2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. : Kecamatan Astanaanyar dan Bojongloa Kidul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

DEMOGRAFI KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN (Kasus di Kota Bandung Bagian Barat)

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB 3 TINGKAT RESIKO KEBAKARAN DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KECAMATAN BOJONGLOA KALER TABEL III.1 KEPADATAN PENDUDUK KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

Walikota Tasikmalaya

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

KESIAPSIAGAAN SMP NEGERI 1 GATAK KABUPATEN SUKOHARJO DALAM MENGHADAPI BENCANA ALAM NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tempat penyimpanan barang yang cukup rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di

ANGGI PRATIWI A

MITIGASI BENCANA TERHADAP BAHAYA LONGSOR (Studi kasus di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat)

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

BAB IV METODE PENELITIAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR TETAP SIAGA DARURAT BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan tanah untuk tempat tinggal dan kegiatan aktifitas lainnya.

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RESIKO BENCANA GEMPA BUMI DI KOTA BUKITTINGGI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENYUSUNAN ROADMAP POTENSI BENCANA DAN STRATEGI PENINGKATAN KETAHANAN BENCANA DI KOTA BANDUNG DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Powered by TCPDF (

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

JURNAL KESIAPAN KELOMPOK SIAGA BENCANA SMA DI WILAYAH ZONA MERAH DI KOTA PADANG DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo-

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Klaten merupakan bagian dariprovinsi Jawa Tengah, yang

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KORBAN BENCANA BANJIR DI DESA CEMANI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebakaran merupakan salah satu jenis bencana yang cukup potensial dengan meninggalkan kerugian yang besar jika tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang cukup dalam upaya mitigasi bencana. Menurut Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kebakaran termasuk kepada jenis bencana alam sekaligus bencana nonalam berdasarkan penyebab terjadinya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bencana kebakaran, selain dipengaruhi oleh kondisi fisik atau yang bersifat alamiah juga dapat terjadi akibat kelalaian manusia sebagai penyebabnya. Dalam mitigasi bencana, selain aspek fisik (alamiah) ternyata aspek manusia (sosial) pun harus mendapatkan perhatian khusus. Kota Bandung merupakan salah satu region perkotaan dengan jumlah penduduk sebanyak 2.470.802 jiwa yang berada pada wilayah seluas 167,31 km 2 (BPS Kota Bandung 2015, hlm.43). Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan penduduk di Kota Bandung ialah 15.713 jiwa/km 2 dan tergolong sangat padat menurut UU No 56/PRP/1960. Selain itu, setidaknya selama 4 tahun terakhir tingkat kepadatan penduduk (population density) di Kota Bandung ini terus meningkat mulai dari tahun 2010 hingga 2014 dengan masing-masing 14.314 ; 14.494 ; 14.676 ; 14.847 ; 15.713 jiwa/km 2 (BPS Kota Bandung, 2015, hlm.44). Sebagaimana dikemukakan oleh Coburn (1994, hlm.38) mengatakan bahwa satu konsentrasi orang yang semakin padat akan selalu memiliki potensi yang lebih besar terkena bencana dibandingkan apabila penduduk tersebut semakin tersebar. Hal tersebut tercermin pula di Kota Bandung, sebab berstatus sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, Kota Bandung juga memiliki tingkat risiko bencana kebakaran yang cukup tinggi pula. Diantara berbagai jenis bencana yang terjadi di Kota Bandung diantaranya yaitu kebakaran yang masih menjadi jenis bencana dengan jumlah kejadian tertinggi. Pernyataan tersebut didukung dengan data empiris yang ditunjukan oleh data pada tabel 1.1 yaitu sebagai berikut:

2 Tabel 1.1 Banyaknya Kejadian Bencana Alam Menurut Jenisnya Di Kota Bandung No Jenis Bencana Alam Banyaknya Persentase 1. Banjir 12 7,89% 2. Kebakaran 105 69,08% 3. Angin 8 5,26% 4. Tanah Longsor 2 1,32% 5. Bangunan Hancur 25 16,45% Jumlah 152 100% Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2015 (disunting) Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat disimpulkan bahwa kebakaran masih menjadi bencana dengan intensitas tertinggi di Kota Bandung. Terlihat bahwa dari total bencana yang terjadi di Kota Bandung sebesar 69,08 persennya merupakan bencana kebakaran, berbeda jauh dengan banjir (7,89%) ataupun longsor (1,32%). Bahkan menurut Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, intensitas terjadinya kebakaran di Kota Bandung memang tergolong sangat tinggi selama lima tahun terakhir. Data lain menunjukan bahwa di Kota Bandung tercatat setidaknya 177 kasus kebakaran yang terjadi di sepanjang tahun 2015 (Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung, 2015). Rincian jumlah kasus kebakaran tiap-tiap tahun di Kota Bandung dari tahun 2012 hingga 2015 yaitu berturut-turut 135, 131, 162 dan 177 kejadian. Berdasarkan jumlah kasus kebakaran 4 tahun berturut-turut terlihat bahwa setiap tahunnya di Kota Bandung dapat dikategorikan mempunyai jumlah bencana kebakaran tergolong tinggi, bahkan pada tahun 2015 jumlah kebakaran yang terjadi meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 162 kasus. Adapun sebaran kawasan rawan bencana kebakaran di Kota Bandung yang tercatat antara lain Babakan Ciparay, Cicendo, Astanaanyar, Bandung Kidul, Bandung Wetan, Sukajadi, Bandung Kulon, Batununggal, Bojongloa Kaler, Cibeunying Kidul dan Cibiru (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bandung, 2015). Selain itu, berdasarkan Studi Balai Sains Bangunan Puslitbang Permukiman tahun 2002, tercatat bahwa Kota Bandung memiliki rasio per tahun 1 kebakaran tiap 12.500 penduduk (dalam RTRW Kota Bandung 2011-2030). Kota Bandung memiliki potensi yang besar untuk terjadinya bencana kebakaran khususnya pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi.

3 Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan salah satu kecamatan di Kota Bandung yang juga kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi dengan 396 jiwa/ha. Bahkan pada tingkat kelurahan ada kelurahan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kota Bandung yakni Kelurahan Babakan Asih sebesar 747 jiwa/ha. Kelurahan lainnya di kecamatan ini pun masih tergolong kelurahan dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi seperti yang tercantum dalam table 1.2 Tabel 1.2 Kepadatan penduduk kecamatan Bojongloa Kaler tiap kelurahan 2014 No Kelurahan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (jiwa) (ha) (jiwa/ha) 1. Kopo 30.654 82 373 2. Suka Asih 19.189 92 201 3. Babakan Asih 16.065 21,5 747 4. Babakan Tarogong 28.293 54,2 522 5. Jamika 26.533 54 491 Jumlah 120.644 303,7 396 Sumber : Bojongloa Kaler Dalam Angka 2015 (Badan Pusat Statistik) Berdasarkan tabel 1.2 maka kepadatan penduduk tiap kelurahan di Kecamatan Bojongloa kaler ialah 467 jiwa/ha dan angka tersebut tergolong padat bagi sebuah permukiman di perkotaan. Hal tersebut tentu meningkatkan tingkat kerentanan bencana kebakaran akibat padatnya permukiman penduduk di kecamatan ini seperti yang dikemukakan oleh Coburn (1994, hlm.38) di awal bahwa suatu konsentrasi penduduk yang lebih tinggi memiliki potensi bencana yang tinggi pula. Hal senada juga dikatakan oleh Davidson (dalam Dwijayanti, 2008, hlm.10) yang mengatakan bahwa kepadatan penduduk merupakan salah satu dari tiga faktor yang mempengaruhi kerentanan bencana. Tidak heran jika Kecamatan Bojongloa Kaler ini menjadi salah satu kecamatan yang paling rentan terhadap bencana kebakaran dibandingkan wilayah lainnya seperti yang dinyatakan oleh Bappeda Kota Bandung di awal. Selain itu, seluas 1951,1 Ha dari wilayah Kecamatan Bojongloa Kaler memiliki potensi kebakaran permukiman tinggi, 212,2 Ha Kecamatan Bojongloa Kaler rentan terhadap kebakaran, dan dari semua Kecamatan di Kota Bandung Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan kecamatan yang seluruh wilayah (100%) termasuk rentan terhadap kebakaran (Somantri, 2011, hlm.100).

4 Besarnya potensi atau risiko bencana kebakaran yang telah dijabarkan tentu menjadi perhatian tersendiri bagi Kota Bandung pada umumnya dan Kecamatan Bojongloa Kaler sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi dan rentan terhadap kebakaran. Berbagai hal mesti dilakukan sebagai upaya untuk selalu mengamati hingga melakukan tindakan yang dapat mengantisipasi bahkan meminimalisir berbagai kerugian dari bencana (kebakaran) yang dikenal dengan istilah mitigasi. Berbagai upaya dapat dilakukan dalam rangka implementasi mitigasi bencana (kebakaran), termasuk didalamnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana kebakaran Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menjelaskan bahwa kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Penjabaran tersebut mengandung makna bahwa kesiapsiagaan merupakan langkah awal sekaligus tindakan preventif dalam menghadapi suatu bencana dan menegaskan pentingnya kegiatan berjaga-jaga secara efektif dan terorganisir sebagai upaya meminimalisir suatu proses penanggulangan (seperti pepatah mengatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati). Masyarakat merupakan stakeholder dari kebakaran itu sendiri seharusnya memiliki tingkat kesiapsiagaan dan upaya lain yang dapat mereduksi berbagai kerugian dari bencana kebakaran yang terjadi. Huang dalam Sagala (2013, hlm.1) mengemukakan bahwa : Salah satu kejadian kebakaran yang paling merugikan adalah kejadian kebakaran di daerah perkotaan/ permukiman. Berdasarkan data (Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung) tahun 2000-2010, terjadi sebanyak 1.624 kebakaran dengan sekitar 773 (48%) kejadian terjadi di daerah perumahan. Berdasarkan data dari Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bandung pada tahun 2014 jumlah kejadian, korban, dan kerugian bencana kebakaran di Kota bandung tahun 2005-2014 dapat diketahui bahwa dalam 10 tahun terakhir setidaknya 83 orang menjadi korban dari bencana kebakaran ini dengan rincian 25 orang meninggal dan 58 orang luka-luka. Belum lagi total kerugian materi rata-rata sebanyak Rp. 382.692.900.000,- menunjukan tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana kebakaran ternyata masih kurang (Dinas

5 Kebakaran Kota Bandung, 2015). Karena esensi dari kesiapsiagaan bencana sendiri yaitu mampu mengenali ancaman dan memprediksi sebelum terjadinya bencana bahkan mampu mencegahnya, akan tetapi jika tidak mampu maka perlu ada upaya untuk mengurangi dampaknya serta menanggulangi dampak tersebut secara efektif hingga mampu untuk pulih kembali (Sukma, 2012, hlm.13). Kesiapsiagaan masyarakat merupakan salah satu upaya dalam mitigasi bencana kebakaran, maka peneliti hendak mengkaji tentang kedua hal tersebut dalam upaya mitigasi bencana kebakaran pada wilayah padat penduduk yang ada di Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, memberikan dorongan bagi penulis untuk mengkaji kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana kebakaran secara mendalam. Penulis memfokuskan penelitian terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Kebakaran Pada Permukiman Padat Penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler. B. Rumusan Masalah Penulis memfokuskan permasalahan berdasarkan dari latar belakang masalah diatas yaitu Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Kebakaran Pada Permukiman Padat Penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler. Untuk lebih memperjelas kegiatan penelitian, penulis membatasi permasalahan dengan rumusan sebagai berikut ; 1. Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap ancaman bahaya kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler? 2. Bagaimana tingkat rencana untuk keadaan darurat masyarakat terhadap ancaman bahaya kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler? 3. Bagaimana tingkat sistem peringatan bencana masyarakat terhadap ancaman bahaya kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler?

6 4. Bagaimana tingkat mobilisasi sumber daya masyarakat terhadap ancaman bahaya kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler? 5. Bagaimanakah seharusnya upaya mitigasi bencana kebakaran yang dilakukan oleh masyarakat pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yang ingin dicapai adalah sebagai berikut ; 1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap ancaman bencana kebakaran di permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler. 2. Mengidentifikasi rencana masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler. 3. Mengidentifikasi sistem peringatan dini masyarakat untuk menghadapi ancaman bencana kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler 4. Mengidentifikasi mobilisasi masyarakat ketika terjadi bencana kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler 5. Menganalisis upaya mitigasi bencana kebakaran yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penyusunan penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis a. Dapat bermanfaat menjadi referensi masukan bagi perkembangan ilmu geografi khususnya mitigasi bencana tentang tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam mitigasi bencana kebakaran pada permukiman padat penduduk. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan akan pentingnya kesiapsiagaan yang harus dimiliki oleh semua pihak, terutama yang berada

7 di daerah rawan dan rentan terhadap kebakaran agar dampak yang ditimbulkan bisa diminalisir. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah dan Lembaga Terkait 1) Menjadi bahan masukan bagi pemerintah dan dinas-dinas terkait khususnya seperti Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Sosial, Bappeda Kota Bandung dan lain sebagainya untuk senantiasa mengawasi dan melakukan controlling sebagai upaya melindungi masyarakat dari halhal yang buruk yang berkenaan dengan bencana kebakaran. 2) Menjadi bahan evaluasi pemerintah dan dinas yang terkait untuk melakukan sosialisasi daerah rawan bencana dengan tingkat kerentanan yang tinggi dan mengajak serta masyarakat yang juga selaku stakeholder dalam setiap keputusan yang hendak diambil. b. Bagi Stakeholder: School Community Menjadi bahan masukan untuk senantiasa menanamkan nilai dan upaya mitigasi bencana (khususnya kebakaran) dalam kegiatan pendidikan dan menjadikan pendidikan sebagai salah satu sarana dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan bencana. c. Bagi Masyarakat Menjadi tambahan informasi dan pertimbangan bagi masyarakat khususnya masyarakat di sekitar wilayah kajian (Kecamatan Bojongloa Kaler) untuk senantiasa meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sebagai salah satu upaya mitigasi bencana kebakaran d. Bagi Peneliti Selanjutnya Menjadi informasi tambahan (referensial) bagi peneliti selanjutnya yang hendak mengkaji permasalahan terkait tema kesiapsiagaan masyarakat dalam mitigasi bencana khususnya kebakaran. E. Definisi Operasional Judul penelitian ini adalah Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Kebakaran Pada Permukiman Padat Penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler (Studi Kasus Pada Stakeholder : Individu/Rumah Tangga) dan berikut ini

8 merupakan definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian yang hendak dikaji. 1. Kesiapsiagaan menurut Carter (1991, hlm.29) adalah : Tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil. 2. Parameter kesiapsiagaan Bencana menurut LIPI (2006, hlm.13) dengan merujuk pada parameter yang dijelaskan oleh Krisna S Pribadi (2008) dalam bukunya pendidikan siaga bencana adalah : Parameter merupakan sebuah tolak ukur dalam menentukan tingkatan dalam suatu kondisi. Menurut LIPI telah disepakati 4 faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana yaitu: (1) Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, (2) Rencana untuk Keadaan Darurat Bencana, (3) Sistem Peringatan Bencana dan (4) Kemampuan untuk Memobilisasi Sumber Daya 3. Tingkat Kesiapsiagaan menurut LIPI (2006, hlm.48) dilambangkan dengan angka indeks, dimana : Semakin tinggi angka indeks berarti semakin tinggi pula tingkatan preparedness dari subjek yang diteliti. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam kajian ini dikategorikan menjadi lima, sebagai berikut : Sangat siap (80 100), Siap (65 79), Hampir Siap (55 64), Kurang Siap (40 54), dan Belum Siap (0 39). 4. Stakeholder Kesiapsiagaan Bencana menurut LIPI (2006, hlm.16) adalah : Tiga stakeholder utama yakni (1) Individu dan rumah tangga, (2) Pemerintah, dan (3) Komunitas Sekolah. Namun dalam penelitian ini yang dijadikan objek penelitian yaitu Individu dan rumah tangga yaitu masyarakat umum yang tinggal di wilayah kajian. Hal ini dikarenakan bahwa Individu dan Rumah Tangga memegang peran yang sangat penting dalam kesiapsiagaan masyarakat. Individu dan rumah tangga merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari kesiapsiagaan, karena berpengaruh secara langsung terhadap resiko bencana. 5. Kebakaran Menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan. Kerja Nasional (DK3N) (dalam Fatmawati, 2009, hlm.11), kebakaran adalah suatu peristiwa bencana yang berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian materi (berupa harta benda, bangunan fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana dan prasarana, dan lain-lain) maupun kerugian non materi (rasa takut, shock, ketakutan, dan lain lain) hingga kehilangan nyawa atau cacat tubuh yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut. Selain itu Kebakaran adalah

9 bahaya yang mengancam keselamatan jiwa dan harta benda bahkan pada rumah yang padat tidak hanya satu rumah tetapi satu blok permukiman (Dinas Kebakaran Kota bandung,2006) 6. Kawasan Padat Penduduk yang dimaksud mengacu pada Undang-undang Nomor:56/PRP/1960 yakni kawasan dengan kepadatan penduduk yang minimal termasuk pada kelompok cukup padat dan sangat padat sesuai dengan pembagian kelompok kepadatan penduduk yakni sebagai berikut. (a) tidak padat, dengan tingkat kepadatan 1 50 jiwa/ km 2 ; (b) kurang padat antara 51 250 jiwa/ km 2 ; (c) cukup padat 251 400 jiwa/ km 2 ; dan (d) sangat padat dengan tingkat kepadatan lebih besar dari 401 jiwa/km 2 ). F. Struktur Organisasi Skripsi Berikut ini merupakan sistematika penulisan dalam penelitian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Kebakaran Pada Permukiman Padat Penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler yang tersusun menjadi lima bab, yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan struktur organisasi skripsi. BAB II KAJIAN PUSTAKA Menguraikan berbagai teori yang terkait dengan permasalahan yang dibahas, yang meliputi kesiapsiagaan bencana kebakaran, manfaat dari kesiapsiagaan, sifat kesiapsiagaan, usaha peningkatan kesiapsiagaan, konsep dasar bencana dan mitigasi bencana, manajemen penanggulangan bencana, konsep kebakaran, klasifikasi bahaya hunian, dan permukiman. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab III menjelaskan mengenai banyak hal yang berkaitan dengan kegiatan ataupun proses yang ditempuh dalam suatu penelitian. Kaitannya dengan hal tersebut, pada bab ini meliputi beberapa penjelasan mengenai lokasi penelitian, pendekatan geografi yang digunakan, metode penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, bagan alur penelitian, dan kerangka berfikir.

10 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV membahas mengenai pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan penemuan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana kebakaran pada permukiman padat penduduk di Kecamatan Bojongloa Kaler yaitu dilihat dari tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat, rencana tanggap darurat, sistem peringatan dini, mobilisasi sumber daya manusia, dan upaya yang harus dilakukan masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya kebakaran. Sebagai data pendukung yaitu membahas dari segi fisik lingkungan sekitar maupun sosial, analisis data responden. BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI Bab V berupa penyajian dan pemaknaan peneliti terhadap hasil dari analisis penemuan penelitian dan saran-saran yang perlu diambil sebagai tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan.