BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menggunakan data PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 yang diperoleh dengan cara membagi PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 dengan jumlah penduduk di masing-masing kabupaten/kota per tahunnya. Jumlah penduduk yang terus meningkat tentu saja mempengaruhi nilai PDRB per kapita yang sebagian besar peningkatan jumlah penduduk diikuti oleh peningkatan pendapatan sehingga nilai PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat semakin meningkat dari tahun ke tahun (Lampiran 1 dan 2). Tabel 5.1 Indeks Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat 2001-2008 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 CVw 0,68 0,69 0,63 0,64 0,63 0,64 0,61 0,65 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Berdasarkan Tabel 5.1 kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa barat dari tahun ke tahun terlihat tidak mengalami perubahan yang cukup berarti. Dibuktikan dengan range Indeks Williamson yang berkisar antara 0,61 hingga 0,69. Nilai indeks tertinggi diperoleh pada tahun 2002 sedangkan nilai indeks terendah diperoleh pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa ketimpangan terendah selama periode analisis terjadi pada tahun 2007 dan ketimpangan tertinggi pada periode analisis terjadi pada tahun 2002.
Semakin besar nilai Indeks Williamson yaitu mendekati 1 berarti semakin tinggi ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, sebaliknya semakin rendah tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi maka Indeks Williamson akan semakin mendekati 0. Apabila dikaitkan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Oshima dalam Mattolla (1985) maka semenjak tahun 2001 hingga 2008 kesenjangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat termasuk kesenjangan taraf tinggi karena lebih besar dari 0,5. Trend ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dapat diamati dari perkembangan nilai indeks kesenjangan pendapatan yang diperoleh dari hasil perhitungan CV Williamson yang kemudian digambarkan dalam sebuah grafik. Grafik dalam Gambar 5.1 menunjukkan adanya fluktuasi angka Indeks Williamson antara tahun 2001 hingga 2008 namun dengan range yang sangat kecil. Selisih dari angka indeks terbesar dengan angka indeks terkecil hanya sebesar 0,08. 0,70 0,68 0,66 0,64 0,62 0,60 0,58 0,56 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Gambar 7. Trend Ketimpangan Pendapatan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat 2001-2008 Grafik plot Indeks Williamson dari tahun 2001 hingga 2008 yang berfluktuasi menandakan adanya trend ketimpangan yang berbeda antar tahunnya. Antara tahun 2001 hingga 2002. trend ketimpangan cenderung meningkat kemudian menurun secara tajam dari 2002 hingga 2003. Pada tahun 2003 hingga
2007. Trend ketimpangan mengalami pola berulang naik turun yang pada akhirnya meningkat di akhir periode analisis yaitu tahun 2008 dengan indeks sebesar 0,65. Hasil akhir analisis trend ketimpangan berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa dibandingkan tahun awal analisis yaitu 2001. Tingkat kesenjangan mengalami penurunan sebesar 0,03 pada akhir periode analisis yaitu tahun 2008. sehingga bisa disimpulkan kesenjangan pendapatan regional kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan walaupun masih dalam karakteristik kesenjangan taraf tinggi. 5.2 Analisis Konvergensi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 5.2.1 Analisis Konvergensi Mutlak (Absolut) Analisis konvergensi mutlak (absolut) yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama periode tahun 2001-2008 di analisis menggunakan regresi data panel dengan program EViews 6. Pemilihan model yang digunakan dalam mengestimasi model pada penelitian ini berdasarkan keunggulannya dalam memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk melihat heterogenitas tiap unit cross section dari contoh penelitian. Heterogenitas unit cross section yang ditunjukkan oleh perbedaan antar kabupaten/kota dapat diperoleh dengan pendekatan efek tetap (fixed effect) ataupun pendekatan efek acak (random effect). Tabel 9. Hasil Uji Hausman Konvergensi Absolut Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 1247,689996 1 0,0000 Dasar statistika untuk memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan fixed effect atau random effect menggunakan Uji Hausman. Nilai statistik Hausman Test menunjukkan angka sebesar 1247,689996 lebih besar dari nilai
kritis dengan d.f. 1 pada α = 5% yang nilainya sebesar 3,841 artinya hipotesis untuk menggunakan efek acak ditolak. Sehingga disimpulkan pendekatan efek tetap lebih baik digunakan pada penelitian ini. Keputusan menggunakan fixed effect secara mudahnya dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 0,05 yang berarti tolak H 0. Uji Chow dan LM tidak digunakan dalam penelitian ini karena jika menggunakan pooled least square, heterogenitas unit cross section tidak dapat diestimasi. Tabel 10. Hasil Estimasi Konvergensi Absolut Variable Coefficient Prob. C 1,663395 0,0000 Ln -1,026709 0,0000* Kriteria Statistik Nilai R-squared 0,996432 Adjusted R-squared 0,995919 F-statistic 1942,116 Prob(F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson stat 0,604970 Signifikan pada taraf nyata 5 persen Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.3, model persamaan tersebut memiliki nilai probabilitas F-statistic sebesar 0,000000 lebih kecil dari taraf nyata 0,05 sehingga signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai ini menandakan bahwa variabel penjelas dalam model persamaan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita pada taraf nyata 5 persen. Hal tersebut diperkuat oleh nilai R-square atau koefisien determinasi sebesar 0,996432 yang menunjukkan bahwa 99,6432 persen keragaman pertumbuhan pendapatan per kapita pada unit cross section (kabupaten/kota) dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar model.
Pengujian pada masing-masing faktor (uji t) mempengaruhi tingkat konvergensi absolut selama tahun 2001-2008 secara signifikan maka perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing faktor. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat probabilitas dari variabel tersebut. Nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan. Tabel 5.3 menyatakan bahwa tingkat PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 daerah i tahun t-1 signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita selama tahun 2001-2008 pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan hasil pengujian ini maka diperoleh persamaan estimasi sebagai berikut: Ln,, = 1,663395-1,026709 Ln (, ) + Konvergensi absolut yang terjadi pada tahun 2001-2008 dapat dilihat dari koefisien regresinya. Jika nilai koefisien PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 daerah i tahun t-1 lebih kecil dari nol, maka pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat cenderung konvergen. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.3 tingkat konvergensi absolut yang terjadi sebesar 1,026709 (< 0). Hal ini berarti pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat cenderung konvergen (makin merata) atau daerah miskin tumbuh lebih cepat dari daerah kaya. 5.2.2 Analisis Konvergensi Bersyarat (Kondisional) Tingkat konvergensi kondisional yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2001-2008 dalam analisis dilakukan dengan metode regresi data panel menggunakan software EViews 6. Pemilihan
model yang digunakan dalam mengestimasi model pada penelitian ini berdasarkan keunggulannya dalam memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk melihat heterogenitas tiap unit cross section dari contoh penelitian. Heterogenitas unit cross section yang ditunjukkan oleh perbedaan antar kabupaten/kota dapat diperoleh dengan pendekatan efek tetap (fixed effect) ataupun pendekatan efek acak (random effect). Tabel 11. Hasil Uji Hausman Konvergensi Kondisional Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 1079,655735 2 0,0000 Dasar statistika untuk memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan fixed effect atau random effect menggunakan Uji Hausman. Nilai statistik Hausman Test menunjukkan angka sebesar 1079,655735 yang lebih besar dari nilai kritis dengan d.f. 2 pada α = 5% yang nilainya sebesar 5,991 artinya hipotesis untuk menggunakan efek acak ditolak. Sehingga disimpulkan pendekatan efek tetap lebih baik digunakan pada penelitian ini. Keputusan menggunakan fixed effect secara mudahnya dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 0,05 yang berarti tolak H 0. Uji Chow dan LM tidak digunakan dalam penelitian ini karena jika menggunakan pooled least square, heterogenitas unit cross section tidak dapat diestimasi.
Tabel 12. Hasil Estimasi Konvergensi Kondisional Variable Coefficient Prob. C -2,230225 0,0000 Ln, -1,005596 0,0000* Ln Xi 0,908701 0,0059* Kriteria Statistik Nilai R-squared 0,997479 Adjusted R-squared 0,997098 F-statistic 2615,214 Prob(F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson stat 0,709898 Signifikan pada taraf nyata 5 persen Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.5, model persamaan tersebut memiliki nilai probabilitas F-statistic yaitu sebesar 0,00000 lebih kecil dari taraf nyata 0,05 sehingga signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai ini menandakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model persamaan bersamasama berpengaruh nyata terhadap PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen. Hal tersebut diperkuat oleh nilai R-square atau koefisien determinasi sebesar 0,997479 yang menunjukkan bahwa 99,75 persen keragaman pertumbuhan pendapatan per kapita pada unit cross section (kabupaten/kota) dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar model. Pengujian pada masing-masing faktor (uji t) mempengaruhi tingkat konvergensi bersyarat selama tahun 2001-2008 secara signifikan maka perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing faktor. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel tersebut. Nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan. Tabel 5.5 menyatakan bahwa tingkat PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 daerah i tahun t-1 signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita selama tahun 2001-2008 pada taraf nyata 5 persen dan
kesehatan yang mencerminkan angka harapan hidup berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap ketimpangan selama tahun 2001-2008. Berdasarkan hasil pengujian ini maka diperoleh persamaan estimasi sebagai berikut: Ln,, = -2,230225-1,005596 Ln, + 0,908701 Ln + Tingkat konvergensi kondisional yang terjadi pada tahun 2001-2008 dapat dilihat dari koefisien regresinya. Jika nilai koefisien PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 daerah i tahun t-1 lebih kecil dari nol, maka pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat cenderung konvergen. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.5, tingkat konvergensi bersyarat yang terjadi sebesar - 1,005596 (< 0). Hal ini berarti pertumbuhan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat cenderung konvergen (makin merata) atau daerah miskin tumbuh lebih cepat dari daerah kaya. Sedangkan untuk variabel kesehatan koefisien regresinya 0,908701 (> 0) menunjukkan bahwa kesehatan cenderung tidak konvergen namun berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita. Setiap kenaikan satu persen kesehatan akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 0,908701 persen. Peningkatan angka harapan hidup berbanding lurus terhadap peningkatan pertumbuhan pendapatan per kapita karena dengan semakin tinggi harapan hidup seseorang maka kesempatan untuk bekerja semakin besar sehingga banyak penduduk yang bekerja maka pendapatan per kapita yang semakin meningkat otomatis meningkatkan pertumbuhan pendapatan per kapita di Provinsi Jawa Barat. Pencapaian pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih tinggi daripada daerah kaya disebabkan oleh tingkat produktivitas marjinal investasi
daerah miskin lebih tinggi daripada daerah kaya karena setiap tambahan setiap satu unit investasi yang sama di daerah miskin mampu memberikan tingkat pertambahan hasil yang lebih tinggi daripada daerah kaya. Hal ini menyebabkan sumbangan yang cukup besar bagi daerah miskin untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 5.3 Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang menggunakan analisis Klassen Typology dilakukan dengan cara membandingkan PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 masing-masing kabupaten/kota dengan PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Provinsi Jawa Barat dan membandingkan laju pertumbuhan ekonomi Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 masing-masing kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Provinsi Jawa Barat pada setiap tahun analisis. Tabel 13. Persentasi Jumlah Kabupaten/kota Berdasarkan Klassen Typology (persen) Klasifikasi Daerah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 I 13,64 18,18 9,09 13,64 13,64 9,09 4,55 13,64 II 45,45 45,45 31,82 31,82 27,27 18,18 9,09 18,18 III 13,64 9,09 13,64 13,64 13,64 18,18 22,73 13,64 IV 27,27 27,27 40,91 40,91 45,45 54,55 63,64 54,55 total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS (diolah) Ket: I. Daerah Maju dan Pertumbuhan Cepat II. Daerah Berkembang Cepat III. Daerah Maju tapi Tertekan IV. Daerah Kurang Berkembang
Tabel 13 menunjukkan bahwa hasil analisis Klassen Typology sesuai dengan hasil analisis konvergensi. Hasil analisis konvergensi menyatakan bahwa terjadi konvergensi selama periode analisis, sehingga daerah miskin memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat disbanding daerah kaya. Sehingga pada khirnya dapat mengurangi kesenjangan. Hal tersebut bisa dibuktikan oleh hasil analisis Klassen Typology yang menyatakan bahwa pada tahun 2001, kabupaten/kota tidak merata pada semua kuadran namun juga tidak memusat pada kuadra tertentu. Sedangkan pada tahun 2008 terjadi pemusatan kabupaten/kota pada kuadran 4 yang menyatakan bahwa kesenjangan relatif berkurang akibat pendapatan yang semakin merata jumlahnya. Tabel 14. Hasil Analisis Klassen Typology pada Tahun 2002 Kab Bogor Kab Sukabumi LPE Kab Bandung Kab Garut J Kab Cirebon Kab Purwakarta Kab Sumedang A Kab Bekasi Kab Subang Kota Bandung Kota Bogor B Kota Cirebon Kota Sukabumi Kota Bekasi Kota Depok PDRB per Kapita Jawa Barat = Rp 5,73 juta/tahun Kab Indramayu Kab Karawang Kab Cianjur Kab Tasikmalaya Kab Ciamis Kab Kuningan Kab Majalengka Kondisi terbaik terjadi pada tahun 2002, dimana terdapat daerah maju dan pertumbuhan cepat terbanyak sebesar 18,18 persen dari jumlah total seluruh kabupaten/kota yang berada di Provinsi Jawa Barat dibanding dengan tahun lainnya, terdiri dari empat daerah yaitu Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi,
Kota Bandung dan Kota Cirebon dengan PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dari PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat (Tabel ). Sedangkan kondisi terburuk terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah kabupaten/kota yang menempati klasifikasi Daerah Kurang Berkembang terbanyak dengan jumlah 63,64 persen, mencapai 14 daerah, terbesar dibandingkan tahun lainnya selama periode analisis. Sementara pada tahun 2007 Daerah Maju dan Pertumbuhan Cepat hanya ada satu yaitu Kota Bandung dengan jumlah PDRB per kapita sebesar Rp 10,88 juta dan laju pertumbuhan 6,64 persen (Tabel ). Tabel 15. Hasil Analisis Klassen Typology Pada Tahun 2007 Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Depok PDRB per Kapita Jawa Barat = Rp 6,14 juta/tahun Kab Indramayu Kab Purwakarta Kab Karawang Kab Bekasi Kota Cirebon LPE J A B Kab Bogor Kab Kuningan Kab Cirebon Kab Majalengka Kab Sumedang Kab Subang Kota Bogor Kota Bekasi Kab Sukabumi Kab Cianjur Kab Bandung Kab Garut Kab Tasikmalaya Kab Ciamis
5.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Dalam penelitian kali ini. fokus utama yang diteliti adalah melihat seberapa besar pengaruh jumlah penduduk, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB, pangsa sektor industri terhadap PDRB, indeks pendidikan dan indeks kesehatan terhadap PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000. Seperti telah diuraikan sebelumnya, untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi PDRB ini dilakukan analisis regresi panel data. Pemilihan model yang digunakan dalam mengestimasi model pada penelitian ini berdasarkan keunggulannya dalam memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk melihat heterogenitas tiap unit cross section dari contoh penelitian. Heterogenitas unit cross section yang ditunjukkan oleh perbedaan antar kabupaten/kota dapat diperoleh dengan pendekatan efek tetap (fixed effect) ataupun pendekatan efek acak (random effect). Tabel 16. Hasil Uji Hausman Faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 22,537158 5 0,0004 Dasar statistika untuk memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan fixed effect atau random effect menggunakan Uji Hausman. Nilai statistik Hausman test menunjukkan angka sebesar 22,537158 lebih besar dari nilai kritis dengan d.f. 5 pada α = 5 % yang nilainya sebesar 11,070 artinya hipotesis untuk menggunakan efek acak ditolak. Sehingga disimpulkan pendekatan efek tetap lebih baik digunakan pada penelitian ini. Keputusan menggunakan Fixed Effect secara mudahnya dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,0004 lebih kecil dari taraf
nyata 0,05 yang berarti tolak H 0. Uji Chow dan LM tidak digunakan dalam penelitian ini karena jika menggunakan pooled least square, heterogenitas unit cross section tidak dapat diestimasi. Hasil estimasi dengan menggunakan model efek tetap dapat dilihat dalam Tabel 17. Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilakukan uji asumsi penting ekonometrika. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (taraf nyata 5 persen). nilai probabilitas F-statistic yaitu 0.000000 lebih kecil dari 0.05 artinya minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat dan dapat dinyatakan pula bahwa hasil estimasi tersebut mendukung keabsahan model. Uji signifikansi individu (uji t) menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5 persen kemudian dibandingkan dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi. maka terdapat tiga variabel yang signifikan dan dua variabel yang tidak signifikan dari lima varibel penjelas yang digunakan. Tabel 17. Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB dengan Pendekatan Efek Tetap dengan Pembobotan dan White Cross Section C Variable Coefficient Prob. -8,246392 0,0003 LnPEN 1,759221 0,0000 * LnTAN -0,199908 0,0000 * LnIND -0,047728 0,0309 * LnDIK 0,141736 0,1207 LnKES -0,223462 0,1175 Kriteria Statistik Nilai R-squared 0,996680 Adjusted R-squared 0,996100 F-statistic 1720,248 Prob(F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson stat 0,869419 Signifikan pada taraf nyata 5 persen Pada tingkat kepercayaan 95 persen (taraf nyata 5 persen). nilai probabilitas F-statistic yaitu 0.000000 lebih kecil dari 0.05 artinya minimal ada
satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat dan dapat dinyatakan pula bahwa hasil estimasi tersebut mendukung keabsahan model. Uji signifikansi individu (uji t) menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5 persen kemudian dibandingkan dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi. maka terdapat tiga variabel yang signifikan dan dua variabel yang tidak signifikan dari lima varibel penjelas yang digunakan. Dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas dari masalah autokorelasi, sehingga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan. Model regresi faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB tahun 2001-2008 tersebut memiliki nilai R-square atau koefisien determinasi sebesar 0,996680 yang menunjukkan bahwa 99,6680 persen keragaman PDRB pada unit cross section (kabupaten/kota) dapat dijelaskan oleh model tersebut. sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar model. PDRB merupakan salah satu indikator makroekonomi daerah. salain itu PDRB juga dapat mencerminkan tingkat perkembangan suatu wilayah. Pada umumnya, wilayah yang mempunyai tingkat PDRB yang tinggi memiliki tingkat perkembangan wilayah yang lebih baik dibanding dengan wilayah yang memiliki PDRB rendah. Berdasarkan hasil estimasi model data panel dengan menggunakan efek tetap setelah melalui serangkaian uji, maka diperoleh model terbaik dengan hasil estimasi sebagai berikut: Ln PDRB = -8,246392 + 1,759221 LnPEN it - 0,199908 LnTAN it - 0,047728 LnIND it + 0,141736 LnDIK it - 0,223462 LnKES it + e Hasil yang diperoleh menunjukkan koefisien jumlah penduduk (LnPEN it ) dengan elastisitas 1,759221 artinya jika terjadi kenaikan jumlah penduduk
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sebesar satu persen maka PDRB akan naik sebesar 1,759221 persen (cateris paribus). Nilai koefisien pangsa sektor pertanian terhadap PDRB (LnTAN it ) sebesar - 0,199908 artinya jika terjadi kenaikan pangsa sektor pertanian terhadap PDRB sebesar 1 persen maka PDRB akan turun sebesar 0,199908 persen (cateris paribus). Nilai koefisien pangsa sektor industri terhadap PDRB (LnIND it ) sebesar - 0,047728 artinya jika terjadi kenaikan pangsa sektor industri terhadap PDRB sebesar 1 persen maka PDRB akan turun sebesar 0,047728 persen (cateris paribus). Nilai koefisien indeks pendidikan (LnDIK it ) sebesar 0,141736 artinya jika terjadi kenaikan indeks pendidikan sebesar 1 persen maka PDRB akan naik sebesar 0,141736 persen (cateris paribus). Nilai koefisien indeks kesehatan (LnKES it ) sebesar - 0,223462 artinya jika terjadi kenaikan indeks kesehatan sebesar 1 persen maka PDRB akan turun sebesar 0,223462 persen (cateris paribus). Indeks pendidikan dan indeks kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB secara statistik maupun secara ekonomi. Hal ini disebabkan karena peningkatan indeks pendidikan dan kesehatan pada tahun tertentu tidak langsung berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan PDRB pada tahun yang sama. Bisa jadi, peningkatan indeks pendidikan dan kesehatan di tahun tersebut, mempengaruhi peningkatan PDRB di tahun yang akan datang karena multiplier effect tidak langsung terjadi.