I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DISTRIBUSI SUHU, ALIRAN UDARA, RH DAN KADAR AIR DALAM IN-STORE DRYER (ISD) UNTUK BIJI JAGUNG DISWANDI NURBA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Bogor

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

I. PENDAHULUAN. dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1

BAB I PENDAHULUAN. atau Arecaceae dan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas)

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan

JENIS-JENIS PENGERINGAN

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Permasalahan bila padi tidak segera dikeringkan ialah : 1. Secara teknis apabila gabah tidak segera dikeringkan akan terjadi kerusakan pada butir

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pemanfaatan Panas Limbah Sekam Padi pada Proses Pengeringan Gabah. Muhammad Sami *) ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

BAB I PENDAHULUAN. pengeringan hingga kadar airnya menurun dan tahan terhadap. mikroba dan jamur, sehingga bisa disimpan dalam waktu cukup

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

PENGENTASAN KEMISKINAN KELOMPOK NELAYAN PANTAI CAROCOK KECAMATAN IV JURAI, PAINAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN USAHA TEPUNG IKAN

PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

PASCA PANEN BAWANG MERAH

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

PENGGUNAAN ALAT PENGERING UNTUK MENSUPLAY BAHAN BAKU PRODUKSI KRIPIK JAGUNG DI GROBOGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan yang baik untuk menjaga dan mempertahankan kuantitas dan kualitasnya. Pengeringan adalah proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau memperlambat perkembangannya (Hall 1980). Penyimpanan hasil pertanian berhubungan dengan waktu penggunaan, baik distribusi maupun konsumsi atau pengolahan lebih lanjut. Penyimpanan bertujuan agar bahan tidak mengalami kerusakan dan penyusutan selama masa simpannya. Pada umumnya, penyimpanan biji-bijian dilakukan setelah proses pengeringan hingga kadar air yang dianggap aman. Pengeringan dapat dilakukan menggunakan cara alamiah (penjemuran) ataupun cara buatan (artificial drying). Penjemuran merupakan cara pengeringan yang cukup murah akan tetapi ada faktor yang menjadi kendala penjemuran yang mencakup: kebutuhan lahan yang luas, kontaminasi bahan asing, tidak praktis pada daerah yang sering berubah cuacanya dan pada musim hujan praktis sulit dilakukan. Pengeringan buatan dengan energi konvensional pada umumnya dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut, akan tetapi kendala utamanya adalah biaya pengoperasian yang relatif tinggi, terutama ketika akhir-akhir ini biaya bahan bakar meningkat pesat. Selain itu pada biji-bijian terutama jagung pipilan, kesalahan penanganan pada pengeringan dan penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kontaminasi mikotoksin terutama jenis aflatoxin yang berbahaya bagi kesehatan ternak dan manusia. Salah satu tipe pengering berenergi surya yang telah dikembangkan adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) (Abdullah 1993). Pengering ini merupakan bangunan dengan struktur terintegrasi antara kolektor surya dengan wadah produk yang dikeringkan. Pengembangan alat pengering surya tipe ERK pada skala penelitian dan lapangan telah dilakukan diantaranya untuk berbagai produk biji-bijian (gabah dan jagung), perkebunan (kopi, kakao dan cengkeh),

2 buah-buahan (pisang dan pepaya), benih (cabai dan mentimun) dan ikan (Abdullah 1995, 1998, 1999; Nelwan 1997, 2005; Wulandani 2005; Manalu 1999). Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara 39-50 o C untuk berbagai lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4-57 jam tergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Untuk menjamin kontinuitas operasi, pengering ini juga dapat mengandalkan energi biomassa sebagai salah satu sumber energi termalnya. Alat pengering yang menggunakan dua sumber energi termal ini disebut sebagai pengering ERK-hybrid. Pengembangan ERK-Hybrid menjadi alternatif yang sangat baik dalam hal peralihan penggunaan sumber energi, disamping itu usaha konservasi energi juga penting dilakukan dalam proses pengeringan. Untuk maksud tersebut, dapat dilakukan pengeringan dua tahap, yaitu pengeringan dengan laju relatif tinggi kemudian diikuti dengan laju rendah. Menunda atau melakukan pengeringan pada laju rendah sesaat setelah panen merupakan hal yang cukup beresiko. Kadar air tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan kualitas biji, sehingga harus diturunkan pada tingkat kadar air tertentu untuk kemudian dapat dilakukan tahap kedua yaitu pengeringan dengan laju relatif lebih rendah. Pemindahan produk ke pengering tahap ke dua dapat menjadi solusi penghematan energi termal, dibandingkan apabila pengeringan dilakukan secara lengkap pada pengering ERK-hybrid. Energi termal yang dibutuhkan untuk pengeringan secara lengkap pada ERK-hybrid lebih besar untuk mendukung laju penurunan kadar air yang tinggi pada awal proses pengeringan, sehingga diperlukan bahan bakar biomassa agar proses dapat berjalan dengan baik. Sistem pengeringan tahap kedua pada umumnya dapat disebut sebagai pengering dalam penyimpan (In-Store Dryer/ISD). Pada kadar air sekitar 18%, biji-bijian termasuk jagung pipilan lebih aman untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama pada suhu dan kelembaban umum di Indonesia. Apabila menggunakan asumsi suhu biji-bijian 27 o C umur simpan yang aman pada kadar air 18% dapat lebih dari 20 hari, sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi (misalnya 20%) pada suhu yang sama umur aman simpan menjadi hanya kurang dari 10 hari (Brooker et al. 1992). Pada kondisi udara (suhu dan kelembaban) dan kadar air produk tertentu, udara lingkungan (tanpa pemanasan)

3 mempunyai potensi yang sangat besar untuk diterapkan sebagai media pengering berbagai produk bebijian termasuk jagung pipilan. Metode yang digunakan pada ISD umumnya menggunakan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Dengan metode ini, penggunaan pemanas yang membutuhkan perawatan serta biaya operasi lebih tinggi dapat direduksi, selain itu juga dapat dilakukan penghematan energi secara signifikan karena rendahnya kebutuhan energi termal pada operasi, yang biasanya membutuhkan energi cukup tinggi untuk memanaskan udara. ISD sebagai sebuah sistem pengeringan konvektif, mengandalkan aliran udara (gas) yang merupakan kunci utama untuk keberhasilan proses pengeringan karena udara berfungsi sebagai pembawa panas dan uap air. Distribusi aliran udara yang kurang baik dapat menyebabkan ketidakseragaman kadar air dan menyebabkan pula tidak seragamannya kualitas produk, seperti diperlihatkan pada pengeringan rak untuk kakao (Nelwan 1997). Sistem pengeringan tumpukan (deep bed drying) pada ISD akan sangat rentan terhadap permasalahan ketidakseragaman kadar air seperti juga terjadi pada pengeringan tumpukan lainnya, sehingga perlu mekanisme yang baik untuk mengurangi masalah ini. Ketidakseragaman kadar air biasanya dapat diatasi dengan cara pengadukan, namun kebutuhan energi untuk proses pengadukan ini biasanya cukup besar. Hal ini dikemukakan oleh Manalu (1999), yang melakukan percobaan pengadukan dengan menggunakan motor pada pengeringan kakao. Dalam percobaan tersebut dilaporkan bahwa untuk menggerakkan tumpukan kakao sebesar 300-400 kg dibutuhkan motor dengan daya sebesar 1.5 hp. Kenyataan ini membuat alternatif pengadukan menjadi tidak mungkin dilakukan pada ISD, karena konsep awalnya adalah penghematan energi, sehingga penataan saluran udara di dalam ISD menjadi alternatif yang sangat baik untuk memecahkan permasalahan tersebut. Penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan biji-bijian dapat memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam, karena secara prinsip penataan saluran udara dalam tumpukan biji adalah menyediakan rongga bebas untuk pergerakan udara, sehingga diharapkan udara menjadi bebas bergerak ke segala arah masuk dan keluar tumpukan biji. Sebenarnya konstruksi saluran udara

4 dapat dilakukan secara sederhana dan dengan bahan yang mudah diperoleh, akan tetapi banyaknya kombinasi saluran yang dapat dipilih membuat simulasi matematik menjadi penting untuk menghemat waktu dan biaya disain penataan saluran. Salah satu metode untuk mensimulasikan pola aliran udara, suhu dan tekanan dalam suatu ruang dapat dilakukan dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamics). CFD adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan fenomena lainnya seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. Sementara untuk melihat penyebaran kadar air pada tumpukan biji dalam ISD, dapat dilakukan simulasi dengan menggunakan model pengeringan tumpukan (Brooker et al. 1992), sehingga didapatkan gambaran pengeringan dan perubahan kadar air pada setiap lapisan di dalam tumpukan. Penyimpanan dalam silo besi telah umum digunakan untuk menyimpan produk biji-bijian seperti gabah dan jagung. Namun permasalahan penyimpanan menggunakan silo besi adalah mudahnya terjadi migrasi uap air dalam silo, sehingga kadar air pada bagian tertentu akan naik dan pada bagian lain akan menurun. Hal tersebut disebabkan oleh fluktuasi suhu udara dan RH lingkungan serta radiasi sinar surya. Kadar air yang tinggi pada penyimpanan dapat menurunkan mutu karena akan mudah terjadinya perkembangbiakan mikroorganisme. Permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan mengkondisikan silo yang memiliki aerasi udara yang baik dan juga mengurangi efek pemanasan dinding silo akibat radiasi sinar surya. Sebagai sebuah silo, ISD yang dilengkapi dengan pipa-pipa aerasi udara dan dinding dengan insulator panas sehingga bersifat adiabatis, diharapkan mampu melakukan penyimpanan dan mempertahankan mutu produk dengan baik. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Rancang Bangun Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) Terintegrasi untuk Biji-Bijian. ISD sebagai satu unit dari sistem terintegrasi tersebut, memerlukan pengkajian secara spesifik untuk melihat performa operasinya secara lebih mendalam yang juga akan menjadi bahan evaluasi bagi pengembangan alat pengering dan penyimpan terintegrasi ini.

5 1.2 Hipotesa Distribusi aliran udara, suhu dan RH mempengaruhi keseragaman kadar air dan mutu biji-bijian di dalam ISD. Dengan simulasi CFD dapat diketahui sebaran aliran udara, suhu dan RH pada ISD, sementara distribusi kadar air dapat diketahui dengan simulasi model pengeringan tumpukan. Berdasarkan kedua hasil simulasi dan validasi terhadap data pengukuran maka akan dapat dijadikan rujukan bagi evaluasi dan pengembangan ISD. 1.3 Tujuan Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi aliran udara, suhu, RH dan kadar air di dalam ISD. Secara khusus penelitian ini terdiri dari beberapa tujuan antara lain : 1. Melakukan simulasi dan validasi model distribusi aliran udara dan suhu di dalam ISD dengan menggunakan teknik CFD. 2. Mendapatkan nilai perhitungan dan validasi RH. 3. Melakukan simulasi dan validasi kadar air jagung menggunakan model pengeringan tumpukan biji-bijian dengan pemrograman Visual Basic 6.0. 4. Analisis mutu jagung hasil pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD berdasarkan SNI.