Bab II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masingmasing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mereka untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. serta kualitas pelayanan kesehatan (Majumdar, et al., 1998; Steinert, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. medical error antara % dari jumlah pasien dengan %. Medical

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi pada penampilan yang bisa digunakan untuk menilai kompetensi klinik

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena yang terjadi saat ini menunjukan bahwa peran masing-masing

BAB I PENDAHULUAN orang meninggal pertahun akibat medication error. Medication error

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional yang berbasis silo dimana setiap tenaga kesehatan tidak mempunyai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

MODUL KETRAMPILAN KOMUNIKASI INTER-PROFESI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter yang. sebagai bekal untuk belajar sepanjang hayat (Konsil Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, di Amerika Serikat penyebab kematian nomer tiga pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organization (WHO) menyatakan setiap menit seorang wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebuah rekomendasi dari WHO (2010) yang bertema Framework For Action On

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadikan perawat sebagai satu-satunya profesi dengan intensitas

BAB I PENDAHULUAN. bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan Kefarmasian harus dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta (UMY). Semua responden adalah mahasiswa tahap klinik (coass)

BAB I PENDAHULUAN. tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terfragmentasi dan kebutuhan kesehatan masyarakat tidak terpenuhi. Tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan proses penting dari perubahan. perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB V EVALUASI KEBERHASILAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2000). Untuk hasil r hitung pada penelitian dapat dilihat pada kolom Corrected

BAB I PENDAHULUAN. kerawanan terjadi kesalahan medik (medical error). Kasus kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan keterkaitan antara kategori attachment, patient-centered

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. antar profesi kesehatan (IPE) pada bulan September 2013 setelah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PSIK FK UMY) menggunakan

LAMPIRAN. PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama :

IDENTIFIKASI PERAN STAF EDUKASI YANG DIBUTUHKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU DALAM RANGKA PELAKSANAAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan di era global. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta (FKIK UMY) telah menggunakan beberapa metode pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin. Tim pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan SK Mendiknas No. 323/U/2002 tentang kurikulum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (instrumen) yang digunakan memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik sehingga

BAB I PENDAHULUAN I.A.

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018

Keterampilan Komunikasi dalam Pendidikan Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari

Emiliana Tarigan Staf Pengajar STIK Sint Carolus Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Skills Lab merupakan tempat mahasiswa dapat. melatih keterampilan medis untuk mencapai kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif non-eksperimental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

BAB I PENDAHULUAN. manajemen waktu dapat dilakukan dengan metode Problem Based. pendekatan SCL adalah metode pembelajaran dengan Problem Based

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling

INTERPROFESIONAL EDUCATION DALAM PANDANGAN DOKTER GIGI. Oleh : drg Laelia Dwi Anggraini, SpKGA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi lebih

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pendidikan keterampilan klinik di Laboratorium. Keterampilan Klinik (Skills laboratory atau disingkat

PEMBELAJARAN ILMU FARMASI KEDOKTERAN DI FK UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI. Oentarini Tjandra

Prodi kedokteran FK UNS Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge.

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain itu, kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning) harus

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penilaian pada aspek pengetahuan (Khalidatunnur dkk, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan klinik (clinical skills) pada profesi kedokteran merupakan hal

BAB IV HASIL PENELITIAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. corrected item-total correlation yang lebih besar dari 0,349 angka

kedokteran keluarga, salah satunya adalah patient centered care. Dalam

SMART PHARMACY ADVANCING PHARMACY PRACTICE AND EDUCATION IN INDONESIA KUTA - BALI, APRIL 2018 TRAIN-THE-TRAINER WORKSHOP

Di Ajukan Oleh: Prof. DR. Arif Sumantri, Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep., MNS Ns. Azizah Khoiriyati, S.Kep., M.Kep.

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah (problem solving skill) serta berfokus pada mahasiswa

Interprofessional Education: Sebuah Ulasan Singkat. Zakka Zayd Zhullatullah Jayadisastra. Staff Kajian Medical Education and Profession (MEP) ISMKI

Draft Naskah Akademik Pengembangan Staf Dosen Pendidik Klinis Menggunakan Metode e-learning. Perkembangan jumlah institusi pendidikan kedokteran,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejak dua dekade yang lalu (Wynia et al., 1999). Banyak hal yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memicu perubahan kurikulum dan semua perangkat kerjanya termasuk sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan individual discovery, proses pembelajaran yang sebelumnya lebih

BAB I PENDAHULUAN. keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi tindakan

Softskill, Kurikulum, Dosen, dan Mahasiswa. Bertalya Universitas Gunadarma

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

Transkripsi:

Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau lebih profesi belajar dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan. Menurut American College of Clinical Pharmacy (ACCP, 2009), IPE merupakan pendekatan proses pendidikan dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda berkolaborasi dalam proses belajar-mengajar dengan tujuan untuk membina interdisipliner/interaksi interprofessional yang meningkatkan praktek disiplin masingmasing. Menurut Cochrane Collaboration, IPE terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa profesi kesehatan yang berbeda melaksanakan pembelajaran interaktif bersama dengan tujuan untuk meningkatkan kolaborasi interprofessional dan meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan pasien. b. Tujuan IPE Secara umum IPE bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk berkolaborasi dengan 11

12 baik saat proses perawatan pasien. Proses perawatan pasien secara interprofessional akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan kepuasan pasien. WHO (2010) juga menekankan pentingnya penerapan kurikulum IPE dalam meningkatkan hasil perawatan pasien. Menurut Cooper (2001) tujuan pelaksanaan IPE antara lain: 1) Meningkatkan pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama. 2) Membina kerjasama yang kompeten. 3) Membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien. 4) Meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif. c. Aplikasi Konsep Kurikulum IPE. Kurikulum IPE tidak dapat dipisahkan dari bagian kolaborasi interprofessional. Interprofessional education dapat meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, sklill, attitude dan perilaku terhadap kolaborasi interprofesi. Hal tersebut akan membuat tenaga kesehatan lebih mengutamakan bekerjasama dalam melakukan perawatan pada pasien.

13 Tabel 2. Kompetensi untuk IPE (ACCP, 2009). No. KOMPETENSI UTAMA IPE KOMPONEN KOMPETENSI IPE 1 Kompetensi pengetahuan Strategi koordinasi Model berbagi tugas/pengkajian situasi Kebiasaan karakter bekerja dalam tim Pengetahuan terhadap tujuan tim Tanggung jawab yang spesifik 2 Kompetensi keterampilan (skill) Pemantauan kerja bersama-sama Fleksibilitas/penyesuaian Dukungan perilaku/perilaku saling mendukung Kepemimpinan tim Pemecahan konflik Umpan balik Komunikasi/pertukaran informasi 3 Kompetensi sikap (attitude) Orientasi tim Kemajuan bersama Berbagi pandangan/tujuan 4 Kompetensi kemampuan tim Kepaduan tim Saling percaya Orientasi bersama Kepentingan bekerja tim d. Metode Pembelajaran IPE 1) Kuliah klasikal IPE dapat diterapkan pada mahasiswa menggunakan metode pembelajaran berupa kuliah klasikal. Setting perkuliahan melibatkan beberapa pengajar dari berbagai disiplin ilmu (team teaching) dan melibatkan mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum terintegrasi dari berbagai profesi kesehatan. Kuliah dapat berupa sharing keilmuan terhadap suatu masalah atau materi yang sedang dibahas.

14 2) Kuliah Tutorial (PBL) Setting kuliah tutorial dapat dilakukan dengan diskusi kelompok kecil yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan. Mereka membahas suatu masalah dan mencoba mengindentifikasi dan mencari penyelesaian dari masalah yang dihadapi. Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi. Dosen berupa team teaching dari berbagai profesi dan bertugas sebagai fasilitator dalam diskusi tersebut. 3) Kuliah Laboratorium Kuliah laboratorium dilaksanakan pada tatanan laboratorium. Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan. 4) Kuliah Skills Laboratorium Skills Laboratorium merupakan metode yang baik bagi IPE karena dapat mensimulasikan bagaimana penerapan IPE secara lebih nyata. Dalam pembelajaran skills laboratorium, mahasiswa dapat mempraktekkan cara berkolaborasi dengan mahasiswa dari berbagai profesi dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien. 5) Kuliah Profesi/Klinis-Lapangan Pendidikan profesi merupakan pendidikan yang dilakukan di rumah sakit dan di komunitas. Pada pendidikan

15 profesi mahasiswa dihadapkan pada situasi nyata di lapangan untuk memberikan pelayanan kepada pasien nyata. Melalui pendidikan profesi, mahasiswa dapat dilatih untuk berkolaborasi dengan mahasiswa profesi lain dalam kurikulum IPE. 2. Interprofessional Communication a. Definisi komunikasi interprofesi Komunikasi atau communication menurut bahasa inggris adalah bertukar pikiran, opini, informasi melalui perkataan, tulisan ataupun tanda-tanda (Hornby dkk., 2007). Komunikasi interprofesi adalah bentuk interaksi untuk bertukar pikiran, opini dan informasi yang melibatkan dua profesi atau lebih dalam upaya untuk menjalin kolaborasi interprofesi. b. Manfaat komunikasi interprofesi Komunikasi interprofesi yang sehat menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, berbagai ide, dan pengambilan keputusan bersama (Potter & Perry, 2005). Bila komunikasi tidak efektif terjadi di antara profesi kesehatan, keselamatan pasien menjadi taruhannya. Beberapa alasan yang dapat terjadi yaitu kurangnya informasi yang kritis, salah mempersepsikan informasi, perintah yang tidak jelas melalui telepon, dan melewatkan perubahan status atau informasi (O Daniel and Rosenstein, 2008).

16 c. Faktor yang mempengaruhi komunikasi interprofesi Menurut Potter dan Perry (2005) keefektifan komunikasi interprofesi dipengaruhi oleh: 1) Persepsi yaitu suatu pandangan pribadi atas hal-hal yang telah terjadi. Persepsi terbentuk apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan persepsi antar profesi yang berinteraksi akan menimbulkan kendala dalam komunikasi 2) Lingkungan yang nyaman membuat seseorang cenderung dapat berkomunikasi dengan baik. Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapat membuat kebingunan, ketegangan atau ketidaknyamanan 3) Pengetahuan yaitu suatu wawasan akan suatu hal. Komunikasi interprofesi dapat menjadi sulit ketika lawan bicara kita memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Keadaan seperti ini akan menimbulkan feedback negatif, yaitu pesan menjadi akan tidak jelas jika kata-kata yang digunakan tidak dikenal oleh pendengar. d. Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interprofesi Menurut Wagner (2011), IPE merupakan langkah yang penting untuk dilakukan karena melalui IPE, mahasiswa dapat melatih kemampuan komunikasi interprofesi pada situasi yang tidak membahayakan pasien tetapi tetap mencerminkan situasi yang mendekati situasi nyata. Kebutuhan akan strategi

17 pembelajaran untuk meningkatkan komunikasi interprofesi berkembang. Oleh karena itu, pendidik diharapkan mampu mengembangkan metode dan strategi pembelajaran yang menggabungkan kemampuan komunikasi dan budaya pasien serta keterampilan teknis sejak tahap akademik (Mitchell, 2010). Salah satu model IPE yang dapat diterapkan adalah simulasi IPE. Melalui simulasi IPE tersebut mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam berkomunikasi dengan profesi yang lain. Selain itu mahasiswa juga lebih percaya diri untuk berkomunikasi dengan profesi yang lain ketika berkolaborasi dengan profesi yang lain karena mahasiswa sudah memiliki bekal pengalaman sebelumnya. Wagner (2011) menjelaskan dalam penelitiannya yang berjudul Developing Interprofessional Communication Skills bahwa simulasi IPE sangat efektif dan diterima dengan baik sebagai inovasi dalam pembelajaran mahasiswa kesehatan. Simulasi tersebut merupakan langkah awal menuju pengembangan budaya yang menumbuhkan kerja sama tim interprofessional dalam perawatan kesehatan. Selain itu, simulasi tersebut adalah cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui pengembangan kolaborasi interprofesi, karena memberikan kesempatan setiap kelompok untuk belajar berinteraksi dengan profesi yang lain.

18 Berikut ini adalah karakter dalam komunikasi interprofesi kesehatan yang kami temukan melalui serangkaian penelitian ilmiah bersama dengan profesi dokter, perawat, apoteker dan gizi kesehatan dan telah mendapatkan validasi oleh pakar komunikasi dari Indonesia maupun Eropa (Claramita, dkk., 2012): 1) Mampu menghormati (Respect) tugas, peran dan tanggung jawab profesi kesehatan lain, yang dilandasi kesadaran/sikap masing-masing pihak bahwa setiap profesi kesehatan dibutuhkan untuk saling bekerjasama demi keselamatan pasien (Patient-safety) dan keselamatan petugas kesehatan (Providersafety). 2) Membina hubungan komunikasi dengan prinsip kesetaraan antar profesi kesehatan. 3) Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antar petugas kesehatan yang berbeda profesi. 4) Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersama profesi kesehatan lain. 5) Pembahasan mengenai masalah pasien dengan tujuan keselamatan pasien bisa dilakukan antar individu ataupun antar kelompok profesi kesehatan yang berbeda. 6) Mampu menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi kesehatan yang lain.

19 7) Mampu membicarakan dengan profesi kesehatan yang lain mengenai proses pengobatan (termasuk alternatif/tradisional). 8) Informasi yang bersifat komplimenter/saling melengkapi: kemampuan untuk berbagi informasi yang appropriate dengan petugas kesehatan dari profesi yang berbeda (baik tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal). 9) Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antar profesi kesehatan sesuai dengan tugas, peran dan fungsi profesi masing-masing. 10) Negosiasi: Kemampuan untuk mencapai persetujuan bersama antar profesi kesehatan mengenai masalah kesehatan pasien. 11) Kolaborasi: Kemampuan bekerja sama dengan petugas kesehatan dari profesi yang lain dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien. 3. Nilai Tutorial Assessment memegang peran penting dalam proses pendidikan kedokteran, dalam kehidupan mahasiswa kedokteran dan dalam lingkup sosial yaitu adanya sertifikasi kompetensi dokter yang akan merawat pasien. Masyarakat akan menilai kualitas dokter lulusan institusi pendidikan kedokteran (Shumway & Harden, 2003). Berdasarkan tingkat kompetensi dalam Piramid Miller, ada beberapa metode ujian yang dapat dipergunakan. Berikut adalah

20 gambar piramid Miller beserta jenis uji yang dapat dipergunakan sebagai referensi. Gambar 1. Piramida miller dan bentuk assessment (Miller, 1990). Merujuk pada piramid Miller maka pada tahap pendidikan sarjana diterapkan metode assessment MCQs (Multiple Choise Questions) untuk penilain Knowledge dan OSCE (Objective Structural Clinical Examination) untuk penilaian Skills Lab. Pada Pendidikan tahap klinik metode assessment yang digunakan lebih diutamakan berdasarkan observasi langsung di tempat kerja dan saat bedside teaching. Tanpa observasi langsung, pembimbing tidak dapat memperoleh data yang akurat untuk memberikan feedback. Metode assessment yang dapat digunakan dalam pendidikan klinik diantaranya adalah OSCE, DOPs (Direct Observasional Procedural Skill), Mini- CEX untuk ujian keterampilan klinik dan MCQ, Ujian Oral terstruktur, CbD (Case based Discussion) untuk ujian knowledge. Dalam proses tutorial, mahasiswa bersama-sama dengan tutor melakukan pemahaman dan pencarian pengetahuan yang tersimpan di

21 dalam masalah yang tersaji di dalam modul (skenario) melalui langkah-langkah terstruktur guna mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan maupun tujuan belajar yang lebih dari itu (Harsono, 2004). Tujuan dari dihadapkannya mahasiswa pada skenario yang berisi masalah-masalah adalah untuk memacu mahasiswa untuk mendapatkan informasi ilmiah. 4. Mahasiswa Profesi Menurut KBBI mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa adalah semua peserta didik yang mengikuti program pendidikan dan memiliki kartu mahasiswa sebagai tanda pengenal dan nomor induk (Depkes cit, Monika, 2008). Mahasiswa profesi adalah mahasiswa yang telah lulus Sarjana (S1) dan melanjutkan pendidikannnya untuk mendapatkan gelar sesuai profesi masing-masing. Menurut penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15, pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. 5. Hubungan Komunikasi Interprofesi dengan Tutorial Pembelajaran IPE menggunakan metode tutorial mengintegrasikan berbagai profesi kesehatan. Metode IPE melalui diskusi tutorial tersebut berpusat pada berbagai aspek peran profesi kesehatan dan komunikasi antara dokter, tenaga keperawatan serta

22 pasien dalam setting managemen perawatan. Mitchell (2010) menjelaskan dalam penelitiannya yang berjudul Innovation In Learning An Interprofessional Approach To Improving Communication bahwa tutorial sangat efektif untuk memberikan kesadaran akan pentingnya kolaborasi tim interprofesi dalam perawatan pasien. Selain itu, diskusi yang terjadi selama tutorial dengan profesi yang lain dapat melatih mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interprofesi. Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga kesehatan dari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error, sehingga perlu adanya kurikulum pembelajaran IPE yang mampu melatih kemampuan mahasiswa dalam sebuah kolaborasi interprofesi.

23 B. Kerangka Teori Nilai tutorial Gambar 2. Kerangka teori hubungan antara kemampuan komunikasi interprofesi dengan nilai tutorial mahasiswa profesi kesehatan FKIK UMY (buku acuan umum-cfhc IPE, 2014); (WHO, 2010); (ACCP, 2009).

24 C. Kerangka Konsep Variabel bebas Interprofessional Communication Variabel terikat Nilai tutorial Faktor-faktor lain: 1.Gaya belajar 2.Motivasi belajar 3.Lingkungan Keterangan: : variabel yang diteliti : variabel lain yang tidak diteliti Gambar 3. Kerangka konsep hubungan antara kemampuan komunikasi interprofesi dengan nilai tutorial mahasiswa profesi kesehatan FKIK UMY.

25 D. Hipotesis H 0 : Tidak terdapat hubungan antara kemampuan komunikasi interprofesi dengan nilai tutorial mahasiswa profesi kesehatan FKIK UMY. H 1 : Terdapat hubungan antara kemampuan komunikasi interprofesi dengan nilai tutorial mahasiswa profesi kesehatan FKIK UMY.