BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberculosis. Penularan penyakit ini adalah melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru pada saat penderita batuk, bersin, menyanyi atau berbicara, butir butir air ludah (droplet) akan berterbangan di udara dan terhisap oleh orang yang sehat sehingga masuk ke dalam paru (Aditama, 1994). Indonesia merupakan penyumbang penyakit tuberkulosis ketiga di dunia setelah India dan Cina dari tahun 1999 sampai 2008, namun pada tahun 2009 berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) Indonesia menjadi peringkat kelima terbesar kasus insiden penyakit TBC di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (dalam http://www.ppti.info/index.php/component/content/article/46- arsip-ppti/141-tbc-di-indonesia-peringkat-5-dunia. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2011). 1
Global Report WHO (2010) mencatat bahwa pada tahun 2009, jumlah penderita TB di Indonesia mencapai 294.731 kasus. Sementara itu, menurut Laporan Subdit Departemen Kesehatan RI (2010) terjadi penurunan yang cukup signifikan pada penjaringan angka suspek (dicurigai) berdasarkan pemeriksaan dahak pada 100.000 penduduk. Pada tahun 2009, terdapat 687 orang penjaringan angka suspek, sedangkan pada tahun 2010, jumlah ini menurun hingga 167 orang (Situasi epidemiologi tb di Indonesia 2011 (dalam http://tbindonesia.or.id/pdf/data tb 1 2010.pdf. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2011). Pada akhir tahun 2010, penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Indonesia mengalami penurunan yang sangat baik ditandai dengan tercapainya target indikator utama (penemuan dan keberhasilan pengobatan). Indonesia telah mencapai target 77,3% untuk penemuan kasus baru dari yang ditargetkan oleh pemerintah yaitu sebesar 70%, kemudian keberhasilan pengobatan dari yang ditargetkan oleh pemerintah sebesar 85%, keberhasilan pengobatannya mencapai 89,7%. Kemajuan juga terjadi dalam penurunan angka kematian dan angka kesakitan. Pada tahun 2009, tercatat 528.063 kasus baru TB dengan jumlah angka kematian 91.369, sedangkan pada tahun 2010, tercatat 2
430.000 kasus baru TB dengan jumlah angka kematian 61.000 orang (dalam http://wartapedia.com/kesehatan/medis/2699-tuberkulosisangka-kematian-2010-turun-61-ribu-orang.html. Diakses pada tanggal 13 Agustus 2011). Pada penjaringan angka suspek dari tahun 2009 sampai 2010, Propinsi Jawa Tengah mengalami penurunan penjaringan angka suspek yaitu sebanyak 42 kasus. Pada tahun 2009 penjaringan angka suspek yaitu sebanyak 186 orang sedangkan pada tahun 2010 penjaringan angka suspek yaitu sebanyak 144 orang (Situasi epidemiologi tb di Indonesia 2011 dalam http://tbindonesia.or.id/pdf/data tb 1 2010.pdf. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2011). Berdasarkan data dari Salatiga Dalam Angka (2009:116) pada tahun 2009 di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan, penyakit penyebab kematian setiap bulannya menempatkan penyakit paru sebagai penyebab kematian pertama dengan jumlah kematian sebanyak 126 jiwa, disusul penyakit jantung sebanyak 96 jiwa dan penyakit kanker sebanyak 9 jiwa. Meskipun pada beberapa dekade terakhir ini terjadi penurunan insiden angka penderita Tuberkulosis di Indonesia, namun masih adanya kegagalan dalam pengobatan penderita 3
Tuberkulosis membawa dampak negatif pada kesehatan masyarakat dan keberhasilan pencapaian program, karena masih memberi peluang terjadinya penularan penyakit Tuberkulosis pada anggota keluarga dan masyarakat (Amiruddin, 2006). Pada tahun 2009, angka keberhasilan pengobatan (succes rate) di Indonesia telah mencapai 91%, sehingga terdapat 9% angka kegagalan dalam pengobatan, sedangkan pada tahun 2010 keberhasilan pengobatannya mencapai 89,7% sehingga terdapat 10,3% angka kegagalan dalam pengobatan (dalam http://www.penyakitmenular.info/def_menu.asp?menuid=1&m enutype=1&subid=10&detid=1131 Diakses pada tanggal 19 Agustus 2011). Pada kenyataannya penanganan kasus Tuberkulosis di Indonesia tidak mudah, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan penderita Tuberkulosis, seperti kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat, lamanya pengobatan dan jenis obat yang cukup banyak, daya tahan tubuh, serta faktor sosial ekonomi juga sangat berperan penting (Situmeang, 2004). Kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat menjadi faktor yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam 4
pengobatan Tuberkulosis, karena pengobatan dan penyembuhan penyakit Tuberkulosis membutuhkan waktu yang cukup lama. Kepatuhan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu; faktor pasien diantaranya umur, jenis kelamin, suku / RAS dapat mempengaruhi pasien menyelesaikan pengobatan; faktor terapi yaitu banyaknya obat yang harus diminum dan lamanya pengobatan, serta daya tahan tubuh dapat mempengaruhi pengobatan; faktor sistem layanan kesehatan yaitu empati dan sikap dari petugas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan pada pasien dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan; faktor lingkungan yaitu anggota keluarga dalam memberikan dukungan kepada pasien dapat mempengaruhi pengobatan dan; faktor sosial ekonomi yaitu dukungan sosial dan kehidupan yang kurang mapan dapat mempengaruhi pengobatan pasien (Badan POM RI, 2006 : 23). Salah satu faktor yang menjadi faktor penting dalam kepatuhan dari kelima faktor di atas adalah faktor pasien. Aditama (1994) menegaskan bahwa kepatuhan pasien penderita Tuberkulosis dalam menjalankan pengobatan sangat penting karena jika pengobatan tidak tuntas dapat 5
menyebabkan kuman resisten akan obat. Oleh sebab itu seharusnya kepada pasien atau penderita yang sedang sakit atau mengalami suatu penyakit bukan hanya masalah fisik saja yang ditangani tetapi lebih luas daripada itu yaitu menyangkut masalah biologis, psikologis, sosial dan spiritualnya (Potter Perry, 2005 : 565). Kebutuhan spiritual juga berperan penting dalam proses kesembuhan pasien selain kebutuhan biologis, psikologis dan sosial pasien, karena kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Spiritualitas bukan hanya mencakup hubungannya dengan Tuhan tetapi juga bagaimana hubungannya dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam,dan Tuhan (Dossey Guazetta dalam Jeanny, 2010). Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Pengaruh spiritualitas terutama sangat penting selama periode sakit, ketika penyakit, kehilangan, atau nyeri mempengaruhi seseorang maka energi 6
orang tersebut akan menipis, dan spirit orang tersebut terpengaruhi, sehingga hal ini mempengaruhi motivasi untuk sembuh dan berpartisipasi dalam penyembuhan (Potter Perry, 2005 : 565). Penelitian tentang penyakit Tuberkulosis dan kepatuhan dalam melakukan pengobatan ini sudah banyak dilakukan oleh peneliti peneliti sebelumnya, diantaranya yaitu oleh Fadlul (2000), meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi kesembuhan penderita penyakit Tuberkulosis setelah pengobatan jangka pendek (6 bulan) di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa faktor resiko yang mempengaruhi kesembuhan adalah jarak rumah penderita dengan puskesmas. Nugroho (2002), meneliti tentang pola perawatan penderita Tuberkulosis paru di lingkungan keluarga selama pengobatan fase jangka pendek 6 bulan di Puskesmas di kota Yogyakarta dengan hasil penelitian pola perawatan penderita Tuberkulosis paru di lingkungan keluarga secara keseluruhan, yang menunjukkan kriteria baik adalah perawatan pada masalah psikososial dan pemantauan pengobatan penderita. Sementara untuk perawatan mengenai penataan lingkungan rumah, pemenuhan kebutuhan rasa nyaman, masalah 7
pernapasan, dan pemenuhan kebutuhan aktivitas istirahat masuk kriteria cukup baik. Fajarwati (2005), meneliti tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap penderita Tuberkulosis paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) di Surakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan sikap penderita Tuberkulosis. Sukamto (2002), meneliti tentang hubugan kinerja PMO (Pengawas Menelan Obat) dengan hasil pengobatan penderita TB Paru tahap intensif dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) di Kota Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitiannya adalah kinerja PMO mempunyai hubungan yang bermakna dengan hasil pengobatan tahap intensif kinerja PMO dipengaruhi oleh pengetahuan PMO dan hubungan keluarga dengan penderita. Mucksin (2008), meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat pada penderita TBC paru yang mengalami konversi di kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna secara statistik antara keteraturan minum obat pada penderita TBC paru yang ada PMO dibandingkan dengan yang tidak ada PMO. Penderita yang mempunyai PMO lebih besar untuk menjadi teratur dalam minum OAT 8
(Obat Anti Tuberkulosis) dibandingkan dengan penderita yang tidak mempunyai PMO. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas, peneliti melihat bahwa penelitianpenelitian di atas lebih mengarah pada faktor eksternal penderita Tuberkulosis dan kurang mengarah pada faktor internal penderita Tuberkulosis terutama mengenai kebutuhan spiritualitas penderita Tuberkulosis. Dalam penelitian ini, peneliti memilih penderita Tuberkulosis yang sedang menjalankan pengobatan rawat jalan yaitu agar peneliti bisa lebih menggali informasi tentang aspek spiritualitas dan kepatuhan penderita Tuberkulosis yang menjalankan pengobatan rawat jalan. Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Aspek Spiritualitas Terhadap Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Dalam Menjalankan Pengobatan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.2 Identifikasi Masalah Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit menular yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan kematian. Global Report WHO (2010), mencatat jumlah penderita TB di Indonesia pada tahun 2009, 9
sebanyak 294.731 kasus. Penyakit Tuberkulosis ini merupakan penyakit yang menular, pengobatan yang baik dan benar merupakan kunci utama kesembuhan penderita Tuberkulosis. Menurut Situmeang (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan penderita Tuberkulosis seperti, kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat, lamanya pengobatan dan jenis obat yang cukup banyak, daya tahan tubuh, serta faktor sosial ekonomi. Faktor kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat menjadi faktor yang sangat penting dalam proses kesembuhan, terkait dengan jangka waktu pengobatan yang membutuhkan rentan waktu yang cukup lama (sekitar 6-9 bulan). Oleh sebab itu seharusnya kepada pasien atau penderita yang sedang atau mengalami suatu penyakit bukan hanya masalah fisik saja yang ditangani tetapi lebih luas daripada itu yaitu menyangkut masalah biologis, psikologis, sosial dan spiritualnya (Potter Perry, 2005:565). Kebutuhan spiritual juga berperan penting dalam proses kesembuhan pasien. Pengaruh spiritualitas terutama sangat penting selama periode sakit, ketika penyakit, kehilangan atau nyeri mempengaruhi seseorang maka energi orang tersebut akan menipis, dan spirit orang tersebut terpengaruhi, 10
sehingga bagaimana hal ini mempengaruhi motivasi untuk sembuh dan berpartisipasi dalam penyembuhan (Potter Perry, 2005:565). 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini memberi fokus pada aspek spiritualitas penderita Tuberkulosis dan kepatuhannya dalam menjalankan pengobatan. Pengobatan dalam hal ini yaitu penderita Tuberkulosis yang sudah lebih dari dua kali menjalankan pengobatan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.4 Rumusan Masalah Masalah yang akan diteliti adalah pengaruh aspek spiritualitas terhadap dalam menjalankan kepatuhan penderita Tuberkulosis pengobatan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh aspek spiritualitas terhadap kepatuhan penderita Tuberkulosis dalam menjalankan pengobatan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 11
1.5.2 Tujuan Khusus Tujuan Khusus dari penelitian ini yaitu a. Untuk mengetahui tingkat spiritualitas penderita Tuberkulosis dalam menjalankan pengobatan di Instalasi Rawat Jalan b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien penderita Tuberkulosis dalam menjalankan pengobatan di Instalasi Rawat Jalan c. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh aspek spiritualitas terhadap kepatuhan penderita Tuberkulosis dalam menjalankan pengobatan di Instalasi Rawat Jalan. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoretis Dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan dapat digunakan sebagai tambahan kepustakaan dalam penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan asuhan keperawatan mengenai penanganan penyakit Tuberkulosis. 1.6.2 Manfaat Praktis a. Manfaat Untuk Peneliti. Dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan dalam konteks ilmu keperawatan 12
peneliti mengenai upaya penanggulangan penyakit Tuberkulosis. b. Manfaat Untuk Instansi. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan, Salatiga dalam rangka melaksanakan program penanggulangan penyakit Tuberkulosis dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien penderita Tuberkulosis. c. Manfaat Untuk Masyarakat. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penyakit Tuberkulosis serta bagaimana membantu proses penanggulangan Tuberkulosis di dalam masyarakat. 13