BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional Indonesia dilandaskan pada Trilogi pembangunan, yaitu stabilitas nasional yang mantap, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan dan hasilnya. Di awal pelita, yaitu pelita I, titik berat pembangunan terletak pada upaya-upaya pemulihan serta pemantapan stabilitas nasional dan pada pelita-pelita selanjutnya pembangunan dititik beratkan pada pertumbuhan ekonomi. Pendekatan yang berorientasi pada pertubuhan ekonomi ini berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor, kelompok/individu atau wilayah yang dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah satu akibat dari pemusatan ini adalah polarisasi geografis alokasi investasi yang mendorong ketimpangan pembangunan antar wilayah melalui aglomerasi lokasi industri di tempat yang memiliki keuntungan kompetitif, misalnya di daerah perkotaan. Selain itu dengan alasan untuk menjaga stabilitas nasional, pemerintah telah menciptakan suatu pemerintahan yang sentralistik ini seringkali mengabaikan aspirasi daerah/masyarakat dan selanjutnya berimplikasi pada pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan lokal. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang salah arah tersebut telah menyebabkan kegagalan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, bahkan telah menciptakan kekecewaan bagi masyarakat. Peluang tejadinya konflik membesar 1
dan tentu saja akan mengancam stabilitas nasional, sekaligus kelancaran pelaksanaan pembangunan. Adanya reformasi kehidupan nasional di Indonesia, terutama reformasi politik, telah memberikan angin segar untuk melakukan perubahan-perubahan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah. Kesalahan pembangunan di masa lalu yang harus dirubah melalui paradigma baru pembangunan, yaitu desentralisasi pemerintahan (otonomi daerah) dan pembangunan yang harus memperhatikan segala aspek (ekonomi non ekonomi) serta disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Hal ini perlu dilakukan mengingat masing-masing daerah di Indonesia memiliki sumberdaya yang beraneka ragam. Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang selanjutnya direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004, yang pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, yaitu adanya penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom. Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya mendorong pemberdayaan masyrakat, pembangunan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. Undangundang ini memberikan otonomi secara utuh kepada daerah Kabupaten dan Kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah diberikan kewenangan yang 2
utuh dan bulat untuk merencanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah (Mardiasmo, 2002 ; 8). Dengan kewenangannya tersebut, setiap Kabupeten/Kota wajib melaksanakan bidang-bidang pemerintahan, meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, perencanaan modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja. Kabupaten/Kota juga mempunyai kewenangan lainnya, seperti pengelolaan lainnya, seperti pengelolaan pelabuhan, bandar udara, perkebunan, pertambangan, pariwisata, atau kawasan otoritas lainnya yang terletak di dalam daerah otonom. Hal ini berarti bahwa pemerintah Kabupeten/Kota selain mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalannya sendiri juga dirangsang untuk mengembangkan kreativitas dengan menggali dan mengembangkan potensi daerah dalam penyelenggaraan pembangunan daerah demi kesejahteraan masyarakatnya. Namun tanggung jawab tersebut bukanlah hal yang ringan, apalagi dalam kondisi dimana pola pemerintahan masih terwarisi oleh pola pemerintahan terdahulu yang sentralistik. Pemerintahan Kabupaten/Kota harus menyenggarakan pembangunannya sendiri, dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan maupun dari segi pendanaannya. Disinilah kesiapan daerah dalam hal menerima otonomi menjadi permasalahan yang masih harus diperdebatkan hingga saat ini. Salah satu masalah kesiapan daerah tersebut adalah permasalahan dana pembangunan yang bersal dari penerimaan daerah. Selama ini penerimaan daerah berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), bagi hasil pajak/bukan pajak, dan 3
sumbangan serta bantuan dana pembangunan dari pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah, maka proporsi penerimaan daerah dari sumbangan dana bantuan dari pemerintah pusat diharapkan seminimal mungkin. Bagi Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat PAD yang tinggi, hal ini mungkin bukan suatu permasalahan. Permasalahan akan muncul di daerah yang hingga saat ini masih memiliki tingkat PAD yang rendah dan dana pembangunan sangat tergantung pada sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat. Kota Denpasar sebagai salah satu Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dan merupakan bagian internal dari pembangunan nasional, maka dengan adanya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 dituntut untuk berusaha meningkatkan pendapatan daerahnya dengan memanfaatkan potensi yang ada. Perkembangan pembangunan yang dilaksanakan di Kota Denpasar dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu wilayah. Sebagai gambaran, nilai PDRB Kota denpasar dan konstribusi menurut lapangan usaha tahun 2003-2007 atas dasar harga konstan 2000, dapat dilihat pada tabel 1.1. 4
Tabel 1.1 PDRB Kota Denpasar dan Kontribusi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003 dan 2007 atas Dasar Harga Konstan 2000. Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Rest Angkutan dan Komunikasi Jasa keuangan dan Persewaan Jasa-jasa 2003 2007 Nominal Kontribusi Nominal (Rp. 000.000) (%) (Rp. 000.000) 374.778,38 295,18 560.340,20 168.314,18 155.585,49 1.640.424,05 630.554,34 692.150,17 497.658,64 8,06 0,01 11,90 3,55 3,34 35,15 13,08 14,45 10,47 564.747,32 401,69 927.565,08 305.469,45 298.569,59 2.824.335,63 1.025.448,09 1.147.683,92 848.434,33 Kontribusi (%) 7,50 0,00 11,91 3,62 3,34 36,47 12,79 13,45 10,92 Pertumbuhan 2003-2007 (%) 20,92 2,42 29,37 33,86 31,20 34,14 26,82 20,05 36,57 Jumlah 4.720.100,63 100.00 7.942.655,08 100.00 26,14 Sumber: BPS Kota Denpasar, 2003-2007 Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa, pada tahun 2003-2007 yang memiliki konstribusi tertinggi terhadap PDRB Kota Denpasar adalah sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar (35,15 persen menjadi 36,47 persen), listrik, gas, dan air bersih (dari 3,55 persen menjadi 3,62 persen), industri pengolahan (dari 11,90 persen menjadi 11,91 persen), dan jasa-jasa (dari 10,47 persen menjadi 10,92 persen). Sedangkan sektor-sektor lain yang konstribusinya terhadap PDRB mengalami penurunan untuk periode yang sama adalah sektor keuangan dan jasa (dari 14,45 persen menjadi 13,45 persen), sektor pertanian (dari 8,06 persen menjadi 7,50 persen), sektor pertambangan (dari 0,01 persen menjadi 0,00 persen) sedangkan sektor yang tidak mengalami perubahan adalah sektor bangunan. Selanjutnya tabel 1.2 dapat dilihat bahwa PAD Kota Denpasar dari tahun ke tahun menduduki peringkat kedua di antara Kabupaten/Kota se Bali. PAD Kota Denpasar yang tinggi ini sebagian besar disumbangkan oleh sektor pariwisata, berupa sektor Perdagangan, Hotel,dan Restoran, yang memang merupakan sektor potensial Kota ini. 5
Tabel 1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten / Kota se-bali Tahun 2003 2007 (Ribuan Rupiah) Kab/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2003 2004 2005 2006 2007 9.785,326 10.474,690 12.768,467 43.358,862 43.773,136 43.003,465 332.316,936 329.073,607 362.125,385 49.738,944 53.692,296 67.838,566 11.913,313 14.181,414 18.983,420 7.395,415 6.713,109 9.413,110 19.762,682 22.135,497 28.839,801 19.289,923 21.995,023 31.321,033 90.827,789 89.927,027 126.148,262 11.055,956 34.576,612 221.442,111 37.131,725 10.846,036 7.962,249 19.513,359 18.817,247 88.548,230 15.700,000 45.346,533 408.375,462 73.137,332 19.491,643 9.718,078 30.178,327 40.248,810 124.166,997 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2003-2007 Kontribusi sektor pariwisata, terutama dari penerimaan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) terhadap PAD kota Denpasar, dapat dilihat pada tabel 1.3. Tabel 1.3 Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran (PHR) terhadap PAD Kota Denpasar Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 PAD (Rupiah) 88.548.230.207,00 90.946.950.870,00 116.301.332.066,00 126.148.262.334,09 138.481.391.181,00 Pertumbuhan (%) -3,50 2,71 27,88 28,27 29,81 PHR (Rupiah) 29.250.648.552,00 31.111.462.739,00 49.557.409.245,00 41.573.057.533,00 55.763.397.730,00 Pertumbuhan (%) 0,95 0,63 1,92 1,59 1,98 Kontribusi (%) 33,034 34,208 42,611 32,956 40,268 Sumber : Dispenda Kota Denpasar, 2003-2007 Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa kontribusi pajak hotel dan restoran (PHR) terhadap PAD Kota Denpasar dari tahun ke tahun selalu berfluktuasi. Puncaknya pada tahun 2005, dimana konstribusi PHR terhadap PAD Kota Denpasar mencapai 42,611 persen. Kemudian pada tahun 2006 terjadi penurunan menjadi sebesar 32,956 persen hal ini dikarenakan maraknya isu-isu pengeboman kota-kota besar di Indonesia, sehingga banyak negara-negara melakukan Travel Warning yang menyebabkan berkurangnya wisatawan berkunjung ke Bali dan akan berpengaruh pada kontribusi PHR terhadap PAD, pada tahun 2007 6
kontribusi PHR terhadap PAD kembali mengalami peningkatan sebesar 40,268 persen. Pada tabel 1.3 juga dapat dilihat, bahwa pertumbuhan PAD Kota Denpasar dari tahun 2003-2007 mengalami fluktuasi, dimana untuk tahun 2003 pertumbuhanya sebesar -3,50 persen. Namun pada empat tahun berikutnya yaitu, tahun 2004-2007 mengalami peningkatan setiap tahun dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 29,81 persen. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kontribusi terbesar PAD Kota Denpasar adalah dari PHR, yang mana pertumbuhan PHR tahun 2003-2007 juga berfluktuasi, dimana pada tahun 2004 terjadi penurunan kontribusi PHR terhadap PAD sebesar 0,63 persen, dan Tahun 2007 kembali mengalami peningkatan sebesar 1,98 persen, hal ini diakibatkan sudah pulihnya stabilitas keamanan Provinsi Bali, dan maraknya isu-isu pengeboman kota-kota besar di Indonesia. Seharusnya dengan PAD Kota Denpasar yang tinggi pemerintah daerah dapat melaksanakan kegiatan pembangunan dengan lebih baik disemua wilayah kecamatan baik dari kecamatan Denpasar Utara sampai kecamatan Denpasar Selatan. Pasca tragedi bom Bali pada tahun 2002, sektor pariwisata menjadi andalan Kota Denpasar mengalami kelesuan, yang tentunya mempengaruhi PAD Kota Denpasar, dan pada akhirnya mempengaruhi perekonomian masyarakat secara keseluruhan. Ini berarti, bukan hanya sektor pariwisata saja yang harus menjadi sumber penerimaan daerah, sektor-sektor lainnya perlu juga dilihat dan dikembangkan menjadi sektor unggulan sesuai dengan potensi yang ada pada 7
masing-masing daerah. Menemukenali potensi unggulan dari suatu wilayah sangat penting dilakukan mengingat beranekaragamnya kegiatan ekonomi, baik dalam kegiatan sektor primer (sektor pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri dan pengolahan) dan sektor tersier ( pelayanan dan jasa). Apabila potensi unggulan suatu wilayah sudah diketahui sehingga untuk menentukan prioritas pembangunan dapat dilaksanakan secara lebih tepat. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok sebagai berikut : 1). Sektor manakah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Kota Denpasar? 2). Bagaimanakah menetukan prioritas pembangunan yang tepat di Kota Denpasar? 1.3. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah, tujuan penelitian adalah : 1). Untuk mengetahui sektor ekonomi yang potensial dikembangkan di Kota Denpasar. 2). Untuk menentukan prioritas pembangunan yang tepat di Kota Denpasar. 8
1.4. Kegunaan Penelitian. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1). Manfaat akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan analisis sektor potensial dalam menetukan prioritas pembangunan yang tepat di suatu wilayah. 2). Manfaat praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi bagi Pemerintah Kota Denpasar sebagai acuan atau pedoman dalam menetukan prioritas pembangunan di wilayahnya. 1.5..Sistematika Penyajian Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab dengan menguraikan sebagai berikut. BAB I Pendahuluan Bab ini secara ringkas menguraikan hal-hal yang sama yang memuat latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penyajian isi dan susunan skripsi. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan mengenai konsep dan landasan teoritis dari masalah yang dibahas. Konsep dan landasan teoritis yang dimaksud adalah mengenai teori titik pertumbuhan, pembangunan dan prioritas ekonomi daerah, pengembangan potensi wilayah, pengertian dan ruang 9
lingkup PDRB,. Disamping itu dilengkapi pula dengan penelitian sebelumnya yang dipergunakan sebagai landasan teori. BAB III Metode Penelitian Bab ini mengemukakan lokasi dan obyek penelitian, identifikasi variabel, jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, metode pengumpulan data serta teknik analisis data. BAB IV Hasil dan Pembahasan Merupakan bab yang menguraikan tentang gambaran umum daerah penelitian serta pembahasan hasil penelitian yaitu dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Model Ratio Pertumbuhan (MRP), Location Quetient (LQ), dan Overlay untuk mengetahui sektor potensial disuatu wilayah. BAB V Simpulan dan Saran Simpulan dan saran merupakan bab terakhir sekaligus merupakan bab penutup dari penelitian ini, dimana simpulan ini menguraikan tentang hasil yang diperoleh dalam pembahasan sedangkan saran merupakan rangkuman yang diambil dari simpulan yang diperoleh yang nantinya dapat dipergunakan oleh pihak lain yang berkepentingan. 10