BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga permintaan terhadap jasa penerbangan sebagai moda transportasi yang cepat dan efisien menjadi meningkat. Berdasarkan perkiraan Asosiasi Angkutan Udara Internasional (International Air Transport Association/IATA) selama periode 2010-2014, laju pertumbuhan penerbangan dalam negeri bisa mencapai 10 persen per tahun. Pada tahun 2014, IATA memprediksi jumlah penumpang domestik sebesar 38,9 juta orang. Dalam periode yang sama, Indonesia menjadi pasar dengan pertumbuhan jumlah perjalanan internasional tercepat keenam di dunia. Tingkat pertumbuhan tahunan berkisar 9,3%. Adapun jumlah penumpang untuk rute Internasional pada 2014 sekitar 22,7 juta orang. (Sumber data : www. tempo.co.id). Pertumbuhan penumpang pesawat udara dalam negeri pada tahun 2011 tumbuh 15,9%. Pertumbuhan ini naik dari realisasi tahun 2010 yang mencapai 51,77 juta. Sementara itu, pada tahun 2012 total penumpang mencapai 76 juta penumpang naik 15 persen dibanding 2011 lalu 66 juta penumpang (Sumber data : Kementerian Perhubungan, 2013). Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang deregulasi bisnis penerbangan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 tahun 1999 yang memberikan kemudahan kepada pengusaha untuk mendirikan perusahaan jasa penerbangan telah melahirkan corak baru bagi perkembangan bisnis jasa penerbangan di Indonesia. Banyaknya bermunculan pemain dalam jasa 1
penerbangan ini dikarenakan potensi untuk memperoleh keuntungan cukup besar. Keuntungan yang diperoleh perusahaan jasa penerbangan akan berada diatas keuntungan normal apabila kondisi harga tiket masih lebih tinggi dari average cost. Semakin banyaknya pemain dalam industri penerbangan ini menyebabkan tingkat persaingan antara operator transportasi udara menjadi semakin tinggi, sehingga industri jasa penerbangan harus melakukan penyesuaian harga jual tiket kepada pelanggan. Hal inilah yang memaksa perusahaan jasa penerbangan untuk melakukan efisiensi agar perusahaan tidak mengalami kerugian terus menerus dan juga memaksa maskapai penerbangan untuk melakukan strategi bisnis yang berani dalam menghadapi kompetisi tersebut. Salah satu strategi yang dilakukan dalam jasa penerbangan adalah strategi low cost carrier yaitu biaya operasional yang kecil dimana maskapai penerbangan memangkas biaya operasional yang dikeluarkan dan melakukan efisiensi. Oleh karena itu, strategi low cost carrier ini merupakan strategi yang unik dalam dunia penerbangan dimana setiap orang bisa melakukan penerbangan kapanpun dengan harga yang terjangkau. Hal ini akan mengancam perusahaan maskapai penerbangan seperti PT Garuda Indonesia yang selama ini dikenal dengan harga premium dan lebih mengutamakan pelayanan kepada pelanggan. Pelanggan yang menggunakan jasa penerbangan dari PT Garuda Indonesia pada dasarnya adalah pelanggan yang memiliki sikap yang mementingkan adanya pelayanan yang optimal walaupun untuk pelayanan tersebut harus mengeluarkan biaya atau harga yang premium atas pelayanan tersebut. Sikap pelanggan PT Garuda Indonesia untuk memilih penerbangan dengan pesawat Garuda 2
Indonesia pada dasarnya adalah minat beli seseorang terhadap PT Garuda Indonesia yang dapat dimunculkan oleh adanya situasi tertentu yang menjadikan seseorang untuk memilih penerbangan tersebut. Kondisi tersebut dikonfirmasikan oleh Kotler (2003) dalam Chi, Yeh, Yang (2009) yang menyatakan bahwa sikap individu dan situasi tak terduga akan mempengaruhi minat beli seseorang. Oleh karena itu, minat beli konsumen dianggap sebagai kecenderungan subjektif terhadap suatu produk dan bisa menjadi indeks penting untuk memprediksi perilaku konsumen. Kecenderungan subjektif terhadap suatu produk adalah sikap individu yang lahir antara lain karena ekuitas merek yang telah dimiliki oleh suatu produk, seperti halnya produk jasa penerbangan PT Garuda Indonesia yang telah dkenal oleh pelanggannya sebagai penerbangan dengan pelayanan prima dan harga yang premium. Kondisi ini menjadikan bahwa minat beli pelanggan PT Garuda Indonesia muncul karena adanya ekuitas merek yang telah dimiliki PT Garuda Indonesia semenjak lama. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.1, top brand index PT. Garuda Indonesia masih menempati posisi nomor 1 di industri penerbangan selama 8 tahun berturut-turut sebagai merek terpopuler (www.marketing.co.id). Gambar 1.1 Top Brand Index Kategori Penerbangan 3
Jumlah penumpang domestik PT. Garuda Indonesia tidak surut, bahkan justru meningkat akibat dari pembatalan masal penerbangan beberapa tahun lalu. Pada tahun 2008, jumlah penumpang Garuda sekitar 7,5 juta penumpang, tahun 2009 naik menjadi 8,5 juta penumpang dan kemudian, tahun 2010 penumpang PT. Garuda Indonesia berkisar 9 jutaan. Data ini menunjukkan bahwa PT. Garuda Indonesia masih merupakan pilihan bagi sebagian kalangan. Walaupun banyak kejadian menimpa PT. Garuda Indonesia, hal tersebut tidak menyurutkan pelanggan untuk tetap terbang dengan maskapai ini. Nampaknya PT. Garuda Indonesia masih memiliki ekuitas di mata pelanggan maskapai. Mereka tidak serta-merta berpindah ke maskapai lain walaupun kejadian yang paling ekstrem telah menimpa PT. Garuda Indonesia. Ini membuktikan bahwa PT. Garuda Indonesia masih menjadi pilihan di kalangan penumpang maskapai penerbangan. Kekuatan merek PT. Garuda Indonesia mampu mereduksi kekecewaan para penumpangnya (www.marketing.co.id). Terbukti kerja keras maskapai ini mampu mempertahankan merek Garuda Indonesia sebagai merek pilihan pelanggan. Dari hal tersebut diatas kekuatan merek sangat berpengaruh sekali terhadap tumbuhnya suatu perusahaan PT. Garuda Indonesia walaupun banyak maskapai penerbangan lain yang menawarkan harga tiket murah. Kondisi ini dinyatakan oleh Chen dan Chang (2008) yang menyatakan bahwa ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan dalam produk atau jasa yang dibeli. Adanya kepercayaan pelanggan terhadap produk atau jasa yang berkualitas memungkinkan semakin besarnya minat beli pelanggan tersebut. Oleh karena itu, dapat terlihat bahwa adanya ekuitas merek 4
yang kuat berkaitan langsung dengan minat beli pelanggan. Penelitian Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011) menemukan bahwa komponen ekuitas merek yang terdiri dari asosiasi merek, kesadaran merek, persepsi kualitas, loyalitas merek berpengaruh terhadap minat beli. Temuan yang sama juga dinyatakan oleh Lekprayura (2012) bahwa ekuitas merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli pada produk-produk bermerek yang ada di pasar Bangkok. Minat beli pelanggan sebagai kondisi yang dibentuk oleh adanya kepercayaan pelanggan terhadap suatu merek juga ditentukan oleh bagaimana pelanggan melakukan pilihan terhadap merek yang ada. Menurut Keller (2003), pilihan atau kesadaran merek memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan konsumen dengan membawa tiga keuntungan; keuntungan belajar, keuntungan pertimbangan, dan keuntungan pilihan. Keuntungan pilihan sebagai dasar untuk melakukan pilihan merek merupakan dasar untuk keputusan pembelian dan juga menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggannya. Dengan demikian, melakukan pilihan merek yang muncul karena adanya kesadaran merek pada dasarnya adalah kondisi yang memungkinkan terjadinya niat beli kembali dari pelanggan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya minat beli pelanggan PT. Garuda Indonesia ditentukan oleh ekuitas merek yang dimiliki perusahaan, maka kesadaran merek yang memunculkan pilihan merek juga menentukan minat beli pelanggan PT Garuda Indonesia. Jelasnya, minat beli pelanggan PT Garuda Indonesia memiliki keterkaitan langsung dengan pilihan merek PT. Garuda Indonesia yang telah mengakar pada pelanggannya sebagai perusahaan penerbangan dengan pelayanan yang optimal dan harga yang premium. 5
Merek juga merupakan a shortcut decision making. Bila pelanggan percaya pada suatu merek, relatif pelanggan tersebut akan lebih loyal dalam proses perilaku beli pelanggan. Bila suatu merek mampu memberikan citra bagus, merek tersebut akan menjadi merek pilihan. Berdasarkan pada latar belakang pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk menguji: Pengaruh Ekuitas Merek dan Preferensi Merek terhadap Minat Beli Pada PT. Garuda Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini penulis memaparkan rumusan masalah yang terdiri dari: 1. Apakah terdapat pengaruh ekuitas merek terhadap minat beli pada jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh preferensi merek terhadap minat beli pada jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan yang ada, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji adanya pengaruh ekuitas merek terhadap minat beli pada jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia. 2. Menguji adanya pengaruh preferensi merek terhadap minat beli pada jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia. 6
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dalam penelitian ini adalah : a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya studi literatur mengenai merek khususnya di bidang jasa penerbangan. b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat bagi perusahaan agar bisa tetap bertahan di industri penerbangan di Indonesia. 7