BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA BERENCANA PADA KELOMPOK IBU DI WILAYAH PUSKESMAS I SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Diajukan Oleh : SRI NURYANI J210 050 056 PROGDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu misi pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungannya. Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 1999). Tujuan gerakan KB Nasional adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia. Salah satu strategi pelayanan kontrasepsi adalah menggunakan pola pelayanan kontrasepsi rasional sebagai pola pelayanan kontrasepsi kepada masyarakat, berdasarkan kurun waktu repproduksi yang sehat serta parietas (Prawirohardjo, 1999). Sasaran laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia pada tahun 2009 diharapkan turun menjadi 1,14%. Bila penurunan ini bisa terjadi sesuai rencana maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 diproyeksikan menjadi sekitar 231 juta saja. Sasaran TFR (total fertility rate) pada 2009 adalah 2,2%. Dengan makin banyak pasangan usia subur (PUS) ber-kb secara aktif diharapkan TFR akan turun. Pada tahun 2005 1
2 peserta KB berjumlah 61% dari 36 juta PUS dan TFR 2,6%. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 jumlah PUS yang memakai semua KB adalah 60,3 %. Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, menyatakan jumlah peserta KB tahun 2006 adalah 57,9% dan tahun 2007 juga 57,9% (Samekto, 2008). Pemilihan suatu metode, selain mempertimbangkan efektifitas, efek samping, keuntungan dan keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada suatu metode kontrasepsi, juga ada faktor-faktor individual calon akseptor maupun faktor eksternal yang pada akhirnya mempengaruhi pengambilan keputusan calon akseptor tersebut (Erfand, 2008). Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lebih lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, daerah (desa atau kota), pendidikan dan pekerjaan, agama, motivasi, adat istiadat, dan tidak kalah pentingnya sifat yang ada pada cara KB tersebut (Siswosudarmo, 2001). Sejumlah wanita memang menginginkan anak yang banyak, terutama di masyarakat dimana keluarga miskin tidak mendapat hak-hak keadilan dalam pembagian tanah, sumberdaya, dan perlindungan sosial. Ini karena anak-anak akan membantu dan merawat orang tua di masa tua nantinya (Burns, 2000). Peran perempuan masih terbatas pada pengambilan keputusan di dalam keluarga atau urusan domestik keluarga, sedangkan suami masih sebagai pengambil keputusan yang dominan serta mempunyai anggapan bahwa suamilah yang harus dihormati dalam pengambilan keputusan karena sudah berlaku umum dalam masyarakat serta dianut secara turun menurun sebagai kepala keluarga. Sedangkan pendidikan formal maupun
3 tidak formal sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam keluarga dimana perempuan yang bekerja membantu ekonomi keluarga yang diharapkan tidak memprioritaskan pendidikan hanya untuk anak laki-laki saja tetapi memberi kesempatan kepada semua anak baik laki-laki maupun perempuan (Sriudiyani, 2003). Pandangan Islam sebagaimana difatwakan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada Musyawarah Nasional MUI tahun 1983, KB dinilai sebagai suatu ikhtiar atau usaha manusia untuk mengatur kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum agama, Undang-Undang (UU) Negara dan moral Pancasila. Persoalan paling urgen dan kadang diperdebatkan dalam Islam mengenai KB, dikatakan Sahal adalah soal penentuan jumlah anak. Ada sebagian kalangan yang menilai membatasi kelahiran dengan alasan takut tidak bisa menghidupi anak, tidak dibenarkan dalam Islam (Ayu, 2007). Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2006, jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32,18 juta jiwa atau sekitar 14 % dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan) sebesar 99,57. Di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Tengah peserta KB aktif pada tahun 2006 mencapai 4,78 juta. Pada tahun yang sama peserta KB baru tercatat sebesar 709 ribu peserta. Jumlah penduduk kabupaten Sukoharjo tahun 2007 tercatat sebanyak 831613 jiwa yang terdiri dari 411340 laki-laki (49,46%) dan 420273 perempuan (50,54%). Jumlah wanita usia subur dikabupaten Sukoharjo pada Desember tahun 2008 sebanyak 150.646.
4 Kemudian jumlah WUS yang ingin punya anak tetapi ditunda sebanyak 6051 dan jumlah WUS yang tidak ingin anak sejumlah 8119 (BKKBN, 2009). Menurut Pendit (2000), sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius serta budaya, tingkat pendidikan, persepsi mengenai risiko kehamilan, dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan untuk ber-kb pada kelompok ibu diwilayah Puskesmas I Sukoharjo. B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis adalah : apakah ada hubungan antara faktor budaya dengan pengambilan keputusan dalam keluarga berencana pada kelompok ibu di wilayah Puskesmas I Sukoharjo. C. Tujuan penelitian!. Tujuan Umum Untuk mengetahui beberapa faktor budaya yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam keluarga berencana pada kelompok ibu diwilayah Puskesmas I Sukoharjo
5 2. Tujuan Khusus Diharapkan dapat memberi gambaran mengenai : a. Mengetahui gambaran faktor budaya yang meliputi : kepercayaan religius dan budaya, dan tingkat pendidikan. b. Mengetahui gambaran penggunaan KB dimasyarakat. c. Mengetahui hubungan antara kepercayaan religius dan budaya dengan pengambilan keputusan dalam keluarga berencana di Puskesmas I Sukoharjo. d. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengambilan keputusan dalam keluarga berencana di Puskesmas I Sukoharjo. D. Manfaat penelitian 1. Bagi Puskesmas a. Memberikan masukan tentang hubungan faktor budaya dengan pengambilan keputusan dalam keluarga berencana. b. Menambah informasi mengenai faktor budaya yang berkembang dimasyarakat dalam keluraga berencana 2. Bagi peneliti a. Menambah keilmuan penelitian dibidang penelitian b. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang cara penelitian c. Memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian 3. Bagi ibu-ibu Bagi para menambah informasi saat pengambilan keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi yang cocok.
6 E. Keaslian penelitian Beberapa faktor budaya yang berhubungan dengan pengambilan keputusan untuk ber-kb pada kelompok ibu di wilayah Puskesmas I Sukoharjo belum pernah dilakukan. Keaslian judul yang pernah ada adalah: 1. Linda Meliati (2005) dengan judul Hubungan pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi rasional dengan pemilihan metode kontrasepsi di Desa Bangun Cipto Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian analitik non eksperimen dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian PUS yang menjadi peserta KB aktif pada petugas lapangan KB (PLKB) sampai Maret 2005 di Desa Bangun Cipto Kec. Sentolo, Yogyakarta. Sampel penelitian menggunakan probability sampling dengan teknik proportional sampling (sampel berimbang). Data dianalisis dengan uji statistic chi square. Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kontrasepsi rasional dengan pemilihan metode kontrasepsi yang signifikan. 2. Tri Wijayanti (2001) dengan judul Faktor sosial budaya dan pelayanan kontrasepsi yang berkaitan dengan kesertaan KB IUD di 2 (dua) desa Kec. Gombong Kab. Kebumen. Jenis penelitian adalah penelitian survey metode explanatory dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan Statified Proportional Random Sampling sehingga didapat sampel sejumlah 188 orang dengan alpha= 0,05. Hasil penelitian menunjukkan responden mempunyai rata-rata umur 37,96 tahun, pendidikan <7 tahun 48,9%, ibu yang malu menggunakan IUD/Spiral 21,3%, 4,2% ibu pandangan agama menolak IUD, 84,6% berperan aktif dalam organisasi sosial dan karier, 50,5% tokoh agama atau
7 masyarakat berperan memberikan saran untuk menggunakan IUD. Pelayanan kontrasepsi yang menghasilkan nilai dengan presentase terbesar 5 dan 6. berdasarkan uji statistik menggunakan Chi Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara pendidikan ibu dengan kesertaan KB IUD. Hasil uji statistik antara peran tokoh agama atau masyarakat dengan kesertaan KB IUD menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna (p<0,05). Perbedaan pelayanan kontrasepsi akseptor non IUD dan akseptor KB IUD diuji statistik menggunakan Man Withney (U test) dan berdasarkan uji tersebut menunjukkan ada beda yang bermakna pelayanan kontrasepsi akseptor KB non IUD dan akseptor KB IUD.