BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat. Meningkatnya kebutuhan dan kegiatan perekonomian masyarakat mendorong tingginya keinginan seseorang untuk melakukan kegiatan transportasi. Hal ini menyebabkan meningkatnya tuntutan akan jasa transportasi yang lebih aman, nyaman dan waktu tempuh lebih pendek dengan tarif yang lebih terjangkau. Kereta api merupakan salah satu moda transportasi bagi penumpang maupun barang yang memiliki beberapa keunggulan, antara lain : daya angkut yang besar, waktu tempuh lebih pendek, aman, nyaman, kendaraannya mampu menempuh perjalanan jarak jauh, hemat energi dan ramah terhadap lingkungan. Meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan keunggulan-keunggulan tersebut merupakan tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai satusatunya pengelola perkeretaapian di Indonesia saat ini. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengevaluasi tingkat kualitas pelayanan. Peningkatan kualitas akan berdampak pada pertumbuhan kepercayaan, kenyamanan dan permintaan terhadap kereta api. Tarif angkutan umum merupakan biaya yang harus dibayar oleh pengguna jasa angkutan umum atas fasilitas yang diterima sesuai dengan harga yang dikeluarkan oleh operator yang menyediakan jasa angkutan umum tersebut (Siregar, 1990). Penentuan tarif transportasi angkutan umum merupakan persoalan yang krusial dan sensitif. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sudut pandang dari pihak-pihak yang terkait, yaitu pemerintah sebagai regulator, operator sebagai penyedia jasa transportasi angkutan umum dan pengguna jasa transportasi angkutan umum. Pemerintah sebagai regulator perlu mempertimbangkan regulasi-regulasi yang diterapkan dan besarnya subsidi yang 1
2 diberikan. Selain itu, pemerintah juga mempunyai fungsi memadukan antara kepentingan pengguna layanan dan kepentingan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai operator mempertimbangkan biaya operasional kereta api (BOKA) dalam menyediakan jasa transportasi dengan memperhitungkan keuntungan. Bagi pengguna layanan transportasi umum, tarif angkutan yang ditawarkan haruslah serendah mungkin agar dapat dijangkau oleh semua golongan yang membutuhkan. Besarnya kemampuan dan kemauan pengguna layanan kereta api untuk membayar biaya transportasi didasarkan pada persepsi pelayanan diterima oleh penumpang. Namun demikian, penentuan tarif transportasi angkutan umum sifatnya masih didominasi oleh pihak operator dan belum mempertimbangkan kemampuan dan kemauan pengguna jasa. Berdasarkan pada kondisi tersebut, diperlukan adanya peninjauan ulang penentuan tarif angkutan umum yang memperhatikan perbedaan kepentingan antara penyedia jasa dan pengguna jasa. Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 430 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019, salah satu sasaran peningkatan kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa kepada pengguna layanan adalah pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Apabila masyarakat/pengguna jasa belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk angkutan ekonomi, maka pemerintah dapat menetapkan tarif angkutan dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan dan tarif. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, selanjutnya mengenai penetapan tarif diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 69 Tahun 2014 tentang Pedoman Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api. Untuk mengetahui kemampuan dan kemauan membayar dapat dilakukan analisis keterjangkauan daya beli pengguna layanan angkutan kota dalam
3 membayar tarif yang meliputi analisis kemauan membayar (Willingness To Pay) dan analisis kemampuan membayar (Ability To Pay) terhadap tarif yang diberlakukan (Soemarsono, 2002). Selanjutnya hal ini disingkat dengan WTP dan ATP. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis nilai ATP didasarkan pada alokasi dana untuk transportasi dan intensitas perjalanan, sedangkan analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif atas jasa pelayanan angkutan umum. KA Kaligung dioperasikan pertama kali pada tanggal 1 Desember 2010 dengan lintas layanan perjalanan Semarang Tegal sepanjang 148,08 km dengan waktu tempuh rata-rata 2 jam 22 menit. Rangkaian kereta api ini melayani perjalanan kelas Ekonomi AC dengan tarif berkisar antara Rp 25.000,00 Rp 50.000,00. Sementara itu, KA Kamandaka dioperasikan pertama kali pada tanggal 17 Februari 2014 dengan lintas layanan perjalanan Semarang Tegal Purwokerto sepanjang 245,59 km dengan waktu tempuh rata-rata 2 jam 29 menit. Rangkaian kereta api ini melayani perjalanan kelas Ekonomi AC dengan tarif berkisar antara Rp 55.000,00 Rp 90.000,00. Kedua kereta tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu kereta api jarak menengah yang melayani perjalanan kelas Ekonomi AC, okupansi tinggi serta kecepatan ratarata yang sebanding. Akan tetapi, tarif kedua kereta untuk lintas layanan Semarang Tegal tidak sama, yaitu Rp 50.000,00 untuk KA Kaligung dan Rp 55.000,00 untuk KA Kamandaka. Berdasarkan latar belakang tersebut terlihat adanya persaingan antar moda angkutan umum termasuk kereta api, untuk meningkatkan mutu dan pelayanan. Kereta api yang mampu bersaing untuk memenuhi kebutuhan pengguna layanan serta memiliki tarif yang sesuai dengan kemampuan pengguna layanan atau lebih terjangkau akan menarik minat masyarakat untuk melakukan perjalanan menggunakan kereta api tersebut. Oleh karena itu, perlu diadakan monitoring dan evaluasi tarif Kereta Api Kaligung dan Kamandaka sebagai salah satu alternatif moda angkutan umum untuk perjalanan Semarang-Tegal maupun sebaliknya dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan.
4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian ini, yaitu: 1. Berapa besar nilai Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) pengguna layanan Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka lintas layanan Semarang Tegal? 2. Bagaimana nilai ATP dan WTP pengguna layanan kereta api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka lintas layanan Semarang Tegal terhadap tarif yang berlaku? 3. Berapa tarif Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka jika dilakukan kenaikkan tarif dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengestimasi nilai Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) pengguna layanan Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka lintas layanan Semarang Tegal. 2. Menganalisis nilai ATP dan WTP pengguna layanan Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka lintas layanan Semarang Tegal terhadap tarif yang berlaku. 3. Mengestimasi tarif Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka jika dilakukan kenaikkan tarif dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan 1.4 Batasan Masalah Mempertimbangkan luasnya faktor yang dapat mempengaruhi penelitian ini dan mengingat keterbatasan yang ada, maka dilakukan pembatasan penelitian sebagai berikut. 1. Penelitian ini tidak membahas analisis tarif dari pendekatan biaya operasional kereta api (BOKA).
5 2. Penelitian hanya dilakukan pada Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka dengan lintas layanan Semarang-Tegal. 3. Analisis dilakukan terhadap pengolahan data yang diperoleh selama kurun waktu penelitian. 4. Penelitian tidak mempertimbangkan indikator-indikator pelayanan yang ditingkatan sehubungan dengan peningkatan tarif. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang transportasi kepada pihak yang terkait, antara lain: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada instansi terkait, yaitu Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penetapan besaran tarif kereta api, khususnya kereta api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka lintas layanan Semarang Tegal. 2. Bagi masyarakat pengguna layanan kereta api, dengan adanya penelitian ini diharapkan kemampuan dan kemauan masyarakat pengguna layanan dapat tersampaikan kepada pihak penyedia jasa moda angkutan kereta api. 3. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang analisis tarif dengan menggunakan pendekatan Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) pengguna layanan kereta api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka lintas layanan Semarang Tegal. 1.6 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian pernah mengkaji tentang Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) pengguna layanan kereta api baik dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Berikut merupakan penelitian tentang Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) yang dilakukan di dalam negeri, antara lain :
6 1. Permata (2012) pernah menulis Analisa Ability To Pay dan Willingness To Pay Pengguna Jasa Kereta Api Bandara Soekarno Hatta Manggarai, yang menganalisis mengenai kemampuan membayar (Ability To Pay) menggunakan metode household budget dan kemauan membayar (Willingness To Pay) menggunakan metode state preference pengguna jasa kereta api Bandara Soekarno Hatta Manggarai. Dalam menganalisis ATP dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa penghasilan keluarga per bulan, alokasi biaya transportasi, intensitas perjalanan dan jumlah anggota kelurga, sedangkan untuk menganalisis WTP dipengaruhi oleh produk yang ditawarkan atau disediakan, kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan, utilitas pengguna terhadapa angkutan tersebut serta penghasilan pengguna. Selain itu, pendekatan WTP dalam penilaian keselamatan merupakan salah satu upaya untuk menentukan jumlah maksimum kesediaan individu untuk membayar sebagian kecil perbaikan untuk keselamatan mereka dan mungkin orang lain (Value of Preventing a Fatality, VPF). Pendekatan ini berbasis keselamatan menggunakan konsep pencegahan kematian statistik. 2. Prajawan (2013) melakukan penelitian yang berjudul Evaluasi Penetapan Tarif Kereta Api Sancaka, yang mengevaluasi biaya operasional kereta api dan membandingkan besarnya tarif lapangan dengan tarif berdasarkan BOKA, kemampuan serta kemauan penumpang untuk membayar kereta api Sancaka. Dalam penelitian ini, BOKA maupun kemauan dan kemampuan membayar penumpang Kereta Api Sancaka dihitung untuk kondisi sebelum dan sesudah perbaikan peningkatan pelayanan sesuai dengan yang disarankan oleh penumpang di kelas bisnis maupun eksekutif. 3. Wulansari (2012) menulis tentang Analisis Ablity To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) Pengguna Kereta Api Bandara. Disebutkan bahwa menetapkan tarif kereta api perlu mempertimbangkan kemampuan membayar dan kesediaan membayar calon pengguna kereta api. Penelitian ini menganalisis nilai ATP-WTP menggunakan pendekatan metode analisis pemilihan diskrit (Discrite Choice Analysis) terhadap perilaku individu
7 dengan teknik Stated Preference (SP). Dimana nilai ATP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5 0,9, sedangkan nilai WTP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5. Model pemilihan moda yang digunakan adalah model logit-nominal-selisih dan model logit-binominal-nisbah, dengan pemilihan dua moda yang ditinjau adalah 1) Kereta api bandara dan Bus Damri, 2) Kereta api bandara dan taksi, 3) Kereta api bandara dan kendaraan pribadi (mobil). Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis tarif Kereta Api Kaligung dan Kamandaka lintas layanan Semarang Tegal dengan menggunakan pendekatan Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) pengguna layanan kereta api pada tahun 2016 untuk kemudian dievaluasi terhadap tarif yang berlaku, serta menganalisis hasil penelitian dari kedua kereta yang memiliki karakteristik hampir sama tersebut sehingga didapat perbandingan ATP dan WTP keduanya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pendekatan yang digunakan, yaitu dengan pendekatan travel cost untuk analisis ATP dan pendekatan persepsi pengguna terhadap tingkat pelayanan untuk analisis WTP. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini dilakukan pada penumpang Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka dengan lintas layanan Semarang-Tegal. Selain itu, dalam penelitian ini juga memberikan hasil analisis mengenai kenaikan tarif dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan. Analisis tersebut berupa alternatif-alternatif tarif yang memungkinkan untuk direalisasikan pada Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka. Alternatif yang diberikan berdasarkan nilai ATP dan nilai WTP serta banyaknya pengguna layanan yang mampu dan mau membayar Kereta Api Kaligung dan Kereta Api Kamandaka.