I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani di Indonesia. Dengan wilayah yang cukup luas serta variasi agroklimat yang tinggi membuat Indonesia menjadi daerah yang potensial bagi pengembangan hortikultura, baik untuk tanaman dataran rendah maupun tanaman dataran tinggi. Variasi agroklimat ini juga menguntungkan bagi Indonesia karena musim buah, sayuran dan bunga dapat berlangsung sepanjang tahun. Komoditi buah-buahan merupakan produk hortikulura yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) jika dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa komoditi buah-buahan menyumbang lebih dari 50 persen persentase PDB untuk setiap tahunnya dan terus mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan komoditi lainnya. Hal ini merupakan suatu kekuatan yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan kesejahteraan petani pada khususnya. Tabel 1. Nilai PDB Buah-Buahan, Sayuran, Biofarmaka, dan Tanaman Hias serta Kontribusinya terhadap PDB Hortikultura Indonesia Tahun 2006-2009 Nilai PDB (Milyar Rupaiah) Kelompok No Tahun Tahun Tahun Tahun Komoditas (%) (%) (%) (%) 2006 2007 2008 2009 1. Buahbuahan 35.448 51,64 42.362 55,16 42.660 53,13 50.595 56,81 2. Sayuran 24.694 35,98 25.587 33,32 27.423 34,15 29.005 32,57 3. Biofarmaka 3.762 5,58 4.105 5,35 2.806 5,13 4.109 4,61 4. Tanaman Hias 4.734 6,90 4.741 6,17 6.091 7,59 5.348 6,01 Total 53.885 100 76.795 100 80.292 100 89.057 100 Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga yang berlaku Sumber : Direktoral Jenderal Hortikultura (2010) 24
Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian, total produksi buah nasional mengalami peningkatan 5,52 persen selama kurun waktu 2006-2007 yaitu dari 16,17 juta ton di tahun 2007 menjadi 17,51 juta ton, sedangkan luas lahan panen buah-buahan nasional selama kurun waktu 2006-2007 mengalami peningkatan sebesar 28.548 ha yaitu dari 728.218 ha di tahun 2006 menjadi 156.728 ha di tahun 2007 1. Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang sangat potensial untuk memasuki perdagangan baik perdagangan di pasar domestik maupun internasional. Hal ini dikarenakan produksi buah-buahan di Indonesia cukup besar dan beragam. Permintaan masyarakat terhadap beberapa produk buah-buahan sangat dipegaruhi oleh semakin tingginya tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya konsumsi buah-buahan untuk kesehatan serta gaya hidup modern untuk mengkonsumsi buah sebagai pelengkap setelah makan. Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2003-2007 No Komoditas Konsumsi per kapita (kg/kapita/tahun) 2003 2004 2005 2006 2007 1. Alpukat 0.21 0.21 0.10 0.36 0.78 2. Belimbing 0.05 0.05 0.05 0.05 0.10 3. Duku 0.73 0.62 0.10 0.52 4.42 4. Durian 1.56 0.94 0.21 0.78 1.92 5. Jambu 0.21 0.16 0.21 0.21 0.42 6. Jeruk 2.44 2.70 6.14 3.07 3.85 7. Mangga 3.12 1.04 0.26 0.16 0.36 8. Nangka/Cempedak 0.68 0.52 0.26 0.31 0.21 9. Nenas 0.47 0.52 0.47 0.42 0.31 10. Pepaya 2.44 2.34 3.28 2.03 1.61 11. Pisang 7.96 7.59 8.89 7.54 7.80 12. Rambutan 5.72 6.66 0.26 5.10 5.98 13. Salak 1.04 1.61 1.04 1.09 1.09 14. Melon 0.47 0.26 0.47 0.16 0.36 Sumber : Ditjen Tanaman Hortikultura, Departemen Pertanian (2009) 1 www.hortikultura.deptan.go.id 25
Pada tabel 2. Dapat dilihat perkembangan konsumsi buah di Indonesia terjadi jumlah konsumsi buah yang fuktuatif di kalangan masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ketersediaan jenis buah itu sendiri, kualitas serta karaktersistik buah yang sesuai dengan preferensi konsumen. Selain itu, gaya hidup serta tren dalam mengkonsumsi jenis buah yang mengandung prestise yang tinggi seperti buah apel, pear dan anggur. Salah satu buah-buahan yang banyak diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah nenas. Buah nenas adalah buah yang banyak tumbuh di daerah dataran rendah dan banyak dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Hal ini dikarenakan nenas di Indonesia tersedia sepanjang tahun sebab untuk melakukan budidaya nenas tidak mengenal musim seperti komoditas buah durian dan mangga. Nenas juga merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor selain buah pisang dan manggis. Produksi nenas di Indonesia terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nenas di Indonesia. Peningkatan produksi tersebut dapat dilihat dari perkembangan peningkatan produksi nenas yang ada di Indonesia tahun 2005-2008 pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Jumlah Produksi Buah Nenas di Indonesia Tahun 2005-2008 No. Tahun Produksi Nenas (Ton) 1. 2005 925.082 2. 2006 1.427.781 3. 2007 2.237.858 4. 2008 1.933.133 Sumber : Badan Pusat Statistik (2009) Berdasarkan Tabel 3. perkembangan usaha budidaya nenas cenderung mengalami kenaikan. Walaupun mengalami penurunan, persentasi penurunan tidak terlalu besar sehingga dapat dikatakan produksi nenas dalam kondisi yang stabil. Fluktiatif produksi nenas dimungkinkan terjadi karena adanya perubahan kondisi pasar yaitu permintaan konsumen dan adanya kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan kondisi cuaca. Adapun peningkatan produksi 26
nenas yang signifikan dapat disebabkan karena adanya peningkatan pengetahuan petani serta meningkatnya permintaan buah dari masyarakat yang sudah menganggap bahwa buah merupakan salah satu makanan yang penting untuk memenuhi kebutuhan kandungan gizi dan vitamin bagi tubuh yang terkandung dalam buah. Salah satu daerah sentra produksi buah nenas adalah Kabupaten Subang, dimana Subang memiliki agroklimat yang sangat cocok untuk tumbuh kembangnya buah nenas. Seperti yang kita ketahui juga bahwa daerah Subang menjadikan nenas sebagai salah satu buah unggulan daerah mereka. Subang sejak lama dikenal sebagai penghasil nenas terbesar di Jawa Barat. Produksi nenas Subang mencapai lebih dari 95 persen total produksi nenas di provinsi Jawa Barat. Tiap tahunnya, daerah Subang menghasilkan lebih dari 200.000 ton nenas. 2 Jumlah produksi nenas di Subang mengalami peningkatan dari tiap tahunnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Produksi Nenas di Subang Tahun 2005-2009 No. Tahun Total Panen (ton) 1. 2005 117.538 2. 2006 238.098 3. 2007 254.012 4. 2008 227.738 5. 2009 396.520 Sumber : Badan Pusat Statistik Subang (2010) Seperti komoditas agribisnis lain pada umumnya, nenas merupakan komoditas agribisnis yang memiliki karakteristik yang mudah busuk, mudah rusak, voluminous, dan memiliki keseragaman bentuk dan ukuran yang beragam. Sedangkan pada umumnya nenas dikonsumsi dalam keadaan segar dan masih sangat sedikit yang dikonsumsi dalam bentuk produk olahan. Saat musim panen, ketersediaan nenas melimpah dan tidak terserap secara sempurna serta tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh pasar seperti mutu dan kualitas tinggi seperti keseragaman bentuk, kesinambungan pasokan dan harga yang kompetitif. 2 http:// www.kompas.com, Profil Nenas Subang [08 April 2011] 27
Hal ini mengakibatkan harga nenas yang diterima petani rendah dan banyak nenas yang dijual murah serta terbuang karena tidak memenuhi standar dan tidak diserap pasar sepenuhnya. Dalam upaya peningkatan kualitas komoditas nenas, dibutuhkan suatu terobosan pengolahan pasca panen yang dapat memberikan nilai tambah pada buah nenas. Perbaikan pengolahan pasca panen yang dilakukan adalah dengan penyediaan sarana dan prasarana serta teknologi dalam mengolah buah nenas menjadi komoditas yang memiliki nilai tambah diantaranya melalui pengembangan industri pengolahan buah nenas seperti selai, manisan, dodol, wajit, kerupuk dan keripik nenas. Hal tersebut dimaksudkan agar nenas dapat lebih tahan lama dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. 1.2. Perumusan Masalah Nenas merupakan buah tropika yang banyak disukai oleh masyarakat di Indonesia. Nenas juga merupakan komoditas agribisnis non musiman sehingga selalu tersedia di pasaran. Namun, nenas segar memiliki umur simpan atau shelflife yang pendek yakni hanya dapat bertahan selama dua minggu pasca panen, sehingga mayoritas konsumen hanya dapat menikmatinya dalam bentuk segar. Permasalahan shelf-life yang pendek dapat mengurangi nilai ekonomis buah nenas itu sendiri dikarenakan buah yang tidak terserap oleh pasar yakni kualitasnya yang kurang baik karena kerusakan ataupun pembusukan sehingga buah-buah tersebut dijual dengan harga yang rendah. Selain itu, bentuk dan ukuran dari buah nenas sendiri menjadi suatu hambatan bagi konsumen dalam proses pembelian. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan nilai tambah buah nenas melalui produk olahan seperti manisan dan dodol. Namun, produk manisan memiliki kelemahan seperti daya simpan yang rendah dan tidak praktis serta belum tentu semua kalangan usia menyukainya. Semakin meningkatnya pengetahuan dan preferensi konsumen mengenai berbagai macam produk, menjadikan mereka tidak hanya mementingkan sisi kualitas produk melainkan juga nilai tambah lain yang dapat diberikan produk seperti kepraktisan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pusat Kajian Buat Tropika (PKBT) IPB saat ini telah menemukan salah satu produk turunan buah 28
nenas yang dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomis buah nenas melalui memperpanjang shelf-lifenya serta dapat memenuhi keinginan konsumen yaitu produk yang bergizi, enak serta praktis untuk dikonsumsi, dan memiliki rasa yang sama dengan produk aslinya yaitu dalam bentuk Soft Candy atau permen lembut yang diolah dengan bahan baku utama buah nenas, gula dan ekstrak rumput laut sehingga menghasilkan produk yang berbeda dengan produk olahan yang sering dijumpai di pasaran saat ini seperti dodol, wajit dan manisan. Prototipe yang dibuat oleh LPPM PKBT ini masih dalam skala yang kecil, namun produksi dan penjualan Pineapple Soft Candy menunjukkan respon pasar yang positif, kebanyakan konsumen tertarik untuk mengkonsumsi karena unik dan enak. Produksi yang dilakukan oleh LPMM PKBT dilakukan dengan bahan baku yang berasal dari kebun percontohan PKBT Tajur yang jumlah produksinya masih sangat terbatas. Agar kontinuitas dan kemudahan dalam pasokan buah nenas dapat terpenuhi dalam produksi soft candy, pendirian industri kecil rumahan harus dilakukan di daerah sentra produksi buah nenas yaitu Kabupaten Subang. Tabel 5. Keragaan Sentra Produksi Nenas di kabupaten Subang Tahun 2003 Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Jalancagak 2.608 98.880,0 Sagalaherang 12 450,0 Cijambe 133 4.987,5 Cisalak 500 18.750,0 Jumlah 3.253 123.067,5 Sumber : Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Subang (2004) Dari tabel 5. dapat dilihat bahwa kecamatan yang paling banyak memproduksi nenas adalah kecamatan Jalancagak dengan total produksi satu tahunnya mencapai 98.880 ton dan luas lahan 2.608 Ha yang sangat jauh lebih besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Selain itu, Jalancagak merupakan salah satu sentra produksi pengolahan buah nenas sebagai salah satu makanan khas dan unggulan daerah Subang. Diantranya yaitu dodol nenas, wajit nenas, kerupuk nenas, dan keripik nenas. Pada awalnya, nenas yang tidak terserap oleh pasar diolah menjadi dodol nenas oleh 29
Kelompok Wanita Tani (KWT) agar dapat memiliki nilai ekonomis serta tidak terbuang. Namun, seiring dengan waktu respon pasar terhadap produk olahan ini semakin meningkat. Pemerintah setempat pun memberikan dukungan dengan baik pada industri pengolahan nenas yang dilakukan oleh KWT yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan bantuan modal serta peralatan. Teknologi yang digunkan dalam pengolahan buah nenas oleh KUB pengolahan buah nenas masih tradisional seperti tungku kayu dan masih sangat sedikit yang menggunakan teknologi semi modern. Sedangkan produksi pineapple soft candy menggunakan teknologi semi modern dengan menggunakan alat pengaduk otomatis dan oven. Selain itu, kemasan yang digunakan oleh industri pengolahan nenas di Jalancagak masih menggunkan plastik dan kertas kardus, sedangkan pineapple soft candy dikemas dalam kemasan aluminium foil sehingga produk dapat lebih tahan lama dan tidak mudah terkontaminasi. Seperti yang telah dilakukan oleh LPPM PKBT Tajur, prototipe usaha produksi pineapple soft candy merupakan sutau kesempatan yang sangat baik untuk dapat diaopsi oleh para pelaku usaha rumahan pengolahan buah nenas yang ada di Jalancagak Subang guna meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomis dari buah nenas. Pengadopsian prototipe pengolahan nenas menjadi pineapple soft candy yang dilakukan oleh pelaku usaha rumahan potensial yakni pelaku yang telah melakukan usaha produksi dodol nenas dan produk olahan nenas lainnya perlu dinilai sejauh mana dapat dijalankan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah buah nenas, meningkatkan pendapatan dan keuntungan pelaku usaha dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Selain itu, ketersediaan dan kontinuitas pasokan soft candy yang akan dipasarkan ke konsumen perlu diteliti manajemen yang cocok agar dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan alat analisis dalam menilai aspek kelayakan non finansial (yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan lingkungan) yang akan diuji pada calon pelaku potensial yang merupakan pengusaha industri rumahan dodol nenas dan produk olahan nenas lainnya yang mengacu pada LPPM PKBT yang telah melakukan usaha ini. Selain itu, aspek finansial dari adaposi prototipe ini harus dihitung dan dinilai tingkat kelayakannya agar dapat diketahui sejauh mana 30
adopsi tersebut dapat menguntungkan dan berhasil serta dapat meningkatkan manfaatan tambahan yang diterima oleh para pengadopsi. Selain itu, penilaian akan kepekaan usaha tersebut terhadap perubahan harga input maupun output yang dapat mempengaruhi kelayakan usaha harus dilakukan. Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut : 1. Apakah produksi pineapple soft candy dapat dijalankan pada tingkat usaha rumahan di Jalancagak? 2. Apakah produksi pineapple soft candy dapat menguntungkan bagi pelakunya dan berapa tambahan manfaat yang dapat diterima oleh para calon pelaksana dengan mengadopsi usaha ini? 3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan produksi pineapple soft candy? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasakan permasalahan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Mengkaji kelayakan non finansial produksi pineapple soft candy. 2. Menganalisis kelayakan aspek finansial dari produksi pineapple soft candy dan menganalisis tambahan manfaat yang diterima dari adopsi usaha ini. 3. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan produksi pineapple soft candy. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan pertimbangan yang dapat digunakan dalam usaha industri rumahan pineapple soft candy yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha rumahan pengolahan dodol nenas di Jalancagak Subang. 2. Sebagai bahan rujukan yang dapat digunkan oleh pembaca untuk penelitian selanjutnya. 31
3. Menambah pengalaman dan wawasan peneliti serta sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama berada di bangku kuliah. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis kelayakan non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan ekonomi serta aspek lingkungan) dan aspek finansial dari usaha pineapple soft candy yang akan dilakukan oleh calon pelaku potensial (adopter) yakni pengusaha dodol nenas di Jalancagak-Subang sebagai sentra produksi dari buah nenas yang akan dinilai dengan mengacu pada usaha yang telah dijalankan oleh LPPM PKBT Tajur. 32