Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika...ISBN: hal November http://jurnal.fkip.uns.ac.

dokumen-dokumen yang mirip
PROBLEMATIKA DALAM TEKNIK INTEGRASI SUBSTITUSI DAN PARSIAL SERTA ALTERNATIF PEMECAHANNYA

Problematika dalam Pembuktian Pernyataan Menggunakan Prinsip Induksi Matematika serta Alternatif Penyelesaiannya

PROFIL KESULITAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI DATARDITINJAU DARI KECERDASAN VISUAL-SPASIAL SISWA

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Alamat Korespondensi : 1) Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan,

BAB III METODE PENELITIAN

*Keperluan korespondensi, HP: ,

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN:

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN:

Rizky Puspitadewi 1,*, Agung Nugroho Catur Saputro 2 dan Ashadi 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KECERDASAN SPASIAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII SMP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING

ANALISIS KESULITAN SISWA SMK CITRA MEDIKA SUKOHARJO DALAM MENYELESAIKAN SOAL BENTUK AKAR DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

JURNAL. Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Matematika OLEH DWI CAHYANI NIM :

BAB III METODE PENELITIAN

Rohmah, Analisis Kesalahan Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Soal Pembuktian

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. membuktikan matematika siswa sekolah menengah. Nana Syaodih

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KLS VIII

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MELAKUKAN OPERASI ALJABAR. Arini Fardianasari ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang diarahkan untuk mendeskripsikan gejala-gejala, fakta-fakta atau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 76 Dengan menggunakan

PENERAPAN METODE INDEX CARD MATCH

*keperluan korespondensi, telp/fax: ,

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MAN 2 JEMBER YANG MEMILIKI GAYA BELAJAR VISUAL

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, tahapan-tahapan

Nailul Asrof ( /8/A2) S1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

BAB III METODE PENELITIAN

Scaffolding untuk Mengatasi Kesalahan Menyelesaikan Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERDASARKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS PADA SISWA KELAS VIII SMPN 27 PADANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP MAKNA VARIABEL DALAM SUATU PERSAMAAN. Linda Vitoria

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

commit to user 32 BAB III METODE PENELITAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang tidak bisa dijelaskan dan dianalisa melalui data-data statistik sehingga

BAB III METODE PENELITIAN

Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara

BAB III METODE PENELITIAN

Kata Kunci: pemecahan masalah, masalah nonrutin, kesalahan siswa.

BAB III METODE PENELITIAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika...ISBN: hal November

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI MATEMATIS BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL MATEMATIS MAHASISWA

BAB III METODE PENELITIAN. dipengaruhi atau ditentukan oleh tepat tidaknya penelitian atau penentuan metode

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Surakarta, Indonesia. *Keperluan korespondensi, telp/fax: (0271) , ABSTRAK

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING DI KELAS X IPA 1 SMA NEGERI 9 MALANG

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH DENGAN MEDIA FLANELGRAF DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS SISWA KELAS V SD

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini pada kelas X A semester genap tahun ajaran 2014/2015.

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA MATEMATIKA PADA SISWA SMP

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

KECENDERUNGAN SISWA KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 ROWOKELE DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN

Esty Setyarsih Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

JURNAL MENDIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA OPERASI BENTUK ALJABAR MELALUI PEMBELAJARAN REMEDIAL PADA. SISWA KELAS VIII MTs AL-ITTIHADIYAH

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh data dan informasi yang objektif dibutuhkan data-data dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PROSES SCAFFOLDING BERDASARKAN DIAGNOSIS KESULITASN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PROGRAM LINEAR

Keywords: Creative Problem Solving, process skill, Natural Science

Transkripsi:

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATERI PROGRAM LINEAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN SISWA KELAS XI SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Kusnul Chotimah Dwi Sanhadi 1, Mardiyana 2, Ikrar Pramudya 3 1,2,3 Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis kesulitan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah pada materi program linear ditinjau dari kemampuan memahami bacaan dan penyebab terjadinya kesulitan siswa tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA MTA Surakarta tahun pelajaran 2016/2017 yang dipilih berdasarkan kategori tinggi-sedang-rendah dari kemampuan memahami bacaan mereka. Subjek yang dipilih ada 6 siswa yang berasal dari kelas IIS dan MIA. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar siswa dengan kategori memahami bacaan tinggi, sedang, dan rendah mengalami kesulitan dalam melakukan prosedur matematika yang benar. Untuk siswa dengan kemampuan memahami bacaan tinggi mengalami kesulitan dalam menentukan daerah arsiran dari fungsi kendala sehingga siswa belum tepat dalam menentukan jawaban akhir. Untuk siswa dengan kemampuan memahami bacaan sedang mengalami kesulitan dalam menerjemahkan masalah ke dalam model matematika yakni siswa belum mampu mengubah fungsi kendala ke dalam model matematika dan menentukan simbol yang tepat. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menggambar grafik dan daerah penyelesaian pada persoalan matematika. Untuk siswa dengan kemampuan memahami bacaan rendah diperoleh bahwa siswa belum memahami konsep dasar pemecahan masalah materi program linear. Selain itu, diperoleh bahwa penyebab terjadinya kesulitan adalah model pembelajaran yang kurang sesuai, siswa merasa kurang jelas melihat gambar atau visualisasi penjelasan guru, siswa belum mampu menghubungkan konsep-konsep matematika dengan kenyataan yang ada, pemahaman bahasa matematika siswa yang rendah, tingkat motivasi siswa yang rendah dalam memecahkan masalah, kontrol emosi siswa yang tidak memadai, dan kurangnya latihan soal berkaitan materi tersebut. Kata kunci: Kesulitan Siswa, Pemecahan Masalah, Kemampuan Memahami Bacaan PENDAHULUAN Dalam menghadapi pengaruh kemajuan teknologi, setiap bangsa perlu mempersiapkan diri di segala bidang khususnya bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai ujung tombak kemajuan teknologi ditentukan oleh kualitas pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai bidang diantaranya matematika. Peningkatan kualitas pendidikan matematika selalu ditempatkan sebagai subjek penting di dalam sistem pendidikan di setiap negara. Hal ini dikarenakan matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang sekolah, baik tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi. Selain itu, untuk 99

menganalisa dan menyederhanakan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan seharihari maupun teknologi, serta untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan tidak dapat terlepas dari peran matematika sehingga diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Untuk mengetahui tingkat penguasaan matematika siswa dapat dilihat dari prestasi belajar siswa tersebut. Prestasi cemerlang yang diraih oleh siswa Indonesia dalam berbagai kompetisi bidang matematika seperti olimpiade matematika tahun 2014 tentu merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi dunia pendidikan matematika. Namun, jika dilihat dari kenyataan yang ada, ternyata pada umumnya prestasi matematika siswa di Indonesia masih rendah. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai ujian nasional matematika pada jenjang pendidikan menengah masih tergolong rendah. Rendahnya prestasi belajar matematika tersebut juga dialami oleh siswa SMA yang ada di Kota Surakarta. Berdasarkan laporan Badan Standar Nasional Pendidikan, nilai rata-rata ujian nasional matematika siswa SMA se-kota Surakarta tahun 2014/2015 adalah 60,39. Selain itu, dipaparkan juga bahwa siswa di SMA se-kota Surakarta memiliki rata-rata daya serap siswa rendah pada ujian nasional, yaitu hanya 55,48% pada tingkat Kota Surakarta dan 46,10% pada tingkat Provinsi Jawa Tengah pada materi menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan program linear. Urgensi penelitian ini dikaitkan lebih jauh dengan adanya Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pendidikan di suatu negara. Indonesia yang telah masuk dalam pengaruh masyarakat ekonomi ASEAN di segala bidang baik dari segi ekonomi maupun pendidikan, menuntut siswa Indonesia untuk tidak lagi melihat ujian nasional sebagai satu-satunya tolok ukur dalam keberhasilan pendidikan siswa. Hampir sebagian besar negara di Asia Tenggara telah menstandarkan ujian mereka dengan TIMSS yang mendapat pengakuan lebih luas dan dapat dijadikan alat perbandingan kualitas pendidikan antar negara. Dalam soal-soal TIMSS, sebagian soalnya berupa soal cerita yang membutuhkan pemahaman dan penalaran lebih sehingga perlu adanya usaha antisipatif untuk membekali siswa-siswa Indonesia dengan kemampuan memecahkan persoalan berbasis soal cerita dengan lebih serius. Dengan meningkatkan kemampuan matematika siswa khususnya dalam pemecahan masalah pada soal cerita, diharapkan mampu membuat siswa Indonesia mampu bersaing di Internasional seperti TIMSS. 100

Soal cerita merupakan soal yang dinilai memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding dengan soal matematika yang menampilkan model matematika secara langsung. Dalam soal cerita, siswa diharapkan dapat menemukan permasalahan yang harus diselesaikan dalam soal tersebut. Tanpa kemampuan memahami bacaan yang baik, tentunya akan sangat sulit bagi siswa untuk menemukan jawaban dari soal tersebut. Soal cerita juga merupakan pesoalan paling representatif untuk menunjukkan kegunaan matematika didalam kehidupan sehari-hari karena biasanya soal cerita tersebut dikaitkan dengan permasalahan yang ada di kehidupan nyata. Selain itu, peningkatan jumlah soal cerita mulai muncul secara signifikan dalam ujian nasional dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN) sehingga strategi dalam mengerjakan soal tersebut menjadi semakin penting. Salah satu sekolah dengan nilai rata-rata ujian nasional yang rendah adalah SMA MTA Surakarta yaitu sebesar 45,69 untuk jurusan IPA dan 49,09 untuk jurusan IPS. Angka ini masih ada dibawah angka standar kelulusan yaitu 55,00. Selain itu, prestasi matematika siswa SMA MTA menunjukkan nilai yang rendah. Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMA MTA Surakarta diperoleh data nilai rata-rata ulangan harian di salah satu kelas pada materi program linear sebesar 58,00. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa di kelas tersebut pada materi program linear masih berada di bawah KKM. Prestasi belajar yang rendah merupakan salah satu bukti adanya kesulitan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah matematika. Guru dalam hal ini adalah orang yang bertanggung jawab untuk memahami kesulitan siswa tersebut dan kemudian memberikan bantuan pemecahannya. Selain itu, berdasarkan pengamatan peneliti, siswa seakan acuh tak acuh pada saat diberikan penjelasan materi. Ketika siswa diberikan tugas dalam proses pembelajaran, mereka malas membaca soal-soal yang diberikan. Hal ini dibenarkan oleh salah satu guru mata pelajaran matematika di sekolah tersebut. Beliau berpendapat sebagian besar siswa tidak memiliki kemauan yang besar dalam hal membaca soal guna memahami maksud soal. Padahal soal-soal tersebut membutuhkan keterampilan dalam memahami makna-makna yang terkandung dalam teks bacaan atau dikenal dengan kemampuan memahami bacaan. Siswa akan mampu memecahkan masalah matematika apabila memahami masalah yang terdapat dalam soal artinya siswa mampu membedakan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal tersebut, serta siswa mampu menerjemahkan masalah ke dalam model matematika. Untuk dapat memahami masalah yang terdapat dalam soal, dibutuhkan penguasaan kosakata dan 101

kemampuan pemahaman membaca yang baik. Oleh karena itu, kemampuan memahami bacaan para siswa harus ditingkatkan agar sesuai dengan bahasa yang digunakan dalam soal. Reading comprehension sendiri berarti suatu keadaan dimana siswa harus dapat membaca teks tertulis dan kemudian mengartikan dan memahami maknanya (Ahmadi, et al., 2013:235). Definisi ini juga didukung oleh Pardo (2004:272) yang menyatakan bahwa dalam proses memahami bacaan terdapat transaksi antara pembaca dan apa yang ia baca. Pembaca harus membawa banyak informasi sebelumnya agar dapat memahami apa yang akan ia bacakarena setiap teks memiliki fitur khusus baik dalam segi penyajian maupun konten. Penelitian terdahulu (Gooding, 2009: 31-32; Imam, et al., 2012: 1-8) telah meneliti kesulitan anak dalam memecahkan masalah matematika yang kemudian dihubungkan dengan kemampuan mereka dalam memahami bacaan, yaitu teks soal cerita matematika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kesalahan dalam memecahkan masalah matematika oleh responden penelitian tersebut dikarenakan kurangnya pemahamanmereka terhadap soal cerita matematika yang diberikan kepada mereka. Dalam hal mengidentifikasi kesulitan siswa, Yeo (2009) melakukan penelitian di Singapura tentang kesulitan yang dialami siswa kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika. Melalui penelitian ini, Yeo (2009) menyebutkan bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa ketika memecahkan masalah matematika berhubungan dengan kemampuan memahami bacaan yakni kesulitan dalam memahami masalah yang diberikan, kesulitan dalam menentukan strategi penyelesaian yang tepat, kesulitan dalam membuat model matematika, dan kesulitan dalam melakukan prosedur matematika yang benar. Snow, Burns & Griffin (dalam Imam, et al., 2013:2) menambahkan bahwa membaca khususnya di tahun awal sekolah memetakkan jalan untuk mendapatkan prestasi yang baik di aspek lain seperti matematika. Membaca dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari ilmu matematika dan pengetahuan matematis. Belajar untuk mencintai dan memahami bahasa matematika membutuhkan pondasi yang baik dalam membaca. Fuentes (Imam, et al., 2013:2) menyatakan bahwa matematika dan membaca berjalan bersamaan dimana meningkatkan prestasi matematika pasti membutuhkan peningkatan prestasi murid dalam membaca. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian dilakukan untuk menjelaskan tentang kesulitan siswa kelas XI SMA dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kemampuan memahami bacaan siswa. Dalam penelitian ini, materi program linear di 102

kelas XI semester ganjil sebagai materi yang diteliti. Selain itu, siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA MTA Surakarta. METODE PENELITIAN Penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran apa adanya atas suatu fenomena kehidupan nyata, seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2014) bahwa metode penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Selain itu, Moleong (2012) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain) secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi (dalam bentuk kata-kata dan bahasa). Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian untuk mendeskripsikan kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear ditinjau dari kemampuan memahami bacaan siswa beserta penyebab kesulitannya. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang berjenis studi kasus. Penelitian ini dilakukan di SMA MTA Surakarta. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI semester ganjil tahun akademik 2016/2017 yang telah mempelajari materi program linear. Pemilihan subjek dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Tahapan yang dilakukan dalam pemilihan subjek penelitian adalah peneliti memberikan tes kemampuan memahami bacaan kepada siswa kelas XI IIS 2, XI IIS 4 dan XI MIA 5 untuk mengelompokkan masing-masing siswa berdasarkan kategori tinggi-sedang-rendah kemampuan memahami bacaan siswa, yang selanjutnya dilakukan analisis dengan penskoran menurut hasil dari pengisian tes. Selain itu, peneliti memberikan tes tertulis untuk mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear. Berdasarkan hasil pengelompokan kemampuan memahami bacaan dan hasil diagnosis dari tes tertulis, peneliti memilih dua siswa dari masing-masing kategori kemampuan memahami bacaan dengan sebelumnya meminta rekomendasi guru pengajar sehingga terpilih 6 siswa dari 100 siswa yang ada. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis instrumen yaitu instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti mencari dan mengumpulkan data langsung dari sumber data. Sebagai instrumen utama, 103

peneliti akan berinteraksi langsung dengan subjek penelitian. Kemampuan peneliti yang cakap dalam mencari dan menggali informasi secara mendalam akan sangat bermanfaat dalam mencari data yang diperlukan. Instrumen bantu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan memahami bacaan, tes tertulis materi program linear dan pedoman wawancara. Tes kemampuan memahami bacaan terdiri dari 35 butir soal, dan tes tertulis terdiri dari 2 butir soal yang sesuai dengan indikator kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Selain itu, pedoman wawancara berisi butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang bersifat mengeksplor informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, wawancara bertujuan untuk mengetahui dengan jelas kesulitan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear beserta penyebabnya. Langkah-langkah analisis data pada penelitian ini didasarkan pada pendapat Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2014) yakni pengumpulan data, pereduksian data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pada tahap pengumpulan data, subjek ke-i (i = 1,2,3,4,5,6) akan diberikan soal tes tertulis pada materi program linear yang terdiri dari 2 butir soal. Selanjutnya, subjek diminta untuk mengerjakan soal tersebut berdasarkan ide dan pemikiran masing-masing. Dalam menjawab soal, subjek penelitian tersebut diberikan waktu maksimal 60 menit. Selanjutnya, hasil tes dianalisis untuk mendiagnosis kesulitan apa saja yang dialami siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear dan apa saja penyebab kesulitan tersebut. Hasil diagnosis dari beberapa subjek penelitian tersebut kemudian dicek dan dilengkapi melalui kegiatan wawancara yang dilakukan peneliti kepada masing-masing subjek sehingga diperoleh data lisan dan data tertulis. Reduksi data yaitu proses merangkum, memilih halhal yang pokok, menyederhanakan data dengan membuang yang tidak perlu serta membuat abstrak. Dengan demikian, data yang yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kesulitan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear dan penyebab kesulitan tersebut. Penyajian data yaitu menyusun informasi dengan cara tertentu sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penarikan simpulan adalah langkah terakhir yang meliputi pemberian makna data yang memungkinkan diprediksi hubungan sebab akibatnya melalui hukum-hukum empiris. Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan dikatakan valid jika 104

ditemukan bukti kuat yang mendukungnya. Kemudian berdasarkan simpulan tersebut, dicari alternatif solusi yang mungkin dapat menanggulangi permasalahan tersebut.. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika materi program linear dan penyebab dari kesulitan tersebut. Pengumpulan data dilakukan setelah diperoleh siswa yang memenuhi kriteria subjek penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berbasis tugas, artinya wawancara dilakukan berdasar pada jawaban yang telah ditulis oleh subjek. Dari hasil konsultasi dengan guru matematika dan pertimbangan-pertimbangan peneliti maka penentuan subjek penelitian dilakukan dengan purposive sampling. Berdasarkan hasil pemilihan subjek diperoleh siswa yang memenuhi kriteria subjek penelitian terdiri atas 2 siswa dengan kemampuan memahami bacaan tinggi (IIS02-8 dan MIA05-2), 2 siswa dengan kemampuan memahami bacaan sedang (IIS02-1 dan MIA05-20), dan 2 siswa dengan kemampuan memahami bacaan rendah (IIS02-15 dan IIS04-20). Setelah subjek penelitian terpilih, peneliti menentukan waktu untuk pengambilan data kesulitan siswa dari masing-masing kelompok kemampuan memahami bacaan. Berdasarkan saran dan kesepakatan dengan guru matematika, pengambilan data dilaksanakan di luar jam sekolah. Setelah diperoleh waktu pengambilan data, kemudian peneliti melaksanakan tes tertulis pemecahan masalah materi program linear yang dilanjutkan dengan wawancara berdasarkan hasil pekerjaan tertulis subjek. Pengambilan data pertama dilakukan dengan cara memberikan tes pemecahan masalah materi program linear kepada masing-masing subjek penelitian. Subjek diminta untuk mengerjakan tes pemecahan masalah tahap I, setelah subjek selesai mengerjakan, peneliti melakukan wawancara berdasarkan hasil pekerjaan tertulis subjek (lembar jawaban subjek) dengan tujuan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika materi program linear dan penyebab kesulitan tersebut. Wawancara tersebut dilakukan dengan mengacu pada pedoman wawancara. Setelah dilakukan wawancara dilanjutkan dengan menganalisis data pertama subjek. Selanjutnya dilakukan pengambilan data kedua, yaitu subjek diminta untuk mengerjakan tes pemecahan masalah tahap II dengan metode dan tahapan yang sama. Data yang didapat kemudian dianalisis dan diambil data yang valid dengan menggunakan triangulasi waktu, yaitu pengumpulan data pertama untuk soal I dan pengumpulan data kedua untuk soal II memberikan hasil yang identik atau sama. Proses pengambilan data 105

direkam dengan alat perekam. Setelah pengambilan data selesai, analisis data dilakukan dengan mengelompokkan data berdasarkan indikator kesulitan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah matematika. Pengambilan data tahap I dimulai dari 3 subjek, yaitu IIS02-8 (subjek dengan kemampuan memahami bacaan tinggi), IIS02-1 (subjek dengan kemampuan memahami bacaan sedang), dan IIS02-15 (subjek dengan kemampuan memahami bacaan rendah) pada tanggal 22 Oktober 2016 sampai 28 Oktober 2016. Subjek diminta untuk mengerjakan tes tertulis pemecahan masalah tahap I dan selanjutnya diwawancara. Data yang didapat kemudian dianalisis. Selanjutnya beberapa hari kemudian keempat subjek tersebut diminta lagi untuk mengerjakan soal pemecahan masalah tahap II dan kemudian diwawancara. Data yang didapat kemudian dianalisis dan diambil data yang valid dengan menggunakan triangulasi waktu, yaitu pengumpulan data pertama untuk soal I dan pengumpulan data kedua untuk soal II memberikan hasil yang identik atau sama. Selanjutnya dilakukan pengambilan data lagi kepada 3 subjek berikutnya, yaitu MIA05-2 (subjek dengan kemampuan memahami bacaan tinggi), MIA05-20 (subjek dengan kemampuan memahami bacaan sedang), dan IIS04-20 (subjek dengan kemampuan memahami bacaan rendah) pada tanggal 31 Oktober 2016 sampai 4 November 2016 dengan metode dan tahapan yang sama. Dari hasil triangulasi tersebut diperoleh data kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear dan penyebab kesulitannya untuk masing-masing subjek penelitian. Data yang sama untuk masing-masing kelompok kemampuan memahami bacaan dijadikan temuan utama, sedangkan data yang berbeda dijadikan temuan lain. Dengan demikian, diperoleh data tentang kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear ditinjau dari kemampuan memahami bacaan siswa tinggi, sedang dan rendah. Berikut data analisis kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear berdasarkan hasil wawancara terhadap subjek dari masing-masing kategori kemampuan memahami bacaan. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan tinggi mengalami paling sedikit kesulitan dalam memecahkan masalah matematika pada materi program linear yang berbentuk soal cerita. Hal ini dapat dilihat dimana mereka tidak mengalami kesulitan dalam memahami permasalahan dalam soal cerita tersebut. Siswa dapat menentukan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan hal-hal yang diketahui dan yang ditanyakan dengan tepat. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan tinggi juga tidak mengalami banyak kesulitan dalam menerjemahkan masalah ke 106

dalam model matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Krutetskii (dalam Kaur, 1997:96) bahwa siswa yang memiliki kemampuan memecahkan masalah yang tinggi dapat memahami informasi yang relevan dari yang tidak relevan, menentukan struktur matematika dari suatu masalah, serta mampu mengingat struktur matematika yang telah dipelajari sebelumnya. Subjek ST1 dan ST dengan kemampuan memahami bacaan tinggi termasuk kedalam golongan siswa dengan kemampuan memecahkan masalah matematika yang tinggi karena memiliki ciri-ciri yang telah disebutkan oleh Krutetskii (dalam Kaur, 1997:96) tersebut. Kemampuan pemecahan masalah matematika yang tinggi tentunya ditunjang oleh beberapa pengetahuan, salah satunya pengetahuan bahasa dan faktual (Mayer dalam Kaur, 1997:98). Pengetahuan bahasa dan faktual ini berhubungan dengan bagaimana siswa menerjemahkan kalimat ke dalam bentuk simbol matematika (Mayer dalam Kaur, 1997:98). Pengetahuan bahasa ini didukung oleh kemampuan memahami bacaan yang dimiliki oleh subjek penelitian. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muth (dalam Kaur, 1997:101) dan Muth & Glinn (dalam Kaur, 1997:101) dimana mereka mengobservasi bahwa kemampuan membaca dan menghitung bekerja bersama dalam proses pemecahan masalah matematika oleh siswa. Hal yang sama diperkuat oleh penelitian Imam, et al. (2012) dan Ramos, et al. (2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara kemampuan memahami bacaan dengan kemampuan memecahkan masalah. Dengan kemampuan memahami bacaan yang tinggi, siswa dapat menentukan persamaan yang tepat serta menemukan titik potong pada grafik yang digambarkan, tetapi masih mengalami kesulitan dalam menentukan daerah arsir sebagai daerah penyelesaian dari program linear tersebut. Kesulitan ini tidak hanya dialami oleh siswa dengan kemampuan memahami tinggi, tetapi oleh semua siswa yang menjadi subjek penelitian ini. Hal ini kemudian dianalisa sebagai faktor lain di luar kemampuan memahami bacaan siswa yang juga berpengaruh terhadap kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika materi program linear. Berdasarkan analisa data valid mengenai kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika materi program linear yang dihubungkan dengan kemampuan memahami bacaan siswa didapatkan pembahasan bahwa secara garis besar siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami masalah dari soal yang disajikan. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan sedang mampu membedakan pernyataan yang diketahui dan yang ditanyakan dengan tepat. Dalam proses penyelesaian tes tertulis maupun wawancara, siswa dapat menunjukkan pernyataan-pernyataan yang diketahui dengan 107

lancar dan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman mereka terhadap masalah matematika yang diberikan sudah baik. Siswa juga dapat menentukan hal yang ditanyakan dengan tepat sehingga memudahkan mereka untuk menentukan model matematika yang harus digunakan. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan sedang juga dapat memisalkan mana yang x dan y di dalam tes tertulis tersebut dengan tepat. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan sedang telah dapat membedakan mana yang termasuk fungsi kendala dan fungsi tujuan, tetapi siswa mengalami kesulitan dalam mengubah fungsi kendala ke dalam model matematika. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menentukan simbol yang tepat untuk digunakan dalam menerjemahkan masalah ke dalam model matematika. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menentukan titik potong dan juga daerah penyelesaian pada persoalan matematika tersebut sehingga siswa belum mampu menentukan jawaban akhir. Berdasarkan analisa data valid mengenai kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika materi program linear yang dihubungkan dengan kemampuan memahami bacaan siswa diperoleh bahwa secara garis besar siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami masalah dari soal yang disajikan. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan rendah mampu membedakan pernyataan yang diketahui dan yang ditanyakan dengan tepat. Dalam proses penyelesaian tes tertulis maupun wawancara, siswa dapat menunjukkan pernyataan-pernyataan yang diketahui dengan lancar dan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman mereka terhadap masalah matematika yang diberikan sudah baik. Namun, siswa masih mengalami kesulitan ketika menentukan hal yang ditanyakan dengan tepat sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menentukan model matematika yang harus digunakan. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan rendah mengalami kesulitan dalam menerjemahkan persoalan ke dalam model matematika. Selain itu, siswa juga menyampaikan bahwa mereka tidak mengerti penggunaan permisalan menggunakan variabel x dan y sehingga dalam mengerjakan tes memecahkan masalah matematika tersebut, dia tidak menggunakan persamaan sama sekali. Selain itu, siswa dengan kemampuan memahami bacaan rendah belum mampu membedakan mana yang termasuk fungsi kendala dan fungsi tujuan. Hal ini menyebabkan siswa tidak dapat menyelesaikan soal tersebut dengan tepat. 108

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan tinggi tidak mengalami kesulitan dalam memahami masalah, menerjemahkan masalah ke dalam model matematika dan menentukan strategi penyelesaian yang tepat. Selain itu, siswa dapat menentukan persamaan yang tepat serta menemukan titik potong pada grafik yang digambarkan, tetapi masih mengalami kesulitan dalam menentukan daerah arsir sebagai daerah penyelesaian dari program linear tersebut. Hal ini menyebabkan siswa belum mampu menentukan jawaban akhir dan simpulan. Penyebab kesulitannya adalah kurangnya pemahaman siswa tentang materi program linear, motivasi siswa rendah, dan siswa kurang latihan soal. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan sedang tidak mengalami kesulitan dalam memahami masalah dan menentukan strategi penyelesaian yang tepat. Selain itu, siswa dengan kemampuan memahami bacaan sedang mampu membedakan mana yang termasuk fungsi kendala dan fungsi tujuan, tetapi siswa mengalami kesulitan dalam mengubah fungsi kendala ke dalam model matematika. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menentukan simbol yang tepat untuk digunakan dalam menerjemahkan masalah ke dalam model matematika. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menentukan titik potong dan juga daerah penyelesaian pada persoalan matematika tersebut sehingga siswa belum mampu menentukan jawaban akhir. Selain itu, siswa mengalami kesulitan menentukan strategi penyelesaian yang tepat karena belum lengkap menjelaskan rencana penyelesaiannya. Penyebab kesulitannya adalah kurangnya pemahaman siswa pada materi program linear, model pembelajaran yang menggunakan model langsung sehingga kurangnya interaksi siswa ketika pembelajaran, siswa mengalami kesulitan dalam pemaham bahasa matematika, motivasi siswa yang rendah, dan siswa kurang melakukan latihan soal. Siswa dengan kemampuan memahami bacaan rendah mengalami kesulitan dalam memahami masalah, kesulitan menerjemahkan masalah ke dalam model matematika karena siswa tidak memahami cara menerjemahkan kalimat ke dalam model matematika. Selain itu, siswa mengalami kesulitan menentukan strategi penyelesaian yang tepat karena belum tepat menjelaskan rencana penyelesaiannya. Selanjutnya, siswa mengalami kesulitan dalam melakukan prosedur matematika yang benar karena kesalahan konsep dalam pemecahan masalah. Penyebab kesulitannya adalah kurangnya pemahaman siswa pada materi program linear, model pembelajaran yang menggunakan model langsung 109

sehingga kurangnya interaksi siswa ketika pembelajaran, siswa mengalami kesulitan dalam pemahaman bahasa matematika, motivasi siswa yang rendah, dan siswa kurang melakukan latihan soal. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, M. R., Ismail, H.N., & Abdullah, M.K.K. (2013). The Importance of Metacognitive Reading Strategy Awareness Reading Comprehension. English Language Teaching, 6(10), 235-244. BSNP. (2015). Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2014/2015. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional. Gooding, S. (2009). Children s Difficulties with Mathematical Word Problems. Joubert, M. (Ed.) Proceedings of the British Society for Research into Learning Mathematics, 29 (3), 31-36, November 2009. Imam, O.A., Mastura, M.A., & Jamil, H. (2013). Correlation between Reading Comprehension Skills and Students Performance in Mathematics. Internasional Journal of Evaluation and Research in Education, 2 (1), 1-8, March 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Matematika SMA/MA/SMK/ MAK Kelas XI. Jakarta: Balitbang. Kaur, B. (1997). Difficulties with Problem Solving in Mathematics. The Mathematics Educator, 2(1), 93-112. Moleong, L.J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pardo, L.S. (2004). What every teacher needs to know about comprehension. [Electronic version]. Journal Academia of International Reading Association, 58(3). 272-280. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Yeo, J. (2009). Secondary 2 Student s Difficulties in Solving Non-Routine Problem. International Education Journal For Mathematics Teaching and Learning, 2009, 10(1), 1-30. Diperoleh dari http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/yeo.pdf pada tanggal 17 April 2016. 110