BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

4.1 Landasan pacu (runway)

PA U PESAW PESA AT A T TER

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

Perencanaan Bandar Udara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.

TINJAUAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

STUDI PENGEMBANGAN SISI UDARA BANDAR UDARA MALI KABUPATEN ALOR UNTUK JENIS PESAWAT BOEING

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN. Berdasarkan data umum dilapangan pada Bandara Internasional

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

E-Jurnal Sariputra, Juni 2015 Vol. 2(2)

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON BANDAR UDARA DR. F.L. TOBING MENGGUNAKAN METODE UNITED STATES OF AMERICAN PRACTICE

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Variabel-variabel Pesawat

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti. Abstract

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

BAB III METODOLOGI. Dalam diagram alir, proses perencanaan geometrik akan dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

EVALUASI TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU DAN PANJANG LANDAS PACU PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN)

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA RENDANI DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV EVALUASI DAN ANALISA KONDISI EKSISTING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

ANALISIS DAN PERENCANAAN RUNWAY DAN ALAT BANTU PENDARATAN BANDAR UDARA NUSAWIRU KABUPATEN PANGANDARAN

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

PENDAHULUAN Seiring perkembangan zaman, transportasi udara semakin menjadi sarana mobilisasi yang efisien. Dibutuhkan peningkatan sarana dan prasarana

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Pertentangan dengan Standar Lainnya 2.5. Penggunaan Kode Referensi Bandar Udara ICAO untuk Menetapkan Standar

: Jalan Soekarno Hatta (Bukit Jin), Dumai, Riau 28825, Indonesia. Telephone : - Fax : - Telex : - -

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

Physical Characteristics of Aerodromes

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia

EVALUASI TAHAPAN PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA TEBELIAN SINTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara

Studi Penentuan Lokasi Runway 2 Dengan Memperhatikan Kontur Kebisingan Bandara Juanda

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN RUNWAY DAN TAXIWAY BANDARA KUALA NAMU, DELI SERDANG SUMATRA UTARA. DISUSUN OLEH : Aditya Imam Dwi Prastyo ( )

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

Menghitung nilai PCN dengan interpolasi linier nilai ACN pesawat sesuai dengan daya dukung perkerasan hasil perhitungan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan

STUDI PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN SISI UDARA BANDAR UDARA TRUNOJOYO SUMENEP

Bandara Syukuran Aminuddin Amir

: Kel. Ranai Kota, Kec. Bunguran Timur, Kab. Natuna, Kepulauan Riau, Telephone : - Fax : - Telex : - -

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

: Jl. Garuda Singkep, Kel. Dabo, Kec. Singkep, Kab. Lingga, Kepulauan Riau, Telephone : Fax : Telex : - -

Code Letter Minimum Clearance

Bandara Sultan Syarif Kasim II

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KUABANG KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI KABUPATEN NABIRE

TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION

Code Letter Minimum Clearance

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK

: Jl. Pipit No. 22, Kel. Sei/Sungai Pinang Dalam, Kec. Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, 75117

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar dari pesawat rencana yang akan beroperasi dibandar udara tersebut. Pesawat rencana yang akan digunakan meliputi kelas terbesar hingga yang terkecil. Contoh pesawat rencana yang akan beroperasi sesuai dengan kelasnya telah disebutkan pada Tabel 3.3. Pesawat rencana yang akan digunakan dalam perencanaan runway adalah Boeing 737-400 dengan karakteristik teknis : 1. Aeroplane reference field lengths : 2.400 m 2. Wingspan : 28,5 m 3. Outer main gear wheel span : 7 m 4. Overal length : 36,5 m 5. Maximum take off weight : 63.083 kg Karakteristik teknik secara detail untuk Boeing 737-400 dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Dari karakteristik diatas maka kode untuk pesawat sesuai dengan aeroplane reference code pada Tabel 3.2 dapat ditentukan, yaitu 4C. 61

Kode 4 untuk pesawat dengan ARFL > 1.800 m (ARFL Boeing 737-400 = 2.400 m). Sedangkan kode huruf C berarti pesawat Boeing 737-400 ini mempunyai wingspan width 24-36 m atau lebih (28,5 m) dan outer main gear wheelspan antara 6-9 m. 5.1.1 Data statistik penumpang angkutan udara periode 1997 s/d 2006 Tabel 5.1. Data statistik penumpang angkutan udara periode 1997 s.d 2006 No Tahun Jumlah Penumpang 1. 1997 30.081 2. 1998 23.535 3. 1999 55.006 4. 2000 53.602 5. 2001 53.820 6. 2002 45.302 7. 2003 42.397 8. 2004 47.735 9. 2005 47.492 10. 2006 50.391 Sumber : Bagian operasional Bandar Udara Pinang Kampai 5.1.2 Data jenis pesawat yang direncanakan beroperasi Tabel 5.2. Data Jenis pesawat yang direncanakan beroperasi Pesawat Persentase (%) C 212 25 % F-100 10 % F 27 15% F 28 15 % B 737-400 35 % Sumber : Data hasil olahan 5.1.3 Data berat lepas landas pesawat serta tipe roda pesawat Tabel 5.3. Data berat lepas landas pesawat serta tipe roda pesawat No Nama Pesawat MTOW (lbs) Tipe Roda Pesawat 1. C-212 20.000 Lbs Single Gear 2. F-100 90.000 Lbs Dual Gear 3. F-27 84.000 Lbs Dual Gear 4. F-28 66.000 Lbs Dual Gear 5. B 737-400 138.500 Lbs Dual Gear Sumber : International Civil Aviation Organization (1984) 62

5.2 Pembahasan Perencanaan desain menggunakan code international civil aviation organization ( ICAO ) dengan aeroplane reference field length (ARFL), perencanaan yang dimaksud adalah perencanaan terhadap runway. 5.2.1 Landasan Pacu Dalam perencanaan ini jenis pesawat maksimum yang akan beroperasi di Bandar Udara Pinang Kampai Dumai adalah sejenis Boeing 737-400. Jadi jenis inilah yang akan dijadikan orientasi dalam perencanaan. Batasan panjang landasan yang di keluarkan oleh pabrik pesawat terbang dapat dilihat dari Tabel 3.3 Karekteristik Pesawat Terbang Komersial. 5.2.1.1 Panjang runway Direncanakan panjang landasan pacu yang direncanakan untuk lepas landas adalah 2.250 meter. Elevasi diatas muka laut Temperatur dilapangan terbang = 16,848 m = 32 0 C Kemiringan landasan pacu = 1,14% Panjang landas pacu bila pesawat take-off di ARFL : TML Fe = 1 + 7 % ( ) T 0 = 1 + 7 % ( 16.848 ) = 1,0039 300 Ft = 1 + 1 % ( T ( t 0 0.0065 TML )) = 1 + 1 % ( 32 0 C ( 15 0 C 0.0065 x 16,848 )) 63

= 1,1710 Fs = 1 + 10 % ( GE ) = 1 + 10 % ( 1,14 ) = 1,0011 ARFL rencana = 1,0039 2.250 m x1,1719 x1,1140 = 1.718 meter Koreksi dengan membaca Tabel 3.2 dimana bentang sayap pesawat rencana Boeing 737-400 pada lampiran 1 adalah 28,5 meter. Dengan demikian diketahui kode angka dan kode huruf terkoreksi adalah 4C. Data diatas dan Tabel 3.2, diambil panjang landasan pacu rencana yaitu terpanjang yakni pesawat Boeing 733 400. T 0 ( untuk kenaikan 7 % pertambahan ARFL ) 300 m ( Peraturan Intenational Civila Aviation Organization ) 1. Penentuan panjang landasan pacu bergantung pada : a. Akibat Koreksi Ketinggian TML Lr 1 = Lr 0 + Lr 0 ( 7 % ) T 0 = 1.718 + 1.718 ( 7 % 16,848 ) = 1.724,7538 m 1.725 m 300 b. Akibat Koreksi Temperatur Sebagai temperatur standar 15 0 C dengan 2 % untuk tiap 300 m dari muka air laut, 1 % tiap 1 0 C. Lr 2 = Lr 1 + Lr 1 x 1 % ( T ( 15 0 C - 2 0 C x TML )) = 1.725 + 1.725 x 1 % ( 32 ( 15 0 C - 2 0 C x 16,848 )) 300 = 2.020,1875 m 2.020 m. T 0 64

c. Akibat Koreksi Gradien Efektif Lr 3 = Lr 2 + Lr 2 ( 20 % x 1,14 % ) = 2.020 + 2.020 ( 20 % x 1,14% ) = 2.025 m Jadi, panjang landasan pacu lepas landas rencana adalah 2.025 meter. 2. Koreksi Panjang Landasan pacu terhadap ARFL adalah sebagai berikut : a. Faktor koreksi temperatur untuk kenaikan 1 0 C sebesar 1 %. Ft = 1 + 1 % ( T ( t 0 0.0065 TML )) = 1 + 1 % ( 32 0 C ( 15 0 C 0.0065 x 16,848 )) = 1,1710 b. Faktor koreksi terhadap ketinggian sebesar 7 % untuk setiap kenaikan sebanyak 300 m. TML Fe = 1 + 7 % ( ) = 1 + 7 % ( 16.848 ) = 1,0039 300 c. Faktor Koreksi terhadap kemiringan landasan ( gradien ) sebesar 10 % tiap kemiringan 1 %. Fs = 1 + 10 % ( GE ) = 1 + 10 % ( 1,14 ) = 1,0011 T 0 65

Berdasarkan standar Aeroplane Reference Field Lengths, panjang landasan pacu yang dibutuhkan untuk lepas landas ( Takeoff ) adalah : ARFL = Lr 3 x Ft x Fe x Fs = 2.025 x 1,17109512 x 1,0039312 x 1,00114 = 2.383,504432 m 2.400 m Jadi panjang landasan pacu yng diperlukan berdasarkan Aeroplane reference Field Lengths adalah 2.400 meter, sesuai dengan syarat ICAO dan pabrik pada lampiran 2. Untuk menghitung panjang landas pacu agar sesuai dengan maximum take off weight adalah dengan memakai standar yang telah ditetapkan AFRL dari international civil aviation organization pada Tabel 3.3 dan lampiran 2 dimana panjang landasan yang diperlukan yaitu ARFL = 2.400 meter. a. Koreksi terhadap ketinggian permukaan tanah dari muka air laut : TML L 1 = L 0 ( 1 + 7 % x ) T 0 = 2.400 ( 1 + 7 % x 16,848 ) = 2.508,8241 m 2.509 m 300 b. Koreksi terhadap temperatur Sebagai temperatur standar 15 0 C dengan 2 % untuk tiap 300 m dari muka air laut, 1 % tiap 1 0 C. L 2 = L 1 x 1 % ( 1 + ( T ( 15 0 C 0,0065 x TML ))) = 2.509 x 1 % ( 1 + ( 32 ( 15 0 C 0,0065 x 16.848 ))) = 2.938,2776 m 2.938 m. 66

c. Koreksi terhadap kelandaian = 0 L 3 = L 2 x ( 1 + kelandaian 0 x 1% ) = 2.938 x ( 1 + x 1% ) 1 1 L 3 = 2.938 m Jadi, panjang landasan yang diperlukan dalam kondisi MTOW berdasarkan ARFL yang disyaratkan ICAO adalah 2.938 meter. Panjang landasan pacu yang digunakan untuk mendapatkan nilai take off weight diperoleh dari pembagian panjang landasan pacu yang direncanakan dibagi dengan faktor koreksi temperatur : Ft = 1 + 1 % ( T ( t 0 0.0065 TML )) = 1 + 1 % ( 32 0 C ( 15 0 C 0.0065 x 16,848 )) = 1,17109512 2.250 Take off weight = = 1.921,28 m 1,17109512 Dari nilai panjang landasan pacu tersebut dapat ditarik kesimpulan ketinggian lapangan terbang memberikan nilai berat lepas landas dan dibaca dari Gambar 3.1, Gambar 3.2 dan Lampiran 3 = 56.774 kg atau 10 % dari MTOW boeing 737 400 yang beratnya adalah 63.083 kg. 5.2.1.2 Lebar runway Pada Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa ICAO mengklasifikasikan lebar runway berdasarkan code letter dan code number yang diketahui dari klasifikasi bandar udara pada Tabel 3.5. lebar runway untuk perencanaan sesuai persyaratan 4C adalah 45 m. 67

5.2.1.3 Longitudinal Slope Longitudinal slope yang dipakai dalam perencanaan sesuai dengan ketentuan pada Tabel 3.6 adalah 0,1% per 30 meter. 5.2.1.4 Transverse Slope Transverseslope untuk runway pada perrencanaan sesuai dengan ketentuan ICAO adalah 1,5%, sedangkan untuk slope pada runway shoulder, diambil sebesar 1,5%. Untuk runway strip, slope diambil sebesar 2%. 5.2.1.5 Runway Shoulder Sesuai dengan ketentuan ICAO, klasifikasi bandar udara 4 > 1.800 m, maka ukuran runway shoulder pada masing-masing sisi sebesar 30 m. Lebar total runway shoulder adalah kurang dari 60 m. 5.2.1.6 Runway Strip Lebar total Runway strip sesuai dengan kode pesawat yang disyaratkan ICAO yang tercantum pada Tabel 3.7 adalah sebesar 150 dengan lebar total 300 m. Panjang runway dengan tambahan 60 m diujung runway. 5.2.1.7 RESA RESA ( Runway End Safety Area ) terletak dikedua sisi ujung runway strip dan yang sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan ICAO adalah 90 x 90 m. 5.2.1.8 Clearway Clearway terletak dimasing-masing ujung runway. Panjang clearway adalah 1.469 m, hal ini sesuai dengan ketentuan ICAO, yaitu tidak melebihi ½ panjang runway. 68

5.2.1.9 Stopway Stopway terletak pada ujung runway. Lebar stopway sama dengan lebar runway, yaitu 45 m. Panjang stopway diambil sebesar 60 m. 5.2.2 Perencanaan Taxiway Perencanaan desain taxiway dilakukan berdasarkan code ICAO Aerodrome Desaign Manual, Part 1. 5.2.2.1 Lebar Taxiway Lebar taxiway yang digunakan dalam perencanaan desain sesuai dengan kode yang disyaratkan pada Tabel 3.8 yaitu 18 m. 5.2.2.2 Taxiway Slope Sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan ICAO, slope pada taxiway diambil sebesar 1,5%. Sedangkan pada taxiway shoulder dan taxiway strip masing-masing diambil sebesar 1,5% dan 2%. 5.2.2.3 Taxiway Shoulder Total lebar taxiway beserta shoulder adalah 44 m. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang terdapat pada Tabel 3.9 untuk menggunakan ukuran shoulder sebesar 3,5 m dimasing-masing sisi pada bandar udara. 5.2.2.4 Taxiway Strip Taxiway strip width yang digunakan sesuai dengan persyaratan ICAO pada Tabel 3.9 bandar udara dengan pesawat klasifikasi 4C adalah sebesar 95 m. 69

5.2.2.5 Jarak Minimum Landas Pacu dan Landas Hubung (Taxiway) Dari Tabel 3.11 dengan kode huruf C didapatkan lebar landasan hubung sebesar 18 m. Jarak minimum antara landasan pacu dan landasan hubung dapat diperoleh dengan persamaan dari International Civil Aviation Organization : Jrt = 0,5 x ( LS x W1 ) LS = Lebar strip area total W1 = Lebar maksimum sayap pesawat terbang pada kode huruf lapangan terbang tersebut. Untuk klasifikasi bandar udara 4C maka lebar strip total 300 m dan W1 = 36 m dari Tabel 3.2. Jrt = 0,5 x ( 300 + 36 ) = 168 meter. Hasil yang diperoleh dan dari kondisi yang ada dapat diperlihatkan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Perbandingan Kondisi yang Ada dan Hasil Perhitungan Pembanding Master Plan Hasil Perhitungan 1. Panjang landasan pacu ( m ) 2.250 2.938 2. Perbandingan TOW dengan MTOW (%) 100 (diharapkan) 90 3. Lebar landasan pacu ( m ) 45 45 4. Lebar landasan hubung ( m ) 18 18 5. Lebar runway strip ( m ) 300 300 6. Jarak dari sumbu landasan pacu dan 125 168 sumbu landasan hubung ( m ) Sumber : Data hasil olahan Dari Tabel 5.4 tersebut terlihat bahwa landasan pacu yang ada tidak dapat melayani pesawat rencana dengan maximum take off weight. Berat pesawat terbang ketika lepas landas maksimum adalah 90% MTOW. Lebar runway, taxiway dan 70

runway strip sudah memenuhi syarat namun jarak dari sumbu landasan pacu kesumbu landasan hubung terlalu pendek. 5.2.3 Perkerasan Landasan Pacu 5.2.3.1. Annual Departure Setelah mendapat nilai CBR untuk menentukan tebal perkerasan, selanjutnya kita menentukan annual departure pesawat rencana atau berapa kali pesawat akan lepas landas pada runway tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5. Frekuensi rata-rata Pesawat Masuk / Bulan tahun 2000 Pesaswat Frekuensi C 212 26 kali F 28 6 kali F 70 6 kali F 100 6 kali Sumber : Bagian operasional Bandar Udara Pinang Kampai Berdasarkan frekuensi pesawat masuk pada bandara Pinang Kampai diambil rata-rata 6000 pesawat. Jenis, spesifikasi dan persentase pesawat tersebut disajikan dalam bentuk Tabel sebagai berikut : Tabel 5.6. Annual Departure Pesawat Rencana Pesaswat Forecast Annual Departure Tipe Roda C 212 25 % Singel Gear F 28 15 % Dual Gear F 70 15 % Dual Gear F 100 10 % Dual Gear B 737 400 35 % Dual Gear Sumber : Data hasil olahan Berat Take off Pesawat (Lbs) 20.000 60.000 84.000 90.000 138.500 Kemudian dikonversikan terhadap pesawat rencana yaitu Boeing 737 400. angka faktor konversi dari single wheel ke dual wheel adalah 0,8 untuk lebih jelas dapat disusun sepertitabel 5.7 berikut ini. 71

Tabel 5.7. Hasil Konversi Pesawat Rencana Dual Gear Wheel Load Departure ( W2) ( R2) 1500 600 900 9000 2100 Sumber : Data hasil olahan Keterangan : 4750 15.675 19.950 21.375 32.894 Wheel load dari pesawat rencana (WI) 32.894 32.894 32.894 32.894 32.894 Eguivalen Annual Departure pesawat rencana (RI) 16 83 200 241 2100 JUMLAH 2.640 1. R2 dihitung dengan mengkonversikan tipe roda pendaratannya ke roda pesawat rencana yaitu dual wheel faktor konversinya seperti pada tabel 3.12 karena faktor konversi dari dual wheel ke single wheel adalah 0,8 contoh : Pesawat rencana C 212 dengan forecast annual departure 1.875 x 0,8 = 1.500 2. W2dihitung dengan menganggap 95% ditumpu oleh roda pendaratan utama, dual wheel mempunyai 4 roda maka : W2 = Berat take off pesawat ( MTOW) x 0,95 x ¼ 3. W1 atau berat wheel load pesawat rencana ( MTOW B 737 400 = 138.500 lbs) yaitu : W1 = 138.500 X 0, 95 X ¼ = 32.894 4. RI dihitung dengan rumus : Log RI = Log R2 ( W 2) 1/2 W1 Jadi, equivalen annual departure dari pesawat rencana adalah 2.640. agar perencanaan tebal perkerasan yang didapat lebih aman dan untuk jangka waktu cukup lama maka diambil RI = 3.000 72

5.2.3.2. Tebal Perkerasan dengan Grafis Subgrade : 5% Subbase : 13% Annual departure : 3.000 Tipe roda pendaratan : Dual Wheel Gear Berat take off pesawat rencana : 138.500 lbs 1. Tebal Perkerasan eksisting Surface : 1,97 inch = 5 cm Binder : 2,99 inch = 7,6 cm Base : 11,82 inch = 30 cm Sub base : 11,82 inch = 30 cm 30, 63 inch = 72,6 cm surface course = 5 cm + 7,6 cm = 12,6 cm base course = 30 cm subbase course = 30 cm subgrade Gambar 5.1. Gambar struktur lapisan perkerasan eksisting 73

1. Tebal Total Perkerasan Pada Gambar 3.4 dengan CBR subgrade 5% ditarik garis kebawah memotong berat kotor pesawat yaitu 138.500 lbs, kemudian ditarik garis arah horizontal dan memotong pada garis annual departure 3.000, didapat tebal dari perkerasan = 32 inch = 81 cm 2. Tebal lapis permukaan ( Surface course) Pada Gambar 3.3 ditulis tebal surface : Untuk daerah kritis = 4 inch = 10,2 cm 3. Tebal Lapisan pengikat ( Binder Course) Tebal lapisan ini sama dengan tebal lapisan pengikat pada perkerasan yang telah ada yaitu = 10,8 cm = 4,2 inch. 4. Tebal Base course Tebal Base course yang digunakan adalah tebal base course landasan pacu yang telah ada yaitu = 30 cm = 11,8 inch. Tebal base course yang telah diuji terhadap grafik pada Gambar 3.4, dari ordinat paling kiri, ambil tebal total perkerasan 30,5 inch, tarik garis horizontal, berpotongan dengan nilai CBR subgrade, maka terbaca base course minuman ialah : 8,2 inch 20, 83 cm. berarti tebal base course yang didapat adalah sama dengan 11,8 inch > 8,2 inch (oke) 5. Tebal Subbase Tebal subbase course yang digunakan adalah tebal subbase course landasan pacu yang telah ada yaitu = 30 cm = 11,8 inch. 74

2. Tebal Perkerasan rencana adalah : Surface : 4 inch = 10,2 cm Binder : 2,99 inch = 10,8 cm Base : 11,82 inch = 30 cm Sub base : 11,82 inch = 30 cm 30, 63 inch = 81 cm surface course = 10,2 cm + 10,8 cm = 21 cm base course = 30 cm subbase course = 30 cm subgrade Gambar 5.2. Gambar struktur lapisan perkerasan rencana 5.2.3.3 Tebal Perkerasan dengan Analitis Nilai PCN (Pavement Classification Number) menunjukkan perkerasan dalam melayani pergerakan pesawat. Sebuah pesawat dapat beroperasi pada perkerasan tersebut jika memiliki nilai ACN yang lebih kecil atau maksimal sama dengan PCN (ACN<PCN). Nilai PCN dapat dicari berdasarkan tebal perkerasan apabila perkerasan tersebut masih dapat dijamin kekuatan daya dukungnya seperti yang diijinkan, 75

namun apabila kekuatan daya dukung perkerasan diperkirakan sudah mengalami penurunan maka nilai PCN dapat dicari berdasarkan pergerakan pesawat dalam hal ini keberangkatan dengan menggunakan ketebalan yang sudah diekivalen. Nilai PCN berdasarkan pergerakan pesawat dimaksudkan untuk mencari nilai PCN perkerasan dengan tebal tertentu yang akan digunakan selama 20 tahun (umur rencana 20 tahun) berdasarkan nilai rata-rata keberangkatan tahunan (Average Annual Departure) dari tipe pesawat tertentu. Tabel 5.8. Penentuan nilai ACN metode ICAO MTOW (kg) RODA PENDARATAN ACN TIPE/JENIS Max Min TIPE DIST TEK.BAN MAX MIN B737-400 64.864 33.643 DW 46,90% 1,44 41 18 B737-300 61.462 32.904 DW 45,90% 1,34 37 17 B737-200 58.332 29.620 DW 46,00% 1.25 35 15 B737-500 60.781 31.312 DW 46,10% 1,34 37 16 C-130 69.750 DW 47,50% 0,72 37 16 F27 19.777 11.879 DW 47,50% 0,54 12 6 F28 29.484 15.650 DW 46,30% 0,58 16 7 F50 20.820 12.649 DW 47,80% 0,59 12 6 F100 44,680 24.375 DW 47,80% 0,98 30 14 MD-82 68.266 35.629 DW 47,60% 1,27 46 20 MD-90 76.430 39.915 DW 46,98% 1,33 52 24 A320 68.000 39.700 DW 47,10% 1,34 40 20 Sumber : International Civil Aviation Organization Untuk menghitung nilai PCN Pesawat rencana Boeing 737-400 terlebih dahulu harus mengetahui PCN eksisting Bandar Udara Pinang Kampai Dumai, karena belum diketahui maka dapat dihitung dengan asumsi pesawat terbesar yang sekarang beroperasi yaitu Fokker-100 dapat dilihat pada Tabel 5.8. 76

44.680 Berat pesawat = 48% x2 = 46.541 kg ACN Max = 30 ACN Min = 14 Bobot Max Bobot Min = 44.680 kg = 24.375 kg 44.680 46.541 PCN eksisting = 30 ( ) x ( 30 14 ) 44.680 24.375 = 30 + 2 = 32 Pesawat jenis Fokker-100 mempunyai kategori medium, sehingga termasuk dalam kategori X. Dengan demikian berdasarkan perhitungan di atas maka Bandar Udara Pinang Kampai Dumai mempunyai nilai PCN 32/F/X/T untuk model perkerasan eksisting. Dari nilai PCN 32/F/X/T dapat diketahui berapa tebal perkerasan lenturnya dengan menggunakan rumus baku untuk perkerasan Bandar Udara. ACN = 878 CBR t 2 12,49 32 = t = 878 5 t 2 12,49 163,11 x32 77

= 72,24 cm = 30,5 inch. Sesuai dengan tebal perkerasan eksisting Bandar Udara Pinang Kampai Dumai yaitu 30,5 inch. Jika pada Bandar Udara Pinang Kampai Dumai tersebut akan dimasuki pesawat besar seperti Boeing 737-400 dengan karakteristik seperti pada Tabel 5.8. sehingga dapat dihitung tebal perkerasannya dimana nilai ACN Boeing 737-400 adalah 41. ACN = 41 = t = 2 t 878 12,49 CBR 2 t 878 5 12,49 163,11 x41 = 81,77 cm = 32 inch. Jadi, dengan dimasukkannya pesawat pesawat Boeing 737-400 dengan karakteristik pesawat yang sama, maka landasan hanya perlu dilakukan overlay dari 72 cm menjadi 82 cm. Dari rencana pada masterplan Bandar Udara Pinang Kampai Dumai didapat kekuatan rencana perkerasan PCN 40 F/C/X/U untuk pesawat beroperasi maksimum yaitu Boeing 737-400 dengan karakteristik seperti pada Tabel 5.8. sehingga dapat dihitung tebal perkerasannya. 78

ACN = 40 = t = 878 CBR 878 5 t t 2 12,49 2 12,49 163,11 x40 = 80,77 cm = 31 inch. Dari hasil analisis dan grafik dapat disimpulkan seperti pada Tabel 5.9 berikut ini : Tabel 5.9. Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisis Grafik Analitis PCN Masterplan Sumber : Data hasil olahan Tebal Total Perkerasan Lentur 81 cm 82 cm 81 cm 79