4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIOPIA Miopia merupakan gangguan tajam penglihatan, dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia terjadi pada masa kanak-kanak dan resiko terjadinya miopia lebih tinggi pada anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12 2.2 FAKTOR RESIKO Ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya miopia, diantaranya: 1. Keturunan (herediter) 2. Stres penglihatan 3. Aktivitas melihat dekat yang lama 12
5 2.3 PERKEMBANGAN VISUS PADA ANAK 14,15 Usia Perkembangan Visus Lahir-8 Minggu Penglihatan menghindarkan silau 8-12 Minggu Pergerakan mata mengikuti objek yang bergerak (fiksasi terhadap objek) 3-6 Bulan Binokular vision, konvergensi, akomodasi - Mulai memandangi tangannya (12-16 Minggu) - Memandang benda di sekitarnya (18-20 Minggu) - Melihat makanan atau botol susu ketika mulai duduk (18-24 Minggu) 6 Bulan Korespondensi di retina : - Tersenyum atau gembira melihat objek yang digemari (24-26 Minggu) - Menggerakkan kepala da mata saat melihat objek (28-32 Minggu) - Mengamati aktifitas di sekitarnya (30-36 Minggu) 9 Bulan Estimasi tajam penglihatan : 20/200 - Respon visual ketika dipanggil (36-38 Minggu) - Mengamati benda yang dipegang (38-40 Minggu) 1 Tahun Estimasi tajam penglihatan : 20/100 - Mengarahkan pandangan terhadap perintah untuk melihat benda (14-18 Bulan) - Mengidentifikasi gambar (16-18 Bulan) 2 Tahun Estimasi tajam penglihatan : 20/40 5 Tahun Estimasi tajam penglihatan : 20/20 2.4 DERAJAT BERAT MIOPIA Derajat berat miopia dibagi dalam : 1. Miopia Ringan, dimana miopia kecil dari pada -0,25 s/d -3,00 dioptri 2. Miopia Sedang, dimana miopia lebih antara -3,25 s/d -6,00 dioptri 3. Miopia Berat atau Tinggi, dimana miopia lebih besar dari -6,00 dioptri 16
6 2.5 PATOFISIOLOGI Faktor yang penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung adalah struktur pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut memasuki mata. Pada miopia, karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur. Hal ini mempengaruhi pemanjangan sumbu bola mata. Penelitian yang dilakukan di Inggris oleh Sorbsy dkk tahun 2009, menemukan bahwa selama masa kanak-kanak terjadi peningkatan panjang bola mata dan penurunan kekuatan indeks bias mata. Miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa spheris negatif atau lensa cekung sehingga cahaya yang datang akan jatuh tepat di retina. 11,15,16 2.6 PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan cara Visus dan Kartu Snellen. Visus merupakan jarak seseorang terhadap huruf optotype snellen yang masih bisa dilihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Fakta empiris menunjukkan bahwa mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak tertentu, jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 m, lambaian tangan hingga 300 m, cahaya jauh tak terhingga. 11,17 Kalau pasien hanya bisa melihat huruf yang paling atas, visusnya dikatakan 6/60. Untuk keperluan pengukuran visus yang besarnya 6/60 sampai 6/6, maka dibuatlah urutan huruf Snellen. Jika huruf paling atas tidak dapat
7 dibaca, maka pasien diminta untuk menghitung jari pada jarak 5m, 4m, 3m, 2m, 1 m, dan visusnya msing-masing dikatakan 5/60, 4/60, 3/60, 2/60, dan 1/60. Apabila pasien tidak dapat melihat jari pada jarak 1 m, maka digunakan lambaian tangan pada jarak 1 m. Apabila pasien bisa melihat arah gerak tangan dikatakan visusnya 1/300. Kalau masih tidak bisa juga, digunakan ransang cahaya senter pada jarak 1 m. Kalau bisa melihat dikatakan visusnya 1/8, tapi kalau tidak bisa melihat apaapa, maka visusnya nol atau buta. Untuk pasien yang tidak bisa membaca, digunakan optotype snellen bertuliskan huruf E (E-chart) dengan berbagai posisi arah kaki huruf E (atas, bawah, kanan, dan kiri). 11,19,20,21 2.7 TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan secara subjektif dan objektif. 2.7.1 Pemeriksaan Refraksi Subjektif Pemeriksaan refraksi subjektif adalah teknik/metode pemeriksaan refraksi yang bergantung pada respon penderita dalam menentukan hasil koreksi refraksi. Pada gangguan refraksi sferis, pemeriksaan refraksi subjektif cenderung lebih mudah dilakukan (teknik trial and error) dibanding pada astigmatisma yang cenderung lebih sulit. 11,19 Trial and Error merupakan pemeriksaan refraksi subjektif dengan teknik trial and error dilakukan dengan menempatkan lensa sferis negatif atau positif sehingga didapatkan visus 6/6. Lensa sferis negatif yang dipilih adalah lensa sferis negatif terkecil dan untuk lensa sferis positif, dipilih lensa sferis positif terbesar. 11,20
8 2.7.2 Pemeriksaan Refraksi Objektif Pemeriksaan objektif adalah teknik pemeriksaan refaksi mata dimana pemeriksa aktif dan pasien pasif dengan menggunakan alat refraksi dan hasil pemeriksaan bisa diketahui dalam waktu singkat. 11,22 Pemeriksaan refraksi objektif terdiri dari : a. Pemeriksaan Autorefraktometer-Keratometri Autorefraktometer keratometri adalah suatu alat untuk menentukan kekuatan refraksi yang diperlukan untuk memfokuskan cahaya pada retina dan sangat berguna untuk anak-anak yang tidak bisa duduk diam dan melihat kekuatan dioptri kornea pada kornea secara otomatis.pemeriksaan yang dilakukan bersifat cepat, mudah, dan tanpa rasa sakit. Pemeriksaan objektif adalah pemeriksaan refraksi dimana hasil refraksi dapat ditentukan tanpa adanya respon dari pasien. Kelebihan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan dapat dilakukan tanpa informasi subjektif dari pasien mengenai kualitas visus dan kekuatan dioptri kornea yang diperoleh selama prosedur berlangsung. Kerja sama dari pasien yang diperlukan hanya pada saat, misalnya, meletakkan kepala, atau memfiksasi pandangan pada target tertentu. 11,23,24 b. Pemeriksaan Panjang Sumbu Bola Mata Panjang sumbu bola mata diukur dari permukaan depan kornea sampai ke retina. Jika sumbu bola mata terlalu panjang, maka bayangan akan jatuh di depan retina dan pasien ini dikatakan miopia atau rabun jauh. Tron dan Strenstrom mengobservasi hubungan antara keadaan refraksi dengan panjang sumbu bola mata.setiap pertambahan panjang sumbu bola mata 1 mm akan menambah daya refraksi sebanyak 3 dioptri. 13,25,26
9 Kebanyakan pertumbuhan sumbu bola mata terjadi pada tahun pertama kehidupan, panjang sumbu bola mata terjadi 3 fase, fase pertama terjadi sangat cepat pada 6 bulan pertama, peningkatan panjang sumbu bola mata ±4 mm. Selama fase kedua (2-5 tahun) dan fase ketiga (5-13 tahun) pertumbuhan melambat sekitar 1 mm. Panjang sumbu bola mata adalah jarak antara kutub anterior dan posterior bola mata, yaitu mulai dari tear film hingga Retinal Pigment Epithelium (RPE). Pada neonatus rata-rata panjang sumbu bola mata 17 mm dan mencapai terus berkembang sampai usia 12 tahun. Pada miopia panjang sumbu bola mata >23 mm. 13,27,28,29 Teknik yang digunakan dalam biometri A-Scan ada 2 jenis yaitu: (1) aplanasi kontak dan (2) imersi. Probe transmitter pada teknik imersi tidak langsung menyentuh kornea sehingga dapat menghindari penekanan (identasi) yang dapat mempengaruhi pengukuran. Teknik ini kurang praktis dibandingkan teknik aplanasi (kontak) karena membutuhkan waktu yang lama dalam pemeriksaan pasien. 13,30,31 Teknik aplanasi mempunyai akurasi yang cukup baik. Ketepatan pengukuran akan lebih baik jika dilakukan dengan cara posisi duduk atau tegak dan panjang sumbu bola mata diukur dari anterior kornea sampai ke retina. 13,32,33