BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam menentukan identitas mayat seseorang dalam identifikasi forensik. Kejadian bencana alam di Indonesia merupakan salah satu penyebab korban susah untuk dilakukan identifikasi karena korban bencana massal menghasilkan keadaan jenazah yang intak, sebagian intak, membusuk terpisah berfragmen-fragmen, terbakar menjadi abu, separuh terkubur, terkubur atau kombinasi dari berbagai macam keadaan (Blau, 2007). Proses identifikasi menjadi penting bukan hanya untuk menganalisa penyebab suatu kematian, namun juga upaya untuk memberikan ketenangan psikologis pada keluarga dengan adanya kepastian identitas korban(prawestiningtyas, 2009). Selain itu terdapat hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan telah memberikan amanat kepada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya identifikasi terhadap mayat yang tidak dikenal. Identifikasi korban 1
2 itu sendiri dilakukan guna memenuhi hak korban agar dapat dikembalikan kekeluarga dan dikubur dengan layak sesuai keyakinan masing-masing korban. Ada dampak hukum dengan meninggalnya seseorang seperti waris, asuransi, serta pada kasus kriminal maka akan dapat dihentikan apabila pelaku telah meninggal dunia(shepherd, 2003). Tujuan utama pemeriksaan identifikasi pada kasus musibah bencana massal adalah untuk mengenali korban, sehingga membuat kegiatan identifikasi korban bencana massal (Disaster Victim Identification)menjadi kegiatan penting dan dilaksanakan hampir pada tiap bencana massal (Prawestiningtyas, 2009). Identifikasi forensik dibutuhkan guna membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Masalah yang sering ditemui dalam kasus pidana atau perdata adalah identifikasi personal. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang
3 mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Ada beberapa metode identifikasi yang dilakukan, antara lain pengenalan visual, pengenalan barang milik pribadi, sidik jari, karakteristik gigi hingga DNA. Diantara metode itu, metode sidik jari, DNA dan karakteristik gigi mempunyai validitas individu yang tinggi. Dalam ilmu forensik, metode yang biasa digunakan adalah pemeriksaan primer yang memiliki karakteristik sangat individualistik yaitu sidik jari, gigi geligi dan DNA (Bansode & Kulkarni, 2009). Dengan membandingkan data antemortem(data semasa hidup) dan data postmortem (data setelah kematian)pada orang yang tidak dikenal adalah prinsip dasar identifikasi. Terkadang data postmortem pada orang yang diduga hilang memiliki data yang kurang lengkap, bahkan tidak ada. Pada identifikasi korban yang tidak dikenal dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan berbagai disiplin ilmu, antara lain keahlian bidang forensik patologi, forensik odontologi, forensik antropologi, ahli sidik jari, ahli DNA, radiologi dan fotografer(idries, 1997). Salah satu metode penentukan identitas individu yaitu Forensik Odontologi. Teknik ini memiliki keunggulan tidak hanya karena ketepatan yang tinggi
4 sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari. Gigi adalah sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar(atmadja, 2004). Akan tetapi pemeriksaan pada gigi geligi tidak dapat dilakukan pada rahang edentulous (ompong), karena tidak dapat dilihat karakteristiknya. Selain itu, pada kasus tertentu seperti pada kasus mayat yang terbakar tidak memungkinkan untuk identifikasi menggunakan sidik jari. Pemeriksaan sidik jari digunakan sebagai standar suatu identifikasi, tetapi pemeriksaan sidik jari postmortem seringkali tidak bisa dilakukan terutama pada kasus-kasus yang melibatkan kebakaran, dekomposisi, dan trauma berat. Dengan keadaan korban yang bervariasi, sehingga metode yang telah baku tidak dapat digunakan, maka diperlukan metode lain yang bisa digunakan sebagai petunjuk ciri. Metode yang diyakini cukup menjanjikan adalah analisis terhadap rigi palatum (Chairani & Auerkari, 2008). Analisis terhadap rigi palatum (palatoscopy atau rugoscopy) diyakini cukup menjanjikan karena rigi palatum merupakan analog dari sidik jari, memiliki karakteristik yang unik pada setiap individu. Selain itu letak rigi palatum yang terlindung, karena berada
5 di dalam cavitas oral yang di lindungi oleh pipi, mulut dan mukosa bukal. I.2.Rumusan Masalah Apakah pada populasi yang berbeda secara sub sistem rasial, didapatkan perbedaan ciri rasio jumlah rigi-rigi palatum terpotong garis potong lintang intercaninus dan garis-garis bujur interdental incisiva sejajar median line palatal antara mahasiswa Indonesia dengan India di Yogyakarta? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan apabila didapatkan perbedaan ciri rasio jumlah rigi-rigi palatum terpotong garis potong lintang intercaninus dan garis-garis bujur interdental incisiva sejajar median line palatal antara mahasiswa Indonesia dengan India di Yogyakarta, diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif lain petunjuk ciri yang membedakan antara dua populasi yang berbeda secara rasial. I.4.Keaslian Penelitian Tinjauan pustaka menunjukan lebih banyak penelitian ke ciri kualitatif seperti bentuk, pola, atau panjang
6 pendek rigi palatum. Sedangkan jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian jenis kuantitatif tentang jumlah rigi-rigi palatum dengan bentuk format ciri rasio, dimana sejauh ini penulis belum temukan atau dapati. Format ciri rasio merupakan ciri hasil bagi faktor-faktor jumlah rigi-rigi palatum, yaitu yang kecil (terpotong oleh proyeksi garis potong lintang intercaninus palatum) dibagi dengan jumlah rigi-rigi palatum yang besar (rerata yang terpotong oleh proyeksi garis potong bujur palatum interdental incisiva kanan dan kiri sejajar median line palatal). I.5.Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dasar terutama dalam bidang forensik mengenai identifikasi manusia. 2. Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka menambah wawasan pengetahuan serta pengembangan diri khususnya dalam bidang penelitian.