, 2012). Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat ditunjukkan oleh angka Produk Domestik Ragional Bruto (PDRB), Investasi, Inflasi, pajak dan retribusi, pinjaman dan pelayanan bidang ekonomi. Khusus untuk nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi

5 pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB (Toddy, 2014). Untuk meningkatkan IPM semata-mata tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi baru merupakan syarat perlu. Agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pembangunan manusia, maka pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan syarat cukup, yaitu pemerataan pembangunan. Dengan adanya pemerataan pembangunan, terdapat jaminan bahwa semua penduduk dapat menikmati hasil-hasil pembangunan. Berdasarkan pengalaman pembangunan di berbagai negara, diperoleh pembelajaran bahwa untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan antara lain melalui dua hal, yaitu distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai (Marhaeni dkk dalam Ardiansyah dkk, 2014). Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah hendaknya mampu mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif, sebagai contoh melakukan aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan programprogram untuk kepentingan publik (Setyowati dan Suparwati, 2012).UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan penuh bagi masing-masing daerah, baik di tingkat provinsi,

6 maupun di tingkat kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya dengan sedikit mungkin intervensi pemerintah pusat. Kebijakan tersebut dikenal dengan nama Otonomi Daerah. Salah satu aspek yang sangat krusial dalam desentralisasi (otonomi daerah) adalah permasalahan desentralisasi fiskal. Secara konseptual, desentralisasi fiskal mensyaratkan bahwa setiap kewenangan yang diberikan kepada daerah harus disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah pusat berkewajiban untuk menjamin sumber keuangan atas pendelegasian tugas dan wewenang dari pusat ke daerah. Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah menerbitkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dana perimbangan yang dimaksud terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana perimbangan tersebut bertujuan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah (horizontal imbalance). Sumber pembiayaan lainnya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi, laba perusahaan/bumd dan lain-lain pendapatan daerah yang sah (Ardiansyah, 2014). Untuk dana perimbangan, dalam penelitian ini peneliti hanya fokus pada DAU dan DAK. Hubungan antara DAU, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia telah diteliti oleh Christy dan Adi (2009). Variabel Kualitas Pembangunan Manusia diprosikan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hasilnya menunjukkan bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal,

7 dan Belanja Modal juga berpengaruh terhadap IPM. Beberapa hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa pengeluaran di sektor publik sangat bermanfaat untuk meningkatkan pembangunan manusia dan mengurangi penduduk miskin, yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Widodo dkk (2011), Setyowati dan Suparwati (2012), Astri dkk (2013), Sumardjoko (2014), Ardiansyah dkk (2014). Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan Lilis Setyowati dan Yohana Kus Suparwati pada tahun 2012 dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD tehadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening studi empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap IPM melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). Sedangkan DAU, DAK, dan PAD berpengaruh positif terhadap IPM melalui PABM. Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah waktu penelitian, luas wilayah penelitian dan pemilihan variabel intervening. Dalam penelitian ini memilih belanja pendidikan dan kesehatan sebagai variabel intervening. Widodo (2011) menyatakan bahwa ada dua sektor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sehubungan dengan upaya memperluas kesempatan penduduknya untuk mencapai hidup layak yaitu pendidikan dan kesehatan. Dalam hal ini bisa terwujud melalui alokasi pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan meningkatnya alokasi

8 pengeluaran pemerintah di sektor publik tersebut maka akan meningkatkan pula produktivitas penduduk. Peningkatan produktivitas ini, pada gilirannya mampu meningkatkan pembangunan manusia yang selanjutnya dengan sendirinya berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Inilah yang menjadi dasar peneliti untuk memilih belanja pendidikan dan kesehatan, sebagai variabel intervening dalam penelitian ini. Untuk itu penulis ingin melanjutkan analisis mengenai capaian IPM di Pulau Jawa dalam masa pelaksanaan otonomi daerah, apakah terdapat peningkatan atau bahkan penurunan yang dipengaruhi oleh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK dan PAD melalui Pengeluaran Pemerintah di bidang Bidang dan Kesehatan pada tahun 2009-2012. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka studi ini akan mengkaji Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Pendidikan dan Kesehatan sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota Di Jawa). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan? 2. Apakah PAD berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan?

9 3. Apakah DAU berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan? 4. Apakah DAK berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan? 5. Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Kesehatan? 6. Apakah PAD berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Kesehatan? 7. Apakah DAU berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Kesehatan? 8. Apakah DAK berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Kesehatan? C. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan dan Kesehatan. 2. Untuk mengetahui pengaruh PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan dan Kesehatan. 3. Untuk mengetahui pengaruh DAU terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan dan Kesehatan. 4. Untuk mengetahui pengaruh DAK terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan dan Kesehatan.

10 D. Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Bagi pengembangan di bidang ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan di bidang pengelolaan keuangan daerah, disamping sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya dalam penelitian lebih lanjut yang terkait dengan Indeks Pembangunan manusia. 2. Manfaat Praktis a. Pihak Peneliti Memberikan bukti empiris tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU dan DAK terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Pendidikan dan Kesehatan. b. Pihak Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan dan menambah bahan bacaan dibidang Manajemen Keuangan Daerah. c. Pihak Instansi Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan agar penggunaan PAD, DAU dan DAK di perioritaskan pada capaian pembangunan manusia melalui kebutuhan fisik sarana dan prasarana pembangunan program dan kegiatan kesehatan, pendidikan, ekonomi.

11 E. Sistematika Penulisan Secara garis besar, penelitian ini akan diruangkan dalam lima bab pembahasan, adapun sistematika pembahasan yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Menjelaskan latar belakang penelitian ini serta perumusan masalah penelitian yang penyusunannya disesuaikan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi teori-teori serta penelitian terdahulu berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada bab ini juga dijelaskan susunan pemikiran yang melandasi timbulnya hipotesis penelitian. Pada bagian ini diuraikan mengenai hubungan variabel independen yang digunakan dalam penelitian. BAB III : METODE PENELITIAN Terdiri dari variabel penelitian dan definisi operasional penelitian, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan hasil output SPSS.

12 BAB V : PENUTUP Berisi tentang kesimpulan penelitian serta implikasi keterbatasan penelitian tersebut, disertakan pula saran bagi penelitian mendatang.