LAPORAN PENELITIAN DOSENMUDA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, khususnya anggota ASEAN 5, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

SISTEM EKONOMI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator

BABI PENDAHULUAN. Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHUALUAN. dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

SKRIPSI ANALISIS ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH PADA SEKTOR PUBLIK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA MEDAN OLEH ROSE LINARTI SIHOMBING

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Sumber penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh bangsa tersebut. Hal ini di Indonesia yang salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

PEMODELAN LAJU INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Transkripsi:

LAPORAN PENELITIAN DOSENMUDA PENENTUAN MODEL INFLASI DI KOTAMADYA MALANG Oleh: Dwi Wulandari,SE,MM Roufah Inayati,SFd DIBIAYAI DIPA DIREKTO T PENELITIAN DANPENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT NO.008/SP2HJPP/DP2M1I1II2007 TANGGAL 29 MARET 2007 DlREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTASEKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2007

ABSTRAK UiilJIiIUl pembangunan daerah salah satu kestabilan makroekonomi dapat dilihat dari besanya t inflasi yang terjadi. Inflasi merupakan fenomena yang senantiasa terjadi dalam dalam onomian. Dalam konteks makro ekonomi, fluktuasi dalam angka inflasi mencerminkan embangan yang berfluktuatif pula pada tingkat harga yang terjadi. Pada sisi mikro ekonomi, IlulWUiSi harga tersebut akan sangat menentukan perilaku masyarakat dalam membelanjakan gnya di pasar. Apabila fluktuasi harga- mengarah pada kenaikan harga secara tajam, maka men akan mengalami penurunan daya beliriya. Sebaliknya apabila fluktuasi harga yang ada derung mengarah pada penurunan harga, maka konsumen akan merasakan peningkatan daya adap belinya. Perkembangan angka inflasi di Kota Malang menunjukkan suatu kembangan yang dinamis. Kondisi ini dapat dipahami mengingat Kota Malang merupakan ata dengan tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Tingginya pertumbuhan ekonomi ini sebagian besar ditopang oleh perkembangan di sektor jasa dan industri. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi te~ebut pada akhimya akan berdampak pada semakin meningkatnya pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat yang semakin meningkat ak.an mendorong laju inflasi di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa yang menentukan tingkat inflasi di Kota Malang selama tahun 1997-2005. Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi dengan pendekatan ordinary least square (OLS). Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa inflasi di Kota Malang tidak dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, nilai tukar kurs RpIUS$, pengeluaran peinbangunan dan PDRB. Kata Kunci : Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Nilai Tukar Mata Uang IV

Abstract Local autnomy have impact to development in national economic to be change in regional development programme. Planning development with use bottom up, its hope increase participating people in development. In economic progress, there is phenomena in inflation. This phenomena shows increasing of price of good and services as whole and continues. E city of Malang have dynamic development in economic. Many activity can griwth in a sectors, like services, education, industry and tourism. This study try to analisze what determinant of inflation in Malang city from 1997 until 2005. The Methode to solve the problem, we use regression model in OLS. The result is inflation in Malang city can't be affected by money supply, DRP,Exchange rate, and development expenditure ini local government budget. Keywords: Inflation, Economic Growth, Exchange Rate v

DAFTAR lsi HALAMAN PENGESAHAN ATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR lsi DAFTAR LAMPIRAN BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian I iii IV V VI 1 1 4 4 4 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Pengertian Inflasi 2.2 Teeri Inflasi 6 8 2.3 Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian 11 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi 16 2.5 Penelitian Sebelumnya 24 BAB III : METODE PENELITIAN 26 3.1 Lokasi Penelitian 26 3.2 Jenis d.an Sumber Data 26 BAB IV : PEMBAHASAN 29 4.1 Perkembangan Inflasi Di Kota Malang 29 4.2 Perkembangan PDRB Kota Malang 31 4.3 Perkembangan Jumlah Uang Beredar Kota Malang 32 4.4 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang di Kota Malang 33 4.5 Perkembangan Pengeluaran Pembangunan di Kota Malang 34 4.6 Hasil Analisis 35 BAB V: PENUTUP 41 5.1 Kesimpulan 41 5.2 Saran 41 DAFTAR PUSTAKA 42 LAMPlRAN-LAMPIRAN Jurnal Penelitian VI

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika pembangunan daerah dewasa ini ditandai oleh perubahan dalam strategi pembangunannya yang lebih mengedepankan aspek keterwakilan masyarakat daerah dalam kebijakan pembangunan di daerah. Kebijakan otonomi daerah yang diterapkan oleh pemerintah pe 1 Januari 2001 merupakan harapan baru bagi masyarakat akan terciptanya kestabilan perekonomian dan pembangunan di dareah. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasai, maka secara eksplisit telah dituangkan pemerintah dalam UU no 5 tahun 1974 tentang hak-hak pemerintah daerah dalam otonomi daerah, UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah tersebut dimaksudkan uintuk memberikan kewenangan pada setiap daerah di Indonesia untuk dapat mengelola pembangunannya sendiri sesuai dengan potensi daerahnya. Satu kesimpulan penting dari kedua Undang-undang tersebut adalah agar daerah memiliki inisiatif dan kemandirian dalam memajukan pembangunan di daerahnya sesuai dengan potensi daerahnya. Salah satu aspek terpenting dalam kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut adalah aspek fiskal. Aspek fiskal ini terkait dengan kemampuan keuangan daerah dalam pembiayaan pembangunan (Sidik, 2001). Daerah dengan potensi keuangan yang tinggi akan dapat menjalankan kemandirian pembangunannya dengan baik. Sebaliknya daerah dengan potensi keuangan daerah yang jelek akan mengalami banyak hambatan

dalam menjalankan kemandirian pembangunannya. Guna menjaga aspek pemerataan pembangunan dan meminimalkan kecemburuan antara daerah yang kaya sumber daya alam dengan daerah yang miskin sumber daya alam, maka pemerintah membentuk suatu konsep perimbangan keuangan baik secara vertikal maupun secara horisontal. Dalam konsep perimbangan keuangan tersebut ditentukan seberapa besar perolehan keuangan daerah sesuai dengan sumbangannya terhadap pemerintah pusat. Dalam hal ini aspek pemerataan dan keadilan dituangkan lebih jauh dalam bentuk sumbangan dan bantuan, Dana Alokasi umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam era otonomi daerah kemandirian daerah merupakan suatu tuntutan yang tidak dapat dielakkan lagi. Setiap daerah diharapkan mampu bersaing dengan daerah lain yang tersebar di seluruh belahan dunia, terutama dalam menarik sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Namun demikian, kemampuan' daerah dalam membiayai sendiri pembangunannya masih sering mengalami kendala berupa rendahnya kerilampuan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Radianto, 1997). Dalam pembangunan daerah salah satu kestabilan makroekonomi dapat dilihat dari besanya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi merupakan fenomena yang senantiasa terjadi dalam dalam perekonomian. Dalam konteks makro ekonomi, fluktuasi dalam angka inflasi mencerminkan perkembangan yang berfluktuatif pula pada tingkat harga yang terjadi. Pada sisi mikro ekonomi, fluktuasi harga tersebut akan sangat menentukan perilaku masyarakat dalam membelanjakan uangnya di pasar. Apabila fluktuasi harga mengarah pada kenaikan harga secara tajam, maka konsumen akan mengalami penurunan daya belinya. Sebaliknya apabila fluktuasi harga yang ada cenderung mengarah pada penurunan harga, maka konsumen akan merasakan peningkatan daya terhadap belinya. 2

... Perkembangan angka inflasi di Kota Malang menunjukkan suatu perkembangan yang dinamis. Kondisi ini dapat dipahami mengingat Kota Malang merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Tingginya pertumbuhan ekonomi ini sebagian besar ditopang oleh perkembangan di sektor jasa dan industri. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut pada akhimya akan berdampak pada semakin meningkatnya pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat yang semakin meningkat akan mendorong laju inflasi di Kota Malang. Sesuai dengan Undang-undang baru tentang fungsi Bank Indonesia (UU No. 23 Tahu 1999) dijelaskan bahwa Bank Indonesia memiliki fungsi utama dalam perekonomian, yakni mengendalikan tingkat harga dalam negeri (UU BI No 23/1999). Sejalan dengan undang-undang tersebut, maka sudah selayaknya otoritas moneter di Kota Malang merumuskan suatu kebijakan yang mengarah pada 'kestabilan harga khususnya di Kota Malang. Pada sisi lain, seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah pada pemerintahan Kota Malang semakin menuntut akan kemandirian daerah dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Hal ini mengandung arti bahwa daerah memiliki kewenangan penuh dalam optimalisasi sumber-sumber penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja daerah (APBD) dan mengalokasikannya pada sektor-sektor kegiatan yang diinginkan. Kemandirian daerah dalam penerimaan dan pengeluaran anggaran daerah tersebut dapat berdampak pada kestabilan harga di Kota Malang. Dari sisi demand kenaikan harga akan terjadi apabila pengeluaran daerah mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. Sedangkan penurunan harga akan terjadi apabila pengeluaran daerah tidak mendorong kegiatan ekonomi, sehingga pendapatan masyarakat tidak mengalami peningkatan. 3 l'

Fenomena inflasi merupakan fenomena alamiah yang senantiasa terjadi dalam perekonomian. Bagi otoritas moneter, inflasi yang terkendali merupakan target akhir dari suatu kebijakan moneter. Selain itu dari sisi fiskal, perilaku pemerintah daerah dalam membelanjakan anggarannya juga akan mempengaruhi perkembangan inflasi yang terjadi. Sehingga dalam hal ini diperlukan suatu sinkronisasi tindakan antara otoritas moneter di Ko13 dan pemerin13h daerah Kota Malang. Berdasarkan uraian di a13s, maka penelitian ini bertujuan untuk merumuskan suatu model inflasi di Kota Malang selama tahun 1997-2005. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maasalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah : a. Faktor-faktor apa yang menentukan tingkat inflasi di Kota Malang selama tahun 1997 2005 b. Faktor dominan apa yang mempngaruhi tingkat inflasi di Kota Malang selama tahun 1997-2005 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuai : a. Faktor-faktor yang menentukan tingkat inflasi di Kota Malang selama periode waktu 1997-2005 b. Faktor dominan yang mempngaruhi tingkat inflasi di Kota Malang selama tahun 1997 2005 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dan hasil penelitian ini adalah : 4

a. Bagi Pemerintah Kota Malang, memberikan kontribusi pemikiran dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Malang. b. Bagi Bank Indonesia Malang, sebagai bahan kajian dalam pengendalian inflasi di Kota Malang. c. Bagi masyarakat, sebagai informasi dalam menganalisis perkembangan pembangunan di Kota malang d. Bagi Peneliti lain, sebagai studi banding dalam mengarnati fenomena inflasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 5