ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output *

dokumen-dokumen yang mirip
Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1

PERHITUNGAN SUBSIDI PUPUK 2004 BERDASARKAN ALTERNATIF PERHITUNGAN SUBSIDI ATAS BIAYA DISTRIBUSI

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) YANG RELEVAN SERTA PERBAIKAN POLA PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

Formulir PuPS versi 1.1

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

Ketersediaan Pupuk dan Subsidi Pupuk

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

I. PENDAHULUAN. produktivitas dan kualitas hasil pertanian antara lain adalah pupuk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

1)I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus. berupaya untuk meningkatkan produksi pangan melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. padi sawah merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

Transkripsi:

ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output * A. ISU POKOK 1. Tahun 2003, pemerintah kembali menerapkan subsidi pupuk secara tidak langsung melalui pemberian subsidi gas kepada produsen berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 70/MPP/Kep/2003 tanggal 11 Pebruari 2003 meliputi Urea, SP-36, ZA dan NPK. Harga eceran tertinggi (HET) per kg masingmasing pupuk adalah Urea sebesar Rp 1050, SP-36 Rp 1400, ZA Rp 950 dan NPK Rp 1600 (Keputusan Menteri Pertanian 107/kpts/Sr.130/2/2004). Untuk tahun 2003, subsidi gas yang diberikan kepada produsen sebesar Rp 1,315 trilyun dan tahun 2004 sebesar Rp. 1,3 trilyun. 2. Pada pelaksanaannya, ternyata banyak media massa melaporkan berbagai persoalan mulai dari kelangkaan pupuk (tidak tepat waktu) sampai pada tingkat harga yang dibayar petani jauh dari HET yang ditetapkan pemerintah. Informasi ini dikonfirmasikan oleh hasil kajian Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (PSE) - Badan Litbang Pertanian tahun 2004 di propinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa harga pupuk per kg di tingkat petani untuk urea, SP-36, ZA dan NPK masing-masing berkisar Rp 1100 1600; Rp 1500-1720; Rp 1100-1200 dan Rp 1700-1900, atau di atas HET yang telah ditetapkan pemerintah (Tabel 1). 3. Adanya Ketidakefektifan kebijakan subsidi pupuk mencapai tujuannya, memunculkan wacana pengalihan subsidi pupuk kepada insentif harga gabah dari Deputi Menko Perekonomian, Dr. Dipo Alam. Pernyataan Dipo Alam tersebut secara implisit menganggap bahwa pengeloaan subsidi dalam rangka upaya peningkatan produksi padi akan lebih efektif apabila diberikan melalui insentif harga output berupa penjaminan harga gabah melalui pembelian harga gabah (Republika, 30 Agustus 2004). * Makalah ini ditulis untuk merespon pernyataan Dr. Dipo Alam mengenai Pengalihan Subsidi Pupuk menjadi Penjaminan Harga Gabah. Makalah ini telah disampaikan kepada Menteri Pertanian pada tanggal 10 September 2004. ** Makalah ini dipersiapkan oleh Dr. Nizwar Syafa at, Ir. Sudi Mardianto, MSi, dan Mohamad Maulana, SP, dengan memanfaatkan hasil penelitian PSE dan sumbangan tulisan dari Puslitbang Tanah dan Agroklimat dan Balai Penelitian Padi. 77

Tabel 1. Perbandingan Harga Pupuk Internasional, Bersubsidi dan Tingkat Petani 2004 (Rp/kg). Jenis Pupuk Bersubsidi Harga Internasional* Harga Bersubsidi** Harga Tingkat Petani*** Urea 1,360 1,050 1,100-1,600 SP - 36 1,728 1,400 1,500-1,720 ZA 1,220 950 1,100-1,200 NPK 2,070 1,600 1,700-1,900 Keterangan : * Harga FOB + Ongkos Angkut sebesar 15 US$/kg. ** Berdasarkan SK Mentan No. 107/Kpts/Sr.130/2/2004 *** Berdasarkan hasil kajian Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Sosek, Juni 2004. Data yang digunakan selama Januari Mei 2004. Kurs Dollar rataan Januari Mei 2004 sebesar Rp. 9036.34 per US$. B. ANALISIS SUBSIDI INPUT vs OUTPUT 4. Kelangkaan ketersediaan pupuk dan tingginya harga pupuk dibayarkan petani bukan karena tidak layaknya kebijakan subsidi pupuk diterapkan sebagai insentif berproduksi melalui subsidi input, tetapi karena hal-hal yang sifatnya teknis. Hasil kajian PSE di propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa kenaikan harga di atas HET karena terjadinya kelangkaan pasokan pupuk yang disebabkan berhentinya produksi pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM) sejak akhir Desember 2003 hingga April 2004 dimana produsen tersebut sebagai penanggung jawab distribusi pupuk bersubsidi di wilayah itu. Sedangkan di Jawa Barat disebabkan adanya fanatisme atas merk pupuk di kalangan petani, sehingga menimbulkan perembesan pupuk antar wilayah kabupaten daerah distribusi PT. Pupuk Kujang dan PT. Pusri; serta adanya ketidaklancaran tambahan pasokan pupuk untuk daerah kerja PT. Pupuk Kujang dari PT. Pupuk Kaltim. Dengan demikian, efektivitas subsidi pupuk masih manageble untuk ditingkatkan melalui perbaikan pendistribusian dan peningkatan pasokan. 5. Untuk kasus usahatani padi di Indonesia, pemberian subsidi melalui input (pupuk) lebih manageble dibanding pemberian insentif melalui penjaminan harga output; dengan alasan sebagai berikut: (a) Sebagian besar petani padi Indonesia adalah petani yang mengahadapi kendala biaya produksi sehingga keputusan petani dalam usahanyan didasarkan cost minimization bukan profit maximization (kondisi dimana 78

tidak ada kendala biaya produksi). Ini berarti bahwa insentif input lebih sesuai dengan kondisi anggaran petani kita dibanding insentif ouput; (b) Dengan orientasi cost minimization dan instrumen teknologi untuk meningkatkan hasil per hektar yang signifikan adalah input pupuk maka insentif input lebih mudah mengakselerasi adopsi teknologi guna meningkatkan produktivitas dibanding insentif output; (c) Apabila pengelolaan subsidi menggunakan prinsip transparansi dan profesional, maka penjaminan harga lebih mudah dicapai pada input dibanding output. Pasokan pupuk (terutama Urea) diproduksi di dalam negeri dan harga domestik (subsidi) lebih rendah dari harga internasional, sedangkan pasokan beras masih perlu didukung impor, yang harganya jauh lebih rendah dibandingkan harga yang didukung pemerintah (HPP). Dengan masih terbatasnya kemampuan kita membatasi penyelundupan (ekspor/impor), maka membatasi rembesan (ke luar) pupuk akan lebih mudah dibandingkan rembesan (ke dalam) beras. 6. Dalam hal pemberian subsidi output berupa penjaminan harga gabah, maka perlu memperhatikan marketable surplus (produksi setelah dikurangi konsusmsi dan disimpan petani) pada musim panen raya (Februari-April) yang diperkirakan sebesar 8,5 jutan ton GKG atau setara 5,27 juta ton beras. Marketable surplus itulah yang menjadi faktor penyebab anjloknya harga gabah pada periode tersebut yang menjadi isu nasional tahunan yang tak kunjung dapat dipecahkan (Tabel 2). Tabel 2. Perkiraan Distribusi Surplus/Defisit Gabah Dirinci Per Bulan (%). Bulan Produksi Disimpan Petani *) Dijual Ke Pasar Dikonsumsi Surplus /Defisit Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 7,6 18,9 18 9,6 5,3 4,6 12,1 10,9 6,0 3,3 1,9 1,7 0,76 1,89 1,80 0,96 0,53 0,46 2,42 2,18 1,20 0,66 0,38 0,34 6,84 17,01 16,2 8,64 4,77 4,14 9,68 8,72 4,80 2,64 1,52 1,36-1,49 8,68 7,87 0,31-3,56-4,19 1,35 0,39-3,53-5,69-6,81-6,97 *) Diperkirakan berdasarkan kebiasaan petani menyimpan gabah pada MH dan MK masingmasing 10% dan 20 %. 79

7. Apabila kemampuan simpan gudang pedagang swasta sebesar 1,5 juta ton beras atau setara 2,42 juta ton, maka pemerintah harus membeli kelebihan produksi sebesar 3,77 juta ton atau setara 6,08 juta ton GKG. Oleh karena biaya penyimpanan pada musim panen melebihi marjin harga musim panen dengan paceklik (hasil kajian PSE, 2002), maka praktis swasta diperkirakan tidak akan tertarik untuk menyimpan gabah pada musim panen raya, sehingga apabila pemerintah ingin menjamin harga gabah tidak anjlok pada panen raya, maka pemerintah harus membeli gabah sebesar 8,5 juta ton GKG selama periode 3 bulan saja (Pebruari April). 8. Pada kenyataannya, pada tahun 2003-2004, walaupun pemerintah telah melakukan pembelian gabah dalam jumlah yang cukup besar (setara 2,2-2,5 juta ton beras), namun harga gabah di pasar masih lebih rendah dibanding harga yang ditunjang pemerintah, yaitu HPP (Rp. 1230 /kg GKP). Adanya selisih harga yang besar antara HPP dengan harga paritas beras impor, menyebabkan rembesan beras impor ke pasar domestik cukup deras, sehingga kebijakan harga inipun menjadi tidak dapat sepenuhnya efektif. 9. Saat ini perbedaan rata-rata harga yang diterima petani dengan harga dasar pembelian pemerintah diperkirakan sebesar Rp 300 per kg GKG. Apabila pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 300 per kg pembelian gabah baik kepada swasta maupun BULOG, maka dibutuhkan subsidi sebesar Rp 2,55 trilyun. Apabila subsidi pupuk sebesar Rp 1,3 trilyun dialihkan untuk pembelian gabah hanya mampu memenuhi setengah dari total biaya yang diperlukan. Dengan kata lain, pengalihan subsidi pupuk belum mampu menyelesaiankan permasalahan anjloknya harga gabah pada musim panen raya. 10. Kalaupun pemerintah menambah dana subsidi pembelian harga gabah sampai mencapai 2,55 trilyun, belum tentu harga gabah di tingkat petani sama dengan harga dasar pembelian pemerintah. Hal ini karena, selain kesulitan memperoleh data pasokan dan permintaan di beberapa wilayah, juga data tersebut amat bervaaraiasi antar wilayah sehingga menyulitkan operasi pasar. Oleh karena itu, mulai tahun 2000, kebijakan harga dasar gabah diubah menjadi kebijakan harga dasar pembelian pemerintah. Pemerintah hanya menjamin harga dasar pembelian pemerintah dengan volume tertentu yang ditetapkan sesuai dengan kemampuan pemerintah. 80

11. Elastisitas produktivitas terhadap harga gabah sebesar 0,4. Ini berarti peningkatan harga gabah sebesar 1 persen menyebabkan produktivitas meningkat sebesar 0,4 persen. Bila dibandingkan dengan elastisitas produktivitas terhadap harga pupuk secara total sebesar 0,7, maka dampak pemberian subsidi pupuk terhadap produktivitas lebih besar dibanding subsidi harga gabah. C. ANALISIS PENGGUNAAN PUPUK OLEH PETANI 12. Penggunaan pupuk di Indonesia berkembang pesat sejak dicanangkannya program BIMAS oleh pemerintah tahun 60-an. Penggunaan pupuk Urea, TSP, KCl, dan bahan kimia pembasmi hama-penyakit tanaman terus meningkat dipacu oleh program untuk mencapai swasembada pangan, yang pada akhirnya diraih pada tahun 1984. Selanjutnya, kebutuhan pupuk makin meningkat, bukan hanya untuk tanaman pangan, tetapi juga untuk perkebunan, hortikultura, dan industri. 13. Sejak penghapusan subsidi pupuk pada bulan Desember 1998 yang selanjutnya mengakibatkan harga pupuk meningkat tajam, petani lebih banyak menggunakan pupuk nitrogen karena pengaruhnya langsung terlihat dalam peningkatan produksi. Kisaran dosis urea yang digunakan adalah 200 300 kg/ha atau kombinasi dengan ZA. Sementara itu, penggunaan pupuk P dan K, pada umumnya lebih rendah dari yang dibutuhkan, sehingga kemungkinan terjadi ketidak seimbangan hara dalam tanah. Sekarang ini penggunaan pupuk oleh petani bervariasi, dari yang lengkap menggunakan pupuk N (Urea, ZA), P (TSP/SP36), K (KCl) dan pupuk organik (kompos, pupuk kandang) dengan dosis yang cukup tinggi sampai yang hanya menggunakan pupuk N saja. Dengan demikian, tidaklah mudah memperkirakan penurunan produksi padi nasional dihubungkan dengan kemungkinan kenaikan harga pupuk. 14. Untuk menyederhanakan persoalan, diasumsikan rata-rata penggunaan pupuk urea sekarang sekitar 300 kg/ha. Maka, dengan kenaikan harga dari Rp 1050/kg menjadi Rp 1700/kg, petani hanya dapat membeli urea sebanyak 60 % dengan jumlah uang yang sama. Namun demikian, apabila gabah petani dibeli dengan harga yang relatif tinggi, maka mungkin petani akan tetap membeli pupuk urea sama seperti sekarang (100 %) atau hanya 80 %. Jadi, akan diestimasi, berapa kira-kira produksi padi bila dipupuk dengan urea 100 %, 80 %, dan 60 %. Sedangkan pupuk P dan K, diasumsikan sama dengan penggunaan sekarang. 81

15. Tanaman padi sawah sangat respon terhadap pemberian pupuk Nitrogen. Pemberian urea hingga dosis di atas 300 kg/ha tidak efisien lagi karena hasil gabah cenderung menurun. Dosis maksimum urea dicapai pada 300 kg/ha dengan rata-rata hasil maksimum 5,25 t/ha (Gambar 1). Bila urea diberikan sesuai dengan dosis rekomendasi (100%) maka diperoleh rata-rata produksi gabah 5,25 t/ha. Dengan berpedoman pada lahan sawah intensifikasi seluas 10,47 juta ha, maka dibuat beberapa estimasi hasil berdasarkan dosis urea yang berbeda (Tabel 3). Penurunan penggunaan urea sebesar 20% (dari 300 kg/ha menjadi 240 kg/ha) akan menurunkan produksi sebesar 0,08 t/ha. Apabila penurunan penggunaan pupuk urea mencapai 40% maka produksi menurun sebesar 0,29 t/ha atau terjadi penurunan total produksi secara nasional sebesar 3 juta ton. 7.0 6.0 5.0 Hasil gabah (t/ha) 4.0 3.0 2.0 1.0 y = -2E-05x 2 + 0.012x + 3.4465 R 2 = 0.9069 0.0 0 150 300 450 600 Dosis urea (kg/ha) Gambar 1. Respon Padi Sawah Terhadap Pemupukan N-Urea Di Berbagai Jenis Tanah Di Jawa Barat, Jawa Tengah Dan Jawa Timur. Tabel 3. Estimasi Berbagai Skenario Penggunaan Pupuk Urea. Dosis Urea (kg/ha) Hasil (t/ha) Produksi gabah (juta ton) 300 (100%) 5,25 54,9 240 (80%) 5,17 54,1 180 (60%) 4.96 51,9 16. Di samping sawah intensif, terutama di luar Jawa terdapat juga lahan sawah semi intensif. Pada sawah semacam ini, dosis pupuk sangat mempengaruhi hasil. Bila hanya menggunakan urea saja dengan dosis 250 kg/ha tanpa pupuk P dan K maka diperoleh produksi 3,4 t/ha. Peningkatan dosis dari 100 kg/ha 82

menjadi 250 kg/ha dengan dosis P dan K yang sama, meningkatkan produksi dari 4,5 t/ha menjadi 5 t/ha (Tabel 4). Dari data tersebut dapat diestimasi apabila petani menurunkan dosis urea dari 250 kg/ha menjadi 100 kg/ha, misalnya akibat kenaikan harga urea, maka akan terjadi penurunan produktivitas sebesar 0,5 t/ha. Apabila hanya dipupuk dengan urea saja tanpa P dan K, maka akan terjadi penurunan produksi sebesar 1,6 t/ha. Tabel 4. Rata-Rata Produksi Padi Sawah Pada Beberapa Lokasi di Lampung. No. Dosis pupuk Hasil (t/ha) 1. 250 kg/ha Urea tanpa P dan K 3,4 2. 100 kg/ha Urea 4,5 100 kg/ha SP-36 100 kg/ha KCl 3. 250 kg/ha Urea 100 kg/ha SP-36 100 kg/ha KCl 5,0 17. Dari uraian di atas, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk urea sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman pangan, khususnya padi dibandingkan pupuk lainnya. Sedangkan pemberian pupuk SP36 ataupun KCl yang sekarang dilakukan petani di lahan-lahan sawah irigasi yang sudah subur pada umumnya bersifat preventif terhadap kemungkinan menurunnya hasil padi. Pemberian pupuk SP36 dan KCl tidak perlu dilakukan secara terus menerus terutama pada tanah sawah berstatus P dan K sedang hingga tinggi. Dapat ditambahkan, dari peta status hara diketahui bahwa tidak semua tanah di wilayah penghasil padi membutuhkan jenis dan jumlah hara yang sama. Artinya, untuk mendapatkan produksi yang sama pada wilayah yang berstatus hara berbeda dibutuhkan pupuk dalam jumlah yang tidak sama. Sehubungan dengan hal ini, pengetahuan petani tentang pemupukan spesifik lokasi menjadi penting. 18. Dari pengamatan lapangan di daerah sentra produksi padi intensif, ditemukan bahwa penggunaan pupuk terutama urea cenderung berlebih. Kalau penghematan pemakaian pupuk N dapat dilakukan dan dialihkan untuk pengadaan pupuk yang lain, misalnya SP36 atau KCl tentu akan lebih bermanfaat. Tanah yang kelebihan N dan kekurangan P menjadi padat sehingga akar tanaman padi kurang berkembang. Tanaman yang kelebihan N lebih rentan terhadap serangan penyakit dan kerebahan. Penggunaan KCl juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman dan kualitas hasil panen. Jadi, produktivitas 83

dan kualitas produksi lebih ditentukan oleh ketepatan waktu, jenis dan jumlah pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, tidak berlebih dan tidak kekurangan. D. REKOMENDASI KEBIJAKAN 19. Uraian di atas memberikan pengertian kepada kita bahwa dengan dana yang terbatas, kebijakan susidi pupuk lebih menguntungkan secara ekonomi dibanding kebijakan subsidi pembelian harga gabah (Tabel 5). Oleh karena itu, apabila kondisi penanggaran pemerintah seperti sekarang, maka subsidi pupuk tidak layak dialihkan menjadi insentif harga gabah. Namun demikian, pengelolaan subsidi perlu diperbaiki, antara lain : (a) penetapan harga jual di setiap tingkatan, mulai dari pabrik sampai titik distribusi kecamatan harus dirinci, disertai dengan rencana pengawasan dan sanksi yang jelas; (b) rencana pasokan dan distribusi disempurnakan sesuai dengan prinsip tepat jumlah dan waktu, sehingga jika akan terjadi kekurangan di suatu daerah, rencana antisipasinya sudah disusun jauh-jauh hari sebelumnya. Tabel 5. Kebijakan Subsidi Pupuk vs Subsidi Pembelian Gabah/Penjaminan Harga Gabah. Subsidi Harga Gabah No. Uraian Subsidi Output (Penjaminan Harga Gabah) 1. Kesesuaian dengan kemampuan anggran petani. Sesuai (Cost Minimization) 2. Dampak terhadap akselerasi adopsi teknologi. Tinggi 3. Kebutuhan subsidi 1 8.4 4. Dampak terhadap produktivitas 0.7 0.4 5. Penjaminan terhadap harga yang ditetapkan Tinggi Tidak Sesuai (Profit Maximization) Rendah Rendah 20. Namun demikian, mengingat anjloknya harga gabah pada musim panen raya merupakan masalah kritis juga, maka kebijakan pemerintah untuk mendukung HPP tetap diperlukan. Alokasi dana ini sebenarnya sudah tersedia, yaitu untuk raskin dan stok yang jumlahnya masing-masing sekitar Rp. 5,8 trilyun dan Rp. 1,3 trilyun. Dana yang besar ini seyogyanya dipakai untuk membeli gabah petani secara tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga. Dengan demikian, dana tersebut mempunyai manfaat ganda. 84

21. Beberapa upaya serta teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk agar produksi padi nasional tidak merosot, antara lain sebagai berikut: a. Reorientasi penggunaan pupuk. Pada prinsipnya langkah yang perlu ditempuh adalah menghindari penurunan penggunaan pupuk urea, kecuali untuk daerah-daerah yang sering menggunakan pupuk urea secara berlebih. Hal ini dapat dilakukan dengan memasyarakatkan penggunaan Bagan Warna Daun (BWD), sehingga pemborosan pupuk urea dapat dicegah atau biaya kelebihan urea dipakai untuk membeli SP36 dan KCl. Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar tidak menambah modal untuk pemberian pupuk juga untuk mengurangi terjadinya penurunan hasil padi. Proporsi pemberian pupuk urea: SP36 : KCl dapat diubah seperti tercantum dalam tabel berikut ini. Tabel 6. Strategi Reorientasi Penggunaan Pupuk pada Padi Sawah Akibat Adanya Kenaikan Harga Pupuk Tanpa Subsidi. Jenis pupuk Harga bersubsidi (Rp/kg)* Harga tanpa subsidi (Rp/kg)* Takaran pupuk pada umumnya (kg/ha) Modal untuk Takaran pupuk bila tidak bersubsidi (kg/ha)1 pupuk (Rp/ha) Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 3 Urea 1250 1500 250 312.500 250 250 250 SP36 1500 1750 100 150.000 93 0 46 KCl 1500 1750 50 75.000 0 93 46 Jumlah (Rp/ha) Rp.537.500 Rp.537.750 Rp.537.750 Rp.537.750 * Harga perkiraan Pilihan 1: Untuk pesawahan berstatus K tinggi, P rendah (Biaya untuk pupuk relatif tetap) Pilihan 2: Untuk pesawahan berstatus P tinggi, K rendah (Biaya untuk pupuk relatif tetap) Pilihan 3: Untuk pesawahan berstatus K sedang atau rendah, P sedang atau rendah (Biaya untuk pupuk relatif tetap) Bila penggunaan pupuk urea sudah optimal maka (jika ada) kenaikan harga urea sebaiknya tidak direspon dengan mengurangi takaran urea, tetapi dilakukan penyesuaian penggunaan pupuk lainnya dengan pilihan sebagai berikut: (i) (ii) Kurangi penggunaan pupuk KCl atau SP36 untuk daerah sawah berstatus K atau P sedang atau tinggi. Apabila status hara P rendah dan status hara K sedang/tinggi, maka takaran pupuk KCl dikurangi atau dihilangkan sama sekali agar jumlah pemberian pupuk SP36 tetap atau dikurangi namun jangan dihilangkan sama sekali. 85

(iii) Apabila status hara K rendah dan status hara P sedang/tinggi, maka takaran pupuk SP36 dikurangi atau dihilangkan sama sekali agar jumlah pemberian pupuk KCl tetap atau dikurangi namun jangan dihilangkan sama sekali. (iv) Apabila status hara P dan K rendah, maka takaran pupuk SP36 diberikan 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha dengan sedikit mengurangi penggunaan pupuk urea (pengurangan urea jangan melebihi 50 kg/ha). b. Efisiensi penggunaan pupuk SP36. Pilihan lain untuk butir (21.a.iv) di atas, pupuk SP36 hanya diberikan dengan cara dipping/mencelupkan akar bibit tanaman padi ke dalam lumpur yang telah dipupuk SP36 (0,5 gram SP36/kg tanah, 100 kg tanah/ha atau setara dengan 50 g SP36/ha) selama 5 menit sesaat sebelum transplanting (tanam pindah) bibit ke lapang. Pengurangan penggunaan pupuk SP36 menjadi hanya 0,1% saja dari takaran normalnya dimungkinkan dengan cara meningkatkan efisiensi pemberian pupuk SP36 langsung ke individu tanaman (bukan ke tanah). c. Pemanfaatan jerami padi sebagai sumber K atau pengganti pupuk KCl. Pilihan lain untuk butir (iii) di atas, jerami padi hasil panen musim sebelumnya, dikomposkan. Kompos jerami ini banyak mengandung K yang dapat digunakan sebagai pengganti pupuk KCl. d. Pemanfaatan bahan organik/pupuk kandang. Pupuk kandang yang telah dikomposkan merupakan sumber hara N, P dan K sekaligus. Namun dalam penggunaannya, kompos ini bukan sebagai pengganti total pupuk urea, SP36 atau KCl mengingat bahwa untuk tujuan tersebut akan diperlukan banyak sekali pupuk kandang (> 2 ton/ha) yang kadang kala sulit dalam pengangkutannya. Pupuk kandang ini diberikan sebagai pengganti sebagian dari pupuk urea, pupuk SP36 dan KCl. e. Penggunaan VUTB, VUH dan VUB terbaru. Penggunaan berbagai VUTB, VUH dan VUB yang lebih baru melalui pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) diberbagai lokasi di 20 propinsi menunjukkan bahwa produktivitas padi meningkat lebih dari 17 % dibanding dengan cara biasa dan penggunaan VUB eksisting. Oleh sebab itu penggantian VUB eksisting dengan VUTB, VUH dan VUB yang lebih baru merupakan salah satu strategi untuk menghindari penurunan produktivitas padi. 86