1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena melalui pajak pemerintah dapat membiayai pengeluaran negara yang bersifat pembangunan jangka panjang maupun membiayai pengeluaran rutin. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk iuran masyarakat adalah pajak. Sebagai salah satu unsur penerimaan negara, pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintahan. Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak ternyata merupakan salah satu penerimaan terbesar negara. Dari tahu ketahun terlihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan memberi andil besar dalam penerimaan negara. Peningkatan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak adalah sesuatu yang wajar secara logis jumlah pembayaran pajak dari tahun ketahun akan semakin banyak sejalan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dan kesejahteraan masyarakat. ( Judisenno 1993 : 94 )
2 Sumber-sumber penerimaan negara pada dsarnya dapat dikelompokkan dalam delapan sektor yaitu pajak, kekayaan alam, bea dan cukai, Retribusi, Iuran, Sumbangan, Laba dari Badan Usaha Milik Negara, dan sumber-sumber lainnya ( Suandy, 2011 : 2) Sebagai penerimaan negara yang selama ini diandalkan, tentunya sektor pajak diupayakan agar terus meningkat, satu sisi penerimaan negara terus diupayakan meningkat, sedangkan disisi lain harus ada penghematan pembiayaan. Hal tersebut menjadikan tugas penerimaan pajak semakin berat dan baik dengan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi. Salah satu tugas besar intensifikasi adalah pencairan tunggakan pajak. Agar pencairan tunggakan pajak dapat dicapai sesuai target yang ditetapkan kantor pusat per kanwil maka upaya intensifikasi kegiatan pajak harus dilakukan secara terpadu sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Dari berbagai sumber-sumber penerimaan negara, penerimaan dari sektor perpajakan merupakan penopang terbesar terhadap jumlah total pendapatan negara. Menyadari pentingnya pajak sebagai sumber terbesar pada penerimaan negara, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak berupaya mengoptimalkan sektor perpajakan. Kondisi perpajakan menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarkan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam penerimaan negara yang kondisinya dinamis sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan sosial ekonominya. pajak secara garis besar dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu pajak pusat
3 dan pajak daerah. pajak baik yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah merupakan penerimaan yang dominan bagi terselenggaranya pemerintahan, penyedia barang dan jasa publik, pemeliharaan dan peningkatannya serta penyelesaian berbagai masalah lainnya. Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan membutuhkan dana cukup besar. Dana tersebut selain diperoleh dari Pusat juga dari hasil Pendapatan Asli Daerah Sendiri, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah Daerah dapat menggali penerimaannya dari berbagai sumber terutama yang bersumber dari daerah sendiri maupun sumbangan dari Pemerintah Pusat. Hal ini sejalan dengan upaya menegakkan kemandirian pembiayaan pembangunan melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Khususnya untuk pajak bumi dan bangunan sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2000. Menurut Suandy (2002:61) pengertian Pajak Bumi dan Bangunan adalah : Pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi / tanah / dan bangunan keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak. Dalam wewenang yang diberikan kepada pemerintah daerah salah satunya adalah pengolahan pajak bumi dan bangunan. dimana sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan berbeda dengan sistem pemungutan pajak lainnya yaitu Official Assessment system yang dalam penentuan jumlah pajak terhutangnya ditentukan oleh aparatur pajak. Pajak Bumi dan Bangunan yang pelaksanaannya
4 didasarkan pada Undang-undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994, yang menjadi Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, dan pertambangan. Dan yang menjadi Subjek PBB menurut Undang-undang No.12 Tahun 1994 adalah Orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau bangunan memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, dan atau menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dalam penyelesaian atau pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan yang setiap tahunnya dituntut untuk dapat selesai/lunas tepat waktu yang berkoordinasi dengan kelurahan sekitarnya. Dalam berbagai fenomena ada permasalahan-permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah masih banyaknya tunggakan dari tingkat kelurahan sampai tingkat kecamatan, sehingga sulitnya mencapai realisasi yang ada karena terlalu banyaknya tunggakan PBB yang belum dibayar oleh wajib pajak serta adanya pemasalahan dalam penyampaian STP tidak bisa diberikan kepada wajib pajak. Sehingga menimbulkan tunggakan pajak PBB yang jumlahnya cukup besar. Penelitian Ningsih (2006 : 96) menjelaskan mengenai kepatuhan wajib pajak dalam kegiatan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dikarenakan adanya 2 (dua) faktor dari segi internal maupun segi eksternal. Dari segi internal diantaranya karena kelalaian, malasnya wajib pajak dalam memenuhi tanggung jawabnya dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan dari segi
5 internalnya adalah kurangnya penyuluhan dan terbatasnya sumber daya manusia dan informasi yang dilakukan petugas pajak kepada wajib pajak, dan juga adanya masalah karena wajib pajak tidak bisa dilacak keberadaannya oleh petugas pajak atau fiskus, selain itu kurangnya sistem yang digunakan petugas pajak yang tidak bersifat aktif melainkan bersifat pasif. Salah satu upaya yang telah dilakukan dalam menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak yang lebih besar adalah pembaruan peraturan, kebijakan dan administrasi perpajakan yang dilaksanakan secara terus menerus, bertahap dan berkelanjutan. Definisi tunggakan pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (resmi, 2003:20). Tunggakan pajak timbul ketika fiskus menerbitkan Surat ketetapan pajak. Surat ketetapan pajak tersebut selain sebagai sarana adminitrasi dalam pelaksanaan penagihan pajak, juga sebagai dasar pelaksanaan penagihan pajak sebagaimana disebutkan dalam UU Republik Indonesia No 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum perpajakan. Penagihan pajak merupakan perbuatan yang dilakukan oleh Direktur Jendral Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi Undang-Undang khususnya mengenai pembayaran pajak. Penagihan pajak dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu penagihan pasif dan penagihan aktif. Penagihan pasif adalah ketika fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak sampai dengan jatuh tempo selama 30 hari. Tindakan Penagihan yang dimulai sejak penyampaian surat ketetapan yang berupa Surat Tagihan Pajak
6 (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT). Dalam penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan dilakukan hanya sebatas Pengihan pasif saja, sedangkan penagihan aktif belum berjalan efektif. Tabel 1.1 Ketetapan dan Realisasi PBB Objek Pajak Pedesaan dan Perkotaan Tahun Jumlah WP yang target realisasi sisa Persentase tedaftar 2013 429.219 9.428.990.991 5.294.334.989 4.055.506.210 56,15% 2014 479.624 9.456.805.090 5.242.551.264 4.311.64.620 55,44% Sumber : DPPKAD Kabupaten Bandung Barat Berdasarkan laporan tersebut terdapat kesenjangan yang cukup signifikan antara Target Penerimaan Pajak dengan Realisasinya. Sehingga diperoleh persentase jumlah penerimaan pajak yang masih rendah. Pemindahan Pengeloaan Pajak Bumi dan Bangungan yang diserahkan Kepada Dispenda Kabupaten Bandung Barat dan baru berjalan selama tiga tahun mencerminkan keprihatianan kesadaran wajib pajak untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Kesenjangan yang cukup signifikan antara Target penerimaan pajak dengan realisasinya disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Dalam menangapi hal tersebut pemerintah telah melakukan berbagai alternatif masalah diantanya dengan melakukan penyuluhan pajak besar-besaran kepada masyarakat dan penagihan pajak dengan menyampaikan Surat
7 Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Namun dalam kenyataannya, optimalisasi penerimaan pajak masih terhalang oleh berbagai kendala. Dari fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penagihan PBB terhadap penerimaan pajak. Dengan demikian, penelitian ini penulis beri judul Pengaruh Efektivitas Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah (penelitian pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat) 1.2 Identifikasi masalah Peneliti mengidentifikasi masalah yang terjadi mengenai efektivitas penagihan PBB terhadap penerimaan Pajak daerah, diantaranya adalah 1. Bagaimana efektivitas penagihan PBB pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014-2015 2. Bagaimana penerimaan PBB pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat. Tahun 2014-2015 3. Seberapa besar Pengaruh Efektivitas Penagihan PBB terhadap Penerimaan PBB pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014-2015
8 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas penagihan PBB pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014-2015. 2. Untuk mengetahui penerimaan PBB pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014-2015. 3. Untuk mengetahui Seberapa besar Pengaruh Efektivitas Penagihan PBB terhadap Penerimaan PBB pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014-2015. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian pengaruh efektivitas penagihan PBB terhadap penerimaan pajak dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung. 1.4.1 Kegunaan Praktis Dalam hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan mampu memcahkan masalah yang berkaitan dengan pengaruh penyuluhan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Dan masalah-
9 masalah yang ada dapat terselesaikan sehingga pajak dapat berjalan seefektif mungkin. 1.4.2 Kegunaan akademik 1. Bagi Penulis Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah untuk menambah wawasan penulis terhadap pemahaman mengenai perpajakan, kepatuhan wajib pajak, dan pentingnya penyuluhan pajak dalam perpajakan. 2. Bagi Peneliti Lain Diharapkan penelitian yang penulis buat dapat menjadi masukan dalam pembuatan penelitian-penelitian selanjutnya. Dan dapat bermanfaat bagi pembaca mengenai pengaruh pajak hotel terhadap peningkatan pendapatan daerah. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dimana penulis memperoleh serta mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan yaitu pada kantor Dispenda Kabupaten Bandung adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan Januari 2016.