KADAR BETA KAROTEN DAN DAYA TERIMA COOKIES GARUT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING

dokumen-dokumen yang mirip
KADAR BETA KAROTEN DAN DAYA TERIMA COOKIES GARUT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

KADAR BETA KAROTEN DAN DAYA TERIMA COOKIES GARUT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

Disusun Oleh : J

ARTIKEL ILMIAH PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BONGGOL. PISANG ( Musa paradisiaca ) TERHADAP DAYA SERAP AIR DAN DAYA TERIMA BROWNIES

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) TERHADAP KADAR Β-KAROTEN DAN DAYA TERIMA APEM NASKAH PUBLIKASI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

BAB III METODE PENELITIAN

KADAR PROTEIN, SIFAT FISIK DAN DAYA TERIMA KULIT BAKPIA YANG DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG NASKAH PUBLIKASI

SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING TERHADAP TINGKATPENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA CAKE LABU KUNING

METODE. Bahan dan Alat

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

ARTIKEL ILMIAH PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG AMPAS TAHU TERHADAP KADAR PROTEIN DAN DAYA TERIMA BROWNIES KUKUS

PENGGUNAAN BUAH LABU KUNING SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN DAN PEWARNA ALAMI PADA PRODUK MIE BASAH

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbhita BISKUIT LABU KUNING NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENGGUNAAN BUBUR BUAH LABU KUNING KUKUS SEBAGAI FAT REPLACER TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK REDUCED FAT COOKIES JAGUNG

BAB III METODE PENELITIAN

Disusun Oleh. Devie Triyanaa J FAKULTAS

Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbitae moschata) TERHADAP KADAR β-karoten DAN DAYA TERIMA PRODUK FLAKES

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT, ELASTISITAS DAN DAYA TERIMA

PEMANFAATAN PATI GARUT DAN TEPUNG WALUH SEBAGAI BAHAN DASAR BISKUIT UNTUK PENDERITA DIABETES NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

KEKERASAN, WARNA DAN DAYA TERIMA BISKUIT YANG DISUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING NASKAH PUBLIKASI

METODE. Waktu dan Tempat

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

SUBSTITUSI TERIGU DENGAN TEPUNG LABU KUNING TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III METODE PENELITIAN

FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG AMPAS TAHU DALAM PEMBUATAN NUGGET TERHADAP KADAR PROTEIN DAN DAYA TERIMA KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI SUKROSA OLEH SORBITOL TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK COOKIES JAGUNG REDUCED SUGAR PROPOSAL SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI SUBSTITUSI TEPUNG SUKUN

ABSTRAK. Kata kunci : puree labu kuning, tapioka, bika ambon.

KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Persyaratan Dalam Menempuh Program Ahli Madya Gizi Falkultas Ilmu Kesehatan

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

SIFAT FISIK DAN KESUKAAN SENSORIS KULIT BAKPIA YANG DISUBSITUSI DENGAN TEPUNG SINGKONG NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI SUKROSA OLEH SORBITOL TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK COOKIES JAGUNG REDUCED SUGAR SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi gula fruktosa dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Januari

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

TEPUNG MOCAF SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TEPUNG TERIGU Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET

PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT JAGUNG (Zea mays l), KACANG HIJAU DAN UBI JALAR KUNING TERHADAP TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BOLU KUKUS

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

KADAR BETAKAROTEN DAN ORGANOLEPTIK CAKE TEPUNG LABU KUNING DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH SEBAGAI PEWARNA ALAMI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERHADAP JUMLAH TOTAL MIKROORGANISME DAN DAYA TERIMA PADA BOLU KUKUS

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG PISANG KEPOK TERHADAP KUALITAS COOKIES. Oleh: NURHAMIDAH RANGKUTI

BAB V METODOLOGI. Alat yang digunakan pada praktikum penelitian, meliputi alat autoklaf

: Methanol, DPPH, alumunium foil. antioksidan

NASKAH PUBLIKASI. SUBSTITUSI TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L) Merr) TERHADAP ELONGASI DAN DAYA TERIMA MIE BASAH

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BOLU KUKUS BERBAHAN DASAR. TEPUNG SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) YANG DISUBSTITUSI TEPUNG

Food Science and Culinary Education Journal

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

KAJIAN SIFAT SENSORIS, FISIK DAN KIMIA POUND CAKE SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) TERMODIFIKASI ASAM LAKTAT

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BAB I PENDAHULUAN. Tepung tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue tradisional

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

KARAKTERISTIK ROTI TAWAR DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor (L) MOENCH) TERFERMENTASI DAN TANPA FERMENTASI

Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 2012

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Persiapan Bahan Baku

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ARTIKEL ILMIAH TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BOLU KUKUS YANG DIFORMULASI SEBAGIAN DENGAN TEPUNG SUKUN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BISKUIT. Disusun Oleh: DEWI RATNA SARI J FAKULTAS

BAB III METODE PENELITIAN

FORMULASI KUKIS NON GLUTEIN KAYA KALSIUM DAN PROTEIN. Netti Herawati 1, Ervisa Sipayung 2. Riau. Riau

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

Transkripsi:

KADAR BETA KAROTEN DAN DAYA TERIMA COOKIES GARUT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING Titik Dwi Noviati 1 * dan Eni Purwani 2 Prodi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMS *Korespondensi: Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102 Telp. (0271) 717117 ext 140-141 Fax. 715448, Eni.Purwani@ums.ac.id Abstract Public dependence on wheat flour is very high. It is necessary for the development of local food products as a substitute for wheat flour, one of which is the tubers of Garut. Vitamin A deficiency (VAD) is one of the main nutritional problem in Indonesia. One local food that has the potential to be processed into food products and contains a high vitamin A is pumpkin. Therefore, it is necessary to do a research about levels of beta carotene and acceptance of cookies from Garut s flour with pumpkin flour substitution. The purpose of this study was to determine the level of beta carotene and acceptance of cookies Garut with the substitution of pumpkin flour. This research method was experimental with a completely randomized design with three treatments and one control twice. The pumpkin flour substitution was 0%, 15%, 20% and 25%. The beta carotene and acceptance levels were obtained with spectrophotometer method and a test of 30 panelists. The statistical test of beta carotene and acceptance were analyzed using annova and kruskall wallis continued with Duncan Multiple Range Test. The anova showed the ρ value of beta carotene of cookies at 0,000. The kruskall wallis described the ρ value of acceptance of cookies to colors at 0,000, 0,005 for aroma, 0,015 for texture and 0,000 for all favorite. The highest beta carotene was at 25% substitution. The most preferred cookies Garut of panelists was with the substitution of pumpkin flour at 20%. There pumpkin flour substitution effected on levels of beta carotene and acceptance of cookies Garut. It is necessary to use pumpkin flour substitution 25% for Vitamin A Deficiency (VAD). It is necessary to use low calori sugar on making garut s cookies that cater to people with Diabetes Mellitus.(lebih 40 kata) Keywords: Pumpkin flour, cookies garut, beta carotene, receptivity A. PENDAHULUAN Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan berbasis tepung terigu yang diminati oleh konsumen seperti mie, biskuit, roti, dan crackers. Keadaan ini menyebabkan konsumsi tepung terigu di Indonesia untuk produk olahan pangan terus meningkat setiap tahun. Menurut Aptindo (2014), konsumsi tepung terigu di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 4,7 juta ton dan meningkat menjadi 5,1 juta ton pada tahun 2012. Kejadian ini terus meningkat pada tahun 2013 yaitu 5,35 juta ton. O leh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk pangan lokal sebagai bahan subtitusi atau sebagai bahan pengganti tepung terigu untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu pada pembuatan produk olahan pangan. Bahan pangan lokal yang berpotensi sebagai pengganti tepung terigu salah satunya adalah umbi garut. Tepung umbi garut memiliki kandungan amilosa sebesar 24,64% dan kandungan amilopektin sebesar 73,46% (Didah dkk, 2004). Jumlah ini hampir sama dengan yang terdapat pada tepung 188 Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS

terigu yaitu kandungan amilosa 25% dan amilopektin sebesar 75%. Hal ini menjadikan tepung garut berpotensi untuk menjadi bahan pensubstitusi atau bahan pangan pengganti tepung terigu. Tepung garut dapat dikembangkan menjadi olahan pangan diantaranya adalah Cookies. Cookies garut berpotensi memiliki keunggulan dengan indeks glikemik yang rendah, namun memiliki kekurangan yaitu tidak memiliki kandungan gizi lain yang dapat diunggulkan. Meskipun demikian, cookies garut dapat dimodifikasi dengan penambahan bahan pangan lokal lain seperti labu kuning yang memiliki kadar beta karoten yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk menambah kandungan vitamin A pada cookies sehingga dapat berpotensi sebagai makanan sumber vitamin A. Vitamin A merupakan zat gizi yang berperan dalam berbagai fungsi penting tubuh, antara lain sistem imunitas, penglihatan, sistem reproduksi dan pembelahan sel. Oleh karena itu apabila seseorang khususnya anak apabila mengalami kekurangan vitamin A dapat berpotensi mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi kurang yang mendominasi di Indonesia selain gizi buruk, kekurangan iodium (GAKI) dan anemia gizi besi (Almatsier, 2001). Menurut Muhilal (2005), prevalensi anak dengan kurang vitamin A secara sub klinis di Indonesia masih tinggi yaitu 50%. Salah satu upaya yang dapat dilakukan selain pemberian suplemen vitamin A adalah dengan menambahkan atau meningkatkan kandungan vitamin A pada produk olahan pangan. Salah satu bahan pangan yang mengandung vitamin A yang tinggi adalah labu kuning. Menurut Prayitno (2009), tepung labu memiliki kadar beta karoten 1,792 mg/100g. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lestario dkk (2006), yang membuktikan bahwa penambahan tepung labu kuning sebesar 12,5% pada pembuatan mie kuning dapat menghasilkan kadar beta karoten sebesar 15,51 mg/100g dan dapat menyumbangkan asupan vitamin A sebesar 6,46% / 100 gram produk mie basah dari kebuthan vitamin A pada orang dewasa atau sebesar 9,69% dalam 150 gram mie basah. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai kadar beta karoten dan daya terima cookies yang terbuat dari tepung garut dengan substitusi tepung labu kuning B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui kadar beta karoten dan daya terima cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning. a. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan satu kontrol. Besarnya persentase substitusi tepung labu kuning yang digunakan mengacu pada penelitian pendahuluan, yaitu uji daya terima pada cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 10% dan 20%. b. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung garut, tepung labu kuning, gula halus, telur, margarin, susu bubuk, baking powder, essence vallia, Reagen untuk analisis beta karoten adalah NaSO 4, Petroleum Eter, Aceton (1:1), AI 2 O 3, aquades. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, baskom, pengering cabinet, pisau, grinder, ayakan 80 mesh. Piring plastik, loyang, mixer, oven listrik, cetakan, sendok, timbangan. Erlenmeyer, corong pemisah, lumping porselin, pipet tetes, tabung reaksi, spektofotometer, pengaduk, timbangan analitik. Alat tulis, form uji daya terima. Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS 189

c. Pembuatan tepung labu kuning Pembuatan tepung ubi jalar oranye mengikuti prosedur Hendrasty (2003) labu kuning segar dibelah dan dikuliti, biji dan jaring-jaring biji dari labu kuning dibuang, dilakukan pencucian, dipotong tipis, pengovenan suhu 50⁰C selama 30 jam, digiling hingga halus, pengayakan dengan ayakan 80 mesh sehingga diperoleh tepung labu kuning. d. Pembuatan cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning Proses pembuatan cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning mengikuti prosedur Lutfika (2006) yaitu bahan-bahan dalam pembuatan cookies garut yaitu tepung garut (100%, 85%, 80%, 75%), tepung labu kuning (0%, 15%, 20%, dan 25%) dari total tepung, gula halus (45gram), margarin (40 gram), susu skim (20gram), kuning telur (15 gram), baking powder (1 gram), essence vanilla (1gram). Kemudian bahan-dicampur menggunakan mixer lalu ditambahkan tepung garut, tepung labu kuning, baking powder, dan susu skim, selanjutnya dimixer kembali selama dua menit dan diuleni sampai adonan menyatu, kemudian dilakukan pecetakan dan pemanggangan dengan suhu 160 C, 20 menit. e. Analisis kadar beta karoten dan daya terima Pengukuran kadar beta karoten pada biskuit substitusi tepung ubi jalar oranye dilakukan dengan cara uji spektrofotometer. Pengukuran daya terima cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning meliputi daya terima panelis terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan keseluruhan. f. Analisis Data Data uji kadar beta karoten dan daya terima dilakukan uji normalitas data. Uji kadar beta karoten berdistribusi normal (p>0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji one way anova dengan taraf signifikansi 95%. Sedangkan uji daya terima berdistribusi tidak normal (p<0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji kruskall wallis menggunakan program SPSS versi 20. Data uji kadar beta karoten dan daya terima terdapat perbedaan sehingga dilanjutkan dengan uji beda nyata menggunakan analisa Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikansi α = 0,05. C. HASIL DAN PEMBAHASAN a. BETA KAROTEN Kadar beta karoten merupakan kandungan mikrogram beta karoten yang terdapat dalam 100 gram cookies garut yang diukur dengan metode spektrofotometer. Berdasarkan hasil uji kenormalan data yang dilakukan, data kadar beta karoten cookies garut pada penelitian pendahuluan berdistribusi normal (ρ > 0,05) sehingga dapat dilakukan uji one way anova untuk mengetahui apakah ada pengaruh substitusi tepung labu kuning pada cookies garut. Berdasarkan uji statistik deskripsi yang telah dilakukan, kadar beta karoten pada cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning memiliki nilai minimum 1,31% untuk substitusi tepung labu kuning 0%, 3,35 untuk 15%, 6,67 untuk 20% dan 8,93 untuk 25%. Sedangkan untuk nilai maksimum cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 0% adalah 1,35, 15% adalah 3,40, 20% adalah 6,69, dan 25% adalah 8,65%. Rata-rata kadar beta karoten pada substitusi 0% memiliki kadar beta karoten paling rendah yaitu 1,32 mg/100gram dan kadar beta karoten yang paling tinggi terdapat pada cookies dengan substitusi tepung labu kuning 25% yaitu 8,67 mg/100gram. Hasil tersebut menunjukkan 190 Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS

bahwa semakin tinggi substitusi tepung labu kuning maka semakin tinggi pula kadar beta karoten pada cookies garut tersebut. Grafik hasil uji kadar beta karoten dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut : Gambar 1. Grafik hasil uji beta karoten Beta karoten merupakan bagian dari karoten total yang mempunyai warna kuning atau orange. Pada penelitian ini digunakan tepung labu kuning yang dibuat melalui proses pengeringan dengan kabinet dryer dengan suhu 50 o C untuk menghindari kerusakan beta karoten dan dikeringkan selama 30 jam untuk menghasilkan tepung labu kuning yang kering dan sempurna. Menurut Karrer dan Jucker (1950) dalam Wijayanti (2003) kadar beta karoten akan mengalami kerusakan pada suhu diatas 60⁰C. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil semakin banyak substitusi tepung labu kuning, maka semakin besar kadar beta karoten pada cookies. Hal tersebut terjadi karena pada tepung labu kuning memiliki kandungan beta karoten yang tinggi yaitu sebesar 1.792,45 μ/100gram (Prayitno, 2009). Oleh karena itu, semakin meningkatnya kadar beta karoten pada cookies dipengaruhi oleh jumlah tepung labu kuning yang ditambahkan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestario (2006), yang membuktikan bahwa penambahan tepung labu kuning pada produk mie dapat meningkatkan kadar vitamin A sebesar 1,78% 9,69% dalam 150 gram mie. Penelitian ini didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2015), tentang pengaruh substitusi tepung labu kuning terhadap kadar beta karoten biskuit labu kuning, yang menyatakan bahwa semakin tinggi substitusi tepung labu kuning semakin tinggi kadar beta karoten pada biskuit dan biskuit substitusi tepung labu kuning 15% memiliki kadar beta karoten paling tinggi apabila dibandingkan dengan biskuit dengan subtitusi tepung labu kuning 0%, 5% dan 10%. b. Daya Terima Daya terima panelis terhadap cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning dilakukan kepada panelis agak terlatih yaitu mahasiswa jurusan gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta sebanyak 30 orang. Daya terima cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning kemudian disajikan pada dalam bentuk Tabel 1 sebagai berikut: Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS 191

Tabel 1. Hasil uji daya terima panelis terhadap cookies garut pada penelitian utama Substitusi Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan 0% 3,86 b 3,53 b 3,90 b 3,96 b 3,93 b 15% 3,60 b 2,93 a 3,00 a 3,56 a 3,16 a 20% 3,63 b 3,23 ab 3,23 a 3,46 a 3,30 a 25% 2,93 a 2,86 a 2,93 a 3,60 a 2,96 a Nilai sig 0,000 0,005 0,000 0,015 0,000 Berdasarkan rata-rata hasil uji daya terima menggunakan uji Kruskall Wallis dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan (p<0,05) pada daya terima cookies garut dengan substitusi tepung lau kuning terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan. Terdapatnya perbedaan (p<0,05) pada substitusi tepung labu kuning menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung labu kuning baik pada substitusi 0%, 15%, 20%, maupun 25% terhadap daya terima cookies garut tersebut. Berikut penjabaran untuk daya terima cookies garut terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan. Berikut penjabaran untuk daya terima cookies garut terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan. Berdasarkan Tabel 1, kisaran skor daya terima warna cookies garut yaitu pada perlakuan 0% dengan rata-rata sebesar 3,86. Sedangkan yang paling rendah yaitu pada cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 25% yang memiliki rata-rata 2,93. Cookies garut dengan perlakuan 0% mempunyai warna putih kekuningan dan lebih disukai oleh panelis. Sedangkan warna cookies garut dengan perlakuan 15%, 20%, dan 25% cenderung kuning kecoklatan. Berdasarkan kruskall Wallis diketahui bahwa nilai p= 0,000 (<0,05) yang menunjukkan ada perbedaan yang menunjukkan ada pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap warna cookies garut. Karena terdapat perbedaan atau pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test ( DMRT) dengan hasil cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 25% berbeda nyata dengan cookies garut yang disubstitusi tepung labu kuning 0%, 15%, dan 20%. Perbedaan warna cookies ini dikarenakan substitusi tepung labu kuning sangat mempengaruhi warna yang dihasilkan. Substitusi tepung labu kuning yang semakin tinggi akan menyebabkan warna cookies semakin kuning kecoklatan. Warna kuning pada cookies ditimbulkan dari kandungan pigmen dari senyawa karotenoid yang terdapat dalam labu kuning. Semakin banyak substitusi tepung labu kuning menyebabkan cookies menjadi semakin berwarna kuning yang menunjukkan kandungan karotenoid pada cookies semakin tinggi. Warna coklat pada bagian permukaan cookies dipengaruhi oleh adanya reaksi Mailard selama proses pemanggangan (Afrianto, 2008). Berdasarkan Tabel 1, kisaran skor daya terima aroma cookies garut yaitu aroma yang paling disukai adalah cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 0% dengan nilai rata-rata 3,53. Sedangkan daya terima terhadap aroma yang paling tidak disukai oleh panelis adalah cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 25% dengan nilai ratarata 2,86%. Berdasarkan uji kruskall Wallis diketahui bahwa nilai p= 0,005 (<0,05) yang menunjukkan ada pengaruh substitusi tepung labu kuning terhadap aroma cookies garut. Karena terdapat perbedaan atau pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan hasil cookies garut yang tidak disubstitusi tepung labu kuning berbeda nyata dengan cookies yang disusbtitusi tepung labu kuning 15%, 20%, dan 25%. 192 Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS

Hal ini dikarenakan cookies yang disubstitusi dengan tepung tepung labu kuning memiliki aroma yang khas labu kuning yang cenderung kurang disukai oleh panelis. Ini dapat terjadi karena senyawa volatil yang berperan sebagai pemberi aroma khas pada labu kuning yang masih tertinggal selama proses pengolahan sehingga cookies yang disubstitusi dengan labu kuning memiliki aroma yang khas labu kuning juga. Aroma yang dihasilkan pada produk cookies dipengarui oleh penambahan tepung labu kuning. Hal ini sejalan dengan penlitian Rahmi (2011), yang menyatakan bahwa tepung labu kuning memiliki aroma yang khas dan bebeda dengan aroma tepung terigu sehingga menyebabkan mie yang dihasilkan akan memiliki aroma yang khas labu kuning. Hendrasty (2003) menyatakan bahwa tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas yang akan mempengaruhi aroma dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 1, kisaran skor daya terima rasa cookies garut yaitu rasa yang paling disukai adalah cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 0% dengan nilai rata-rata 3,9. Sedangkan daya terima terhadap rasa yang paling tidak disukai oleh panelis adalah cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 25% dengan nilai rata-rata 2,93. Berdasarkan uji kruskall Wallis diketahui bahwa nilai p= 0,000 (<0,05) yang menunjukkan ada pengaruh substitusi tepung labu kuning terhadap rasa cookies garut. Dikarenakan terdapat perbedaan atau pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test ( DMRT) dengan hasil rasa cookies garut yang tidak disubstitusi tepung labu kuning berbeda nyata dengan cookies garut yang disubstitusi tepung labu kuning 15%, 20%, dan 25%. Hal ini dikarenakan substitusi tepung labu kuning pada cookies garut tersebut menyebabkan rasa cookies semakin terasa khas labu kuning sehingga kurang disukai oleh panelis. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Igfar (2012) tentang pengaruh penambahan tepung labu kuning dan tepung terigu terhadap pembuatan biskuit yang menyatakan bahwa penambahan tepung labu kuning mempengaruhi rasa biskuit. Semakin banyak labu kuning yang digunakan semakin khas rasa labu kuning pada biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 1, kisaran skor daya terima tekstur cookies garut yaitu tekstur yang paling disukai adalah cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 0% dengan nilai rata-rata 3,96. Sedangkan daya terima terhadap tekstur pada cookies garut yang disubstitusi tepung labu kuning cenderung kurang disukai oleh panelis dengan nilai rata-rata yang hampir sama yaitu 3.56 untuk substitusi 15%, 3,47 untuk 20% dan 3,6 untuk 25%. Hal ini terjadi karena pada cookies yang mengalami perlakuan substitusi tepung labu kuning mempunyai tekstur yang kurang renyah dan keras. Berdasarkan uji kruskall Wallis diketahui bahwa nilai p= 0,015 (<0,05) yang menunjukkan ada pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap tekstur cookies garut. Karena terdapat perbedaan atau pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test ( DMRT) dengan hasil tekstur cookies garut yang tidak disubstitusi tepung labu kuning berbeda nyata dengan cookies garut yang disubstitusi tepung labu kuning 15%, 20%, dan 25%. Perbedaan substitusi tepung labu kuning dapat mempengaruhi tekstur yang dihasilkan. Hal ini karena kerenyahan pada cookies dipengaruhi oleh adanya proses gelatinisasi. Tepung yang mengalami gelatinisasi sempurna akan membentuk struktur cookies yang lebih baik. Menurut Greenwood dkk (1979) dalam Pudjihastuti (2011), kandungan amilosa yang terdapat dalam tepung labu kuning sebesar 15% dan kandungan amilopektin sebesar 70%. Sedangkan kandungan amilosa pada tepung garut sebesar 24,64% dan kandungan amilopektin 73,46% (Didah dkk, 2014). Oleh karena itu cookies dengan 100% tepung garut lebih disukai oleh panelis karena memiliki tekstur yang lebih renyah dibandingkan dengan cookies garut yang disubstitusi dengan tepung labu kuning. Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS 193

Berdasarkan Tabel 1, kisaran skor daya terima terhadap kesukaan keseluruhan cookies garut yaitu kesukaan keseluruhan yang paling disukai adalah cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning 0% dengan nilai rata-rata 3,93. Sedangkan daya terima terhadap tekstur pada cookies garut yang disubstitusi tepung labu kuning memiliki tingkat kesukaan yang lebih rendah dengan nilai rata-rata yang hampir sama yaitu 3,16 untuk substitusi 15%, 3,3 untuk 20% dan 2,96 untuk 25%. Berdasarkan uji kruskall Wallis diketahui bahwa nilai p= 0,005 (<0,05) yang menunjukkan ada pengaruh substitusi tepung labu kuning terhadap aroma cookies garut. Karena terdapat perbedaan atau pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test ( DMRT) dengan hasil kesukaan keseluruhan cookies garut yang tidak disubstitusi tepung labu kuning berbeda nyata dengan cookies garut yang disubstitusi tepung labu kuning 15%, 20%, dan 25%. Cookies dengan substitusi tepung labu kuning cenderung kurang disukai dibandingkan dengan cookies garut tanpa substitusi tepung labu kuning. Hal ini dapat disebabkan karena warna cookies garut yang terlalu gelap, aroma khas labu kuning, rasa yang anyir khas labu kuning, serta teksturnya yang kurang renyah bila dibandingkan dengan cookies garut tanpa substitusi tepung labu kuning. D. KESIMPULAN Kadar beta karoten cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning yang paling tinggi adalah pada substitusi tepung labu kuning 25% yaitu 8,67 mg/100gram, dan yang paling rendah pada substitusi tepung labu kuning 0% yaitu 1.32mg/100gram. Daya terima cookies garut dengan substitusi tepung labu kuning terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan keseluruhan yang paling disukai adalah cookies dengan substitusi tepung labu kuning 20%. Terdapat pengaruh substitusi tepung labu kuning terhadap kadar beta karoten cookies garut yaitu semakin tinggi substitusi tepung labu kuning pada cookies garut maka kadar beta karoten semakin tinggi. Terdapat pengaruh substitusi tepung labu kuning terhadap daya terima cookies garut. E. DAFTAR PUSTAKA Afrianto (2008). Pengawasan Mutu Bahan atau Produk Pangan Jilid 1 untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Almatsier. S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hendrasty, H. K. 2003. Tepung Labu Kuning Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius Lestario, L.N. dkk. 2006. Pemanfaatan Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch) sebagai Bahan Fortifikasi Mie basah. Tesis. Salatiga: Universitas Kristen satya wacana. Lutfika, Ervin. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Produk Olahan Panggang berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian. Institute Pertanian Bogor Muhilal. 2005. Highligt of Fourty Years Research on Vitamin A Deficiency at the Center for Research and Development in Food and Nutrition. Scientifi c Speech on Retirement. Bogor: Center for Research and Development in Food and Nutrition. Prayitno, A.H.dkk. 2009. Karakteristik Sosis dengan Fortifikasi β-karoten dari Labu Kuning (Cucurbita moschata). Buletin Peternakan 33(2):111-118. Pudjihastuti, Isti dan Siswo Sumardiono. 2011. Pengembangan Proses Inovatif Kombinasi Reaksi Hidrolisis Asam Dan Reaksi Photokimia UV Untuk Produksi Pati Termodifikasi 194 Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS

Dari Tapioka. Posiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693-4393:1-6 Rahmi, S. L, Indriyani dan Surhaini. 2011. Penggunaan Buah Labu Kuning sebagai sumber antioksi dan pewarna alami pada produk mie basah. Vol 13, no 2 hal 29-36. ISSN 0852-8349. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi. Widyastuti, Anggraini Dewi. 2015. Pengaruh Substitusi Tepung Labu Kuning Terhadap Kadar Beta Karoten dan Daya Terima Pada Biskuit Labu Kuning. Skripsi. Universitas Muhammdiyah Surakarta. BIOGRAFI PENULIS Titik Dwi Noviati adalah Lulusan dari Program Studi Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui noviatitikdwi@yahoo. com. Seminar Nasional Gizi 2017 Program Studi Ilmu Gizi UMS 195