BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahanperubahan

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. keturunan dan dapat berguna bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Oleh

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (early childhood education) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

PENELITIAN PEMBERIAN STIMULASI OLEH IBU UNTUK PERKEMBANGAN BALITA. Nurlaila*, Nurchairina* LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tahapan perkembangan merupakan tingkatan tumbuh dan

BAB III METODE PENELITIAN. mengkaji hubungan antara variabel dengan melibatkan minimal dua variabel

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin lama stimulasi dilakukan, maka akan semakin besar manfaatnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK AISYIYAH BANJARMASIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. bulan. Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif. bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku tempertantrum,

BAB I PENDAHULUAN. aspek kognitif yang berhubungan dengan fungsi intelektual (Syaodih, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya yang dalam perkembangannya akan mengalami suatu perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Usia toddler merupakan usia anak dimana dalam perjalanannya terjadi

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANTARA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI DAERAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DENVER II

PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL. Hubungan Peran Ibu dalam Stimulasi Dini dengan Perkembangan Anak Usia Toddler di Desa Hutabohu Kecamatan Limboto Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang. Gerakan yang menggunakan yaitu otot-otot halus atau sebagian anggota

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik maupun segala

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. l.1 Latar Belakang. Golden age atau masa keemasan anak adalah masa paling penting pada

POLA ASUH DAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL ANAK TODDLER. Triani Yuliastanti Novita Nurhidayati INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan anak saat ini. Akan tetapi pelaksanaan untuk meningkatkan

1 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

HUBUNGAN LINGKAR KEPALA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1-24 BULAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan toddler. Anak usia toddler yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Usia prasekolah dianggap sebagai usia keemasan (the golden age) karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ekspresi terhadap pemikiran menjadi kreatif. Permainan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa pra sekolah merupakan tahap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

Oleh : Suyanti ABSTRAK

ABSTRAK. Kata kunci: Peran ibu dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak, perkembangan anak usia prasekolah

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

REPI SEPTIANI RUHENDI MA INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia dini memiliki peran penting bagi perkembangan individu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu mencapai tugas perkembangannya. Menerangkan gambar dan tulisan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dengan segala hasil yang ingin dicapai, di setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Periode lima tahun pertama kehidupan anak (masa balita) merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang indah bagi seseorang yang sudah berkeluarga. Jika anak dalam

HUBUNGAN STIMULASI ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK PRASEKOLAH BERUSIA 4-5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

SKRIPSI Diajukan Untuk Sebagian Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Pada Jurusan PG-PAUD OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik dan lingkungan bio-fisiko-psikososial (Soetjiningsih,

BAB 1 PENDAHULUAN. serta biasanya sudah mulai mengikuti program presschool (Dewi,

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PRASEKOLAH DI TK TUNAS MEKAR I

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

HUBUNGAN PEKERJAAN ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK SURYA BARU PLOSOWAHYU LAMONGAN. Lilis Maghfuroh.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang akhir-akhir ini muncul di dunia. Di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

I. PENDAHULUAN. dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang sangat penting bagi sumber daya manusia yang berkualitas. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

BAB 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan ke 8 tahap mulai bayi (0-18 bulan), toddler (1,5 3 tahun), anakanak

PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG SEKOLAH TK DAN ANAK YANG TIDAK SEKOLAH TK DI DESA BANJARSARI KEC. BANTARBOLANG PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa

ABSTRAK. Kata Kunci : Status Gizi, Perkembangan Motorik Halus Daftar Pustaka: ( )

Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Toddler (Usia 1-3 Tahun) di Kelurahan Bener Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neneng Nurhayati, 2014

KERANGKA ACUAN STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG (SDIDTK) ANAK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk

HUBUNGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-5 TAHUN DI DESA TAWANREJO BARENG KLATEN

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

PENGARUH STIMULASI MOTORIK HALUS TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 4 5 TAHUN DI TAMAN KANAK KANAK PERTIWI TIRIPAN BERBEK NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah keturunan kedua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan otak diusia balita akan berdampak pada usia dewasanya nanti,

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tahun pertama dalam kehidupannya yang merupakan. lingkungan bagi anak untuk memperoleh stimulasi psikososial.

Makalah By UNKNOWN. March 26. Edit Ms Word by Zahrotun Nisa PTIK_

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap anak akan melewati tahap tumbuh kembang secara fleksibel dan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, motorik, kognitif, sosial emosi serta perkembangan bahasa.

PINTAR BANANA SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS BALITA DI RW 04 DAN RW 05 DESA ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

PENGARUH PELATIHAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA (DTKB) TERHADAP MOTIVASI DAN KETRAMPILAN KADER DI DUSUN SORAGAN NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI MOTORIK KASAR DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA TODDLER ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia seutuhnya yang dapat dilakukan melalui berbagai. dimasa yang akan datang, maka anak perlu dipersiapkan agar dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang sering ditemukan oleh tenaga kesehatan. Semenjak dari masa kehamilan sampai meninggal manusia selalu mengalami perubahan, baik perubahan dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahanperubahan tersebut terus berlangsung karena terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan dalam kehidupan manusia merupakan dua sisi mata uang, yang menunjukkan gambaran yang berbeda namun merupakan dua hal yang tak terpisahkan (Mansur, 2012). Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari kematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan lebih ditekankan pada pertambahan ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti pertambahan berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala (Nursalam, Susilaningrum, & Utami, 2005). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, mengikuti pola yang teratur, dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih dalam Mansur, 2012). Dengan demikian, aspek perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh (Nursalam, Susilaningrum, & Utami, 2005).

Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/ stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian. Salah satunya adalah keterampilan motorik halus atau fine motor skills merupakan salah satu bagian dari perkembangan motorik anak yang melibatkan perkembangan otot-otot halus, kepekaan motorik, koordinasi antara mata dan tangan, kesabaran serta pengambilan keputusan (Santock, 2011). Keterampilan motorik halus pada anak dapat diobservasi melalui pergerakan tangan dan jari-jari seperti dalam kegiatan memakai baju, memasang tali sepatu dan kancing baju, menggunting, menggambar maupun menulis (Hurlock, 2012). Data dari WHO (Word Health Organization) pada tahun 2014, terdapat lebih dari 200 juta anak usia prasekolah yang tidak berkembang untuk potensi penuh mereka, karena mereka tidak mendapatkan intervensi sederhana yang penting untuk mendukung perkembangan mereka. Selain itu kepedulian terhadap anak memiliki efek yang kuat terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan mereka. Menurut Hertanto (2009), belum ada data prevalensi anak Indonesia yang mengalami gangguan perkembangan. Beberapa penelitian di Indonesia mendeteksi gangguan perkembangan anak pada usia pra sekolah 12,8%- 28,5%, salah satunya penelitian yang dilakukan di Jakarta Barat menggunakan uji tapis Denver II menemukan 25% populasi anak berusia 6 bulan-3 tahun termasuk dalam kategori tersangka menderita gangguan perkembangan. Penelitian lain di Bandung dengan subjek bayi berusia 12-14 bulan dengan riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) mendapatkan hasil 22,4%

mengalami tersangka gangguan perkembangan menurut uji tapis Denver II dan 17,6% menurut Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP). Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan prasekolah tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 35,66% menurun dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 sebesar 53,44%, dengan kisaran terrendah 3,82% di Kabupaten Kebumen dan tertinggi 100% di Kabupaten Kendal. Cakupan tersebut ini masih jauh dibawah target SPM tahun 2005 sebesar 65% apalagi bila dibandingkan dengan target SPM 2010 sebesar 95%. Upaya peningkatan ketrampilan petugas kesehatan dalam upaya Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang anak (SDIDTK) telah dilakukan dengan pelatihan standarisasi SDIDTK di 9 kabupaten/kota terpilih (Dinkes provinsi jawa tengah, 2007) Perkembangan masa anak meliputi kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi akan berjalan sangat cepat (Soetjiningsih dalam Werdiningsih & Astarani, 2012). Dalam periode perkembangan ini, otak anak lebih terbuka untuk belajar dan lebih peka terhadap lingkungan, terutama lingkungan yang tidak mendukung, serta stimulasi yang kurang. Sehingga masa ini disebut juga sebagai Masa Keemasan (Golden Age Period) atau Jendela Keemasan (Window Of Opportunity) atau Masa Kritis (Critical Period). Berhubung masa ini tidak berlangsung lama, anak harus mendapat perhatian yang serius pada awal kehidupannya. Mengingat pentingnya perkembangan pada masa anak maka stimulasi dan deteksi dini perlu dilakukan (Depkes RI dalam Lindawati, 2013).

Orangtua memiliki cara dan pola tersendiri dalam membimbing dan mengasuh anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antar keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua serta anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan anak (Sopiah, 2014). Peran aktif orang tua terhadap perkembangan anak anaknya sangat diperlukan pada saat mereka masih balita. Orang tua salah satunya adalah ibu, merupakan tokoh sentral dalam tahap perkembangan seorang anak. Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh anak secara baik dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Orang tua (ibu) adalah orang pertama yang mengajak anak untuk berkomunikasi, sehingga anak mengerti bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain menggunakan bahasa (Suwarno, 2008). Selain itu pendidikan orang tua juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan yang baik dan bagaimana menjaga kesehatan anaknya (Soetjiningsih, 2012).

Lingkungan (keluarga) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Kurangnya peran ibu dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak tentunya memiliki dampak yang kurang baik bagi perkembangan anak itu sendiri. Jika peran ibu tidak berhasil maka anak akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dan apabila anak mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya akan sulit terdeteksi. Berbeda dengan seorang ibu yang berhasil dalam perannya memenuhi kebutuhan dasar anak maka anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya (Hidayat dalam Werdiningsih & Astarani, 2012). Salah satu kemampuan anak yang sedang berkembang saat usia 4-6 tahun yaitu kemampuan motorik. Pada anak-anak tertentu, latihan tidak selalu dapat membantu memperbaiki kemampuan motoriknya. Sebab ada anak yang memiliki masalah pada susunan syarafnya sehingga menghambatnya keterampilan motorik tertentu. Ada beberapa penyebab yang mempengaruhi perkembangan motorik anak yaitu faktor genetik, kekurangan gizi, pengasuhan serta latar belakang budaya (Ariyana & Rini, 2009). Perkembangan motorik terbagi atas dua yaitu motorik kasar dan motorik halus (Lindawati, 2013). Motorik kasar memerlukan koordinasi kelompok otot-otot anak tertentu yang dapat membuat mereka melompat, memanjat, berlari, menaiki sepeda. Berbeda dengan motorik halus yang memerlukan koordinasi tangan dan mata seperti menggambar, menulis,menggunting. Keterlambatan salah satu sektor perkembangan, yaitu perkembangan motorik halus anak pada usia perkembangan, biasanya akan

mempengaruhinya pada saat anak tersebut tumbuh besar termasuk pada saat memasuki usia sekolah, misalnya: anak belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti memegang sendok pada saat makan, memasang kancing, dan memegang pensil dengan sempurna. Efeknya akan mempengaruhi performa dan kemandirianya dalam melakukan sejumlah aktivitas yang seharusnya bisa dilakukan dengan mudah (Anonim dalam Andriyani 2009). Dalam penelitian Kurniasih (2009) tentang Hubungan Pola Asuh Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Terhadap Kemandirian Anak Sekolah Dasar Negri Cinyawang 02 Kabupaten Cilacap menyatakan hasil penelitian bahwa pada responden ibu bekerja proporsi responden yang mempunyai pola asuh demokratis paling banyak kemandirian anak dalam kategori baik yaitu 83,3%. Proporsi kemandirian anak dengan pola asuh otoriter paling banyak dalam kategori cukup yaitu 50% dan pola asuh permesif paling banyak kemandirian anaknya dalam kategori cukup yaitu 82,6%. Kemudian pada responden ibu tidak bekerja propori responden yang mempunyai pola asuh demokratis paling banyak kemandirian anak dalam kategori baik yaitu 57,7%. Proporsi kemandirian anak dengan pola asuh otoriter paling banyak dalam kategori cukup yaitu 54,5% dan pola asuh permesif paling banyak kemandirian anaknya dalam kategori cukup yaitu 87%. Berdasarkan tingkat pencapaian perkembangan pada usia 4-6 tahun motorik halus anak sudah berkembang dengan baik. Tetapi pada kenyatannya setelah dilakukan studi pendahuluan pada 12 anak di Taman Kanak-kanak

Desa Sawangan Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara terdapat 66,67% atau 8 anak yang tidak berkembang untuk potensi penuh mereka, karena sebagian besar anak masih kurang berkembang kemampuan motorik halusnya, contohnya dari beberapa anak ditemui berbagai permasalahan seperti, hambatan dalam konsentrasi, cepat bosan, dan mudah beralih, kaku dalam memegang crayon pada saat menggambar, dan kurangnya koordinasi mata dan tangan serta guru belum mengetahui cara yang tepat untuk mengembangkan kemampuan motorik halus pada anak usia dini. Salah satu permasalahan lainnya yaitu faktor penting yang perlu mendapat perhatian adalah pendidikan orangtua karena dari data yang peneliti peroleh dari salah satu taman kanak-kanak di desa sawangan dimana sebagian besar orangtua memiliki pendidikan yang rendah sehingga perkembangan motorik halus anak tidak dapat berkembang secara maksimal. Hal tersebut berkaitan dengan teori yang ada dalam buku Soetjiningsih (2012) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula kemampuan orang tua untuk menyerap informasi dari dunia terutama tentang cara mengasuh anak yang baik. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian dari orangtua, karena orangtua perlu melatih anaknya untuk mengembangkan kemampuan motorik halus agar memiliki kemampuan motorik halus yang lebih baik. Salah satunya untuk kegiatan melatih motorik halus anak yaitu melipat kertas, menyusun balok kubus dan menggambar karena kegiatan tersebut secara langsung menggunakan kemampuan otot tangan serta koordinasi mata dan tangan.

Dengan adanya fenomena tersebut penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui adakah hubungan tingkat pendidikan dan pola asuh ibu dengan perkembangan motorik halus anak Taman Kanak-kanak Desa Sawangan Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah hubungan tingkat pendidikan dan pola asuh ibu dengan perkembangan motorik halus anak Taman Kanak-kanak Desa Sawangan Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pola asuh ibu dengan perkembangan motorik halus anak di Taman Kanak-kanak Desa Sawangan Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakterisitik responden ibu berdasarkan usia, pendidikan dan pola asuh b. Mendeskripsikan karakteristik responden anak berdasarkan jenis kelamin, usia dan motorik halus. c. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pola asuh ibu dengan perkembangan motorik halus anak.

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang keperawatan anak. Khususnya hubungan tingkat pendidikan dan pola asuh ibu dengan perkembangan anak Taman Kanak-kanak Desa Sawangan Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara. 2. Bagi Responden Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden (orang tua) untuk mengetahui tahapan perkembangan anak di Taman Kanakkanak Desa Sawangan Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara. 3. Bagi instansi terkait Sebagai informasi tentang hubungan tingkat pendidikan dan pola asuh dengan perkembangan motorik halus anak. 4. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi yang hendak meneliti lebih lanjut mengenai hubungan tingkat pendidikan dan pola asuh ibu dengan perkembangan motorik halus anak yang duduk di bangku taman kanak-kanak. E. Penelitian Terkait 1. Penelitian yang dilakuakan oleh Ariyana dan Rini (2009), dengan judul penelitian hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak usia 4-5 tahun di TK

Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Semarang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK penelitian ini adalah sampling jenuh. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Semarang sebanyak 69 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun sebanyak 69 orang dan anak usia 4-5 tahun di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Semarang sebanyak 69 orang. Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Hasil uji hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 40 responden (85,1%) dari 47 responden ibu yang mempunyai pengetahuan baik dan perkembangan motorik kasar anaknya normal, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan baik dan perkembangan motorik kasar anaknya abnormal ada sebanyak 7 responden (14,9%) dari 47 responden. Ibu yang mempunyai pengetahuan tidak baik dan perkembangan motorik kasar anaknya normal ada sebanyak 13 responden (59,1%) dari 22 responden, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan tidak baik dan perkembangan motorik kasar anaknya abnormal ada sebanyak 7 responden (40,9%) dari 22 responden. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Semarang dengan nilai p value

0,038 (p value < 0,05). Berdasarkan hasil uji hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 41 responden (87,2%) dari 47 responden ibu yang mempunyai pengetahuan baik dan perkembangan motorik halus anaknya normal, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan baik dan perkembangan motorik halus anaknya abnormal sebanyak 6 responden (12,8%) dari 47 responden. lbu yang mempunyai pengetahuan tidak baik dan perkembangan motorik halus anaknya normal ada sebanyak 11 responden (50,0%) dari22 responden, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan tidak baik dan perkembangan motorik halus anaknya abnormal ada sebanyak 11 responden (50,0%) dari 22 responden. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun di TK Aisyiyah Bustanul Athlal 7 Semarang dengan nilai p value 0,002 (p value < 0,05). 2. Penelitian yang dilakukan oleh Werdiningsih dan Astarani (2012), dengan judul penelitian Peran ibu dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak terhadap perkembangan anak usia praskolah. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan antar variabel dengan metode penelitian analitik yaitu korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dan anak prasekolah usia 3-6 tahun di TK Setia Bakti Kediri. Dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling, sedangkan tehnik pengambilan sampel

menggunakan purposive sampling merupakan tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel dari populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karekteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Hasil penelitian ini adalah perkembangan motorik halus anak usia prasekolah di TK Baptis Setia Bakti yang sudah tercapai sejumlah 79,9%, dan yang yang belum tercapai atau masalah ada 20,1%. Hal ini menunjukan bahwa masih adanya masalah dalam pencapaian motorik halus pada anak. Perkembangan motorik kasar anak usia prasekolah di TK Baptis Setia Bakti Kediri 83% sudah tercapai. Perkembangan motorik kasar yang belum tercapai sebesar 17% dan ini merupakan masalah dalam perkembangan anak. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih (2009) tentang Hubungan Pola Asuh Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Terhadap Kemandirian Anak Sekolah Dasar Negri Cinyawang 02 Kabupaten Cilacap. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja terhadap kemandirian anak. Populasi dalam penelitian ini adalah wali murid khususnya para ibu yang mempunyai anak kelas 2,3,4 SD Negri Cinyawang 02 Kabupaten Cilacap berjumlah 147 orang. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode purposive sampling yaitu obyek yang dianggap mewakili seluruh populasi sebanyak 90 responden. Hasil penelitian bahwa ini yaitu pada responden ibu bekerja proporsi

responden yang mempunyai pola asuh demokratis paling banyak kemandirian anak dalam kategori baik yaitu 83,3%. Proporsi kemandirian anak dengan pola asuh otoriter paling banyak dalam kategori cukup yaitu 50% dan pola asuh permesif paling banyak kemandirian anaknya dalam kategori cukup yaitu 82,6%. Kemudian pada responden ibu tidak bekerja propori responden yang mempunyai pola asuh demokratis paling banyak kemandirian anak dalam kategori baik yaitu 57,7%. Proporsi kemandirian anak dengan pola asuh otoriter paling banyak dalam kategori cukup yaitu 54,5% dan pola asuh permesif paling banyak kemandirian anaknya dalam kategori cukup yaitu 87%. 4. Penelitian yang dilakuakan oleh Kurniawati, dkk (2012) dengan judul penelitian Hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan anak toddler (usia 1-3tahun) di Kelurahan Bener, Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah study korelatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Menggunakan teknik stratified random sampling dengan jumlah responden 90 dan teknik analisa data menggunakan chi-square. Hasil penelitian ini menunjukan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan anak toddler (usia 1-3 tahun). Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun) karena orang tua merupakan lingkungan sosial yang pertama kali anak temui. Hal ini dibuktikaan dengan didapatkan hasil 52 orang (57,8%) memberikan pola asuh kurang, dan 12 anak (13,3%) mengalami perkembangan abnormal, 23 anak (25,6%) dengan perkembangan

Questionabel, 16 anak (17,8%) dengan perkembangan Untestabel. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tema penelitian yang dilakukan yaitu perkembangan anak, bertujuan untuk mengetahui perkembangan motorik halus anak. Perbedaannya adalah terletak pada permasalahannya, yaitu faktor yang menjadi penghambat perkembangan motorik halus anak yaitu pendidikan dan pola asuh, tujuan khusus, variabel dependent penelitian ini hanya salah satu dari empat macam tahapan perkembangan yaitu perkembangan motorik halus dan tempat penelitian.