BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Dasar (selanjutnya disebut UUD)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar segala bidang tersebut tentu akan membawa banyak perubahan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 124 /PMK.010/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN LINI USAHA ASURANSI KREDIT DAN SURETYSHIP

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

BAB 1 PENDAHULUAN dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK) No. 23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret 1991 pasal 5 ayat (1) dan (2).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Konsep pembangunan Indonesia dalam Trilogi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. 1. dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan suatu negara yang sedang membangun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Irfan Ahmadi : Tinjauan hukum terhadap fungsi Bank Garansi sebagai jaminan pelaksana tender, 2007 USU Repository 2008

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I` PENDAHULUAN. hidup daerah tersebut. Pembangunan juga merupakan usaha untuk. berkembang khususnya Indonesia masih menitikberatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata (FX. Djumialdji, 1995: 1). Salah satu pembangunan yang gencar dilakukan pemerintah saat ini adalah pembangunan di bidang infrastruktur publik, seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, perumahan, jalan tol, pembangkit listrik, jaringan komunikasi, dan sebagainya yang secara keseluruhan dimaksudkan untuk kemakmuran rakyat. Keberadaan infrastruktur sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial karena infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi bagi dunia usaha maupun sosial kemasyarakatan. Saat ini infrastruktur di Indonesia masih menduduki peringkat ke-56 dunia dan relatif masih tertinggal dari negara-negara inti ASEAN lainnya (www.bppk.kemenkeu.go.id diakses pada hari Sabtu tanggal 12 Maret 2016 pukul 08.04 WIB). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, pembangunan infrastruktur dapat dilakukan oleh pemerintah, swasta domestik, maupun swasta asing. Pembangunan infrastruktur dapat dilakukan melalui jasa pemborong proyek atau kontraktor. Pemberi tugas atau pemilik proyek dengan pemborong dapat menyepakati suatu kontrak pemborongan untuk menjamin terselenggaranya proyek pemborongan tersebut. Terlaksananya kontrak pemborongan pekerjaan tergantung pada dipenuhinya prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan oleh kedua belah pihak, baik oleh pemberi tugas (selanjutnya disebut obligee) maupun pemborong (selanjutnya disebut principal). 1

2 Guna menjamin terpenuhinya prestasi dalam kontrak pemborongan, pada umumnya obligee akan meminta surat jaminan kepada principal. Jaminan yang diperlukan oleh principal untuk memborong suatu proyek harus disesuaikan dengan persentase dari nilai proyek/ kontrak yang ditetapkan oleh obligee. Praktiknya, untuk mencukupi nilai jaminan yang ditetapkan oleh obligee maka principal dapat meminta bantuan pada pihak ketiga. Pihak ketiga yang ditunjuk dalam perjanjian pemborongan merupakan lembaga keuangan yang sudah terakreditasi. Jaminan dapat dikeluarkan oleh lembaga perbankan yang berupa bank garansi, jaminan dapat pula dikeluarkan oleh perusahaan asuransi berupa surety bond dan jaminan yang dikeluarkan oleh perusahaan penjaminan. Adapun jenis jaminan tersebut ada beberapa macam yaitu jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, dan jaminan pemeliharaan (Uyung Adithia, 2011: 14). Penulisan ini akan mengkaji mengenai jaminan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi yaitu surety bond. Dasar hukum bagi perusahaan asuransi dapat mengeluarkan lini usaha penjaminan adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 271/KMK.001/1980 tentang Penunjukan Bank dan Lembaga Keuangan yang Dapat Menerbitkan Jaminan dalam Rangka Pelaksanaan Keppres Nomor 14A Tahun 1970. Saat diterbitkannya aturan ini, hanya perusahaan asuransi PT Jasa Raharja saja yang diperbolehkan menerbitkan jaminan surety bond, akan tetapi saat ini sudah semakin meluas. Berdasarkan Surat dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia tertanggal 23 September 2015 sebagaimana telah tercatat dalam Surat Deputi Komisioner Pengawas IKBN II Otoritas Jasa Keuangan tertanggal 3 September 2015, terdapat 49 jumlah asuransi umum yang dapat memasarkan jaminan surety bond konstruksi. Tidak semua perusahaan asuransi dapat memasarkan jaminan surety bond, perusahaan tersebut harus memiliki modal sendiri paling sedikit Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah) untuk dapat memasarkan jaminan surety bond, hal ini tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124

3 /Pmk.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship. Surety bond termasuk salah satu lingkup dari usaha asuransi umum dalam lini usaha suretyship. Suretyship adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan atas kemampuan principal dalam melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian pokok antara principal dan obligee (Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 /Pmk.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship). Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, usaha asuransi umum dapat memberikan jasa pertanggungan risiko dengan memberikan penggantian kepada tertanggung berupa tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. Akan tetapi, meskipun surety bond dikeluarkan oleh perusahaan asuransi dan merupakan salah satu produk usaha perasuransian namun mekanisme pelaksanaaannya berbeda dengan asuransi pada umumnya. Saat ini surety bond telah memiliki payung hukum terbaru dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Menurut undang-undang ini penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh Penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan. Surety bond merupakan suatu perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok. Perjanjian pokok yang dimaksud dalam asuransi surety bond adalah kontrak pemborongan. Hubungan antara surety bond dengan kontrak pemborongan adalah bahwa surety bond sebagai jaminan atas risiko yang mungkin terjadi dalam kontrak pemborongan. Risiko merupakan suatu hal yang dilindungi oleh asuransi, sehingga antara risiko dan asuransi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Oleh karenanya surety bond juga memberikan perlindungan atas risiko yang mungkin terjadi, khusunya dalam kontrak pemborongan, mengingat surety bond merupakan produk dari perusahaan asuransi. Risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan seseorang akan menderita suatu kerugian. Setiap pekerjaan selalu terdapat kemungkinan terjadinya risiko wanprestasi baik karena kesengajaan atau kelalaian ataupun

4 karena keadaan memaksa. Hal ini dapat menghambat pelaksanaan kontrak pemborongan yang dapat mengakibatkan prestasi tidak dipenuhi sama sekali oleh principal, prestasi yang dilaksanakan principal tidak sesuai yang diperjanjikan, ataupun principal tidak dapat memenuhi prestasi dengan tepat waktu. Jaminan assuransi surety bond akan memberikan kewajiban untuk melakukan pembayaran oleh pihak asuransi sebagai penjamin terhadap pihak obligee sebagai konsekuensi terhadap wanprestasi dari pihak yang dijamin yaitu principal. Sehingga surety bond dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bagi principal swasta yang tergolong dalam ekonomi lemah yang tidak memiliki dana yang mencukupi dalam melaksanakan proyek untuk mendapatkan dana guna melaksanakan proyek pemborongan sebab tidak adanya kewajiban bagi pihak principal untuk memberikan jaminan di muka ataupun kolateral pada pihak penjamin (selanjutnya disebut surety). Principal akan lebih mudah memperoleh jaminan surety bond dibandingkan dengan jaminan dari bank garansi sebab prosesnya akan lebih mudah, cepat, dan murah. Akan tetapi, kemungkinan risiko yang dapat diderita oleh penjamin menjadi semakin besar. Perikatan dalam surety bond adalah tanggung renteng atau tanggung menanggung dimana pihak penjamin akan membayar kerugian dengan uang tunai kepada obligee apabila telah jelas terjadi kerugian dan untuk itu telah ada tuntutan klaim. Di sisi lain, principal dengan adanya Persetujuan Ganti Rugi kepada surety (selanjutnya disebut Indemnity Letter) akan membayar kembali kepada surety yaitu jumlah kerugian yang telah dibayarkan oleh surety kepada obligee. Jaminan akan dicairkan setelah diketahui sebab-sebab dari pencairan tersebut dan penjamin hanya wajib mengganti sebesar kerugian yang diderita oleh obligee. Indemnity Letter merupakan jaminan perlindungan atas kerugian atau jaminan ganti rugi kepada perusahaan asuransi yang telah menerbitkan asuransi surety bond dikarenakan dalam pemberian asuransi surety bond tidak mewajibkan adanya jaminan dari pihak principal. Indemnity letter dalam perjanjian surety bond dapat ditandatangani oleh principal dan indemnitornya

5 baik sebelum atau saat jaminan (bond) dikeluarkan. Apabila indemnity letter ditanda tangani di awal maka hal ini akan memberikan kepastian hukum yang jelas pada pelaksanaan surety bond. Akan tetapi, pada praktiknya indemnity letter tersebut seringkali tidak ditandatangani sejak awal, sebelum perusahaan asuransi mengeluarkan jaminan (http://m.bisnis.com., diakses pada tanggal 20 November 2015 pukul 17.12 WIB). Hal ini terjadi karena belum adanya aturan khusus yang mengatur mekanisme pemberian jaminan asuransi surety bond, sehingga dapat berbeda-beda dari setiap perusahaan asuransi. Tidak adanya keseragaman aturan ini, menyebabkan pelaksanaan pemberian jaminan asuransi surety bond rentan terhadap risiko, utamanya risiko yang mungkin dialami oleh pihak suety. Hal ini disebabkan tidak adanya jaminan di muka ataupun kolateral yang disyaratkan dalam pemberian jaminan asuransi surety bond. Tidak adanya kolateral ini akan menimbulkan risiko yang tinggi di kemudian hari apabila terbukti adanya wanprestasi yang terjadi dalam kontrak pemborongan. Meskipun telah adanya perjanjian indemnity letter sebagai alternatif tidak adanya kolateral pada surety bond namun wanprestasi yang terjadi sebagian besar akan mempengaruhi keadaan keuangan dari principal dan dapat mengakibatkan terhambatnya pembayaran ganti rugi (Haerun Inayah, 2006: 87). Melihat tidak adanya kolateral dalam perjanjian asuransi surety bond, dan perjanjian indemnity letter sebagai alternatif tidak adanya kolateral tersebut maka penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai kekuatan hukum indemnity letter dalam menjamin terlaksananya recovery dalam perjanjian asuransi surety bond sebagai jaminan bagi kontrak pemborongan oleh swasta, sehingga kedepannya dapat dijadikan solusi untuk dapat meminimalisir risiko yang mungkin akan diderita dalam pemberian jaminan asuransi surety bond. Analisis atas kekuatan hukum indemnity letter ini, digunakan untuk mengetahui peran penting indemnity letter dalam perjanjian asuransi surety bond. Maka dari itu, untuk mengetahui peran penting indemnity letter dalam perjanjian asuransi surety bond akan dikaji lebih lanjut dalam suatu penulisan hukum dengan judul URGENSI INDEMNITY LETTER DALAM PERJANJIAN

6 ASURANSI SURETY BOND SEBAGAI JAMINAN PELAKSANAAN KONTRAK PEMBORONGAN PERUSAHAAN SWASTA B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah perjanjian asuransi surety bond telah memenuhi aspek hukum dalam kontrak pemborongan? 2. Bagaimana kekuatan hukum dari indemnity letter dalam perjanjian asuransi surety bond sebagai jaminan kontrak pemborongan? 3. Apa akibat hukum yang ditimbulkan atas terjadinya wanprestasi dalam pembuatan dan pelaksanaan kontrak pemborongan? C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan harus mempunyai manfaat yang jelas sehingga dapat menghasilkan sebuah solusi yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui terpenuhi atau tidaknya aspek hukum perjanjian asuransi surety bond oleh perusahaan swasta dalam kontrak pemborongan. b. Mengkaji dan mengetahui kekuatan hukum indemnity letter dalam perjanjian asuransi surety bond sebagai jaminan kontrak pemborongan. c. Mengetahui akibat hukum yang dapat ditimbulkan atas terjadinya wanprestasi kontrak pemborongan, 2. Tujuan Subjektif a. Memeperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan analisis penulis, khususnya dalam bidang Hukum Perdata. b. Mengaplikasikan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh selama masa studi dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

7 Universitas Sebelas Maret Surakarta khususnya dalam bidang Hukum Perdata cabang ilmu Hukum Asuransi, Hukum Jaminan, dan Hukum Perjanjian sehingga diharapkan dapat memeberikan sumbangan pemikiran terkait penelitian dalam bidang Hukum Perdata. c. Memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi bidang ilmu pengetahuan. Maka penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan secara umum dapat memberikan manfaat pada ilmu pengetahuan di bidang hukum dan secara khusus dapat memberikan manfaat pula pada bidang Hukum Perdata, khususnya Hukum Asuransi, Hukum Jaminan, dan Hukum Pemborongan. b. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa referensi ilmiah yang kemudian dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi sarana penulis guna meningkatkan daya penalaran penulis dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan di bidang Hukum Perdata khusunya Hukum Asuransi, Hukum Jaminan, dan Hukum Perjanjian. b. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis.

8 E. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 47). Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini termasuk kategori penelitian hukum normatif, yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based) yang berfokus pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dikaji secara sistematis, kemudian ditarik kesimpulan terhadap masalah yang diteliti. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum adalah penelitian yang bersifat preskriptif, yang dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan berdasar pada makna hukum dalam hidup bermasyarakat pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya dikaitkan dengan fakta-fakta atau gejala sosial di masyarakat. Preskripsi tersebut harus timbul dari telaah yang dilakukan sehingga melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan, bukan dengan cara membuktikan kebenaran suatu hipotesis (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 69). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan undamg-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan melakukan telaah terhadap peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani untuk

9 memecahkan isi hukum yang sedang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 175) yaitu terkait mekanisme pelaksanaan pemberian jaminan asuransi surety bond. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga untuk dapat memecahkan isu hukum serta memberikan preskripsi, maka diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitiann dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181). Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya memiliki otoritas seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi bahan hukum seperti buku-buku teks, kamuskamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 196). Bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata); 2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD); 3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi; 4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian; 5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan; 6) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Perdaturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; 7) Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1979 (yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980); 8) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia 271/KMK.001/1980 tentang Penunjukan Bank dan Lembaga

10 Keuangan yang Dapat Menerbitkan Jaminan dalam Rangka Pelaksanaan Keppres Nomor 14A Tahun 1970; 9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 /Pmk.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit Dan Suretyship. Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Buku-buku ilmiah di bidang hukum; 2) Kamus-kamus hukum; 3) Hasil karya ilmiah dan penelitian yang relevan atau terkait dengan penelitian ini, termasuk diantaranya skripsi, tesis, desertai, maupun jurnal-jurnal hukum; 4) Literatur dan hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang akan penulis teliti. Bahan hukum tersebut kemudian dipelajari, dikaji, dianalisis, dan digunakan sebagai dasar untuk menjawab permasalahan hukum yang akan diteliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah dengan metode deduksi. Penggunaan metode ini berpangkal dari premis mayor yang merupakan aturan hukum terkait regulasi dalam bidang bidang asuransi surety bond dan kontrak pemborongan secara umum, kemudian diajukan dalam premis minor yang merupakan fakta hukum terkait asuransi surety bond dalam kontrak pemborongan. Dari kedua premis tersebut, kemudiab ditarik kesimpulan yang menjadi jawaban dari perumusan masalah.

11 F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum dilakukan guna memberikan gambaran, penjabaran, maupun pembahasan secara menyeluruh mengenai pembahasan yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah atau aturan baku penulisan hukum. Adapun sistematika dari penulisan ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan Hukum BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan mengenai Perjanjian 2. Tinjauan mengenai Jaminan 3. Tinjauan mengenai Surety Bond 4. Tinjauan mengenai Indemnity Letter 5. Tinjauan mengenai Kontrak Pemborongan B. Kerangka Pemikiran BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Aspek hukum perjanjian asuransi surety bond dalam kontrak Pemborongan B. Kekuatan hukum indemnity letter dalam perjanjian asuransi surety bond sebagai jaminan kontrak pemborongan C. Akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak pemborongan BAB IV : PENUTUP A. Simpulan B. Saran

12 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN