BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan kajian teoretis dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori yang digunakan harus mampu mencapai maksud penelitian. Teori utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini terdiri atas kerangka berpikir yang menjelaskan secara teoritis

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit (Silaban, 2009). Pendapat auditor mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang diaudit didasarkan atas evaluasi terhadap bukti-bukti audit yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit. Apabila laporan keuangan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas

BAB I PENDAHULUAN. (Weningtyas dkk. 2006:2). Kasus Enron merupakan salah satu bukti kegagalan. pihak mengalami kerugian materi dalam jumlah besar.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. Era transparansi menjadikan jasa auditor semakin dibutuhkan di masa

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang

Lampiran 2 (Lanjutan) 79. Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi dari pihak yang melakukan audit (Weningtyas et al., 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan hasil audit memiliki posisi yang sangat penting bagi

FAJAR DWI NUGROHO B

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit dalam bentuk umum yaitu pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. mengenai seberapa banyak usaha yang dilakukan dalam situasi atau tugas tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memang. (Husnan, 2000). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika telah banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin meningkat, dan masalah yang dihadapi semakin UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat mengharuskan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan perusahaan menyebabkan dibutuhkannya pihak ketiga yang independen

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (Weningtyas dkk, 2006). a. Mengurangi jumlah sampel dalam audit. b. Melakukan review dangkal terhadap dokumen klien

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan dari masyarakat atas laporan keuangan yang di audit oleh akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya transparansi laporan keuangan terutama bagi perusahaan publik sangat

BAB I PENDAHULUAN. Proses audit merupakan bagian dari assurance services, yang melibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

SKRIPSI. Oleh : MSY. FADHILAH DWINTASARI B

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menentukan penyebab atau motif perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada

BAB IV METODE PENELITIAN. mencapai tujuan penelitian. Pembahasan diawali dengan menjelaskan rancangan

Kata kunci: tekanan anggaran waktu, locus of control, sifat Machiavellian, pelatihan auditor, perilaku disfungsional auditor

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kinerja perusahaan demi mempertahankan kelangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pengalaman auditor terhadap audit judgment membutuhkan kajian teori

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama dari skripsi adalah pendahuluan yang mencakup gambaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan fenomena yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDITOR DALAM PELAKSANAAN PROGRAM AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Profesi ini merupakan profesi

BABI PENDAHULUAN. Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada. umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. jasa audit di Indonesia pun meningkat. Faktor-faktor yang menjadi

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002). A Statement Of Basic Auditing Concepts

BAB I PENDAHULUAN. keuangan umumnya adalah perusahaan yang punya kepentingan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu (Harahap, 2009:105) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia memberikan dampak bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik di instansi pemerintah maupun di sektor swasta di Indonesia. Auditor di instansi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengauditan merupakan bagian dari assurance service dari kantor akuntan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia. Dalam

PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PROSEDUR PENGHENTIAN AUDIT PREMATUR (Studi Pada Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta dan Yogyakarta)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak,

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini pekembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. responden dan data penelitian, uji instrumen penelitian, analisis data, pengujian

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya Kantor Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Jensen dan Meckling

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat Memperoleh derajad S-2 Magister Sains Akuntansi. Diajukan oleh : Nama : Provita Wijayanti NIM : C4C005146

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori ini mendeskripsikan cara-cara penilaian perilaku seseorang baik yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Kasus yang menimpa beberapa Kantor Akuntan Publik seperti kasus Enron, telah

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh perusahaan untuk menyajikan suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan penilaian atas kewajaran dari laporan keuangan. khususnya, memperoleh infomasi keuangan yang andal sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan auditor adalah melakukan audit yang tujuannya terdiri dari tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH LOCUS OF CONTROL, TEKANAN ANGGARAN WAKTU KOMITMEN PROFESIONAL, TERHADAP PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDITOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

BAB I PENDAHULUAN. standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

BAB 5 PENUTUP 5.1. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Lokus kendali eksternal berpengaruh positif

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Kantor Akuntan Publik menjadi sukses. Sebaliknya jika SDM. terutama pada era persaingan yang semakin kompetitif ini.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak dijumpai pemberian jasa penjaminan (assurance services) yang. perusahaan adalah jasa audit atas laporan keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik internal maupun eksternal membutuhkan informasi terkait bisnis, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan

Taufik Qurrahman, Susfayetti, Andi Mirdah Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar berpikir yang bersumber dari suatu teori yang relevan dan dapat digunakan sebagai tuntunan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan kajian teoretis dan kajian empiris. Kajian teorites dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory. Grand theory, yaitu teori atribusi, sedangkan supporting theory, yaitu teori U terbalik, tekanan anggaran waktu, locus of control, komitmen organisasi, dan pengalaman. Kajian empiris dalam penelitian ini berasal dari research yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. 2.1.1 Teori Atribusi (Attribution Theory) Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya (Suartana, 2010:181). Teori atribusi mengargumentasikan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, dan kekuatan eksternal orang lain, yaitu faktorfaktor yang berasal dari luar diri seseorang. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau diri sendiri yang ditentukan dari internal atau eksternal dan pengaruhnya terhadap perilaku individu (Luthans, 2006). 15

16 Malone dan Robert (2009) mengatakan bahwa faktor penyebab tindakan pengurangan kualitas audit adalah faktor situsional saat melakukan audit seperti review procedure dan quality control, dan time-budget pressures, serta faktor internal, yaitu sisi personalitas dan karakter pribadi auditor. Salah satu karakter pribadi auditor tercermin dalam karakteristik profesional, komitmen organisasi, keinginan bertahan pada KAP tempat bekerja, pengalaman bekerja sebagai auditor, maupun etika profesional yang mendasari kerja dari seorang auditor. Pada penelitian yang dilakukan ini akan dikaji mengenai tekanan anggaran waktu, locus of control, komitmen organisasi dan pengalaman. Dalam teori atribusi Correspondent Inference, perilaku berhubungan dengan sifat atau karakteristik personal, berarti dengan melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut serta prediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tetentu. Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan (correspondent inference), (Febrina, 2012). Hubungan tersebut dapat diamati melalui hal berikut. 1) Melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinginan masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya merupakan cermin karakternya, bisa saja karena suatu keharusan. 2) Pengamatan terhadap perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan. 3) Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Contohnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran

17 baru, tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran kepribadiannya. Gordon dan Graham (2006) menjelaskan situasi di sekitar yang menyebabkan perilaku seseorang dalam persepsi sosial disebut dengan dispositional attributions dan situational attributions. Dispositional attributions merupakan penyebab internal yang mengacu pada aspek perilaku individual yang ada dalam diri seseorang, misalnya keperibadian, persepsi diri, kemampuan, dan motivasi. Sedangkan situational attributions merupakan penyebab eksternal yang mengacu pada lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi perilaku, misalnya kondisi sosial, nilai-nilai sosial, dan pandangan masyarakat. Penelitian ini menggunakan teori atribusi karena peneliti melakukan studi empiris untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi auditor dalam menerima dysfunctional audit behavior, khususnya pada karakteristik personal auditor itu sendiri. Karakteristik personal menjadi penentu utama dalam penerimaan dysfunctional audit behavior karena merupakan faktor internal yang mendorong seorang individu untuk melakukan suatu aktivitas (Febrina, 2012). Berdasarkan teori Konsensus Weiner (Febrina, 2012), keberhasilan dan kegagalan memiliki penyebab internal atau eksternal. Ketika seseorang dengan need of achievement tinggi telah sukses, dia akan menganggap keberhasilan itu berasal dari faktor internal (usaha dan kemampuan) serta cenderung menganggap kegagalan sebagai tindakan yang kurang usaha bukan karena tidak mampu.

18 2.1.2 Teori U Terbalik Hubungan antara stress dan kinerja dalam sejumlah penelitian banyak dijelaskan dengan menggunakan pola U terbalik. Pola U terbalik pertama kali didokumentasikan oleh Yerkes dan Dodson pada tahun 1908 yang dikenal sebagai hukum Yerkes-Dodson (Adler dan Fich, 2012), yang menyatakan kinerja meningkat sesuai dengan stimulus tetapi hanya pada sampai titik tertentu, ketika tingkat stimulus menjadi tinggi, kinerja justru menurun, sehingga disimpulkan terdapat stimulus optimal untuk aktivitas tetentu. Menurut Baumler (1994) dalam Adler dan Fich (2012), hukum ini telah digunakan untuk menjelaskan pengaruh reward, motivasi, stimulus, dan stres pada pembelajaran, kinerja, pemecahan masalah atau memori. Penelitian dalam psikologi telah menemukan bukti hubungan lengkung antara stimulus (arousal) dan kinerja (performance). Robbins (2015:435) menyatakan level stress yang rendah hingga sedang memberikan stimulus terhadap individu untuk dapat bekerja lebih baik, lebih intesns, atau lebih cepat. Sebaliknya, level stres yang tinggi akan memberikan banyak tuntutan yang dapat menghasilkan kinerja yang lebih rendah. Beberapa studi telah memberikan bukti yang mendukung hukum Yerkes-Dodson, seperti Choo (1995); Kelly dan Margheim (1990); Kelly dan McGrath (1982);. Smith et al. (1997); Sweeney dan Pierce (2004) dalam Bowrin dan King (2010). Choo (1986) dalam Silaban (2009) menemukan terdapat hubungan bentuk U-terbalik antara stress kerja dengan kinerja tugas. Choo (1995) dalam Bowrin dan King (2010) melaporkan hubungan antara tekanan waktu dan keakuratan penilaian auditor berbentuk U terbalik. Dalam melaksanakan pekerjaannya, auditor berpacu pada anggaran waktu yang telah ditetapkan. Anggaran waktu yang ketat dapat

19 menimbulkan tekanan bagi auditor yang menyebabkan stress. Stress dalam tahap rendah hingga menengah tersebut akan memacu auditor dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga menjadi lebih intensif dan lebih baik. Oleh karena itu, auditor dapat memenuhi anggaran waktu yang telah ditetapkan tanpa mengabaikan kualitas dengan tetap memperhatikan independensi, kode etik dan prinsip-prinsip yang berlaku. Tinggi Kinerja Rendah Rendah Stres Tinggi Gambar 2.1 Kurva U Terbalik: Hubungan antara Stres dan Kinerja 2.1.3 Tekanan Anggaran Waktu Tekanan anggaran waktu merupakan kendala yang terjadi pada perikatan audit karena keterbatasan sumber daya berupa waktu yang dialokasikan untuk

20 melaksanakan seluruh tugas audit (DeZoort dan Lord, 1997). Temuan hasil survey yang dilakukan secara luas di Amerika Serikat oleh Rhode mengindikasikan adanya insiden yang menganggu dari perilaku disfungsional auditor yang utamanya disebabkan oleh tekanan anggaran waktu (Otley dan Pierce 1996b). Pada saat seorang auditor mengalami tekanan anggaran waktu, maka auditor akan memberikan respon dengan dua cara, yaitu fungsional dan disfungsional (De Zoort dan Lord, 1997). Tipe fungsional merupakan perilaku auditor untuk bekerja lebih baik dan menggunakan waktu sebaik-baiknya (Kelley dan Seiler, 1982; Cook dan Kelley, 1991; Otley dan Pierce, 1996a). Tipe disfungsional merupakan perilaku auditor yang berpotensi menyebabkan perilaku penurunan kualitas audit (Rhode dalam Simanjuntak 2008). Akers dan Eton (2003) menyatakan, saat auditor merasakan tekanan anggaran waktu selama pelaksanaan tugas audit, maka auditor kemungkinan bertindak dengan cara fungsional, dengan melaksanan prosedur audit sebagaimana mestinya dan melaporkan waktu sesungguhnya yang digunakan dalam pelaksanaan tugas tersebut, dengan cara disfungsional, yaitu tidak melakukan prosedur audit sebagaimana mestinya, tetapi auditor mengklaim bahwa mereka telah melakukan prosedur audit sebagaimana mestinya. Cara disfungsional ini merupakan cara auditor mengatasi tekanan anggaran waktu dengan perilaku penurunan kualitas audit. Standar audit, sebelum melaksanakan audit, auditor harus merencanakan dan mengendalikan pekerjaannya secara efektif dan efisien. Semakin kompetitifnya setiap KAP dalam memberikan jasa audit, KAP dituntut untuk dapat beroperasi secara efektif dan efisien. KAP diharuskan mengumpulkan bukti

21 kompeten yang cukup dalam memenuhi standar professional, dan sisi lain KAP diharuskan melakukan efisiensi melalui pengendalian biaya audit. Sebagian besar biaya audit ditimbulkan oleh waktu audit, maka untuk meningkatkan efisiensi salah satu usaha yang sering ditempuh KAP adalah menetapkan anggaran waktu audit secara ketat. Akibatnya, auditor merasa tertekan, dan dapat merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit. Berikut tindakan yang mungkin dilakukan oleh auditor yang merasakan tekanan anggaran waktu: 1) Melaksanakan proses audit sebagaimana mestinya dan melaporkan waktu sebenarnya yang digunakan dalam pelaksanaan tugas tersebut. 2) Melaksanakan prosedur audit sebagaimana mestinya, tetapi memanipulasi catatan waktu dengan tidak melaporkan waktu sebenarnya yang digunakan untuk pelaksanaan tugas audit. 3) Tidak melakukan prosedur audit sebagaimana mestinya, tetapi auditor mengklaim bahwa mereka telah melakukan prosedur audit sebagaimana mestinya. Dalam hal ini auditor menanggulangi keandalan dengan perilaku reduksi kualitas audit. 2.1.4 Locus of Control Locus of control atau pusat kendali adalah salah satu variabel kepribadian (personility), yang membedakan perilaku atau tindakan seseorang dengan orang lain. Seseorang yang meyakini keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya berada dalam kontrolnya disebut memiliki locus of control internal, sedangkan yang di luar kontrolnya disebut memiliki locus of control eksternal. Locus of

22 control yaitu tingkat dimana individu meyakini bahwa mereka adalah sebagai penentu nasib mereka sendiri (Robbins, 2008:138). Locus of control menggambarkan tingkat keyakinan seseorang yang dapat mengendalikan faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya (Rotter, 1966). Locus of control terdiri atas locus of control internal dan locus of control eksternal. Seseorang yang meyakini keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya berada dalam kontrolnya disebut memiliki locus of control internal, sedangkan individu yang meyakini bahwa tindakan yang mereka lakukan mempengaruhi apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar yang di luar kontrolnya, seperti kesempatan atau keberuntungan disebut memiliki locus of control eksternal (Lefcourt, 1982). Auditor yang memiliki locus of control eksternal cenderung untuk berperilaku disfungsional dibandingkan dengan auditor yang memiliki locus of control internal. Silaban (2009) menyatakan dalam literatur psikologi ditunjukkan beberapa perbedaan perilaku individual yang diakibatkan oleh locus of control individu, yaitu: 1) Perbedaan atas tanggung jawab atau konsekuensi dari suatu tindakan yang dilakukan. Individu yang memiliki locus of control internal pada umumnya lebih bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan yang mereka perbuat dibandingkan dengan individu dengan locus of control ekternal. 2) Perbedaan dalam memandang keterkaitan dari suatu kejadian dengan kejadian berikutnya.

23 Individu dengan locus of control internal memandang kejadian atau pengalaman adalah saling berkaitan dan mereka belajar dari pengalaman yang berulang, pada pihak lain individu yang memiliki locus of control eksternal cenderung memandang suatu kejadian atau pengalaman tidak berhubungan dengan kejadian berikutnya dan mereka tidak belajar dari pengalaman. 3) Saat memandang suatu kondisi atau keadaan yang mereka hadapi. Individu yang memiliki locus of control internal cenderang memandang suatu keadaan atau kondisi sebagai peluang atau kondisi yang tidak menimbulkan tekanan (stres), sedangkan pihak yang memiliki locus of control eksternal cenderung memandang suatu kondisi atau keadaan sebagai ancaman atau menimbulkan tekanan stres. 4) Perbedaan dalam menanggulangi tekanan. Pada saat mengatasi suatu kondisi yang dapat menimbulkan stres individu yang memiliki locus of control internal cenderung menggunakan strategi berfokus masalah yaitu dengan mengelola atau merubah tekanan, sementara individu dengan locus of control eksternal cenderung menggunakan strategi berfokus emosi yaitu dengan menyerah pada masalah. Hasil penelitian Donnelly et al. (2003) dan Wintari (2015) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara locus of control eksternal dengan penerimaan perilaku audit disfungsional.

24 2.1.5 Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai organisasi, komitmen organisasional merupakan siakp yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesusksesan dan kebaikan organisasinya (Luthans dalam Setiyadi, 2002). Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan dimana seseorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotannya dalam organisasi. Komitmen dibutuhkan oleh organisasi agar sumber daya manusia yang kompeten di dalam organisasi dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Tanpa adanya komitmen organisasi yang kuat dalam diri setiap individu, tidak akan mungkin suatu organisasi dapat berjalan dengan maksimal. Komitmen yang kuat sangat berhubungan erat dengan rasa memiliki individu setiap organisasi. Komitmen organisasi ini ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya tujuan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan diri dalam organisasi. Individu yang memiliki komitmen yang tinggi akan cenderung lebih sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi, mau memberikan kontribusi lebih kepada organisasi dan berinisiatif memberikan manfaat kepada organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa individu dengan komitmen tinggi akan bertanggung jawab dalam pekerjaannya.

25 2.1.6 Pengalaman Menurut Noviari dkk. (2001) mendefinisikan pengalaman sebagai lamanya seseorang menghabiskan waktu untuk berkarya dalam menerapkan keahliannya di masyarakat. Gusnardi (2003) mengemukakan bahwa pengalaman audit (audit experience) dapat diukur dari jenjang jabatan dalam struktur tempat auditor bekerja, tahun pengalaman, gabungan antara jenjang jabatan, keahlian yang dimiliki auditor yang berhubungan dengan audit, serta pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh auditor tentang audit. Masalah penting yang berhubungan dengan pengalaman auditor akan berkaitan dengan tingkat ketelitian auditor. Menurut Butt (1988) memperlihatkan dalam penelitiannya bahwa auditor yang berpengalaman akan membuat pertimbangan yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesionalnya, daripada auditor yang kurang berpengalaman. Jadi seorang auditor yang lebih berpengalaman akan lebih tinggi tingkat skeptisme profesionalnya dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman. Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik. Menurut Herliansyah (2006), seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa. Hal ini dipertegas oleh Haynes et al. (1998) yang menemukan bahwa pengalaman audit yang dimiliki auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

26 Sesuai dengan standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik bahwa auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri yang digeluti kliennya (Arens dkk., 2000). Pengalaman akuntan publik akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya audit yang dilakukan serta kompleksitas transaksi keuangan perusahaan yang diaudit sehingga akan menambah dan memperluas pengetahuannya di bidang akuntansi dan auditing (Christiawan, 2002). Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki auditor maka akan semakin baik dan meningkat pula kualitas audit yang dihasilkan (Alim dkk., 2007). 2.1.7 Perilaku Penurunan Kualitas Audit Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan terdapat ancaman terhadap penurunan kualitas audit sebagai akibat audit disfungsional yang kadang-kadang dilakukan auditor dalam praktik audit (misalnya: Alderman dan Deitrick, 1982; Kelley dan Margheim, 1990; Pierce dan Sweeney, 2004). Perilaku audit disfungsional adalah setiap tindakan yang dilakukan auditor selama pelaksanaan program audit yang dapat mereduksi kualitas audit baik secara langsung maupun tidak langsung (Otley dan Pierce, 1996). Kegiatan auditor tidak lepas dari masalah keperilakuan, seperti adanya kemungkinan auditor melakukan penyimpangan perilaku yang nantinya dapat menurunkan kualitas audit yaitu disebut dengan (dysfunctional audit behavior).

27 Tingkat perilaku disfungsional yang sangat mengganggu berhubungan dengan profesi auditing (Otley dan Pierce, 1995). Menurut Jansen dan Glinow (1985) dalam Malone dan Roberts (1996), perilaku individu merupakan refleksi dari sisi personalitasnya sedangkan faktor situsional yang terjadi saat itu akan mendorong seseorang untuk membuat suatu keputusan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku disfungsional audit dapat disebabkan oleh faktor karakteristik personal dari auditor (faktor internal) serta faktor situsional saat melakukan audit (faktor eksternal). Faktor situsional yang diuji dalam penelitian adalah tekanan anggaran waktu dalam pelaksanaan audit. Karakteristik individual auditor yang dikaji dalam penelitian ini adalah locus of control, komitmen auditor terhadap organisasinya dan pengalaman. Auditor sebagai individu yang memiliki faktor bawahan juga diperkirakan mempengaruhi kinerja auditor. Faktor bawahan berupa locus of control, pengalaman dan kemampuan yang dirasakan (Enko dan Gudono, 2007). Perilaku penurunan kualitas audit mengakibatkan bukti-bukti yang dikumpulkan selama pelaksanaan audit tidak dapat diandalkan sehingga buktibukti tersebut tidak kompeten dan cukup sebagai dasar memadai bagi auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan yang terdapat dalam laporan keuangan yang diaudit (Silaban, 2009). Perilaku penurunan kualitas audit diantaranya adalah penghentian prematur atas prosedur audit, menerima penjelasan klien yang lemah, membuat ulasan dokumen klien secara dangkal, gagal meneliti kesesuaian prinsip akuntansi yang diterapkan klien, dan mengurangi pekerjaan audit dari yang seharusnya dilakukan (Malone dan Robert,

28 1996; Otley dan Pierce, 1996a). Menurut Silaban (2009) tindakan-tindakan yang disebutkan tadi di atas secara langsung mereduksi kualitas audit karena auditor memilih untuk tidak melaksanakan seluruh tahapan program audit secara cermat dan seksama. Tindakan penggantian prosedur audit (altering of audit procedure) juga termasuk sebagai tindakan yang mereduksi kualitas audit secara langsung. Pada umumnya tindakan ini dilakukan karena auditor beroendapat bahwa prosedur yang telah ditetapkan memerlukan waktu yang lama untuk diterapkan sehingga auditor melakukan penggantian prosedur audit sesuai dengan kehendaknya. Prosedur audit yang tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan menyebabkan hasil audit diragukan kualitasnya. Perilaku yang mereduksi kualitas audit langsung (RKA) dapat digolongkan sebagai perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis adalah setiap tindakan yang diperbuat seseorang yang dapat berdampak buruk pada pihak lain, dan tindakan tersebut menyimpang dari aturan yang berlaku dan secara moral tidak dapat diterima (Jones, 1991). 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian Cook dan Kelly (1988), variabel yang digunakan tekanan anggaran waktu yang dirasakan auditor dalam pelaksanaan audit dan cara yang ditempuh auditor untuk menanggulanggi tekanan anggaran waktu. Sampel penelitian adalah 73 auditor dari semua level. Hasil penelitian menunjukkan tekanan anggaran wkatu yang dirasakan auditor meningkat dibandingkan dengan

29 hasil studi 1982, auditor senior dan staf auditor cenderung menghadapai tekanan anggaran waktu yang lebih besar daripada auditor posisi level atas (partner dan manajer), dan cara yang ditempuh auditor dalam mengatasi tekanan anggaran waktu cenderung dengan melakukan perilaku audit disfungsional. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu tekanan anggaran waktu dan perilaku penurunan kualitas audit. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak menggunakan locus of control; komitmen organisasi; pengalaman serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian Otley dan Pierce (1996b), variabel yang digunakan tekanan anggaran waktu; komitmen profesional; dan gaya kepemimpinan manajer pada perilaku audit disfungsional. Sampel penelitian adalah 356 auditor senior pada tiga perusahaan yang tergolong dalam The Big Six di Irlandia. Kuesioner yang dapat digunakan 260 buah. Hasil penelitian menunjukkan ketercapaian anggaran waktu dan gaya kepemimpinan manajer berpengaruh pada perilaku audit disfungsional; serta komitmen profesional tidak berpengaruh pada perilaku audit disfungsional. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu tekanan anggaran waktu dan perilaku penurunan kualitas audit. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak menggunakan locus of control; komitmen organisasi; pengalaman serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian Coram, et al (2003), variabel yang digunakan karakteristik individu yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal pada perilaku audit disfungsional. Sampel penelitian adalah 205 auditor pada 10 KAP.

30 Kuesioner yang digunakan sebanyak 106 buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa auditor dengan locus of control eksternal lebih menerima perilaku audit disfungsional dibandingkan auditor yang memiliki locus of control internal. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu locus of control internal dan eksternal dan perilaku penurunan kualitas audit. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak menggunakan tekanan anggaran waktu; komitmen organisasi; pengalaman serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian dilakukan oleh Simanjuntak (2008), variabel yang digunakan time budget pressure dan risiko kesalahan pada penurunan kualiatas audit. Populasi penelitian adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik The Big Four dan Non- The Big Four di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan anggaran waktu dan resiko audit berpengaruh pada perilaku penurunan kualitas audit. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu tekanan anggaran waktu dan perilaku penurunan kualitas audit. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak menggunakan locus of control; komitmen organisasi; pengalaman serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Silaban (2009), variabel yang digunakan adalah locus of control, komitmen profesional, tekanan anggaran waktu audit, posisi auditor, tipe KAP, perilaku reduksi kualitas audit, dan underreporting of time. Sampel penelitian, yaitu 1.500 responden di 90 KAP di Kota Jakarta, Medan, dan Surabaya. Hasil penelitiannya, yaitu: karakteristik individual auditor

31 (locus of control dan dimensi komitmen profesional) berpengaruh pada tekanan anggaran waktu yang dirasakan dan perilaku audit disfungsional (RKA dan URT); selanjutnya tekanan anggaran waktu yang dirasakan berpengaruh terhadap perilaku audit disfungsional; serta posisi auditor di KAP dan tipe KAP berpengaruh pada model perilaku audit disfungsional (RKA dan URT). Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu locus of control; tekanan anggaran waktu audit; dan perilaku reduksi kualitas audit. Perbedaannya adalah penelitian ini tidak menggunakan komitmen organisas; pengalaman; serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Indarto (2011) variabel yang digunakan time pressure atas prosedur audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap penghentian premature atas prosedur audit. Sebaliknya variabel review procedure dan quality control oleh Kantor Akuntan Publik, Komitmen pada organisasi auditor; komitmen professional auditor; prosedur dan kesadaran etis berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Sedangkan pengalaman dalam mengaudit meski berpengaruh negatif pada penghentian prematur atas prosedur audit. Sampel penelitian adalah 71 auditor di Akuntan Publik di Semarang. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu time pressure;,komitmen organisasi; dan pengalaman. Perbedaannya adalah penelitian ini tidak menggunakan locus of control serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda.

32 Penelitian yang dilakukan oleh Triono dkk. (2012), variabel yang digunakan adalah locus of control, komitmen organisasional, posisi auditor di KAP, dan perilaku disfungsional audit. Hasil penelitiannya, yaitu: locus of control berpengaruh negatif signifikan terhadap komitmen organisasional; locus of control berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit; posisi auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional; posisi auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit; komitmen organisasional berpengaruh negatif signifkan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit; locus of control, posisi auditor, dan komitmen organisasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu locus of control; komitmen organisasi; dan perilaku disfungsional audit. Perbedaannya adalah penelitian ini tidak menggunakan tekanan anggaran waktu audit; pengalaman; serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian Hastuti (2013) membuktikan bahwa tekanan anggaran waktu berhubungan positif dengan perilaku audit disfungsional, yang artinya semakin tinggi tekanan anggaran waktu yang dirasakan auditor, maka kecenderungan melakukan perilaku penurunan kualitas audit semakin meningkat. Locus of control eksternal berpengaruh positif dengan perilaku audit disfungsional yang artinya semakin tinggi locus of control eksternal seorang auditor, maka semakin tinggi juga keinginan auditor tersebut untuk melakukan perilaku penurunan kualitas audit. Locus of control internal berpengaruh negatif terhadap perilaku

33 penurunan kualitas audit, artinya semakin tinggi locus of control internal yang dimiliki seseorang maka semakin kecil keinginan auditor melakukan tindakan penurunan kualitas audit. Hasil penelitian komitmen professional afektif, kontinu, dan normatif berhubungan negatif dengan perilaku penurunan kualitas audit. Hal ini berarti bahwa auditor yang memiliki komitmen professional afektif, kontinu, dan normatif rendah lebih cenderung melakukan perilaku penurunan kualitas audit dibandingkan auditor yang memiliki komitmen profesional afektif, kontinu, dan normatif kuat. Wintari (2015) membuktikan bahwa tekanan anggaran waktu berhubungan positif dengan perilaku audit disfungsional, yang artinya semakin tinggi tekanan anggaran waktu yang dirasakan auditor, maka kecenderungan melakukan perilaku penurunan kualitas audit semakin meningkat. Locus of control eksternal berpengaruh positif dengan perilaku audit disfungsional yang artinya semakin tinggi locus of control eksternal seorang auditor, maka semakin tinggi juga keinginan auditor tersebut untuk melakukan perilaku penurunan kualitas audit. Locus of control internal berpengaruh negatif terhadap perilaku penurunan kualitas audit, artinya semakin tinggi locus of control internal yang dimiliki seseorang maka semakin kecil keinginan auditor melakukan tindakan penurunan kualitas audit. Hasil penelitian komitmen professional afektif, kontinu, dan normatif berhubungan negatif dengan perilaku penurunan kualitas audit. Hal ini berarti bahwa auditor yang memiliki komitmen professional afektif, kontinu, dan normatif rendah lebih cenderung melakukan perilaku penurunan kualitas audit dibandingkan auditor yang memiliki komitmen profesional afektif, kontinu, dan

34 normatif kuat. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan sama, yaitu locus of control eksternal; tekanan anggaran waktu audit; dan perilaku disfungsional audit. Populasi penelitian adalah seluruh pegawai yang berstatus sebagai pejabat fungsional auditor di Perwakilan BPKP Provinsi Bali yang berjumlah 70 orang di tahun 2015. Perbedaannya adalah penelitian ini tidak menggunakan komitmen organisasi; pengalaman; serta waktu dan tempat penelitian yang digunakan berbeda.