BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara

dokumen-dokumen yang mirip
SUMMARY ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI KELURAHAN PAGUYAMAN KECAMATAN KOTA TENGAH WAHYUNI GOBEL

BAB V PEMBAHASAN. perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUD Dr. MOEWARDI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

Pentingnya mengenal faktor. usaha mencegah serangan Jantung

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

Karakteristik Umum Responden

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kel.Wumialo, Kel.Dulalowo Timur, Kel.Dulalowo, Kel.Liluwo, Kel.Pulubala dan

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Semua suara yang tidak

BAB 4 HASIL PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEROKOK PADA PELAJAR SMP NEGERI 3 MAJENANG CILACAP TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo. mencakup 14 Kelurahan, 201 Dukuh, 138 RW (Rukun Warga), dan 445 RT

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 1. Januari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA POLISI LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Menurut Golostein (2008), bahwa 5% dari populasi penduduk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan yang lebih penting lagi. kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi karena

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, bahan serta peralatan yang semakin rumit dan kompleks tersebut sering tidak

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi dan merupakan tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh

7 Kebiasaan Penyebab Kadar Gula Darah Melonjak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dapat timbul akibat perkembangan jaman. adalah gaya hidup tidak sehat yang dapat memicu munculnya penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan salah satunya

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. daya regang atau distensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini memiliki fokus pada kanker payudara usia muda pada wanita

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Paguyaman adalah satu dari 6 (Enam) kelurahan yang ada di kecamatan kota tengah dengan luas 0,75 Km 2 terdiri dari 4 (empat) lingkungan, 9 Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Batas - batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pulubala Kecamatan Kota tengah. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Wongkaditi Barat Kecamatan Kota Utara Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tomulabutao Kecamatan Dungingi penduduk Kelurahan Paguyaman berjumlah 3082 Jiwa, dengan laki-laki 1550 Jiwa dan perempuan 1532 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 900 KK. Di Kelurahan Paguyaman terdapat Perusahaan Listrik Tenaga Diesel yang memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi yang sangat mengganggu masyarakat sekitar yang berasal dari bunyi mesin-mesin yang berada di dalam PLTD, bunyi bising yang di timbulkan akan sangat terdengar jelas jika pada malam hari dan pada saat listrik padam. Hal ini pada awalnya sangat mengganggu masyarakat, tapi pada akhirnya sampai saat ini mereka sudah sangat terbiasa dengan bunyi yang di timbulkan dari PLTD tersebut. 35

36 4.1.2 Hasil Analisis Univariat Analisis univariat atau analisis deskriptif dilakukan untuk mendskripsikan dan melihat distribusi jumlah penderita hipertensi, riwayat keluarga, umur, kebiasaan merokok, jumlah rokok, lama tinggal dan intensitas kebisingan. Analisis data univariat dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel. a. Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita hipertensi Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan kejadian Hipertensi Kejadian Hipertensi n % Ya 155 56,2 Tidak 121 43,8 276 100,0 Dalam variabel kejadian hipertensi, sampel dikatakan Hipertensi apabila sampel menderita hipertensi dan dikatakan tidak hipertensi apabila sampel tidak pernah menderita hipertensi. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 276 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden menderita hipertensi yaitu sebanyak 155 responden (56,2) dan yan tidak menderita hipertensi sebanyak 121 responden (43,8). Jadi dapat di simpulkan bahwa di kelurahan paguyaman bahwa banyak yang menderita hipertensi dari pada yang tidak menderita hipertensi.

37 b. Distribusi responden berdarkan kelompok umur Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Umur (Tahun) n % 20-30 44 15,9 31-40 84 30,4 41-50 87 31,5 51-60 43 15,6 61-70 12 4,3 71-80 6 2,2 276 100,0 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 276 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden menurut umur menunjukkan bahwa responden terbanyak berumur antara 41-50 tahun yaitu 87 orang (31,5 %) dan paling sedikit responden yang berumur 71-80 tahun yaitu 6 orang (2,2 %). c. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin n % Perempuan 147 53,5 Laki-Laki 129 46,7 276 100,0 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 276 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 147 responden (53,5 %) dibanding responden yang berjenis kelamin Laki-Laki

38 yaitu sebanyak 129 responden (46,7 %). Jadi dapat di simpulkan jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dari pada jenis kelamin perempuan. d. Distibusi responden berdasarkan riwayat keluarga Dalam penelitian ini riwayat hipertensi adalah kejadian hipertensi yang pernah di derita oleh keluarga sedarah responden yaitu orang tua atau saudara kandung. Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Keturunan Riwayat keturunan n % Ya 153 55,4 Tidak 123 44,6 276 100,0 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 276 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden memiliki riwayat keturunan yaitu sebanyak 153 orang (55,4 %) dan responden yang tidak memiliki riwayat keturunan sebanyak 123 orang (44,6 %). Jadi dapat di simpulkan bahwa di kelurahan paguyaman responden yang memiliki riwayat keturunan lebih banyak dari pada yang tidak memiliki riwayat keturunan. e. Distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok Dalam Penelitian ini kebiasaan merokok adalah kebiasaan yyang di lakukan oleh responden selama satu bulan terakhir sampai penelitian ini di lakukan.

39 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Kebiasaan Merokok n % Ya 130 47,1 Tidak 146 52,9 276 100,0 Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 276 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden yang merokok terdapat 130 responden (46,7%) dan sebanyak 146 responden (53,5%) yang bukan merupakan perokok. f. Distribusi responden berdasarkan jumlah rokok Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan jumlah Rokok perhari Rokok (batang perhari) n % 1-5 3 2,3 6-10 15 11,5 11-15 24 18,5 16-20 78 60 21-25 2 1,5 31-35 8 6,2 130 100,0 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 130 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden dengan jumlah rokok yang sedikit berada di sekitaran 21-25 batang perhari yaitu 2 responden (1,5%) dan yang paling banyak yaitu diantara 16-20 batang perhari yaitu sebanyak 78 responden(60%).

40 g. Distribusi responden berdasarkan lama tinggal Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tinggal Lama Tinggal (Tahun) n % < 5 177 64,1 5 99 35,9 276 100,0 Dari Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 276 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden terdapat 177 responden (64,1 %) yang tinggal di kelurahan paguyaman kurang dari 5 tahun dan 99 responden (35,9 %) yang tinggal lebih dari sama dengan 5 tahun. h. Distribusi responden berdasrkan intensitas kebisingan Intensitas paparan kebisingan di kategorikan menjadi dua bagian, kurang dari 85 db dan lebih dari sama dengan 85 db. Pengambilan angka 85 db ini di dasarkan pada nilai ambang batas menurut Kep. Menakertrans No 51 tahun 1999 sebesar 85 db. Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Kebisingan Kebisingan(dB) n % 55 186 67,4 < 55 90 32,6 276 100,0 Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 276 responden di kelurahan Paguyaman distribusi responden yang di kelurahan Paguyaman sebanyak 186 responden

41 (67,4%) terpapar intensitas kebisingan lebih dari sama dengan 55dB sedangkan 90 responden (32,6%) terpapar dengan kebisingan kurang dari 55dB. 4.1.3 Hasil Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat serta besarnya risiko variabel bebas terhadap variabel terikat, yakni menggunakan analisa bivariat, dengan tingkat kemaknaan ά = 0,05. a. Hubungan Umur dengan dengan Kejadian Hipertensi Hubungan Umur dengan kejadian Hipertensi disajikan pada tabel 4.. Tabel 4.10 Hubungan Umur dengan Kejadian Hipertensi Umur (Tahun ) Kejadian Hipertensi Tidak Hipertensi Hipertensi n % n % n % χ2 OR Nilai Probabilitas > 40 97 62,6 52 42,9 149 54,0 2,2 40 58 37,4 69 57,0 127 46,0 10,5 Lower = 1,4 69 % 155 100,0 121 100,0 276 100,0 Upper = 3,6 Sumber : Data Primer Dari hasil analisis hubungan antara umur dengan kejadian Hipertensi diperoleh bahwa responden yang berumur lebih dari 40 tahun yang memiliki hipertensi berjumlah 97 responden (62,6%) dan yang berumur kurang dari sama dengan 40 tahun yang menderita hipertensi berjumlah 58 responden (37,4%), sedangkan responden yang lebih dari 40 tahun yang tidak hipertensi berjumlah 52 responden (42,9%) dan kurang dari sama dengan 40 tahun yang tidak

42 hipertensi berjumlah 69 responden (57,0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square = 10,515 (x 2 =3,841) maka dapat disimpulkan ada hubungan umur dengan kejadian yaitu hipertensi. Nilai OR untuk umur yaitu 2,219 dengan nilai Lower 1,366 dan nilai Upper 3,605 hal ini dapat di simpulkan bahwa umur lebih dari sama dengan 40 tahun memiliki risiko 2,219 kali besar untuk menderita hipertensi di bandingakan yang kurang dari 40 tahun. b. Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian Hipertensi Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian Hipertemsi disajikan pada tabel 4.11. Tabel 4.11 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi Jenis Kelamin Kejadian Hipertensi Hipertensi Tidak Hipertensi χ2 OR Nilai Probabilitas n % n % n % Perempuan 80 51,6 67 55,4 147 53,2 0,9 Laki-Laki 75 48,4 54 44,6 129 46,7 0,386 Lower = 0,5 155 100 121 100 276 100, 0 Upper = 1,4 Sumber : Data Primer 47,4 % Dari hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan Kejadian Hipertensi diperoleh bahwa responden yang berjenis kelamin wanita yang memiliki hiperntsi berjumlah 80 responden (51,5%) dan untuk jenis kelamin laki-laki yang memiliki hipertensi berjumlah 75 responden (48,4%), sedangakan berjenis kelamin perempuan yang tidak hipertensi berjumlah 67 responden (55,4%) dan yang berjenis kelamin laki-laki yang tidak hipertensi berjumlah 54 responden (44,6%).

43 Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square = 0,535 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Nilai OR untuk jenis kelamin 0,860 dengan nilai Lower 0,533 dan nilai Upper 1,385 hal ini dapat di simpulkan bahwa pada jenis kelamin perempuan memiliki risiko 0,860 kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden berjenis kelamin Laki-Laki. c. Hubungan Riwayat Keluarga dengan kejadian Hipertensi Hubungan Riwayat Keluarga dengan kejadian Hipertensi disajikan pada tabel 4.12. Tabel 4.12 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi Riwayat Keluarga Kejadian Hipertensi Hipertensi Tidak Hipertensi χ2 OR Nilai Probabilitas n % n % n % Ya 113 73,0 40 33,0 153 55,4 5,4 Tidak 42 27,0 81 67,0 123 44,6 43,67 Lower = 3,2 84,4% 155 100,0 121 100,0 276 100,0 Upper = 9.1 Sumber : Data Primer Dari hasil analisis hubungan antara riwayat keluarga dengan Kejadian Hipertensi diperoleh bahwa responden yang memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi dan menderita hipertensi berjumlah 113 responden (73,0%) dan yang tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi dan menderita hipertensi berjumlah 42 responden (27,0%), sedangkan yang menmiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi tapi tidak hipertensi berjumlah 40 responden (33,0%) dan yang tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita

44 hipertensi dan tidak menderita hipertensi berjumlah 81 responden (67,0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square = 43,67 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi. Nilai OR untuk Riwayat Keturunan yaitu 5,448 dengan nilai Lower 3,224 dan nilai Upper 9,151 hal ini dapat di simpulkan bahwa riwayat keluarga 5,448 kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang hipertensi. d. Hubungan Merokok dengan kejadian Hipertensi Hubungan Merokok dengan kejadian Hipertensi disajikan pada tabel 4.13 Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi Kebiasaan Merokok Kejadian Hipertensi Hipertensi Tidak Hipertensi n % n % n % χ2 OR Nilai Probabilitas Ya 80 51,6 50 41,3 130 47,1 1,5 Tidak 75 48,4 71 58,7 146 52,9 2,88 Lower = 0,9 60% 155 100,0 121 100,0 276 100,0 Upper = 2,4 Sumber : Data Primer Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan Kejadian Hipertensi diperoleh bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok yang menderita hipertensi berjumlah 80 responden (51,6%) dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan menderita hipertensi berjumlah 75 responden (48,4%), sedangkan yang memiliki kebiasaan merokok dan tidak hipertensi berjumlah 50 responden (41,3%) dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak hipertensi berjumlah 71 responden (58,7%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi

45 square = 2,88 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Nilai OR pada kebiasaan merokok yaitu 1,515 dengan nilai Lower 0,937 dan nilai Upper 2,447 hal ini dapat di simpulkan bahwa kebiasaan merokok memiliki risiko 1,515 kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok. e. Hubungan intensitas kebisingan dengan kejadian Hipertensi Hubungan intensitas kebisingan dengan kejadian Hipertensi disajikan pada tabel 4.14. Intensitas Kebisingan (db) Tabel 4.14 Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kejadian Hipertensi Kejadian Hipertensi Tidak Hipertensi Hipertensi n % n % n % 55 111 71,6 75 62 186 67,4 < 55 44 28,4 46 38 90 32,6 2,87 Lower = 0,4 155 100,0 121 100,0 276 100,0 Upper = 1,1 Sumber : Data Primer χ2 OR Nilai Probabilitas 0,6 60% Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan kebisingan dengan Kejadian Hipertensi diperoleh bahwa responden yang terpapar dengan kebisingan lebih dari sama dengan 55 db dan menderita hipertensi berjumlah 111 responden (71,6%) dan yang terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db dan menderita hipertensi bejumlah 44 responden (28,4%), sedangkan yang terpapar dengan kebisingan lebih dari sama dengan 55 db dan tidak hipertensi berjumlah 75 responden (62%) dan yang terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db dan tidak hipertensi

46 berjumlah 46 responden (38%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square = 2,87 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan kejadian hipertensi. Nilai OR pada intensitas kebisingan yaitu 0,6 dengan nilai Lower 0,4 dan nilai Upper 1,1 hal ini dapat di simpulkan bahwa intensitas kebisingan lebih dari sama dengan 55 Db memiliki risiko 0,6 kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden yang tidak tidak terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db. 4.1 PEMBAHSAN Subjek yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang berada di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 276 Responden. berdasrakan data deskriptif menunjukan bahwa di Kelurahan Paguyaman di peroleh bahwa dari 276 responden yang menderita hipertensi berjumlah 155 responden (56,2) dan yang tidak menderita hipertensi berjumlah 122 responden (43,8). Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat di Kelurahan Paguyaman menderita hipertensi, dari wawancara dengan para responden di temukan bahwa penderita terbanyak berumur lebih dari 40 tahun dan berjenis kelamin perempuan selain faktor tersebut riwayat keluarga dan kebiasaan merokok juga merupakan faktor dari banyak penderita hipertensi

47 banyak di kelurahan tersebut. Sedangkan untuk intensitas kebisingan hanya sedikit responden yang terpapar dengan kebisingan lebih dari sama dengan 85 db. a. Hubungan antara umur dengan kejadian Hipertensi Dari 276 responden di kelurahan Paguyaman kejadian hipertensi lebih banyak pada kelompok umur lebih 40 tahun prevalensinya 62,6 % dan pada kelompok kurang dari sama dengan 40 tahun prevalensinya 37,4 %. Uji statistik dengan chi square test menunjukan ada hubungan bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi, dengan nilai chi square = 10,515 (x 2 =3,841) maka dapat disimpulkan ada hubungan umur dengan kejadian yaitu hipertensi antara umur dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di kelurahan Paguyaman. Sedangkan Odss Ratio (OR) faktor risiko umur terhadap gangguan hipertensi adalah 2,219 dengan nilai Lower 1,366 dan nilai Upper 3,605 hal ini dapat di simpulkan bahwa umur lebih dari sama dengan 40 tahun memiliki risiko 2,219 kali besar untuk menderita hipertensi di bandingakan yang kurang dari 40 tahun. Banyaknya responden yang menderita hipertensi di atas umur 40 tahun hal ini di disebabkan pada umur 40 tahun keatas lebih rentan terkena hipertensi, hal ini juga di sebabkan responden yang di wawancarai bnayk yang berumur lebih dari 40 tahun, sehingga kemungkinan yang akan bnayk menderita hipertensi ini adalah responden dengan umur lebih dari 40 tahun Menurut bannet (1997) bahwa umur akan cenderung mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap kejadian suatu penyakit. Semakin bertambah umur seseorang akan semakin menurun pula daya tahan tubuh seseorang.

48 Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Apabila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi. Penelitian sejenis yang di lakukan oleh Rosidah tentang umur yaitu mengatakan bahwa umur merupakan factor risiko dari kejadain hipertensi, tekanan darah meningkat pada usia lanjut, tekanan darah sitolik akan meningkat secara perlahan pada umur 40 tahun dan akan terus meningkat curam setalah umur 40 tahun. b. Hubungan antara Jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Kejadian hipertensi lebih banyak pada responden dengan jenis kelamin peremapuan dengan prevalensi 51,5% dan pada responden berjenis kelamin lakilaki prevalensinya 48,4%. Uji statistik dengan chi square test menunjukan ada hubungan bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi, dengan hasil nilai chi square = 0,535 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di kelurahan Paguyaman. Sedangkan Odss Ratio (OR) faktor risiko umur terhadap gangguan hipertensi adalah 0,860 dengan nilai Lower 0,533 dan nilai Upper 1,385 hal ini dapat di simpulkan bahwa pada jenis kelamin perempuan memiliki risiko 0,860 kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden berjenis kelamin Laki-Laki. Responden yang menderita hipertensi di kelurahan paguyaman untuk jenis kelamin hampir seimbang yang walaupun lebih dominan disini adalah jenis

49 kelamin perempuan. Hal ini dapat di lihat dari hasil analsis yang telah di lakukan bahwa responden yang paling banyak adalah responden perempuan sedangkan jika di lihat dari hasil OR di dapatkan bahwa jenis kelamin ini merupakan faktor protektif dari kejadian hipertensi. Hal ini dapat menjelaskan bahwa penderita hipertensi tidak mengenal jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Jenis Kelamin merupakan faktor protektif pada kejadian hipertensi yaitu karena pada jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki jumlah penderita hipertensi hampir seimbang. Menurut Beevers wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria pada usia sama, meskipun perbedaaan di antara jenis kelamin kurang tampak pada usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopouse,wanita relatif terlindung dari penyakit jantung dan hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopouse dan wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung. c. Hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadain hipertensi Dari 276 responden hipertensi di Kelurahan paguyaman yang tidak mempunyai riwayat hipertensi dan memiliki hipertensi prevalensinya sebanyak 26,5% dan yang mempunyai riwayat keluarga dan memiliki hipertensi prevalensinya sebanyak 72,9%. Dalam penelitian ini riwayat hipertensi adalah kejadian hipertensi yang pernah diderita oleh keluarga sedarah responden yaitu orangtua atau saudara kandung. Uji statistik dengan chi square test menunjukan ada hubungan bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi, dengan hasil nilai chi square = 43,67 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara riwayat

50 keluarga dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di kelurahan Paguyaman. Sedangkan Odss Ratio (OR) faktor risiko umur terhadap gangguan hipertensi adalah 5,448 dengan nilai Lower 3,224 dan nilai Upper 9,151 hal ini dapat di simpulkan bahwa riwayat keluarga 5,448 kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang hipertensi. Dari hasil wawancara yang telah di lakukan di dapatkan hasil bahwa penderita hipertensi ini berasal dari keturunan atau keluarga orang tua mereka dalam hal ini ayah atau ibu yang menderita hipertensi, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa disini juga ada riwayat dari kakek atau nenek penderita. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Qiu, 2003 : 130). Hal tersebut menunjukan bahwa responden yang mempunyai keluarga yang menderita hipertensi mempunyai risiko mempunyai penyakit hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian yang di lakukan oleh Sugiharto bahwa riwayat keturunan merupakan faktor risiko dari kejadian hipertensi. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.

51 d. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi Dari 276 responden hipertensi di Kelurahan paguyaman yang mempunyai kebiasaan merokok dan memiliki hipertensi prevalensinya sebanyak 51,0% dan yang tidak mempunyai kebiasaan merokok dan memiliki hipertensi prevalensinya sebanyak 49,0%. dengah hasi chi square = 2,88 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di Kelurahan Paguyman. Sedangkan Odss Ratio (OR) faktor risiko umur terhadap gangguan hipertensi adalah 1,515 dengan nilai Lower 0,937 dan nilai Upper 2,447 hal ini dapat di simpulkan bahwa kebiasaan merokok memiliki risiko 1,515 kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok. Responden yang menderita hipertensi di keluarahan paguyaman lebih banyak memiliki kebiasaan merokok, dari hasil wawancara yang di lakukan kebiasaan merokok ini bukan hanya pada laki-laki tapi perempuan pun memiliki kebiasaan tersebut, sehingga untuk kejadian hipertensi antara laki-laki dan perempuan hampir seimbang. Hal ini didukung oleh teori bahwa apapun yang menimbulkan ketegangan pembuluh darah dapat menaikkan tekanan darah, termasuk nikotin yang ada dalam rokok. Nikotin merangsang sistem saraf simpatik, sehingga pada ujung saraf tersebut melepaskan hormon stres norephinephrine dan segera mengikat hormon receptor-. Hormon ini mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, jantung akan berdenyut lebih cepat dan pembuluh darah akan mengkerut. Selanjutnya akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan

52 menghalangi arus darah secara normal, sehingga tekanan darah akan meningkat.(kodyat, 2008 : 76) Kandungan nikotin dan zat senyawa kimia yang cukup berbahaya yang terdapat pada rokok juga memberikan peluang besar seseorang menderita hipertensi terutama pada mereka yang termasuk dalam perokok aktif. Tak hanya mengkibatkan hipertensi, zat rokok yang terhirup dan masuk ke dalam tubuh akan meningkatkan resiko pada penyakit diabetes mellitus, serangan jantung dan stroke. Penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh sugiarto Kebiasaan merokok, untuk perokok terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,001; OR = 2,47; 95% CI = 1,44 4,23 mendpatkan bahwa ada hubungan merokok dengan kejadian hipertensi karena kandungan yang ada dalam rokok tersebut. e. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Hipertensi Dari 276 responden di Kelurahan Paguyaman bahwa responden yang terpapar dengan kebisingan lebih dari sama dengan 55 db dan menderita hipertensi berjumlah 111 responden (71,6%) dan yang terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db dan menderita hipertensi bejumlah 44 responden (28,4%), sedangkan yang terpapar dengan kebisingan lebih dari sama dengan 55 db dan tidak hipertensi berjumlah 75 responden (62%) dan yang terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db dan tidak hipertensi berjumlah 46 responden (38%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square = 2,87 maka dapat disimpulkan tidak ada

53 hubungan antara intensitas kebisingan dengan kejadian hipertensi di Kelurahan Paguyaman. Nilai OR pada intensitas kebisingan yaitu 0,6 dengan nilai Lower 0,4 dan nilai Upper 1,1 hal ini dapat di simpulkan bahwa intensitas kebisingan lebih dari sama dengan 55 db 0,6 atau 37,5% kali lebih besar menderita hipertensi di bandingakan responden yang tidak tidak terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db Intensitas kebisingan di sini merupakan faktor protektif artinya intensitas kebisingan ini merupakan faktor pelindung dari terjadinya hipertensi di Kelurahan Paguyaman. Kebisingan ini berasal dari PLTD yang berada di kelurahana paguyaman. Kebisingan bisa di respon oleh otak yang merasakan pengalaman ini sebagai ancaman atau stress, yang kemudian berhubungan dengan pengeluaran hormon stress seperti epinephrine (hormon katekolamin yang disekresi oleh bagian mendula kelenjar adrenal dan sebuah neurotransmiter yang dilepas oleh neuronneuron tertentu yang bekerja aktif di sisten susunan saraf pusat), norepineprhrine (salah satu katakolamin alamia) dan cortisol (glukokortikoid alami utama yang disintesis dalam zona fasciculata cortex adrenalis; mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak dan memiliki aktivitas mineralokor tikoid yang cukup berarti). Stress akan mempengaruhi sistem saraf yang kemudian berpengaruh pada deyutan jantung, yang mengakibatkan perubahan tekanan darah. Stress yang berulang-ulang bisa menjadikan perubahan tekanan darah itu menetap. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan berakibat pada hipertensi.

54 Penelitian sejenis yang di lakukan oleh rosidah bahwa ada hubungan antara intensitas bising dengan kejadian hipertensi pada masyarakat yang tinggal di sekitar lintasan kereta api. Nilai p value 0,022 dan besarnya rasio prevalens 1,483 CL 95% = 1,076 2,044 artinya prevalensi kejadian hipertensi pada wanita yang tinggal di daerah dengan intensitas bising yang melebihi nilai ambang batas 1,483 kali lebih besar dibandingkan yang tinggal di daerah dengan intensitas bising kurang dari nilai ambang batas.