ANALISIS DISTRIBUSI SUHU, ALIRAN UDARA, RH DAN KADAR AIR DALAM IN-STORE DRYER (ISD) UNTUK BIJI JAGUNG DISWANDI NURBA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DISTRIBUSI SUHU, ALIRAN UDARA, RH DAN KADAR AIR DALAM IN-STORE DRYER (ISD) UNTUK BIJI JAGUNG DISWANDI NURBA"

Transkripsi

1 ANALISIS DISTRIBUSI SUHU, ALIRAN UDARA, RH DAN KADAR AIR DALAM IN-STORE DRYER (ISD) UNTUK BIJI JAGUNG DISWANDI NURBA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2008 Diswandi Nurba NRP F

3 ABSTRACT DISWANDI NURBA. Analysis of Temperature, Air Flow, RH and Water Content Distribution inside In-Store Dryer (ISD) for Shelled Corn. Academic advisor: DYAH WULANDANI, Y. ARIS PURWANTO and RAFFI PARAMAWATI. In-Store Dryer (ISD) is commonly used as second step in drying process of grains. ISD is usually utilized ambient temperature and consist of dryer and storage system. Temperature, air flow and RH are key parameters during drying process using ISD. The objective of this study were to analyze the distribution of temperature, air flow, RH and water content inside ISD and to analyze the quality of shelled corn during drying process. Computational Fluid Dynamic (CFD) was used to analyze the distribution of temperature, air flow and RH inside ISD. Deep bed drying process was used to analyze the distribution of water content. The capacity of ISD used in this study was 7500 kg of corn, with dimensions of 3.5 m in high and 2.5 m in diameter. ISD have 13 aeration pipes of air flow, consist of 9 input pipes and 4 output pipes. All walls of ISD were assumed to be in condition of adiabatic. Validation of water content that simulation with the measurement has been done at capacity of ISD were 1500 kg. The result showed that CFD simulation of temperature, air flow and RH have coefficient of correlation of 0.66, 0.73 and 0.66 respectively. Deep bed drying simulation of water content at Layer 10 and 40 have coefficient of correlation of 0.90 and 0.35 in rainy season, 0.88 and 0.84 in dry season. The results showed that only a minor changes in the quality of shelled corn dried and stored using ISD. Keyword: CFD, ISD, simulation, analysis of temperature, deep bed drying.

4 RINGKASAN DISWANDI NURBA. Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung. Dibimbing oleh DYAH WULANDANI, Y. ARIS PURWANTO dan RAFFI PARAMAWATI. Pengeringan dan penyimpanan merupakan proses penting dalam penanganan pascapanen biji-bijian dan produk pertanian pada umumnya. Penanganan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi susut dan turunnya kualitas hasil panen sehingga dapat bertahan lebih lama. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Rancang Bangun Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) Terintegrasi untuk Biji-Bijian. ISD sebagai satu unit dari sistem terintegrasi tersebut, memerlukan pengkajian secara spesifik untuk melihat performa operasinya secara lebih mendalam yang juga akan menjadi bahan evaluasi bagi pengembangan alat pengering dan penyimpan terintegrasi ini. Metode yang digunakan pada ISD adalah pemanfaatan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Sebagai sebuah sistem pengeringan konvektif, yang mengandalkan aliran udara (gas) sebagai media utama untuk keberhasilan proses pengeringan maka penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan biji-bijian dapat memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi aliran udara, suhu, RH dan kadar air di dalam ISD. Secara khusus penelitian ini terdiri dari beberapa tujuan antara lain : 1) melakukan simulasi dan validasi model distribusi aliran udara dan suhu di dalam ISD dengan menggunakan teknik Computational Fluid Dynamics (CFD), 2) mendapatkan nilai perhitungan dan validasi RH dengan Microsoft excel, 3) melakukan simulasi dan validasi kadar air jagung menggunakan model pengeringan tumpukan biji-bijian dengan pemrograman Visual Basic 6.0, 4) analisis mutu jagung hasil pengeringan dan peyimpanan di dalam ISD berdasarkan SNI. Simulasi sistem thermal 3D pada bagunan ISD dibuat dengan menggunakan software CFD yaitu Gambit & Fluent Simulasi dilakukan dengan dua kondisi terhadap pipa saluran udara yang ditempatkan di dalam ISD, yaitu: Simulasi 1 bangunan ISD dikondisikan sesuai dengan bangunan ISD di lapangan dengan 9 buah pipa input setengah berpori, sisi dari pipa yang berpori diposisikan menghadap ke dinding. Sementara 4 buah pipa output seluruhnya berpori. Simulasi 2 bangunan ISD dengan pipa input dan output yang seluruhnya berpori, simulasi ini merupakan modifikasi pada jenis pipa input. Pada simulasi ini seluruh pipa input dikondisikan memiliki pori keseluruhan pada permukaannya. Simulasi pengeringan tumpukan jagung dibuat dalam program komputer Visual Basic 6.0, untuk menyelesaikan persamaan-persamaan secara simultan meliputi: a) persamaan keseimbangan massa, b) persamaan laju pengeringan, c) persamaan keseimbangan panas dan d) persamaan laju perpindahan panas. Simulasi dilakukan dengan kondisi: ketebalan tumpukan 2.50 m, kadar air awal biji jagung 18%, suhu biji jagung 29.5 o C dan laju massa udara 12.7 kg/mnt-m 2. Kondisi suhu udara dan RH input dibedakan untuk dua musim yaitu: pada musim

5 hujan dengan suhu udara masuk 31 o C dan RH 73%, sementara untuk musim kemarau dengan suhu udara masuk 33 o C dan RH 59.8%. Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran dan hasil simulasi pada titik-titik dan lokasi tertentu. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metode curve-fitting dan standar deviasi. Sementara besarnya error dalam validasi dihitung dengan persamaan mean absolute error (MAE), disamping itu juga ditentukan korelasi antara data simulasi dan hasil pengukuran dengan koefisien korelasi. Validasi data pada CFD meliputi suhu, aliran udara dan RH, sementara validasi data kadar air bahan dilakukan berdasarkan hasil simulasi model pengeringan tumpukan pada Visual Basic 6.0. Selanjutnya dilakukan pengujian mutu meliputi parameter-parameter yang menjadi persyaratan mutu jagung untuk perdagangan, untuk benih dan juga untuk dijadikan pakan ternak menurut SNI, meliputi; kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah, kotoran, kandungan nutrisi (kimia), dan kontaminasi aflatoxin. Disamping itu juga dilakukan uji viabilitas dengan metode perkecambahan. Hasil analisis distribusi suhu, aliran udara dan RH menunjukkan bahwa tingkat keseragaman sebaran suhu, aliran udara dan RH pada ISD dengan menggunakan jenis pipa input dengan pori seluruhnya lebih seragam dibandingkan jenis pipa input setengah berpori. Sementara validasi antara nilai simulasi CFD terhadap nilai pengukuran didapat korelasi untuk sebaran suhu, kecepatan aliran udara dan RH sebesar 0.66, 0.73 dan Hasil analisis perubahan kadar air biji jagung dengan simulasi pengeringan tumpukan didapatkan: pada musim hujan membutuhkan waktu 150 jam untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k mencapai kadar air keseimbangan 16.6% b.k. Sementara pada musim kemarau membutuhkan waktu 120 jam untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k mencapai kadar air keseimbangan 13.5% b.k. Validasi antara hasil simulasi model pengeringan tumpukan terhadap nilai pengukuran pada layer 10 dan 40 didapatkan nilai korelasi sebesar 0.90 dan 0.35 pada musim hujan, pada musim kemarau didapatkan nilai korelasi sebesar 0.88 dan Hasil pengujian mutu sampel jagung setelah proses pengeringan selama 40 jam dan penyimpanan selama 30 hari dalam ISD, kontaminasi aflatoxin pada jagung tidak jauh berubah, yaitu dari rata-rata ppb sebelum proses menjadi ppb. kandungan tersebut masih berada di bawah ambang batas toleransi yang ditetapkan SNI untuk pakan ternak sebesar 50 ppb. Sementara komposisi nutrisi yang diuji juga masih memenuhi standar SNI. Dari analisis mutu biji jagung menunjukkan bahwa proses pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD mampu mempertahankan mutu biji jagung dengan baik sebagai bahan pakan ternak. Kata kunci : CFD, ISD, simulasi, analisis distribusi suhu, pengeringan tumpukan.

6 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 ANALISIS DISTRIBUSI SUHU, ALIRAN UDARA, RH DAN KADAR AIR DALAM IN-STORE DRYER (ISD) UNTUK BIJI JAGUNG DISWANDI NURBA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si

9 Judul Tesis Nama NRP : Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung : Diswandi Nurba, S.TP : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si Ketua Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Anggota Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT sebagai pemilik segala kesempurnaan, dan shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW manusia mulia sebagai uswatun hasanah dalam kehidupan ini hingga akhir zaman kelak. Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil alamin dan mengharap ridho-nya, penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air Dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada : 1. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku ketua komisi pembimbing, atas segala arahan dan bimbingannya yang sangat berharga bagi penulis selama pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis. 2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala koreksian, bimbingan dan motivasinya. 3. Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktunya, pemikiran dan masukan-masukan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis. 4. Dr. Leopold Oscar Nelwan, STP.,M.Si selaku ketua peneliti pada proyek penelitian KKP3T atas kepercayaan terhadap penulis sebagai bagian dalam Tim Peneliti dan juga atas segala masukan dan arahannya. 5. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian. 6. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis, atas segala masukan dan saran bagi penulisan tesis ini. 7. Depertemen Pendidikan Nasional RI, khususnya DIKTI melalui Program BPPS atas bantuan biaya pendidikan yang diberikan. 8. Departemen Pertanian RI melalui Proyek Penelitian KKP3T Tahun 2007 yang telah membantu membiayai penelitian.

11 9. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Pertanian, dan khususnya kepada Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian FATETA IPB, Pak Harto, Mas Firman dan Mas Darma, terima kasih atas semua bantuan teknis selama perkuliahan, praktikum dan juga saat melaksanakan penelitian. 10. Teman-teman satu tim peneliti; Mas Lilik, Mas Deni, dan Kak Tamaria, terimakasih atas kerjasamanya. Seluruh teman-teman angkatan 2006; Mas Susanto, Mas Warji, Mas Surya, Mas Farry, dan Kak Riswanti, terimakasih atas kebersamaannya selama pendidikan. 11. Teman-teman Prodi TEP : Bang Hendri, Mas Nuruddin, Mas Bayu, Bang Yaziz, Bang Iqbal dan seluruh rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih semuanya. 12. Rekan-rekan IKAMAPA : Pak Samingan, Pak Ali, Bang Daud, Bang Faisal, Bang Safrizal dan seluruh anggota IKAMAPA. Ketulusan kasih sayang, pengorbanan serta do a yang tiada henti dari Ayahanda dan Ibunda selama ini adalah penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini, ketulusan yang tidak mungkin akan terbalas. Do a dan dukungan dari Kakak, Dinda dan Adik-adikku serta seluruh keluarga merupakan dorongan yang memberikan energi positif dalam menjalani pendidikan ini. Penulis telah berupaya optimal untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, namun demikian tentunya masih sangat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kiranya kritik, saran dan koreksian sangat kami harapkan demi perbaikan dan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada, seiring doa dan harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Semoga kita semua selalu mendapat bimbingan-nya dalam mengamalkan ilmu dengan baik dan menjadi hamba-nya yang selalu bersyukur. Bogor, Juli 2008 Diswandi Nurba

12 RIWAYAT HIDUP Diswandi Nurba dilahirkan di Manjeng pada tanggal 28 April 1982, adalah putra kedua dari empat bersaudara dari Ayahanda Bangsawan dan Ibunda Nur Asiah. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Meulaboh pada tahun 2000 dan melanjutkan pendidikan Sarjana pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Selama pendidikan S1, Penulis menjadi Asisten pada Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian tahun 2004 dan juga menjabat sebagai Sekjend Pemerintah Mahasiswa (PEMA) Unsyiah periode Pada tahun 2005 Penulis menyelesaikan pendidikan S1 dan selanjutnya mengabdi sebagai Staf Pengajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Teungku Dirundeng Meulaboh, disamping itu pada tahun 2006 Penulis juga mengisi waktu sebagai Staf Teknis Bidang Pemberdayaan Pertanian dan Perikanan Dewan Pengawas BRR NAD dan Nias. Pada medio Agustus tahun 2006, Penulis melanjutkan pendidikan Magister pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan sponsor BPPS Ditjen DIKTI. Selama pendidikan S2, Penulis menjabat sebagai Sekretaris Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IKAMAPA) periode dan Sekretaris Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian (FORMATETA) IPB periode

13 xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... xiii xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii DAFTAR SIMBOL... xx I PENDAHULUAN Latar Belakang Hipotesa Tujuan... 5 II TINJAUAN PUSTAKA Pengeringan Proses Pengeringan Paramater Pengeringan Aliran Udara Pengeringan Karakteristik Pengeringan Jagung Sorpsi Isotermi Aktivitas Air Penyimpanan Pengaruh Kadar Air terhadap Penyimpanan Kelembaban dan Suhu Penyimpanan Hubungan Antara Penyimpanan dan Kerusakan Bahan Pakan Persyaratan Mutu Jagung Perkembangan Penelitian In-Store Dryer Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) Pre-processor Solver Post-processor Model Pengeringan Tumpukan (Deep Bed Drying) Keseimbangan Massa Laju Pengeringan Keseimbangan Panas Laju Perpindahan Panas III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Bangunan In-Store Dryer Prosedur Penelitian... 34

14 xiii Simulasi Sistem Thermal ISD Simulasi Pengeringan Tumpukan (Lapis Tebal) Jagung Percobaan Pengeringan dan Penyimpanan Jagung Distribusi Udara Pengukuran Kecepatan Udara dan Suhu Pengukuran RH Pengukuran Kadar Air Jagung Validasi Model Simulasi Uji Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan di dalam In-Store Dryer IV HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Aliran Udara pada ISD Pembentukan Grid Perhitungan Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi Distribusi RH Udara Hasil Simulasi Keragaman Kecepatan Udara, Suhu dan RH Validasi Suhu, Kecepatan Aliran Udara dan RH Perubahan Kadar Air Jagung pada Simulasi Kadar Air Jagung Simulasi Kadar Air Jagung Simulasi Perubahan Kadar Air Jagung Percobaan Kadar Air Jagung Percobaan Kadar Air Jagung Percobaan Validasi Perubahan Kadar Air Jagung Validasi Kadar Air Jagung Percobaan Validasi Kadar Air Jagung Percobaan Analisis Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan Mutu Perdagangan Mutu Benih Mutu Pakan Ternak V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 77

15 xiv DAFTAR TABEL Halaman 1 Suhu udara pengering beberapa jenis biji-bijian menurut tujuan penggunaannya Kebutuhan volume aliran udara pengering pada berbagai cara pengeringan Hasil perhitungan kadar air berdasarkan Persamaan (8) Aktivitas air (a w ) minimum untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora Perubahan biologi dan kimia pada pakan konsentrat Persyaratan mutu jagung Standar mutu jagung bahan baku pakan ternak Spesifikasi persyaratan mutu benih jagung hibrida di laboratorium Lokasi pipa-pipa penyalur udara dalam ISD menurut fungsinya pada bidang xz Koordinat lokasi titik-titik pengukuran suhu, kecepatan udara dan RH dalam ISD dengan termokopel Koordinat lokasi titik-titik pengambilan sampel untuk pengukuran kadar air bahan... 39

16 xv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Proses pengeringan pada kurva psychrometric Sorpsi isotermi yang menunjukkan hysterisis Batas-batas suhu dan kadar air yang aman pada penyimpanan biji-bijian (Hall 1970) Elemen pada bak (Bala 1997) Grid finite different untuk persamaan deep bed drying Skema Bangunan ISD Diagram Alir Penelitian Model ISD 3 Dimensi untuk simulasi CFD Pembentukan grid pada domain perhitungan Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi Distribusi kecepatan udara didalam ISD pada Simulasi Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi Distribusi kecepatan udara di dalam ISD pada Simulasi Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi Keragaman suhu pada kedua simulasi Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi Keragaman kecepatan aliran udara pada kedua simulasi... 52

17 xvi 24 Keragaman RH udara pada kedua simulasi Validasi suhu udara hasil simulasi terhadap suhu pengukuran Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi terhadap data pengukuran Validasi RH hasil perhitungan terhadap RH hasil pengukuran Perubahan kadar air pada Simulasi Perubahan kadar air pada Simulasi Kadar air hasil pengukuran selama 50 jam pengeringan pada Percobaan Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan Kadar air hasil pengukuran selama 40 jam pengeringan pada Percobaan Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan SNI jagung untuk perdagangan Hasil pengujian tingkat kemurnian benih dan viabilitas sebelum dan setelah proses dalam ISD dan perbandingan dengan SNI Perbandingan kandungan nutrisi (kimia) jagung antara hasil percobaan dan persyaratan SNI... 71

18 xvii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sistem Pengering ERK-Hybrid dan In-Store Dryer Terintegrasi Profil aliran udara pada pipa setengah berpori (Brooker et al. 1992) Arah aliran udara pada pipa input dan output (Brooker et al. 1992) Susunan pipa-pipa penyalur udara dalam ISD Standar ASAE untuk ukuran dan kapasitas Silo Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE (Versteeg & Malalasekera 1995) Asumsi, kondisi awal dan kondisi batas yang digunakan pada simulasi CFD Algoritma simulasi pengeringan tumpukan tebal Parameter yang digunakan dalam simulasi pengeringan tumpukan Kode program Visual Basic untuk simulasi pengeringan tumpukan Interface program simulasi pengeringan tumpukan Perhitungan pressure drop dan tekanan statis kipas Lokasi titik pengukuran suhu dan kecepatan udara di dalam ruangan ISD Lokasi titik pengambilan sampel pengukuran kadar air Hasil Simulasi 1 CFD Hasil Simulasi 2 CFD Perbandingan keragaman suhu, kecepatan udara dan RH di dalam ISD pada kedua simulasi CFD Data validasi suhu dan kecepatan udara hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai error dan standar deviasinya

19 xviii 19. Data validasi RH udara hasil pengukuran dan perhitungan serta nilai error dan standar deviasinya Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 150 jam pada Simulasi Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 120 jam pada Simulasi Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 50 jam pada Percobaan Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air pengukuran pada Percobaan Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 40 jam pada Percobaan Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air pengukuran pada Percobaan Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada Percobaan Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada Percobaan Mutu jagung pada percobaan Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan Sistem Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid (ERK-Hybrid) dan In-Store Dryer Terintegrasi yang di ujicoba dalam penelitian

20 36. Alat-alat ukur yang digunakan dalam penelitian xix

21 xx a w DAFTAR SIMBOL : aktivitas air (desimal) C pa : panas jenis udara kering (J/kg o K) C pg : panas jenis bijian (J/kg o K) C pl : panas jenis air pada bijian (J/kg o K) C pw : panas jenis uap air (J/kg o K) Cv : kalor molekul (K) C 2 D Dp : koefisien porous jump plat (1/m) : diameter spesifik (m) : diameter lubang pada plat (m) G a : laju aliran massa udara (kg/mnt m 2 ) H : kelembaban mutlak (kg/kg) h cv Hfg i i : coefisien panas volumetric air (kj/mnt-m 3 -K) : panas laten penguapan (kj/kg) : energi dalam (J) : data ke-i k : konstanta pengeringan (dalam mnt -1 ) k : konduktivitas panas (W/m K) L a L g M MAE Me M w N p p w P atm Ps Pv Pr Qc : panas laten penguapan air (kj/kg) : panas laten penguapan dari bijian (kj/kg) : kadar air bijian basis kering (% b.k) : mean absolute error : kadar air keseimbangan (% b.k) : kadar air bijian basis basah (% b.b) : jumlah data : tekanan parsial air (Pa) : tekanan keseimbangan uap air (Pa) : tekanan atmosfer (Pa) : tekanan jenuh air (Pa) : tekanan uap (Pa) : bilangan Prandtl (desimal) : nilai hasil simulasi

22 xxi Qo : nilai hasil pengukuran R : konstanta gas ideal (J/mol K) Re : bilangan Reynold (desimal) RH : kelembaban nisbi (%) RH a : kelembaban udara lingkungan (%) RH r : kelembaban udara pengering (%) S i S Mx S My S Mz t : sumber gerakan energi dalam : sumber gerakan momentum arah x : sumber gerakan momentum arah y : sumber gerakan momentum arah z : waktu (mnt) T : suhu ( o C) T a : suhu udara ( o C) T g : Suhu bijian ( o C) u : exponen u : kecepatan arah x (m/s) v : kecepatan arah y (m/s) w : kecepatan arah z (m/s) W d W w x y z z : bobot bahan kering (kg) : bobot bahan basah (kg) : koordinat arah x (m) : koordinat arah y (m) : ketebalan tumpukan biji (m) : koordinat arah z (m) α : permeabilitas permukaan plat (m 2 ) ε : porositas bak (desimal) ρ d : massa jenis bijian (kg/m 3 ) ρ : densitas fluida (kg/m 3 ) μ : viskositas dinamik (kg/m.s)

23 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan yang baik untuk menjaga dan mempertahankan kuantitas dan kualitasnya. Pengeringan adalah proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau memperlambat perkembangannya (Hall 1980). Penyimpanan hasil pertanian berhubungan dengan waktu penggunaan, baik distribusi maupun konsumsi atau pengolahan lebih lanjut. Penyimpanan bertujuan agar bahan tidak mengalami kerusakan dan penyusutan selama masa simpannya. Pada umumnya, penyimpanan biji-bijian dilakukan setelah proses pengeringan hingga kadar air yang dianggap aman. Pengeringan dapat dilakukan menggunakan cara alamiah (penjemuran) ataupun cara buatan (artificial drying). Penjemuran merupakan cara pengeringan yang cukup murah akan tetapi ada faktor yang menjadi kendala penjemuran yang mencakup: kebutuhan lahan yang luas, kontaminasi bahan asing, tidak praktis pada daerah yang sering berubah cuacanya dan pada musim hujan praktis sulit dilakukan. Pengeringan buatan dengan energi konvensional pada umumnya dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut, akan tetapi kendala utamanya adalah biaya pengoperasian yang relatif tinggi, terutama ketika akhir-akhir ini biaya bahan bakar meningkat pesat. Selain itu pada biji-bijian terutama jagung pipilan, kesalahan penanganan pada pengeringan dan penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kontaminasi mikotoksin terutama jenis aflatoxin yang berbahaya bagi kesehatan ternak dan manusia. Salah satu tipe pengering berenergi surya yang telah dikembangkan adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) (Abdullah 1993). Pengering ini merupakan bangunan dengan struktur terintegrasi antara kolektor surya dengan wadah produk yang dikeringkan. Pengembangan alat pengering surya tipe ERK pada skala penelitian dan lapangan telah dilakukan diantaranya untuk berbagai produk biji-bijian (gabah dan jagung), perkebunan (kopi, kakao dan cengkeh),

24 2 buah-buahan (pisang dan pepaya), benih (cabai dan mentimun) dan ikan (Abdullah 1995, 1998, 1999; Nelwan 1997, 2005; Wulandani 2005; Manalu 1999). Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara o C untuk berbagai lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4-57 jam tergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Untuk menjamin kontinuitas operasi, pengering ini juga dapat mengandalkan energi biomassa sebagai salah satu sumber energi termalnya. Alat pengering yang menggunakan dua sumber energi termal ini disebut sebagai pengering ERK-hybrid. Pengembangan ERK-Hybrid menjadi alternatif yang sangat baik dalam hal peralihan penggunaan sumber energi, disamping itu usaha konservasi energi juga penting dilakukan dalam proses pengeringan. Untuk maksud tersebut, dapat dilakukan pengeringan dua tahap, yaitu pengeringan dengan laju relatif tinggi kemudian diikuti dengan laju rendah. Menunda atau melakukan pengeringan pada laju rendah sesaat setelah panen merupakan hal yang cukup beresiko. Kadar air tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan kualitas biji, sehingga harus diturunkan pada tingkat kadar air tertentu untuk kemudian dapat dilakukan tahap kedua yaitu pengeringan dengan laju relatif lebih rendah. Pemindahan produk ke pengering tahap ke dua dapat menjadi solusi penghematan energi termal, dibandingkan apabila pengeringan dilakukan secara lengkap pada pengering ERK-hybrid. Energi termal yang dibutuhkan untuk pengeringan secara lengkap pada ERK-hybrid lebih besar untuk mendukung laju penurunan kadar air yang tinggi pada awal proses pengeringan, sehingga diperlukan bahan bakar biomassa agar proses dapat berjalan dengan baik. Sistem pengeringan tahap kedua pada umumnya dapat disebut sebagai pengering dalam penyimpan (In-Store Dryer/ISD). Pada kadar air sekitar 18%, biji-bijian termasuk jagung pipilan lebih aman untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama pada suhu dan kelembaban umum di Indonesia. Apabila menggunakan asumsi suhu biji-bijian 27 o C umur simpan yang aman pada kadar air 18% dapat lebih dari 20 hari, sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi (misalnya 20%) pada suhu yang sama umur aman simpan menjadi hanya kurang dari 10 hari (Brooker et al. 1992). Pada kondisi udara (suhu dan kelembaban) dan kadar air produk tertentu, udara lingkungan (tanpa pemanasan)

25 3 mempunyai potensi yang sangat besar untuk diterapkan sebagai media pengering berbagai produk bebijian termasuk jagung pipilan. Metode yang digunakan pada ISD umumnya menggunakan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Dengan metode ini, penggunaan pemanas yang membutuhkan perawatan serta biaya operasi lebih tinggi dapat direduksi, selain itu juga dapat dilakukan penghematan energi secara signifikan karena rendahnya kebutuhan energi termal pada operasi, yang biasanya membutuhkan energi cukup tinggi untuk memanaskan udara. ISD sebagai sebuah sistem pengeringan konvektif, mengandalkan aliran udara (gas) yang merupakan kunci utama untuk keberhasilan proses pengeringan karena udara berfungsi sebagai pembawa panas dan uap air. Distribusi aliran udara yang kurang baik dapat menyebabkan ketidakseragaman kadar air dan menyebabkan pula tidak seragamannya kualitas produk, seperti diperlihatkan pada pengeringan rak untuk kakao (Nelwan 1997). Sistem pengeringan tumpukan (deep bed drying) pada ISD akan sangat rentan terhadap permasalahan ketidakseragaman kadar air seperti juga terjadi pada pengeringan tumpukan lainnya, sehingga perlu mekanisme yang baik untuk mengurangi masalah ini. Ketidakseragaman kadar air biasanya dapat diatasi dengan cara pengadukan, namun kebutuhan energi untuk proses pengadukan ini biasanya cukup besar. Hal ini dikemukakan oleh Manalu (1999), yang melakukan percobaan pengadukan dengan menggunakan motor pada pengeringan kakao. Dalam percobaan tersebut dilaporkan bahwa untuk menggerakkan tumpukan kakao sebesar kg dibutuhkan motor dengan daya sebesar 1.5 hp. Kenyataan ini membuat alternatif pengadukan menjadi tidak mungkin dilakukan pada ISD, karena konsep awalnya adalah penghematan energi, sehingga penataan saluran udara di dalam ISD menjadi alternatif yang sangat baik untuk memecahkan permasalahan tersebut. Penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan biji-bijian dapat memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam, karena secara prinsip penataan saluran udara dalam tumpukan biji adalah menyediakan rongga bebas untuk pergerakan udara, sehingga diharapkan udara menjadi bebas bergerak ke segala arah masuk dan keluar tumpukan biji. Sebenarnya konstruksi saluran udara

26 4 dapat dilakukan secara sederhana dan dengan bahan yang mudah diperoleh, akan tetapi banyaknya kombinasi saluran yang dapat dipilih membuat simulasi matematik menjadi penting untuk menghemat waktu dan biaya disain penataan saluran. Salah satu metode untuk mensimulasikan pola aliran udara, suhu dan tekanan dalam suatu ruang dapat dilakukan dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamics). CFD adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan fenomena lainnya seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. Sementara untuk melihat penyebaran kadar air pada tumpukan biji dalam ISD, dapat dilakukan simulasi dengan menggunakan model pengeringan tumpukan (Brooker et al. 1992), sehingga didapatkan gambaran pengeringan dan perubahan kadar air pada setiap lapisan di dalam tumpukan. Penyimpanan dalam silo besi telah umum digunakan untuk menyimpan produk biji-bijian seperti gabah dan jagung. Namun permasalahan penyimpanan menggunakan silo besi adalah mudahnya terjadi migrasi uap air dalam silo, sehingga kadar air pada bagian tertentu akan naik dan pada bagian lain akan menurun. Hal tersebut disebabkan oleh fluktuasi suhu udara dan RH lingkungan serta radiasi sinar surya. Kadar air yang tinggi pada penyimpanan dapat menurunkan mutu karena akan mudah terjadinya perkembangbiakan mikroorganisme. Permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan mengkondisikan silo yang memiliki aerasi udara yang baik dan juga mengurangi efek pemanasan dinding silo akibat radiasi sinar surya. Sebagai sebuah silo, ISD yang dilengkapi dengan pipa-pipa aerasi udara dan dinding dengan insulator panas sehingga bersifat adiabatis, diharapkan mampu melakukan penyimpanan dan mempertahankan mutu produk dengan baik. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Rancang Bangun Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) Terintegrasi untuk Biji-Bijian. ISD sebagai satu unit dari sistem terintegrasi tersebut, memerlukan pengkajian secara spesifik untuk melihat performa operasinya secara lebih mendalam yang juga akan menjadi bahan evaluasi bagi pengembangan alat pengering dan penyimpan terintegrasi ini.

27 5 1.2 Hipotesa Distribusi aliran udara, suhu dan RH mempengaruhi keseragaman kadar air dan mutu biji-bijian di dalam ISD. Dengan simulasi CFD dapat diketahui sebaran aliran udara, suhu dan RH pada ISD, sementara distribusi kadar air dapat diketahui dengan simulasi model pengeringan tumpukan. Berdasarkan kedua hasil simulasi dan validasi terhadap data pengukuran maka akan dapat dijadikan rujukan bagi evaluasi dan pengembangan ISD. 1.3 Tujuan Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi aliran udara, suhu, RH dan kadar air di dalam ISD. Secara khusus penelitian ini terdiri dari beberapa tujuan antara lain : 1. Melakukan simulasi dan validasi model distribusi aliran udara dan suhu di dalam ISD dengan menggunakan teknik CFD. 2. Mendapatkan nilai perhitungan dan validasi RH. 3. Melakukan simulasi dan validasi kadar air jagung menggunakan model pengeringan tumpukan biji-bijian dengan pemrograman Visual Basic Analisis mutu jagung hasil pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD berdasarkan SNI.

28 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai tingkat kadar air tertentu. Secara spesifik pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan kerusakan (fisika/kimia) terhambat atau terhenti, sehingga bahan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Menurut Hall (1980), pada proses pengeringan komoditas pertanian terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan pindah massa akibat adanya perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengontrol perpindahan kadar air dalam bahan adalah: a) difusi antara cairan dan uap, b) gaya kapilaritas, c) gradien penyusutan dan tekanan uap, d) gravitasi, dan e) penguapan kadar air. Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan yang dibedakan menjadi dua tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan biji-bijian. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan berlangsung, kecepatan penguapan air pada tahap ini dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas. Besarnya laju pengeringan ini tergantung dari: a) lapisan yang terbuka, b) perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah, c) koefisien pindah massa, dan e) kecepatan aliran udara pengering. Laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji. Kadar air kritis (critical moisture content) menjadi batas antara laju pengeringan konstan dan laju pangeringan menurun (Hall 1980). Kadar air kritis adalah kadar air terendah pada saat kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji ( Henderson & Perry 1976).

29 Proses Pengeringan Proses pengeringan terjadi dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara melalui aliran udara panas atau udara bertekanan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan uap ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara. Proses pengeringan biji-bijian dapat dianggap sebagai proses adiabatik. Selama proses pengeringan berlangsung, entalpi dan suhu bola basah udara pengering tetap, sedangkan suhu bola kering berkurang yang diikuti dengan kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan parsial uap air dan suhu pengembunan udara pengering. Terjadinya proses pengeringan dengan udara pengering yang dipanaskan pada kurva psikometrik dapat dilihat pada Gambar 1. Pengeringan dengan menggunakan udara alami berarti proses pemanasan udara (1)-(2) ditiadakan. Kenaikan suhu udara alami karena gesekan atau turbulensi udara dapat dianggap sebagai proses pemanasan udara sebelum masuk ruang pengering. Gambar 1 Proses pengeringan pada kurva psychrometric Keterangan : (1)-(2) : Proses pemanasan udara (2)-(3) : Proses pengeringan i : udara masuk alat pengering p : udara pengering o : udara keluar dari alat pengering

30 8 Kelembaban relatif (RH) yang dinyatakan dalam persen merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu ruang pengering, yang dinyatakan dalam persamaan (Brooker et al. 1974):... (1) sedangkan kelembaban mutlak (H) konstan, maka :.... (2) dimana T o K dan P v < P atm, sehingga tekanan uap (P v ) juga konstan. Bila kelembaban udara lingkungan (RH a ) dan kelembaban udara pengering (RH r ), maka :... (3)... (4) dimana T o K (Keenan & Keyes 1936 dalam ASAE Standard 1994), dimana : R = D = x 10-3 A = E = x 10-7 B = F = C = G = x Paramater Pengeringan Menurut Brooker et al. (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain: a. Suhu udara pengering Suhu udara pengering akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk penguapan air akan meningkat sehingga waktu pengeringan akan menjadi lebih singkat. Agar bahan yang dikeringkan tidak sampai rusak, suhu harus dikontrol terus menerus. b. Kelembaban relatif (RH) udara pengering Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung kadar air bahan yang telah diuapkan. Jika RH semakin rendah maka

31 9 semakin banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga sebaliknya. RH dan suhu pengering akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Untuk proses pengeringan yang baik diperlukan RH yang rendah sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikeringkan. c. Kecepatan aliran udara pengering Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar tidak membuat jenuh udara pada permukaan bahan, yang akan mengganggu proses pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan. d. Kadar air bahan Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada proses pengeringan dan hal ini juga menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah ini adalah dengan mengurangi ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan tujuan akhir proses pengeringan, besarnya kadar air akhir akan menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung. Menurut Brooker et al. (1974), Kadar air dapat dinyatakan dalam dua cara, yaitu kadar air basis basah (M w ) dan kadar air basis kering (M). Untuk dipasarkan biasanya kadar air biji-bijian ditentukan berdasarkan basis basah, sementara kadar air basis kering sering digunakan dalam perhitungan-perhitungan engineering. Untuk menghitung kadar air biji-bijian digunakan Persamaan (5) dan (6)....(5)...(6) Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air dari bijibijian yang dikeringkan. Variasi kadar air ini dipengaruhi oleh ketebalan tumpukan biji-bijian, kelembaban nisbi udara pengering, dan kadar air biji-bijian

32 10 itu sendiri. Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa variasi kadar air bijibijian yang dikeringkan dapat dikurangi dengan cara (1) menipiskan tumpukan biji-bijian, (2) menggunakan kecepatan aliran udara tinggi, (3) mempertahankan suhu udara pengering tetap rendah, dan (4) melakukan pengadukan. Kerusakan fisik dan kimia biji-bijian dapat terjadi akibat pengeringan pada suhu udara pengering yang melebihi batas suhu udara pengering yang diizinkan untuk setiap jenis biji-bijian seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Suhu udara pengering beberapa jenis biji-bijian menurut tujuan penggunaannya No Jenis biji-bijian Suhu udara pengering maksimum ( o C) Benih Dipasarkan Makanan ternak 1 Tongkol jagung Biji jagung Wheat Oats Barley Butir sorgum Kacang kedelai Padi Sumber : Hall (1970) Aliran Udara Pengeringan Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pendistribusi panas untuk menguapkan kandungan air dari biji-bijian dan mengeluarkan uap air tersebut. Menurut Soemartono (1968), suhu udara dan kecepatan aliran udara pengering berpengaruh penting terhadap proses pengeringan. Air yang dikeluarkan dalam bentuk uap harus segera dipindahkan dan dijauhkan dari biji-bijian sehingga tidak menyebabkan udara jenuh pada permukaan biji-bijian yang dapat memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan biji-bijian dan mencegah penjenuhan udara disekitar permukaan bijibijian. Volume udara yang lebih besar dapat menampung dan membawa uap air lebih banyak. Semakin kering udara maka akan semakin cepat pula proses pengeringan yang terjadi. Udara kering dapat menampung uap air lebih banyak dari pada udara lembab. Tekanan statik aliran udara pengering yang melalui tumpukan biji-bijian akan memiliki nilai yang berbeda pada saat udara pengering masuk dan keluar tumpukan biji-bijian. Perbedaan tekanan statik ini disebabkan

33 11 oleh adanya gesekan antara udara pengering dengan biji-bijian dan pengaruh turbulensi aliran udara pengering. Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa tekanan statik aliran udara pengering yang melalui tumpukan bebijian tergantung pada: (a) kecepatan aliran udara pengering, (b) karakteristik bentuk dan permukaan bebijian, (c) jumlah, ukuran dan konfigurasi ruang antar bebijian, (d) variasi ukuran bebijian dan (e) tebal tumpukan bebijian. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan statik aliran udara pengering adalah prosentase lubang lantai ruang pengering dan panjang pipa penyalur udara pengering (Hall & Davis 1979). Kebutuhan volume aliran udara pengering untuk biji-bijian menurut cara pengeringan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kebutuhan volume aliran udara pengering pada berbagai cara pengeringan. Cara pengeringan Volume aliran udara (m 3 /m 3 det) Aerasi 2.67 x 10-4 Tempering Udara pengering tanpa pemanasan Tumpukan tipis Udara pengering dengan pemanasan Sumber : Brooker et al. (1974) Karakteristik Pengeringan Jagung Brooker et al. (1992) mengemukakan suatu persamaan untuk konstanta pengeringan jagung yang diambil dari persamaan Pabis dan Henderson (1961) yaitu: (7) dimana k dalam (dtk -1 ) dan T dalam ( o R). Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan setimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingnya. Kadar air pada keadaan setimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis (Henderson & Perry 1979).

34 12 Salah satu persamaan kadar air keseimbangan pada jagung pipilan adalah persamaan Henderson termodifikasi (Brooker et al. 1992) yaitu: 1 exp (8) (9) dimana Me adalah kadar air keseimbangan basis kering, T adalah suhu mutlak udara ( o C) dan RH adalah kelembaban nisbi. Apabila persamaan di atas digunakan untuk kondisi udara alami yang umum di Indonesia, sebagai contoh pada suhu 30 o C dan RH 70%, maka nilai kadar air keseimbangan jagung pipilan yang diperoleh adalah 16.0% b.k. Tabel 3 menyajikan beberapa nilai yang diuji pada studi pendahuluan. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa udara alami tanpa pemanasan mempunyai potensi untuk menurunkan kadar air jagung pipilan sampai 13.8%b.k. Kadar air ini sudah memadai untuk penyimpanan dalam waktu yang cukup lama. Tabel 3 Hasil perhitungan kadar air berdasarkan Persamaan (8) T ( o C) RH (%) Me (%b.k) Penggunaan udara lingkungan tanpa pemanasan sebagai udara pengering telah diuji di Korea selama empat tahun (Kim et al. 1989). Kondisi udara lingkungan yang digunakan mempunyai suhu udara rata-rata o C dengan RH rata-rata berkisar antara %. Dengan kondisi tersebut sebanyak kg gabah dapat dikeringkan dari kadar air awal % sampai kadar air akhir % Sorpsi Isotermi Sorpsi isotermi adalah suatu plot kadar air keseimbangan terhadap kelembaban relatif pada suatu temperatur tertentu. Isotermi yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan isotermi adsorpsi, sedangkan isotermi yang diperoleh dengan memaparkan

35 13 padatan pada udara yang kelembabannya menurun dikenal dengan isotermi desorpsi. Isotermi desorpsi merupakan perhatian utama pengeringan karena kadar air padatan menurun secara progresif. Kebanyakan bahan yang dikeringkan menunjukkan hysterisiss dimana kedua isotermi tersebut tidak samaa sebangun (Devahastin 2000). Gambar 2 menunjukkan bentuk umumm isotermi sorpsi tipikal. Bentuk tersebut dicirikan oleh tiga wilayah secara tegas, A, B dan C, yang merupakan pertanda mekanisme pengikatan air yang berbeda pada tempat terpisah dalam matrik padatan. Pada wilayah A, air terikat kuat pada tempat tersebutt dan tidak dapat digunakan untuk reaksi. Padaa wilayah ini, terutama terdapat adsorpsi lapis tunggal uap air dan tidak tampak perbedaan tegas antara isotermi adsorpsi dan desorpsi. Pada wilayah B, air terikat lebih longgar. Penurunan tekanan uap air hingga di bawah tekanan keseimbangan uap air pada suhu yang sama adalah karena air tersebut terkurung dalam kapiler yang lebih kecil. Air dalam wilayah C bahkan terikat lebih longgar dalam kapiler yang lebih besar, air ini dapat digunakan untuk reaksi dan sebagai pelarut (Devahastin 2000). Gambar 2 Sorpsi isotermi yang menunjukkan hysterisis Aktivitas Air Devahastin (2000) mengemukakan bahwaa dalam pengeringan bahan pangan atau pakan, ketersediaan air untuk pertumbuhan mikroorganisme, perkecambahan spora dan kontribusi dalam beberapa reaksi kimia, memerlukan perhatian penting. Hal ini dikarena aktivitas tersebut akan mengakibatkan kerusakan bahan. Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan parsial air (p)

36 14 pada sistem padatan basah terhadap tekanan keseimbangan uap air (p w ) pada suhu yang sama, dalam persamaan dituliskan sebagai :... (10) atau,... (11) Daftar nilai a w minimum terukur untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora disajikan pada Tabel 4. Jika a w diturunkan dibawah nilai ini dengan cara pengeringan atau dengan menambahkan agen pengikat seperti gula, gliserol atau garam, maka pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Akan tetapi seharusnya penambahan tersebut tidak mempengaruhi aroma, rasa atau kriteria mutu lainnya, sehingga proses pengeringan merupakan solusi yang baik untuk menurunkan a w pada bahan pangan dengan kadar air tinggi. Tabel 4 Aktivitas air (a w ) minimum untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora Mikroorganisme Aktivitas air Organisme penghasil lendir pada daging 0.98 Spora Pseudomonas, Bacillus cereus 0.97 Spora B.subtilis, C.botulinum 0.95 C.Botulinum, Salmonela 0.93 Bakteri pada umumnya 0.91 Ragi pada umumnya 0.88 Aspergillus niger 0.85 Jamur pada umumnya 0.80 Bakteri halofolik 0.75 Jamur Xerofilik 0.65 Ragi Osmifilik 0.62 Sumber : Brockmann 1973 dalam Devahastin Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu cara pengamanan yang selalu berkaitan dengan waktu. Hasil pertanian terutama bebijian selama penyimpanan masih mengalami proses respirasi karena bahan tersebut masih hidup. Proses respirasi merupakan proses produksi energi yang digunakan oleh sel-sel tanaman, pada proses respirasi terjadi pemindahan energi dari ikatan kimia dalam bahan kepada ikatan kimia Adenosin Tri Phospat (ATP) yang berenergi tinggi dan langsung digunakan dalam proses kehidupan (Suseno 1974). Menurut Hall (1970), air dan panas yang dihasilkan dari proses respirasi akan menaikkan kadar air bahan dan suhu,

37 15 sehingga laju respirasi meningkat. Kadar air dan panas hasil respirasi membuat kondisi yang baik bagi pertumbuhan kapang. Wijandi (1988) mengemukakan bahwa penyimpanan dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor yang dapat mengurangi mutu komoditi yang disimpan. Menurut Soesarsono (1977), penyimpanan dapat dibagi dalam berbagai tahapan/kelompok antara lain: berdasarkan perjalanan hasil panen, waktu, tempat, modifikasi udara dan berdasarkan teknologi. Dalam penyimpanan berdasarkan perjalanan hasil panen, dikenal penyimpanan tingkat panen, tingkat petani, tingkat pengumpul, tingkat penyalur, transit, tingkat pengecer dan tingkat konsumen. Berdasarkan waktu dilakukan penyimpanan jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, transit dan penyimpanan panjang. Penyimpanan berdasarkan tempat digolongkan menjadi penyimpanan di atas atmosfer, di dalam tanah, di udara dan di bawah permukaan air. Berdasarkan modifikasi udara dikenal penyimpanan alami, penyimpanan atmosfir yang dimodifikasi (modified atmosfer storage) dan penyimpanan atmosfr yang dikendalikan (control atmosfer storage). Sedangkan berdasarkan teknologi, penyimpanan dapat digolongkan menjadi penyimpanan tradisional dan penyimpanan modern. Cara penyimpanan modern merupakan pengembangan dari penyimpanan tradisional. Menurut Wiliam (1991), ada beberapa faktor yang berpengaruh pada penyimpanan biji-bijian antara lain: tipe dari bebijian, periode penyimpanan, metode penyimpanan, suhu lingkungan, kadar air bahan, kandungan bahan asing, proteksi fisik dan kelembaban relatif. Jagung dapat disimpan dalam beberapa cara seperti curah (pipilan), kemas (pipilan) dan gantung (dengan tongkol). Berdasarkan pengaruh udara lingkungan pada kondisi penyimpanan, penyimpanan dapat dibedakan menjadi penyimpanan udara bebas dan penyimpanan rapat udara (Thahir et al. 1988). Penyimpanan udara bebas adalah penyimpanan yang dilakukan pada kondisi udara bebas dengan suhu kamar, pada kondisi ini lingkungan berpengaruh langsung terhadap proses penyimpanan. Sistem penyimpanan udara bebas kurang menguntungkan bagi biji dengan kadar air awal rendah pada daerah dengan

38 16 kelembaban yang tinggi, karena kadar air biji akan naik menyesuaikan dengan kelembaban udara lingkungan. Kerusakan akan tetap terjadi meskipun telah diterapkan persyaratan penyimpanan yang cukup baik (Thahir et al. 1988). Penyimpanan rapat udara merupakan sistem penyimpanan dengan prinsip membatasi dampak negatif dari udara lingkungan sehingga laju kerusakan dapat dihambat. Penyimpanan ini juga sering disebut penyimpanan kedap udara. Tujuan dari sistem penyimpanan tersebut adalah untuk memperpanjang daya simpan. Kerusakan butir bijian terjadi karena kegiatan biologis hama, kapang dan bakteri. Kegiatan biologis berupa pernafasan dapat dihambat dengan cara kemasan diisi biji penuh, kadar air butiran rendah pada awal penyimpanan, digunakan wadah dengan sistem kedap udara. Tingkat pernafasan dapat dihambat dengan cara pemberian CO 2, pengurangan O 2. Keuntungan dari sistem penyimpanan ini memperpanjang daya simpan jagung dari tiga bulan menjadi paling sedikit 12 bulan, serta tidak membutuhkan insektisida dan fungisida, yang diperlukan adalah kadar air yang rendah (Thahir et al. 1988) Pengaruh Kadar Air terhadap Penyimpanan Dalam mencegah kerusakan selama masa penyimpanan, pengendalian kadar air merupakan faktor terpenting. Pengendalian kadar air adalah faktor yang paling mudah dan murah sebelum dilakukan penyimpanan terhadap bahan. Perkembangan kapang dapat ditekan dengan adanya pengurangan kadar air selama penyimpanan (Wiliam 1991). Pengeringan yang berlanjut dengan menggunakan sinar matahari dapat menyebabkan biji-bijian retak dan kehilangan daya hidupnya (Covanic 1991 dalam Dharmaputra et al. 1997). Selama masa penyimpanan kadar air bahan pangan akan bergerak menuju kadar air keseimbangan. Henderson dan Perry (1976) mengemukakan bahwa kadar air keseimbangan terjadi pada saat biji-bijian tidak lagi menyerap atau melepaskan uap air. Pengeringan mekanis untuk menurunkan kadar air sampai 14% selama 2.5 hari efektif untuk mengontrol aflatoksin pada jagung yang diproduksi pada musim hujan. Untuk menghemat biaya, pengeringan mekanis dipadukan dengan metode pengeringan field drying, yaitu dengan membiarkan jagung tetap di pohon meskipun jagung tersebut telah siap panen. Perlakuan ini dimaksudkan untuk

39 17 mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban relatif. Di Thailand selama musim hujan menggunakan field drying selama 1 sampai 4 minggu efektif mengeringkan jagung dari kadar air >26% menjadi 18 22%, juga menjaga dari kerusakan fisik serta mengontrol aflatoksin (Negler et al. 1986) Kelembaban dan Suhu Penyimpanan Chikubu (1974) mengemukakan bahwa kelembaban dan suhu ruang merupakan faktor lingkungan yang penting dalam penyimpanan. Kelembaban lebih berperan dalam menentukan mutu bahan dan proses kerusakan selama penyimpanan. Kelembaban akan mempengaruhi kadar air bahan, dan kadar air bahan juga selalu dipengaruhi oleh kelembaban ruangan, sehingga terjadi suatu keseimbangan. Selain itu suhu ruangan juga sangat menentukan tingkat keseimbangan kelembaban dengan kadar air tersebut. Batas suhu dan kadar air aman pada penyimpanan biji-bijian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Batas-batas suhu dan kadar air yang aman pada penyimpanan biji-bijian (Hall 1970) Kelembaban ruangan, suhu dan kadar air bahan selain mempengaruhi aktifitas di dalam bahan juga akan mempengaruhi kegiatan hidup organisme perusak. Setiap organisme perusak memerlukan syarat hidup tertentu sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Soesarsono (1977) mengemukakan bahwa pada umumnya aktivitas serangga tidak dipengaruhi oleh

40 18 kelembaban, tetapi dipengaruhi oleh perubahan suhu. Sedangkan jamur dipengaruhi oleh kadar air dan relatif tidak terpengaruh oleh suhu. Menurut Hall (1970), kondisi yang sesuai untuk mencegah kerusakan selama penyimpanan dan perdagangan adalah pada kelembaban sebesar 70%. Pada kelembaban 70% dan suhu 27 o C jagung memiliki kadar air keseimbangan 13.5%. Selanjutnya dijelaskan bahwa suhu yang tinggi (berkisar antara o C) akan mempercepat kehidupan organisme, disamping itu reaksi kimia juga akan meningkat karena peningkatan suhu. Kenaikan suhu bahan juga disebabkan oleh kegiatan respirasi, aktifitas serangga, aktifitas kapang dan bakteri Hubungan Antara Penyimpanan dan Kerusakan Bahan Pakan Menurut Francis dan Wood (1982), kondisi lingkungan yang berpengaruh pada penyimpanan adalah suhu dan kelembaban relatif, dan hanya terpengaruh kecil oleh oksigen dan cahaya. Suhu dan kelembaban relatif tidak hanya berpengaruh terhadap laju perubahan kimia tapi juga berpengaruh pada perkembangan serangga dan kapang. Perubahan kimia berhubungan erat dengan aktivitas kapang dan serangga. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perubahan biologi dan kimia pada pakan konsentrat Kadar air (%) RH pada o C (%) Aktivitas Biologis Aktivitas Kimia < 8 30 Tidak nyata oksidasi lemak, peningkatan peroksida >60 Serangan serangga Serangan serangga Peningkatan asam urat Reaksi Maillard Serangan serangga Pertumbuhan kapang Serangan serangga Pertumbuhan kapang Produksi mikotoksin Peningkatan produksi mikotoksin > 25 - Pertumbuhan bakteri Sumber : Francis dan Wood (1982) Kehilangan fisik dan depolimerisasi pati dan protein Persyaratan Mutu Jagung Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut SNI dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Kristanto 2007). Persyaratan kualitatif jagung meliputi: 1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit.

41 19 2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam). 3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida. 4. Memiliki suhu normal. Sedangkan persyaratan kuantitatif jagung dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Persyaratan mutu jagung No Komponen Utama Persyaratan Mutu (% Maks) I II III IV 1 Kadar air Butir rusak Butir warna lain Butir pecah Kotoran Sumber: SNI dalam Kristanto, 2007 Standar Mutu jagung yang digunakan untuk bahan baku pakan meliputi zat makanan dan kandungan bahan berbahaya/racun serta kemurnian, standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Standar mutu jagung bahan baku pakan ternak No Komponen Persyaratan 1 Kadar air (maksimum) % Kadar protein kasar (minimum) % Kadar serat kasar (maksimum) % Kadar abu (maksimum) % Kadar lemak (minimum) % Mikotoksin: a) Aflatoksin (maksimum) ppb b) Okratoksin (maksimum) ppb Butir pecah (maksimum) % Warna lain (maksimum) % Benda asing (maksimum) % Kepadatan minimum kg/m Sumber: SNI Untuk dijadikan benih, biji jagung hibrida harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Tabel 8 Spesifikasi persyaratan mutu benih jagung hibrida di laboratorium No Komponen Persyaratan (%) 1 Kadar air (maksimum) Benih murni (minimum) Daya berkecambah (minimum) Kotoran Benih (maksimum) 2.0 Sumber: SNI

42 Perkembangan Penelitian In-Store Dryer Gagasan yang mutakhir mengenai proses penyimpanan yang disatukan dengan pengeringan telah banyak dilakukan dengan berbagai bentuk bangunan maupun metode pengeringan dan penyimpanannya. Di beberapa negara ASEAN yang beriklim tropis dan sub-tropis, telah berkembang penelitian serta percobaan untuk mengetahui sejauh mana sistem penyatuan proses pengeringan dan penyimpanan dapat mengurangi susut bahan pascapanen. Koto (1983) telah melakukan penelitian mengenai penyimpanan dalam silo besi kedap udara. Penelitian menggunakan gabah sebagai bahan uji ini bertujuan untuk melihat perubahan kadar air selama penyimpanan akibat pengaruh fluktuasi suhu udara dan radiasi sinar surya. Percobaan menggunakan gabah varietas bolon, yang disimpan dalam silo besi dengan diameter 150 cm dan tinggi 100 cm, yang diletakkan pada udara terbuka sehingga dinding silo dapat terkena sinar matahari langsung. Hasil pengamatan selama 100 hari penyimpanan menunjukkan adanya perbedaan kadar air antara hasil perhitungan sebesar 0.62% dan hasil pengamatan sebesar 0.58%. Pada lokasi pusat lapisan bawah silo dan di lokasi sepanjang 5 cm dari dinding terjadi penurunan kadar air sebesar 3%. Selama penyimpanan tidak terjadi perubahan warna beras, sementara peningkatan butir retak paling banyak terjadi di sekitar dinding dan paling sedikit pada lokasi pusat silo. Peningkatan populasi kapang sangat kecil dan pengaruhnya tidak nyata terhadap mutu beras. Beberapa percobaan modifikasi lumbung pengering telah dibuat oleh Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Serpong. Soemangat et al. (1987) melakukan studi implementasi pengering tipe lahat dalam tanah untuk jagung. Karakteristik utama alat ini adalah; (a) berukuran 4.6 m x 2.1 m x 1.8 m, terdiri atas ruang piramida, tungku, plenum, cerobong dan atap, (b) kapasitas pengering 1 ton, (c) waktu pengeringan 13 jam pada suhu 68 o C untuk menurunkan kadar air dari 35% menjadi 17% basis basah, (d) beroperasi pada malam hari dan musim hujan pada suhu lingkungan 24 o C dan RH 96%. Pengering ini pertama kali dikembangkan oleh SUCA (Silliman University College of Agriculture) pada tahun 1984 di Afrika.

43 21 Lumbung pengering bahan bakar non-konvensional IRRI (Harlos et al. 1983) dikembangkan lebih lanjut oleh Jeon et al. (1983), dengan kapasitas pengeringan 8 ton/proses dapat mengeringkan gabah dari kadar air 20% menjadi 14% basis basah selama 6-12 jam pada suhu o C dan laju hisapan udara sebesar 9.83 m 3 / m 3 /mnt. Komar (1988) meneliti sebuah alat penyimpan sekaligus pengering berupa sebuah sistem lumbung pengering gabah bahan bakar sekam. Penelitian ini menghasilkan suatu bangunan lumbung berukuran 3 m x 2 m x 3 m yang dapat menghasilkan antara lain: suhu udara panas o C, RH %, laju aerasi 3.09 x 10-3 kg/dtk selama pengeringan dan suhu udara ruangan o C, RH % dengan laju aerasi 1.12 x 10-4 kg/dtk selama penyimpanan. Lumbung dengan muatan 500 kg gabah ini dapat menurunkan kadar airnya dari 27.63% basis kering menjadi 15% b.k dalam jangka waktu 36 jam, dengan konsumsi bahan bakar selama pengeringan adalah 3.3 kg/jam, efisiensi panas tungku yang digunakan adalah 60%. Percobaan penyimpanan gabah dalam lumbung selama dua bulan, dengan memanfaatkan panas surya yang dipindahkan melalui atap seng gelombang ke ruang lumbung untuk menurunkan dan mempertahankan kadar air gabah. Penyimpanan ini menghasilkan indeks kerusakan antara 1-5 dan susut bahan kering antara 1-1.5, dari nilai indeks tersebut lumbung dapat digunakan untuk penyimpanan gabah jangka panjang. Widodo et al. (1994) di BBP MEKTAN Serpong melakukan analisis teknis dan ekonomis pada pengering padi dengan menggunakan Drying and Storage System (DS System). DS Sytem tersebut terdiri dari 8 kotak pengering, motor penggerak dan kipas penghembus. Pengering ini mampu mengeringkan gabah dari kadar air % b.b menjadi 11.4% b.b dalam waktu 16 jam, dengan laju pengeringan 0.98% per jam. Kelima model pengering dan penyimpan tersebut masih memanfaatkan mekanisme pindah panas konveksi alami dan aliran udara dengan sumber panas dari bahan bakar pada tungku maupun sinar matahari.

44 Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena lain seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi dengan bantuan software komputer. CFD telah dikenal sejak tahun 1960-an untuk mendisain mesin jet dan aircraft. Perkembangan selanjutnya metoda ini digunakan untuk mendisain mesin pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaraan bermotor dan aliran udara yang menyelimuti casing mobil. Metode CFD menggunakan analisa numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan yang terdiri dari persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi (Versteeg & Malalasekera 1995). Wulandani (2005) telah menggunakan teknik CFD untuk mensimulasi udara pengering pada pengeringan ERK tipe rak. Dalam riset ini dilakukan analisis distribusi aliran udara yang mencakup kecepatan, suhu dan RH serta dilanjutkan dengan melakukan validasi model tersebut terhadap hasil percobaan. Analisis ini penting untuk mengoptimisasikan bentuk saluran udara yang harus didisain untuk menyeragamkan aliran udara pada pengering, sehingga diperoleh keseragaman kadar air yang berarti juga keseragaman kualitas biji. Dalam CFD, pola aliran udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan melalui persamaan diferensial berupa koordinat cartesian. Pemecahan secara matematik dalam CFD dilakukan melalui analisis numerik tiga dimensi dengan metode volume hingga melalui diskretisasi dan iterasi. Analisis distribusi dan simulasi suhu dan kecepatan udara pada ruangan ISD dalam CFD dapat dilakukan dengan menggunakan software gambit (meshing dan boundary condition) dan fluent (mendefinisikan model 3D, pemakaian energi, viscous model, jenis material dan sifat termofisik fluida, input nilai boundary condition, inisialisasi, iterasi dan visualisasi). Computational Fluid Dynamics (CFD) mengandung 3 komponen utama, yaitu : pre-processor, solver dan post-processror (Versteeg & Malalasekera 1995) Pre-processor Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan

45 23 operator, berfungsi sebagai transformer input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mendefinisikan geometri daerah yang dikehendaki (perhitungan domain); 2) pembentukan grid (mesh) pada setiap domain; 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan; 4) menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan sebagainya); 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan. Ketepatan aliran dalam geometri yang dibentuk dalam CFD ditentukan oleh jumlah sel di dalam grid yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan atau ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus selalu seragam, dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak mengalami perubahan Solver Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam CFD dengan software fluent Metode yang digunakan adalah metode volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite difference) khusus. Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equation) (Lampiran 6). Proses pemecahan matematika pada solver memiliki 3 tahapan yaitu: 1) aproksimasi aliran yang tidak diketahui dilakukan dengan menggunakan fungsi sederhana; 2) diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran disertai dengan manipulasi matematis; 3) penyelesaian persamaan aljabar. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan atur aliran fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika, yaitu : 1) massa fluida kekal; 2) laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton); 3) laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika).

46 24 Hukum Kekalan Massa 3 Dimensi Steady State Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai berikut: laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju net aliran massa ke dalam elemen terbatas. Adapun bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut (Versteeg & Malalasekera 1995) : 0... (12) Persamaan (10) merupakan persamaan kontinyuitas untuk fluida. Ruas kiri menggambarkan laju netto massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan sebagai faktor konveksi. Persamaan Momentum 3 Dimensi Steady State Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Versteeg & Malalasekera 1995) sebagai berikut : Momentum arah x: Momentum arah y : Momentum arah z:... (13)... (14)... (15) Persamaan Energi 3 Dimensi Steady State Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika (Versteeg & Malalasekera 1995) yang menyatakan bahwa : laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut :

47 25 Persamaan state:... (16) Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel ρ dan p, maka persamaan state untuk p dan i (Versteeg & Malalasekera 1995) adalah sebagai berikut :,... (17),... (18) Untuk gas ideal, dimana : dan Post-processor Post-processor merupakan tahapan akhir dari simulasi CFD, tahap ini berupa penampilan hasil yang diperoleh dari proses sebelumnya dalam preprocessor dan solver. Tampilan tersebut dapat berupa: a) tampilan geometri domain dan grid; b) plot vektor; c) plot permukaan 2 dan 3 dimensi; d) pergerakan partikel; e) manipulasi pandangan; f) output warna. 2.5 Model Pengeringan Tumpukan (Deep Bed Drying) Brooker et al. (1992) mengemukakan bahwa suatu model pengeringan tumpukan diturunkan berdasarkan keseimbangan panas dan massa. Menurut Sharp (1982) dalam Napitupulu (1993), ada beberapa model pengeringan lapis tebal yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi pengeringan tumpukan diantaranya adalah: model keseimbangan, model logaritmik dan model persamaan differensial parsial. Nugroho (1986) mengemukakan bahwa hasil simulasi yang didapatkan dengan model differensial parsial lebih mendekati hasil percobaan dibandingkan dengan model keseimbangan. Suatu model persamaan differensial parsial merupakan analisis keseimbangan kalor dan massa melalui kontrol volume seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

48 26 Gambar 4 Elemen pada bak (Bala 1997) Menurut Brooker et al. (1992), untuk mempermudah penyelesaian dari persamaan pengeringan yang ada, beberapa asumsi digunakan untuk menurunkan persamaan model tersebut yaitu: 1) selama proses pengeringan, penciutan volume bahan biji-bijian diabaikan, 2) gradien temperatur dalam setiap bahan diabaikan, 3) konduksi antar biji-bijian diabaikan, 4) aliran udara bersifat plug type dan konstan, 5) / dan / dapat diabaikan terhadap / dan /, 6) dinding alat pengering bersifat adiabatis selama proses pengeringan dan kapasitas panasnya diabaikan, dan 7) kapasitas panas uap air dan biji-bijian dianggap tetap selama pengeringan. Bala (1997), juga mengemukakan beberapa asumsi untuk penurunan persamaan deep bed drying, antara lain: a) aliran udara satu dimensi, b) tidak ada kehilangan panas tegak lurus aliran udara, c) kehilangan panas konduksi di dalam bak diabaikan, d) panas spesifik bijian kering, moisture dan udara konstan, e) panas laten penguapan dipengaruhi oleh moisture content, f) penyusutan bijian di dalam bak dipengaruhi oleh moisture content, g) bulk density bijian dipengaruhi oleh penyusutan, h) kontribusi (dh/dt) dan (dt a /dt) diabaikan. Dari parameter keseimbangan entalpi dan massa pada elemen bak yang ditunjukkan pada Gambar 4, ada empat parameter yang belum ditentukan dalam model ini, yaitu: a) kadar air biji-bijian (M), b) kelembaban mutlak udara (H), c) suhu udara pengering (T) dan d) suhu bahan biji-bijian (T g ). Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, Bala (1997) menurunkan persamaan model matematis diferensial parsial tipe bak, meliputi: a) keseimbangan massa, b) laju pengeringan, c) keseimbangan panas dan d) laju perpindahan panas.

49 Keseimbangan Massa Dalam unit waktu tertentu, aliran uap air yang masuk ke dalam elemen bak dituliskan sebagai dan keluar sebagai. Selisih antara keduanya adalah uap air yang bertambah ke udara dari bijian. Sehingga dalam unit waktu tertentu dituliskan sebagai:...(19) Dengan menggunakan deret Taylor untuk H dan dengan mengabaikan semua batasan dz 2, maka Persamaan (19) ditulis menjadi :...(20)...(21) Persamaan (21) jika ditulis dalam bentuk finite difference adalah:...(22) dengan mengacu pada grid (Gambar 5) maka :...(23) Gambar 5 Grid finite different untuk persamaan deep bed drying

50 Laju Pengeringan Kadar air pada suatu lapis tipis biji-bijian sesuai dengan ekspresi persamaan lapis tipis yaitu:...(24) integrasi persamaan ini dari step 1 ke 2 pada Gambar 5 menjadi:...(25) sehingga bila t 2 -t 1 = Δt, maka: 1...(26) Persamaan (26) ditulis dalam page equation (Hall 1970; Van Rest & Isaacs 1968 dalam Bala 1997) maka: dimana :...(27) / /...(28) Keseimbangan Panas Perubahan entalpi udara = perpindahan panas konveksi ke bijian panas yang dibawa oleh uap ke udara. Panas yang masuk ke dalam elemen (z, z+dz) dalam suatu waktu tertentu adalah:...(29) dan panas yang keluar adalah:...(30) dari Persamaan (29) dan Persamaan (30)...(31)

51 29 dengan menggunakan deret Taylor, Persamaan (31) ditulis sebagai :...(32) subsitusi (dh/dz)= -(ρd/ga)(dm/dt):...(33) Persamaan (33) menjadi :...(34) jika / diasumsikan P dan T g konstan untuk interval Δz (Gambar 5), Persamaan (34) menjadi:...(35) integrasi step 2 ke 4 didapatkan:...(36) jika z 4 -z 2 =Δz, maka: 1...(37) Laju Perpindahan Panas Perubahan entalpi bijian = perpindahan panas konveksi ke bijian panas yang di supply untuk menguapkan uap air ke udara. Pada awal waktu dt, panas bijian adalah :...(38) dan pada t+dt adalah:...(39)

52 30 sehingga perubahan entalpi bijian:...(40) dengan menggunakan deret Taylor, Persamaan (40) menjadi :...(41) Persamaan (41) disusun ulang menjadi : Jika / /...(42) Diasumsikan P dan Q konstan terhadap waktu untuk interval dt, maka:...(43) Integrasi step 1 ke 2 (Gambar 5) didapatkan: / /...(44) jika t 2 - t 1 = Δt, maka Persamaan (44) dapat dituliskan : 1 /...(45) Model pengeringan tumpukan bebijian pada prinsipnya disusun dengan membagi tumpukan (lapisan tebal) menjadi beberapa lapisan tipis, keluaran dari lapisan sebelumnya merupakan masukan untuk lapisan berikutnya dan pada setiap lapisan diasumsikan bahwa suhu dan kadar air bebijian dalam kondisi seragam. Model persamaan differensial parsial biasanya digunakan untuk mempelajari pengeringan pada suhu tinggi. Tidak banyak model persamaan diferensial parsial yang memberikan hasil memuaskan untuk kondisi pengeringan dengan suhu rendah, kecepatan aliran udara rendah dan kedalaman bak cukup besar (Sharp 1982 dalam Napitupulu 1993).

53 III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai dengan Mei 2008, bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3000 kg jagung pipil varietas hibrida dengan kadar air rata-rata 18% b.k (range 18-20% b.k), setelah melalui proses pengeringan dengan laju tinggi (suhu udara pengering o C) pada pengering ERK-hybrid Alat Peralatan yang digunakan meliputi bangunan In-Store Dryer (ISD), termokopel (CA), hybrid recorder HR-2500E, chino recorder, anemometer merek Kanomax Model A541, moisture tester, oven drying tipe SS-204D, termometer (bola basah dan bola kering), timbangan digital Tipe EK-1200 A, kain kasa, kawat kasa, botol kaca 140 ml, jangka sorong, mistar ukur, note book dan personal computer (PC) dengan software Visual Basic 6.0, Gambit & Fluent Bangunan In-Store Dryer Bangunan ISD yang diuji adalah suatu bangunan silo yang berbentuk silinder dengan ukuran tinggi 3.50 m dan diameter 2.50 m, memiliki kapasitas 7.5 ton jagung. Seluruh dinding ISD terbuat dari plat esser yang dilapisi galvanis dengan ketebalan m, yang diperkuat oleh rangka dari pipa-pipa besi. Dinding terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar dan dalam. Diantara kedua lapisan dinding tersebut diisi dengan busa glasswool sebagai insulator agar pemanasan oleh radiasi matahari tidak mempengaruhi kondisi dalam bangunan ini, sehingga dinding dalam kondisi adiabatis. Pada bagian atas bangunan ini terdapat lubang sebagai outlet udara dan juga untuk lubang loading bahan dengan

54 32 diameter bukaan 0.60 m. Gambar 6 menunjukkan skema bangunan ISD. Untuk lebih jelas posisi ISD di dalam sistem pengering terintegrasi, dapat dilihat pada gambar Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) terintegrasi yang disajikan pada Lampiran Keterangan : 1 Pipa input 2 Pipa output 3 Outlet udara ISD 4 Kipas ISD 5 Katup penutup 6 Lantai pengering berlubang 7 Saluran outlet biji-bijian 8 Pintu kontrol Gambar 6 Skema Bangunan ISD Bagian dalam bangunan ISD ini dilengkapi dengan 13 buah pipa penyalur udara dengan posisi yang diatur untuk meratakan distribusi aliran udara di dalam ISD. Pipa-pipa tersebut terbuat dari plat esser berpori (diameter pori m) yang digalvanis dengan ketebalan m, pipa-pipa ini menurut fungsinya terdiri dari dua jenis; yaitu pipa input dan pipa output. Pipa input berjumlah 9 pipa dengan diameter 0.15 m dan tingginya 0.22 m dari lantai ISD. Pipa input ini berhubungan langsung dengan lantai pengering, ujung pipa bagian bawah merupakan bukaan sebagai input udara dari ruang plenum. Pipa input dikondisikan setengah berpori dengan bagian yang berpori menghadap ke dinding ISD. Pengkondisian pipa input setengah berpori didasarkan profil aliran udara seperti yang diberikan secara skematis oleh Brooker et al. (1992) yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara pipa output berjumlah 4 pipa dengan diameter 0.20 m dan tingginya 2.0 m, pipa output ini ditempatkan dalam posisi tidak berhubungan langsung dengan lantai ISD, sehingga pipa ini dianggap sebagai pipa melayang dengan jarak 0.30 m diatas lantai ISD. Penempatan pipa input dan output udara di dalam ISD adalah berdasarkan pada profil aerasi udara, sehingga

55 33 udara dapat menyebar dengan merata. Hal ini didasarkan pada arah aliran udara pada pipa input dan output melalui tumpukan biji seperti yang dikemukakan oleh Brooker et al. (1992) yang secara skematis dapat dilihat pada Lampiran 3. Lokasi dari pipa-pipa penyalur udara pada koordinat bidang xz dapat dilihat pada Tabel 9, sementara penyajian gambar susunan pipa-pipa penyalur udara dalam ISD dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 9 Lokasi pipa-pipa penyalur udara dalam ISD menurut fungsinya pada bidang xz. x(m) z (m) Diameter (m) Fungsi Unit x(m) z (m) Diameter (m) Fungsi Unit Input Input Input Input Input Output Input Output Input Output Input Output Input Jumlah 7 6 Lantai ISD berbentuk plenum yang dilengkapi dengan lubang unloading bahan. Lantai terbuat dari plat esser berpori yang digalvanis, dengan ukuran sesuai dengan ukuran bangunan ISD yaitu diameter atas 2.50 m, sementara tinggi plenum ini 0.20 m. Pada bagian bawah plenum terdapat dua buah lubang berbentuk persegi berukuran 0.32 m x 0.20 m yang berfungsi untuk unloading bahan setelah selesai proses pengeringan dan penyimpanan. Pada bagian bawah ISD, di bawah lantai terdapat kipas axial sebagai penghembus udara lingkungan kedalam sistem ISD untuk proses pengeringan dengan laju rendah. Ukuran dan kapasitas ISD yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk skala penelitian, sementara ukuran dan kapasitas silo yang banyak digunakan untuk skala lapangan dan skala komersial sesuai dengan standar ASAE dapat lihat pada Lampiran 5.

56 Prosedur Penelitian Prosedur atau langkah kerja pada penelitian ini ditunjukkan pada diagram alir penelitian (Gambar 7). Mulai Studi Literatur Simulasi CFD : Suhu, RH dan Aliran Udara Pengering In-Store Dryer Validasi Tanpa Beban Tidak Valid Ya Pemrograman & Simulasi Model Pengeringan Tumpukan Pengujian dan Validasi Model dengan beban (Jagung) Tidak Valid Ya Suhu, RH, Kecepatan udara, Kadar air, Mutu pengeringan dan penyimpanan, hasil evaluasi akhir untuk pengembangan ISD Selesai Gambar 7 Diagram Alir Penelitian

57 Simulasi Sistem Thermal ISD Simulasi sistem thermal pada bagunan ISD dibuat dengan menggunakan software CFD yaitu Gambit & Fluent , dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) pembuatan geometri bangunan ISD menggunakan Gambit , meliputi: bangunan, lantai, pipa-pipa penyalur udara, inlet/kipas (kecepatan udara masuk) dan outlet. b) pembuatan mesh volume pada geometri dengan menggunakan Gambit c) pendefinisian variabel operasi (meliputi; sifat termal bahan, menentukan kondisi batas yang sesuai pada sel yang merupakan batas domain berdasarkan bentuk saluran dalam ruangan, model simulasi berupa model energi, dan satuan yang digunakan pada geometri) yang dibuat dengan menggunakan Fluent d) inisiasi dilakukan pada Fluent e) penentuan zona permukaan hasil simulasi yang akan ditampilkan pada Fluent Adapun asumsi, kondisi awal dan kondisi batas dalam simulasi aliran udara dengan CFD dapat dilihat pada Lampiran 7. Simulasi CFD dilakukan dengan dua kondisi terhadap pipa saluran udara yang ditempatkan di dalam ISD, yaitu: 1. Simulasi 1: Bangunan ISD dikondisikan sesuai dengan bangunan ISD di lapangan dengan 9 buah pipa input setengah berpori, sisi dari pipa yang berpori diposisikan menghadap ke dinding. Sementara 4 buah pipa output seluruhnya berpori. 2. Simulasi 2: Bangunan ISD dengan pipa input dan output yang seluruhnya berpori, Simulasi ini merupakan modifikasi pada jenis pipa input. Pada Simulasi ini seluruh pipa input dikondisikan memiliki pori keseluruhan Simulasi Pengeringan Tumpukan (Lapis Tebal) Jagung Simulasi pengeringan tumpukan (lapis tebal) jagung yang dibuat dalam program komputer Visual Basic 6.0, untuk menyelesaikan persamaan-persamaan secara simultan, yaitu; Persamaan 23, Persamaan 27, Persamaan 37 dan Persamaan 45. Algoritma dan parameter simulasi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9, sementara kode program Visual Basic dan Interface dari program simulasi tersebut disajikan pada Lampiran 10 dan 11. Simulasi dilakukan dengan dua kondisi yaitu:

58 36 1. Simulasi 1: untuk kondisi proses pengeringan pada musim hujan, dilakukan dengan ketebalan tumpukan 2.50 m, dengan kadar air awal jagung 18% b.k, suhu jagung 29.5 o C, suhu udara masuk 31 o C dengan RH 73% dan laju massa udara 12.7 kg/mnt-m Simulasi 2: untuk kondisi proses pengeringan pada musim kemarau, dilakukan dengan ketinggian tumpukan 2.50 m, dengan kadar air awal jagung 18% b.k, suhu jagung 29.5 o C, suhu udara masuk 33 o C dengan RH 59.8% dan laju massa udara 12.7 kg/mnt-m Percobaan Pengeringan dan Penyimpanan Jagung Percobaan pengeringan dan penyimpanan jagung di dalam ISD dilakukan pada kapasitas 1500 kg dari kapasitas total ISD sebesar 7500 kg. Pengeringan dilakukan dalam 2 kali percobaan untuk waktu yang berbeda yaitu : Percobaan 1 : dilakukan pada musim hujan, yaitu pada bulan Nopember 2007 dengan massa jangung 1500 kg dan ketebalan tumpukan jagung 0.5 m. Percobaan 2 : dilakukan pada awal musim kemarau, yaitu pada bulan Mei 2008 dengan massa jagung 1500 kg dan ketebalan tumpukan jagung 0.5 m Distribusi Udara Sebagai instrumen pengering dan penyimpanan yang terintegrasi dengan alat pengering ERK-Hybrid, pengeringan dan penyimpanan dalam ISD dilakukan setelah mengalami tahapan pengeringan dengan laju tinggi pada pengering ERK- Hybrid. Setelah kadar air pada kisaran 18-20% b.k, jagung dari ERK-Hybrid dipindahkan ke dalam bangunan ISD untuk proses penyimpanan dan pengeringan dengan laju pengeringan rendah sampai mencapai kadar air pada kisaran 15-16% b.k (13-14% b.b), dan mempertahankannya dengan mengontrol hembusan laju udara lingkungan ke dalam ruang ISD. Pengontrolan ini dilakukan dengan cara menghidupkan dan mematikan (ON/OFF) kipas berdasarkan perbandingan suhu dan RH udara bagian dalam bangunan ISD dengan suhu dan RH lingkungan. Pengontrolan tersebut dilakukan dengan seperangkat sensor suhu dan RH yang terhubung dengan komputer, kipas dihidupkan pada kisaran suhu o C dengan

59 37 RH antara 50-90%. Secara rata-rata dalam kondisi cuaca yang cerah, kipas dihidupkan selama 10 jam yaitu antara pukul WIB. Udara lingkungan sebagai media pengering dihembuskan ke dalam bangunan ISD dengan menggunakan kipas axial berukuran 15 sebagai pendistribusi udara, kipas ini digerakkan oleh motor dengan daya 2 hp (1.5 kw), perhitungan pressure drop dan tekanan statis kipas disajikan pada Lampiran 12. Ruangan ISD yang berkapasitas 7500 kg dibagi menjadi 5 tingkatan loading sesuai dengan kapasitas proses dari ERK-Hybrid yaitu 1500 kg setiap kali proses. Untuk mendapatkan distribusi udara yang merata, lantai ISD yang terbuat dari plat esser berpori juga dilengkapi dengan pipa-pipa penyalur udara. Susunan pipa-pipa penyalur udara dalam model ISD 3 dimensi dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Model ISD 3 Dimensi untuk simulasi CFD Pengukuran Kecepatan Udara dan Suhu Kajian terhadap distribusi udara dalam ruangan ISD diamati melalui pengukuran parameter suhu, kecepatan udara, RH dan perubahan massa produk dan kadar air produk yang dikeringkan dengan selang waktu tertentu. Pengukuran parameter suhu dan kecepatan dilakukan pada posisi-posisi tertentu yang dianggap mewakili distribusi dalam ruangan ISD. Perubahan massa dan kadar air produk diukur dengan pengambilan sampel produk pada setiap lapisan dalam ruangan ISD dalam jangka waktu tertentu.

60 38 Pengukuran kecepatan aliran udara dilakukan dengan menggunakan anemometer. Pengukuran ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada titik-titik yang sama dengan pengukuran suhu. Titik pengukuran kecepatan udara sesuai titik-titik unit termokopel pengukuran suhu dapat dilihat pada Tabel 10. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermokopel CA yang dihubungkan dengan hybrid recorder, pencatatan dilakukan setiap 2 jam selama proses pengeringan berlangsung. Lokasi titik-titik pengukuran suhu dan kecepatan dilakukan pada bidang zx untuk ketinggian y dari 0 (lantai ISD/dasar bahan) untuk masing-masing tingkatan tumpukan, dan pada bidang zy untuk jarak dari sisi dinding ISD untuk masing-masing tingkatan tumpukan. Tebal setiap tumpukan untuk setiap kali loading adalah 0.50 m. Pembentukan posisi pengukuran dilakukan dengan membuat grid dari kawat halus, gambar titik-titik pengukuran sebanyak 20 titik dapat dilihat pada Lampiran 13, koordinat lokasi titik-titik pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Koordinat lokasi titik-titik pengukuran suhu, kecepatan udara dan RH dalam ISD dengan termokopel X(m) Y (m) Z (m) Unit X(m) Y (m) Z (m) Unit bk (RH1) bk (RH3) bb (RH1) bb (RH3) bk (RH2) bb (RH2) Jumlah Pengukuran RH RH udara pengering diukur dengan menggunakan termokopel yang dibuat sebagai bola basah dan bola kering. Pengukuran dilakukan pada 4 titik yaitu: RH lingkungan 1 titik dan 3 titik di dalam bangunan ISD dengan jarak masing-masing kearah sumbu y dari bidang zx (lantai pengering). Pengukuran RH dilakukan setiap 2 jam selama proses pengeringan berlangsung. Koordinat titik pengukuran RH dalam ruang ISD dapat dilihat pada Tabel 10.

61 39 Untuk data pengukuran yang digunakan pada validasi terhadap hasil simulasi CFD, pengukuran RH menggunakan bola kering dan bola basah dilakukan pada 20 titik sesuai dengan titik pengukuran suhu yang hanya dilakukan satu kali pada kondisi steady Pengukuran Kadar Air Jagung Kadar air jagung diukur dengan menggunakan moisture tester dan oven drying. Metode pengukuran kadar air dengan oven drying adalah berdasarkan metode primer (Henderson & Perry 1976), persentase kadar air dihitung dengan Persamaan (5) dan (6). Pengambilan sampel ukur dilakukan pada 6 titik pada garis tengah diameter ISD (Lampiran 14) koordinat lokasi titik-titik pengambilan sampel pada bidang xz dengan ketinggian y dapat dilihat pada Tabel 11. Pengukuran dilakukan setiap 2 jam, selama masa pengeringan dan 1 kali setelah selesai penyimpanan. Tabel 11 Koordinat lokasi titik-titik pengambilan sampel untuk pengukuran kadar air jagung x(m) y (m) z (m) Sampel x(m) y (m) z (m) Sampel Jumlah Validasi Model Simulasi Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran dan hasil simulasi yang didapat, pada titik-titik dan lokasi tertentu. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metode curve-fitting dan standar deviasi. Sementara besarnya error dalam validasi dihitung dengan persamaan mean absolute error (MAE) berikut ini:... (46) Validasi data pada CFD meliputi suhu, aliran udara dan RH, sementara validasi data kadar air jagung dilakukan berdasarkan hasil simulasi model pengeringan tumpukan pada Visual Basic 6.0.

62 Uji Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan di dalam In- Store Dryer Pegujian mutu jagung hasil pengeringan menurut SNI dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) untuk pengujian proksimat meliputi: kadar protein (Metode SNI ), kadar abu (Metode AOAC ), kadar lemak (Metode SNI ), kadar serat (AOAC tahun 1982). Sementara pengujian kontaminasi aflatoxin (menggunakan metode ELISA) dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET). Sampel untuk pengujian diambil pada awal dan akhir proses pengeringan dan setelah penyimpanan selama 30 hari, dengan cara sampling pada layer yang mewakili. Disamping itu juga dilakukan uji viabilitas (Metode SNI ) dengan cara mengkecambahkan biji.

63 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simulasi Aliran Udara pada ISD Pembentukan Grid Perhitungan Untuk memecahkan persoalan aliran fluida salah satu yang penting diperhatikan dalam simulasi CFD adalah pembentukan grid. Pada permasalahan aliran fluida dalam penelitian ini, ukuran grid yang digunakan adalah m untuk seluruh bentuk bangunan geometri ISD. Volume grid sebesar volume dan jumlah titik (node) sebanyak Grid dalam batas volume ISD dibuat menggunakan element yang tidak terstruktur dengan model tet/hybrid dan tipe Tgrid, selanjutnya grid tersebut dilengkapi dengan kondisi batas. Hasil pembentukan grid untuk model ISD yang disimulasikan disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Pembentukan grid pada domain perhitungan

64 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 1 Distribusi suhu dan kecepatan udara pengering dalam ISD pada Simulasi 1 ditunjukkan pada Gambar 10, 11,12 dan 13. Nilai Hasil Simulasi 1 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Udara lingkungan yang dihembuskan oleh kipas pendistribusi terdorong ke depan sepanjang lubang inlet dan melewati lantai berpori kemudian disebarkan ke seluruh ruangan ISD. Suhu udara yang paling besar berada di depan inlet dan juga pada bagian bawah ISD yaitu pada kisaran o C. Setelah menyebar ke seluruh ruangan ISD suhu mulai berkurang, namun sebaran suhu ruangan di bagian atas dan tengah cenderung seragam yang ditunjukkan oleh warna orange dengan nilai kisarannya o C dan nilai rata-rata 33.5 o C. Sebaran suhu dalam ISD ini ternyata juga dipengaruhi oleh efek pori sebagian pada pipa input. Pipa input dengan sebagian berpori ini ternyata menghalangi sebaran udara yang membawa suhu masuk, sehingga sebaran suhu di sekitar pipa input menjadi sangat bervariasi yaitu antara o C. variasi ini ditunjukkan oleh warna biru, hijau dan kuning pada Gambar 10. Bagian tengah dan atas ISD, kisaran suhu o C Suhu di sekitar pipa input antara o C Suhu di depan Inlet antara o C Bagian bawah ISD, kisaran suhu o C Gambar 10 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 1

65 43 Pengaruh pipa yang berpori sebagian terhadap variasi sebaran suhu di sekitarnya juga terjadi pada pipa-pipa di lokasi lainnya, sehingga secara akumulasi pengaruhnya terhadap ketidakseragaman sebaran suhu di sekitarnya juga semakin besar. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 11. Suhu disekitar pipa inlet antara o C Gambar 11 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 1. Kecepatan aliran udara tertinggi terdapat di depan kipas yang masuk melalui inlet, yaitu pada kisaran m/dtk yang ditunjukkan oleh warna merah. Aliran udara ini melewati lantai pengering yang berpori dan sebagian lainnya juga masuk melalui pipa-pipa input dan pipa-pipa output menuju outlet ISD. Saat mencapai di tengah ruangan kecepatan udara mulai menurun berkisar pada m/dtk ditunjukkan oleh warna biru, pada gambar juga terlihat adanya kecepatan aliran dengan kisaran m/dtk yang disebabkan oleh halangan pori-pori lantai ISD. Secara visual sebaran kecepatan aliran udara dapat dilihat pada Gambar 12. Pipa dengan berpori setengah juga mempengaruhi vektor aliran udara. Posisi pori yang tertutup dan menghadap ke bagian dalam ruangan menjadi penghalang bagi udara untuk menembus ke arah dinding ataupun sebaliknya, sehingga membuat udara harus memutar melalui pori di depannya dan menuju ke arah belakang pipa. Hal ini membuat kecepatan udara menjadi sangat berkurang

66 44 dan bahkan sampai kisaran m/dtk di lokasi-lokasi antara dinding dan bagian pipa yang tidak berpori, kondisi ini dapat dilihat pada Gambar m/dtk m/dtk Kecepatan aliran udara di depan inlet antara m/dtk m/dtk Gambar 12 Distribusi kecepatan udara didalam ISD pada Simulasi 1 Lokasi antara pipa setengah berpori dan dinding, kecepatan aliran m/dtk. Aliran udara tidak bisa menembus langsung ke arah dinding Aliran udara memutar di depan bidang pipa setengah berpori untuk berbalik menuju arah dinding Gambar 13 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi 1

67 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 2 Pada Simulasi 2, keseluruhan pipa input dibuat berpori, untuk melihat kemungkinan pengurangan hambatan dari sebaran suhu dan kecepatan aliran udara yang terdapat pada ISD di lapangan seperti yang telah terlihat pada Simulasi 1. Distribusi suhu dan kecepatan udara pengering dalam ISD pada Simulasi 2 ditunjukkan pada Gambar 14, 15, 16 dan 17. Nilai hasil Simulasi 2 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16. Kipas pendistribusi mendorong udara lingkungan sepanjang lubang inlet dan dihembuskan ke dalam ruang ISD. Kecepatan aliran udara yang membawa suhu udara lingkungan melewati lantai berpori untuk kemudian disebarkan ke seluruh ruangan ISD. Suhu udara yang paling besar berada di depan inlet, bagian bawah, dan sebagian sisi ISD di depan kipas (velocity inlet) yaitu pada kisaran suhu o C. Setelah menyebar ke seluruh ruangan ISD suhu mulai berkurang, namun sebaran suhu ruangan dibagian atas dan tengah cenderung seragam antara range o C yang ditunjukkan oleh warna orange, dengan nilai rata-rata 33.5 o C. Sebaran suhu pada Simulasi 2 dapat dilihat pada Gambar 14. kisaran suhu o C kisaran suhu di depan inlet o C kisaran suhu o C Gambar 14 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 2

68 46 Sebaran suhu dalam ISD pada Simulasi 2 ternyata tidak dipengaruhi oleh efek pipa input. Hal ini dikarenakan pipa input yang berpori keseluruhan mampu memperlancar sebaran udara yang membawa suhu udara secara lebih merata. Sebaran suhu di sekitar pipa input terlihat masih sama dengan sebaran suhu secara keseluruhan yaitu berkisar o C, kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. Pipa inlet yang berpori seluruhnya tidak mempengaruhi sebaran suhu Gambar 15 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 2 Kecepatan aliran udara tertinggi pada Simulasi 2 terdapat di depan kipas yang masuk melalui inlet, yaitu pada kisaran m/dtk yang ditunjukkan oleh warna merah. Aliran udara ini melewati lantai pengering yang berpori dan sebagian lainnya juga masuk melalui pipa-pipa input dan pipa-pipa output menuju outlet ISD. Pada bagian bawah ruang ISD setelah melalui lantai, kecepatan udara berkisar antara m/dtk, saat mencapai ditengah ruangan kecepatan udara mulai menurun berkisar pada m/dtk ditunjukkan oleh warna biru, pada Simulasi 2 ini juga menunjukkan bahwa masih ada lokasi-lokasi yang mempunyai kecepatan pada kisaran m/dtk akibat pengaruh tahanan lantai ISD yang berpori. Secara visual, profil sebaran kecepatan aliran udara dapat dilihat pada Gambar 16.

69 m/dtk Kecepatan aliran udara di depan inlet antara m/dtk m/dtk m/dtk Gambar 16 Distribusi kecepatan udara di dalam ISD pada Simulasi 2 Pipa input yang seluruhnya berpori pada Simulasi 2 ini ternyata mampu mengurangi halangan pergerakan aliran udara di dalam ISD, dibandingkan ketika menggunakan pipa input dengan setengah berpori yang mempengaruhi sebaran aliran udara pada Simulasi 1. Posisi pori di keseluruhan permukaan pipa mampu membantu aliran udara menembus ke segala arah. Khusus untuk bagian yang menghadap ke dalam ruangan ISD yang tadinya terhalangi oleh bidang tidak berpori sehingga menghalangi udara untuk menembus ke arah dalam ruangan ataupun ke arah dinding, pada Simulasi 2 tidak terjadi lagi. Karena udara bisa menembus langsung ke arah dalam ruangan maupun ke arah dinding tanpa harus memutar melalui bidang yang berpori. Hal ini ditunjukkan dengan ruang yang memiliki kecepatan aliran udara antara m/dtk antara pipa input dan dinding ISD menjadi berkurang, walaupun masih ada namun hal ini bukanlah halangan yang berasal dari pipa saja, tetapi merupakan akumulasi oleh halangan lantai dan pipa yang menyebabkan berkurangnya tekanan aliran udara. Namun demikian, pemakaian pipa yang berpori seluruhnya ternyata dapat membantu pergerakan aliran udara ke segala arah. Pengaruh pipa input terhadap vektor aliran udara pada Simulasi 2 dapat dilihat pada Gambar 17.

70 48 Lokasi antara pipa inlet dan dinding, berkurangnya ruang dengan kecepatan aliran m/dtk Aliran udara dapat menembus langsung kearah dinding melalui pori-pori pipa input Gambar 17 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi Distribusi RH Udara Hasil Simulasi RH di dalam bangunan ISD ditentukan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Persamaan (3). Pada kondisi suhu lingkungan 34 o C dan suhu bola basah 30 o C, diperoleh RH lingkungan sebesar 75%. Secara keseluruhan RH hasil simulasi untuk bangunan ISD di lapangan (Simulasi 1) rata-rata RH berkisar antara 67.1% sampai dengan 68%, data selengkapnya disajikan pada Lampiran 15. Sedangkan sebaran RH rata-rata hasil Simulasi 2 berkisar antara 60.3% sampai dengan 60.5%, yang disajikan pada Lampiran Keragaman Kecepatan Udara, Suhu dan RH Tingkat keragaman kecepatan aliran udara, suhu dan RH pada kedua simulasi didapatkan dari nilai rata-rata hasil simulasi. Nilai keragaman dan masing-masing standar deviasi tersebut digunakan untuk mengevaluasi pengaruh pemakaian jenis pipa input terhadap keseragaman kecepatan aliran udara, suhu dan RH pada kondisi operasi yang sama.

71 49 Keragaman sebaran suhu ditunjukkan oleh profil suhu pada 5 ketinggian dalam ruang ISD hasil simulasi. Untuk Simulasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 18 dan 19. Rata-rata 31.8 o C Rata-rata 31.9 o C Rata-rata 31.9 o C Rata-rata 32 o C Rata-rata 31.8 o C Gambar 18 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 1 Rata-rata 33.6 o C Rata-rata 33.6 o C Rata-rata 33.7 o C Rata-rata 33.7 o C Rata-rata 33.7 o C Gambar 19 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 2

72 50 Pada Simulasi 1 (ISD lapangan), rata-rata suhu terendah terdapat pada ketinggian 0.75 dan 2.75 m yaitu 31.8 o C sementara suhu tertinggi terdapat pada ketinggian 1.25 m sebesar 32 o C, rata-rata suhu untuk kelima ketinggian sebesar 32 o C. Pada Simulasi 1 didapatkan standar deviasi untuk sebaran suhu sebesar 2.6 o C. Pada Simulasi 2 rata-rata suhu terendah terdapat pada ketinggian 2.25 dan 2.75 m sebesar 33.6 o C, sedangkan suhu tertinggi terdapat pada ketinggian 0.75, 1.25, dan 1.75 m sebesar 33.7 o C. Nilai standar deviasi sebaran suhu pada Simulasi 2 sebesar 0.06 o C. Perbandingan nilai keragaman suhu pada kedua simulasi secara grafis dapat dilihat pada Gambar 20, sementara datanya disajikan pada Lampiran Suhu ( o C) Simulasi-1 Simulasi Ketinggian (m) Gambar 20 Keragaman suhu pada kedua simulasi Profil kecepatan aliran udara pada ke-5 ketinggian hasil simulasi untuk Simulasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Kecepatan aliran udara pada kedua simulasi juga mengalami keragaman dan perbedaan. Pada Simulasi 1 kecepatan aliran udara terkecil terdapat pada ketinggian 2.75 m dengan nilai 0.23 m/dtk, sementara yang kecepatan terbesar terdapat pada ketinggian 1.25 m sebesar 0.40 m/dtk, sedangkan rata-rata untuk seluruh ketinggian sebesar 0.32 m/dtk. Standar deviasi untuk sebaran kecepatan aliran udara pada Simulasi 1 sebesar 0.22 m/dtk.

73 51 Rata-rata 0.23 m/dtk Rata-rata 0.27 m/dtk Rata-rata 0.32 m/dtk Rata-rata 0.40 m/dtk Rata-rata 0.39 m/dtk Gambar 21 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 1 Rata-rata 0.37 m/dtk Rata-rata 0.36 m/dtk Rata-rata 0.44 m/dtk Rata-rata 0.53 m/dtk Rata-rata 0.59 m/dtk Gambar 22 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 2

74 52 Untuk Simulasi 2, kecepatan aliran udara terbesar berada pada ketinggian 0.75 m sebesar 0.59 m/dtk, sedangkan kecepatan terkecil berada pada ketinggian 2.25 m sebesar 0.36 m/dtk. Kecepatan aliran udara rata-rata pada Simulasi 2 adalah sebesar 0.46 m/dtk dengan standar deviasi sebesar 0.20 m/dtk. Perbandingan keragaman kecepatan aliran udara pada kedua simulasi disajikan secara grafis pada Gambar 23, sementara penyajian datanya dapat dilihat pada Lampiran Kecepatan aliran udara (m/dtk) Simulasi-1 Simulasi Ketinggian (m) Gambar 23 Keragaman kecepatan aliran udara pada kedua simulasi Keragaman RH pada kedua simulasi juga menunjukkan perbedaan yang signifikan. Data perbandingan keragaman RH udara pada kedua simulasi disajikan pada Lampiran 17 dan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 24. Pada Simulasi 1, didapatkan RH terendah sebesar 67.1% yang berada pada ketinggian 1.25 m, sementara nilai RH tertinggi terdapat pada ketinggian 2.75 m sebesar 68%. Nilai RH rata-rata untuk Simulasi 1 adalah 67.6% dengan standar deviasi bernilai 10.7%. Untuk Simulasi 2, RH terendah berada pada ketinggian 0.75 m sebesar 60.3% sementara RH tertinggi sebesar 60.5% yang terdapat pada ketinggian 1.75, 2.25 dan 2.75 m. Rata-rata RH pada Simulasi 2 adalah 60.4% dengan standar deviasi sebesar 0.2%.

75 RH udara (%) Simulasi-1 Simulasi Ketinggian (m) Gambar 24 Keragaman RH udara pada kedua simulasi Berdasarkan perbandingan nilai keragaman dan standar deviasi untuk parameter sebaran suhu, kecepatan aliran udara dan RH pada kedua simulasi, terlihat bahwa Simulasi 2 memiliki keragaman dengan nilai standar deviasi yang lebih kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa Simulasi 2 memiliki tingkat keseragaman suhu, kecepatan aliran udara dan RH yang lebih baik dibandingkan Simulasi Validasi Suhu, Kecepatan Aliran Udara dan RH Hasil simulasi model aliran udara menggunakan CFD berupa kontur distribusi suhu dan kecepatan aliran udara, menunjukkan besar dan arah aliran udara sebagai media pengering yang digunakan dalam ISD. Validasi model dilakukan dengan membandingkan data ukur kecepatan aliran udara dan suhu pada 20 titik hasil pengukuran dengan hasil simulasi. Nilai hasil simulasi dan hasil pengukuran suhu pada bidang xz dengan ketinggian y dapat dilihat pada Lampiran 18. Gambar 25 menunjukkan penyajian grafis hasil validasi suhu dengan membandingkan suhu hasil pengukuran dan hasil simulasi. Perbedaan antara data suhu hasil pengukuran dan suhu hasil simulasi CFD diberikan dalam nilai standar deviasi sebesar 0.45 o C. Penyimpangan dari validasi ini dinyatakan dalam total error sebesar o C, dengan rata-rata error 0.63 o C pada range o C.

76 54 Hubungan antara suhu hasil simulasi CFD dengan suhu hasil pengukuran memiliki nilai korelasi sebesar Suhu (C) SD = 0.45 o C Total error = o C Rata-rata error= 0.63 o C R = y=0.75 m y=1.25 m y=1.75 m y=2.25 m y=2.75 m Point pengukuran pada bidang xz T-Ukur T-CFD Gambar 25 Validasi suhu udara hasil simulasi terhadap suhu pengukuran Validasi kecepatan aliran udara antara hasil pengukuran dan hasil simulasi disajikan pada Gambar 26, sementara nilai hasil simulasi dan hasil pengukurannya dapat dilihat pada Lampiran 18. Kecepatan aliran udara (m/dtk) SD = 0.20 m/dtk Total error = 5.71 m/dtk Rata-rata error = 0.29 m/dtk R= y=0.75 m y=1.25 m y=1.75 m y=2.25 m y=2.75 m Titik pengukuran pada bidang xz V Ukur V Cfd Gambar 26 Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi terhadap data pengukuran.

77 55 Dari grafik validasi terlihat bahwa kecepatan aliran udara hasil simulasi telah mengikuti data pengukuran, walaupun pada bebarapa titik terlihat jelas perbedaannya. Perbedaan ini disebabkan oleh penentuan jarak grid yang tidak persis sama antara pengukuran dan simulasi. Pada ketinggian 0.75 m sampai 1.25 m terlihat perbedaan yang besar antara nilai ukur dan simulasi, namun pada ketinggian 1.75 m sampai 2.75 m perbedaan berkurang dan nilai simulasi mendekati nilai pengukuran. Perbedaan nilai pengukuran dan hasil simulasi dinyatakan dalam nilai standar deviasi sebesar 0.20 m/dtk. Sementara penyimpangannya dinyatakan dalam total error sebesar 5.71 m/dtk dengan ratarata error 0.29 m/dtk pada range m/dtk. Hubungan antara kecepatan aliran udara hasil simulasi dengan hasil pengukuran memiliki nilai korelasi sebesar SD = 0.91% Total error = 25.85% Rata-rata error= 1.29% R=0.66 RH (%) y=0.75 m y=1.25 m y=1.75 m y=2.25 m y=2.75 m Titik pengukuran pada bidang xz RH ukur RH-Hitung Gambar 27 Validasi RH hasil perhitungan terhadap RH hasil pengukuran Validasi RH dilakukan dengan membandingkan RH hasil pengukuran dengan RH perhitungan berdasarkan suhu hasil simulasi CFD Fluent 6.1. Hasil validasi ini dapat dilihat pada Gambar 27, nilai hasil perhitungan dan hasil pengukuran RH disajikan pada Lampiran 19. Secara umum terlihat bahwa adanya kesamaan antara RH hasil pengukuran dan RH hasil perhitungan dari suhu hasil simulasi CFD. Perbedaan dalam validasi ini dinyatakan dengan standar deviasi sebesar 0.91%, sementara penyimpangannya dinyatakan dalam total error sebesar

78 % dengan rata-rata error 1.29% pada range %. Hubungan antara RH hasil perhitungan dengan RH hasil pengukuran pada ISD lapangan memiliki nilai korelasi sebesar Perubahan Kadar Air Jagung pada Simulasi Kadar Air Jagung Simulasi 1 Simulasi 1 merupakan simulasi proses pengeringan pada kondisi musim hujan dengan ketebalan tumpukan 2.50 m, dengan kadar air awal jagung 18% b.k, suhu jagung 29.5 o C, suhu udara masuk 31 o C dengan RH 73% dan laju massa udara 12.7 kg/mnt-m 2. Kondisi tersebut merupakan kondisi lapangan hasil pengukuran. Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 150 jam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20 dan penyajian grafisnya dapat dilihat pada Gambar Suhu udara = 31 o C, RH=73 %, Laju massa udara=12.7 kg/mnt-m 2, Me=16.6% b.k 19.5 Kadar air (% b.k) Waktu (jam ke-) Layer 1 Layer 10 Layer 40 Layer 50 Layer 100 Layer 150 Layer 200 Layer 250 Gambar 28 Perubahan kadar air pada Simulasi 1 Secara keseluruhan pada awal-awal pengeringan berlangsung, pada seluruh layer terjadi peningkatan kadar air dalam waktu yang bervariasi. Pada Layer 1 peningkatan terjadi hanya pada 1 jam pertama dari kadar air sebesar 0.8%, peningkatan ini dikarenakan terjadinya kondensasi uap air dari lapisan sebelumnya. Ketebalan setiap layer sebesar 0.01 m memungkinkan adanya dua

79 57 lapisan biji yang bertumpuk dan ukuran biji yang bervariasi menyebabkan asumsi satu layer hanya ada satu lapisan biji menyebabkan hasil tidak persis tepat. Sehingga pada Layer 1 pun masih mungkin terjadi kenaikan kadar air akibat uap air yang dibawa udara dari lapisan sebelumnya. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, karena setelah 1 jam pertama kadar air pada Layer 1 terus menurun menuju kadar air keseimbangannya. Hal yang sama juga terjadi pada Layer 10 (meningkat sebesar 1.41% b.k), Layer 40 (meningkat sebesar 1.48% b.k), Layer 50 dan 100 (masing-masing meningkat sebesar 1.50% b.k). Peningkatan kadar air pada ke-4 layer tersebut juga terjadi pada satu jam pertama pengeringan berlangsung, namun setelah satu jam kadar air pada ke-4 layer tersebut mengalami penurunan. Pada Layer 150, peningkatan kadar air masih terjadi sampai jam ke-3 proses pengeringan berlangsung sebesar 1.52% b.k. Setelah jam ke-3 kadar air pada layer ini menurun. Pada Layer 200 terjadi peningkatan sampai jam ke-4 sebesar 1.52% b.k dan pada Layer 250 terjadi peningkatan kadar air sampai jam ke-5 dengan nilai sebesar 1.59% b.k. Secara umum terlihat bahwa trend penurunan kadar air baru terjadi dengan baik setelah melewati 10 jam proses pengeringan, penurunan ini juga terjadi bervariasi sesuai dengan lapisannya masing-masing. Karena pada prinsipnya pengeringan tumpukan tebal ini adalah proses pengeringan lapisan tipis yang dikondisikan bertumpuk, maka uap air dari lapisan sebelumnya masih mungkin terkondensasi pada lapisan setelahnya tergantung pada suhu, RH dan kecepatan udara yang membawa uap air tersebut. Pada Layer 1, 10, 40 dan 50 terlihat penurunan tajam terjadi setelah jam ke-3 sampai jam ke-40, selanjutnya penurunan kadar air berlangsung secara perlahan-lahan. Sementara pada layer setelahnya yaitu Layer 100, 150, 200 dan 250 laju penurunan kadar air lebih lambat dari keempat layer sebelumnya. Hal ini dikarenakan tumpukan biji yang semakin tebal, sehingga udara dan RH yang melewati layer-layer tersebut telah terlebih dahulu terjenuhkan oleh uap air yang dibawa dari layer-layer sebelumnya. Namun demikian, penurunan kadar air pada layer-layer tersebut terus berlangsung menuju kadar air keseimbangan.

80 58 Pada Simulasi 1 dengan suhu 31 o C dan RH 73% didapatkan Me sebesar 16.6% b.k. Dengan kondisi ini, maka dibutuhkan waktu selama 150 jam pengeringan untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k menuju kadar air keseimbangan. Pada akhir Simulasi 1 (jam ke-150) didapat kadar air rata-rata sebesar 16.6% b.k, nilai tersebut telah mencapai kadar air keseimbangannya Kadar Air Jagung Simulasi 2 Simulasi 2 merupakan simulasi dengan kondisi proses pengeringan pada musim kemarau. Kondisi yang diberikan adalah ; ketebalan tumpukan jagung 2.50 m dengan kadar air awal 18% b.k, laju massa udara 12.7 kg/mnt-m 2, suhu udara pengering yang digunakan adalah 33 o C dengan RH 59.8%. Hasil simulasi Simulasi 2 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21, sementara penyajian grafisnya pada Gambar Suhu udara = 33 o C, RH=59.8 %, Laju massa udara=12.7 kg/mnt-m 2, Me=13.5% b.k Kadar air (% b.k) Layer 1 Layer 10 Layer 40 Layer 50 Layer 100 Layer 150 Layer 200 Layer Waktu (jam ke-) Gambar 29 Perubahan kadar air pada Simulasi 2 Pada Simulasi 2 terlihat bahwa pada semua lapisan tetap mengalami peningkatan kadar air akibat kondensasi uap air dari lapisan sebelumnya. Pada Layer 1 terjadi peningkatan kadar air sebesar 0.11% b.k pada jam ke-1 proses pengeringan. Setelah jam ke-2 kadar air pada Layer 1 terus menurun secara drastis hingga jam ke-30, selanjutnya penurunan berlangsung lambat. Pada Layer 10 terjadi peningkatan sebesar 1.12% b.k pada jam ke-1, sementara pada Layer 40

81 59 dan 50 juga terjadi peningkatan kadar air pada jam ke-1 (masing-masing sebesar 1.40% b.k dan 0.49% b.k). Sementara pada Layer 100 peningkatan kadar air terjadi hingga jam ke-2 sebesar 0.48% b.k. Memasuki jam ke-3 hingga jam ke-30 penurunan kadar air pada Layer 10, 40 dan 50 berlangsung secara drastis hingga melawati jam ke-30 penurunan kadar air mulai berlangsung secara perlahan. Pada Layer 100 laju penurunan yang tinggi terjadi antara jam ke-3 hingga jam ke-50 dan selanjutnya berlangsung lambat. Pada Layer 150 dan 200 kadar air meningkat hingga jam ke-3 (sebesar masing-masing 1.49% b.k dan 1.5% b.k) dan selanjutnya penurunan kadar air berlangsung dengan laju yang tinggi setelah jam ke-3 hingga jam ke-60. Untuk Layer 250 peningkatan kadar air hingga jam ke-6 pengeringan berlangsung dengan nilai 1.54% b.k. Selanjutnya perubahan kadar air berlangsung cepat pada jam ke-20 hingga jam ke-80 untuk Layer 200 dan jam ke- 30 hingga jam ke-90 untuk Layer 250. Selanjutnya penurunan terus berlangsung secara perlahan-lahan menuju kadar air keseimbangan. Perubahan RH dari 73.2% pada Simulasi 1 menjadi 59.8% pada Simulasi 2 ternyata memberikan pengaruh yang cukup besar pada proses pengeringan. Terjadinya peningkatan kadar air yang lebih kecil pada layer-layer yang ada merupakan pengaruh RH udara yang kering, karena semakin kering RH udara, maka uap air yang diserap oleh udara akan semakin banyak. Hal tersebut menyebabkan kemungkinan kondensasi pada layer-layer bagian atas menjadi lebih kecil karena kapasitas tampung uap air dalam udara yang kering menjadi lebih besar. Sehingga kalaupun terjadi kondensasi maka pengaruhnya sangat kecil bila dibandingkan kenaikan kadar air yang terjadi pada Simulasi 1. Kondensasi uap air dari RH kering pada Simulasi 2 juga mengakibatkan perlambatan laju penurunan kadar air pada awal-awal proses pengeringan, namun demikian penurunan kadar air terus berlangsung menuju kadar air keseimbangan. Pada Simulasi 2 dengan suhu 33 o C dan RH 59.8% didapatkan kadar air keseimbangan sebesar 13.5% b.k. Dengan kondisi ini, dibutuhkan waktu selama 120 jam pengeringan untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k menuju kadar air keseimbangan tersebut. Pada akhir proses Simulasi 2 didapatkan kadar air ratarata sebesar 13.5% b.k, nilai tersebut memperlihatkan bahwa proses pengeringan pada simulasi ini telah mencapai kadar air keseimbangannya. Bila dilihat dari segi

82 60 waktu pengeringan dan perubahan kadar air bijian, maka udara lingkungan dengan RH 59.8% memiliki potensi yang sangat baik untuk proses pengeringan. 4.4 Perubahan Kadar Air Jagung Percobaan Kadar Air Jagung Percobaan 1 Data pengukuran perubahan kadar air bijian dalam ISD selama 50 jam pengeringan menggunakan udara lingkungan disajikan pada Lampiran 22. secara grafis dapat dilihat pada Gambar 30. Hasil pengukuran data perubahan kadar air pada ISD di lapangan menunjukkan terjadinya fluktuasi kadar air pada biji-bijian. Fluktuasi ini disebabkan oleh suhu dan RH udara lingkungan yang dihembuskan ke dalam ruang ISD sangat bervariasi dan fluktuatif. Sehingga saat udara lembab masuk ke dalam ruangan ISD maka biji-bijian akan menyerap kandungan air yang berada di udara, dan juga sebaliknya ketika udara kering masuk, maka udara dengan RH yang kering tersebut akan kembali menampung dan membawa uap air dari biji-bijian sehingga terjadi penurunan kadar air pada bijian. Selama 50 jam pengeringan dengan RH udara rata-rata sebesar 73% dan suhu rata-rata 31 o C, diperoleh kadar air keseimbangan 16.6% b.k Kadar air (%.b.k) Waktu (jam ke-) Layer 10-Ukur Layer 40-Ukur Gambar 30 Kadar air hasil pengukuran selama 50 jam pengeringan pada Percobaan 1

83 61 Fluktuasi kadar air jagung yang terjadi di dalam ISD selama 50 jam pengeringan memperlihatkan trend menurun. Fluktuasi ini disebabkan oleh adanya kondensasi uap air yang dibawa udara dari layer-layer sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari penggambaran grafis antara jam ke-14 sampai jam ke-50, pada waktu-waktu tersebut ketika kadar air pada Layer 10 menurun maka pada Layer 40 kadar air nya meningkat. Di sini terlihat adanya perpindahan kandungan air yang dibawa udara ke Layer 40 dari layer-layer sebelumnya. Namun demikian fluktuasi tersebut tetap mengikuti trend penurunan menuju kadar air keseimbangannya. Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air dapat dilihat pada Gambar 31, penyajian data nya disajikan pada Lampiran Kadar air (%.b.k) RH udara (%) Waktu (jam ke-) 50 RH udara Layer 10-Ukur Layer 40-Ukur Gambar 31 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan 1 Secara umum ketika RH udara yang masuk ke ruangan ISD tinggi maka kadar air bijian juga menjadi bertambah, dan sebaliknya ketika RH udara yang masuk rendah maka kadar air juga akan berkurang. Kemampuan udara menyerap uap air dari bijian dan memindahkannya sangat penting dalam proses pengeringan, dan hal tersebut tentunya harus didukung oleh tingkat kekeringan pada RH udara.

84 Kadar Air Jagung Percobaan 2 Data pengukuran perubahan kadar air bijian dalam ISD selama 40 jam pengeringan menggunakan udara lingkungan pada Percobaan 2 disajikan pada Lampiran 24, secara grafis dapat dilihat pada Gambar 32. Hasil pengukuran kadar air pada Percobaan 2 memperlihatkan terjadinya fluktuasi kadar air pada bijibijian. Selama 40 jam pengeringan RH udara yang masuk ke ISD rata-rata sebesar 59.8% dan suhu rata-rata 33 o C diperoleh kadar air keseimbangan 13.5% b.k Kadar air (%.b.k) Waktu (jam ke-) Layer 10-Ukur Layer 40-Ukur Gambar 32 Kadar air hasil pengukuran selama 40 jam pengeringan pada Percobaan 2 Fluktuasi kadar air jagung yang terjadi di dalam ISD selama 40 jam pengeringan memperlihatkan trend menurun. Fluktuasi tersebut terjadi karena kondensasi uap air yang dibawa udara dari layer-layer sebelumnya. Dari penggambaran grafis terlihat bahwa ketika kadar air pada Layer 10 menurun maka pada Layer 40 kadar air nya meningkat. Kondisi ini memperlihat adanya perpindahan kandungan air yang dibawa udara ke Layer 40 dari layer-layer sebelumnya. Secara umum fluktuasi kadar air pada Percobaan 2 mengikuti trend penurunan menuju kadar air keseimbangannya. Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air dapat dilihat pada Gambar 33, penyajian data nya disajikan pada Lampiran 25. Dari penyajian grafis terlihat bahwa terjadi kecenderungan fluktuasi kadar air terhadap fluktuasi RH.

85 63 Pada Percobaan 2 dengan RH udara yang relatif lebih rendah (antara %) menyebabkan fluktuasi kadar air cenderung menurun. Kadar air (%.b.k) Waktu (jam ke-) RH udara Layer 10-Ukur Layer 40-Ukur RH udara (%) Gambar 33 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan Validasi Perubahan Kadar Air Jagung Pendugaan penurunan kadar air bijian memakai model pengeringan tumpukan tebal (bed) dimana tumpukan dibagi menjadi 50 layer dengan tinggi layer 0.5 m dan ketebalan setiap layer sebesar 0.01 m. Validasi ini dilakukan untuk data pada Layer 10 dan 40 yang diukur di lapangan terhadap data hasil simulasi Validasi Kadar Air Jagung Percobaan 1 Data hasil validasi antara pengukuran dan simulasi pada Percobaan 1 dapat dilihat pada Lampiran 26, sementara penyajian grafisnya dapat dilihat pada Gambar 34 dan 35. Hasil validasi antara kadar air pengukuran dan kadar air simulasi pada Layer 10 didapatkan standar deviasi sebesar 0.31% b.k, dengan total error sebesar 11.57% b.k dan rata-rata error sebesar 0.44% b.k pada range % b.k. Hasil validasi ini menunjukkan bahwa antara data hasil pengukuran dan data simulasi tidak jauh berbeda, walaupun pada beberapa waktu perbedaan tersebut terlihat sangat jelas. Namun dengan nilai error rata-rata sebesar 0.44% b.k menunjukkan bahwa antara kedua data tersebut memiliki

86 64 penyimpangan yang relatif kecil. Penurunan kadar air pada Layer 10 memiliki korelasi sebesar Kadar air (%.b.k) Suhu udara = 31 o C, RH=73 %, Me=16.6 b.k, Laju massa udara=12.7 kg/dtk-m2 SD = 0.31% b.k Total error = 11.57% b.k Rata-rata error= 0.44% b.k R = Waktu (jam ke-) L10-simulasi L10-ukur Gambar 34 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan 1 Kadar air (%.b.k) Suhu udara = 31 o C, RH=73 %, Me=16.6 % b.k, Laju massa udara=12.7 kg/dtk-m 2 SD = 0.31% b.k Total Error = 11.23% b.k Rata-rata error= 0.43% b.k R = L40-simulasi Waktu (jam ke-) L40-ukur Gambar 35 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan 1

87 65 Validasi kadar air pada Layer 40 menunjukkan penyimpangan yang tidak jauh berbeda dari Layer 10. Besarnya penyimpangan yang terjadi antara data hasil pengukuran dan data hasil simulasi diberikan dalam nilai total error sebesar 11.23% b.k dengan rata-rata error 0.43% b.k pada range % b.k dan standar deviasi sebesar 0.31% b.k. Pada Layer 40 penurunan kadar air mempunyai korelasi sebesar Nilai korelasi yang kecil pada penurunan kadar air di Layer 40 ini disebabkan oleh adanya variasi kadar air awal yang masuk ke dalam ISD. Variasi tersebut menyebabkan hasil pengukuran pada percobaan tidak sepenuhnya bisa mengikuti trend simulasi. Penyimpangan tersebut dapat dilihat pada jam ke-6 sampai jam ke-12, antara rentang waktu tersebut ketika trend pada simulasi menurun hasil pengukuran justeru menunjukkan peningkatan kadar air. Disamping variasi kadar air awal, peningkatan kadar air tersebut juga dapat disebabkan oleh kondensasi uap air yang di bawa udara dari layer-layer sebelumnya Validasi Kadar Air Jagung Percobaan 2 Data hasil validasi antara pengukuran dan simulasi pada Percobaan 2 dapat dilihat pada Lampiran 27, sementara penyajian grafisnya dapat dilihat pada Gambar 36 dan 37. Hasil validasi antara kadar air pengukuran dan kadar air simulasi Layer 10 pada Percobaan 2 didapatkan standar deviasi sebesar 0.32% b.k, dengan total error sebesar 9.49% b.k dan rata-rata error sebesar 0.45% b.k pada range % b.k. Hasil validasi ini menunjukkan bahwa antara data hasil pengukuran telah mengikuti trend hasil simulasi dengan baik, walaupun pada beberapa waktu terjadi perbedaan yang sangat jelas. Perbedaan jelas terlihat antara jam ke-8 sampai jam ke-16, pada rentang waktu tersebut data pengukuran mengalami peningkatan, sementara pada simulasi telah memperlihatkan trend penurunan. Namun dengan nilai error rata-rata sebesar 0.45% b.k menunjukkan penyimpangan yang relatif kecil antara data pengukuran dan simulasi. Penurunan kadar air pada Layer 10 memiliki nilai korelasi sebesar 0.88.

88 Suhu udara = 33 o C, RH=59.8 %, Me=13.5 b.k, Laju massa udara=12.7 kg/dtk-m 2 SD = 0.32% b.k Total error = 9.49% b.k Rata-rata error= 0.45% b.k R = 0.88 Kadar air (%.b.k) Waktu (jam ke-) L10-simulasi L10-ukur Gambar 36 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan 2 Suhu udara = 34 o C, RH=59.8 %, Me=13.5 % b.k, Laju massa udara=12.7 kg/dtk-m SD = 0.30% b.k Total Error = 9.06% b.k Rata-rata error= 0.43% b.k R = 0.84 Kadar air (%.b.k) Waktu (jam ke-) L40-simulasi L40-ukur Gambar 37 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan 2 Validasi perubahan kadar air hasil pengukuran dan simulasi Layer 40 Percobaan 2 menunjukkan penyimpangan yang tidak jauh berbeda dari Layer 10. Pada Layer 40 didapatkan total error sebesar 9.06% b.k dengan rata-rata error

89 %b.k pada range % b.k dan standar deviasi sebesar 0.30% b.k. Penurunan kadar air pada Layer 40 memiliki nilai korelasi sebesar Perbedaan antara kadar air hasil pengukuran dan hasil simulasi pada Percobaan 1 dan 2 yang telah divalidasi diduga karena tidak tepatnya penerapan kelembaban udara pengering pada tumpukan. Seperti asumsi yang digunakan bahwa pengeringan tumpukan atau lapisan tebal ini merupakan kumpulan dari banyak lapisan-lapisan tipis. Namun bila pada pengeringan lapisan tipis pengeringan terjadi pada kelembaban yang relatif sama dengan udara pengering, asumsi ini akan membuat penyimpangan pada kasus lapisan tebal. Hal ini dikarenakan pada lapisan tebal uap air yang keluar dari bijian tidak semuanya langsung terbawa oleh udara pengering, sehingga lapis batas bijian (boundary layer) lebih tebal. Kondisi ini akan menambah kesalahan (error) yang cukup berarti apa lagi ketika kadar air bijian masih tinggi. Namun ketika kadar air telah berkurang, maka penerapan nilai RH pada simulasi lebih mendekati kondisi yang sebenarnya. Hal ini secara umum terlihat setelah 12 jam waktu pengeringan, pada kedua percobaan model simulasi telah dapat mengikuti data pengukuran. Menurut Brooker et al. (1974), perbedaan antara hasil simulasi dan percobaan dipengaruhi oleh kurang akuratnya model pengeringan lapisan tipis, kurang tepatnya persamaan kadar air isotermis biji pada RH tinggi dan tidak tepatnya nilai parameter input model. Asumsi bahwa tidak terjadinya penyusutan volume (shrinkage) juga turut menyumbangkan kesalahan dalam perhitungan. Perbedaan lainnya yang cukup berarti adalah bahwa penyusunan model lapisan tipis adalah berdasarkan pada kondisi suhu dan RH tetap, sedangkan kenyataannya pada percobaan sangat berfluktuasi. 4.6 Analisis Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan Mutu Perdagangan Proses pengeringan selama 40 jam dalam In-Store Dryer (ISD) menggunakan udara lingkungan, telah mampu mengurangi kadar air jagung dari rata-rata 16.40% b.b (range % b.b) pada awal proses pengeringan menjadi 13.40% b.b (range % b.b) pada akhir proses pengeringan. Selama masa penyimpanan kadar air pada jagung terus turun menuju kadar air keseimbangannya sesuai dengan suhu dan RH lingkungan, setelah 30 hari

90 68 penyimpanan kadar air rata-rata jagung dalam ISD menjadi 12.33% b.b (range % b.b). Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan persyaratan mutu SNI (standar mutu jagung untuk perdagangan) disajikan pada Gambar 38 sementara data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Persyaratan mutu (% max) Syarat Mutu I Syarat Mutu II Syarat Mutu III Syarat Mutu IV Sebelum Pengeringan Setelah Pengeringan Setelah Penyimpanan Parameter mutu Gambar 38 Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan SNI jagung untuk perdagangan Perbandingan antara parameter mutu hasil percobaan dengan persyaratan mutu SNI menunjukkan bahwa mutu jagung selama proses pengeringan dan penyimpanan berada pada tingkat mutu IV. Perubahan yang signifikan terjadi pada kadar air, sementara parameter yang sangat mempengaruhi tingkat mutu pada jagung hasil percobaan adalah butir rusak sebesar 7.03% sehingga mutu jagung hasil percobaan berada pada tingkat mutu IV. Kerusakan ini terjadi pada saat pemindahan jagung oleh Bucket Elevator setelah proses pengeringan tahap awal pada ERK-Hybrid, disamping itu kerusakan juga dapat terjadi akibat benturan-benturan saat loading dan unloading serta proses perputaran silinder ketika berlangsungnya pengeringan pada ERK-Hybrid. Sementara selama proses pengeringan dan penyimpanan pada ISD butir rusak mengalami peningkatan sebesar 0.01%, sementara parameter lain yang meningkat adalah butir warna lain sebesar 0.08%, dan kotoran sebesar 0.04%. Peningkatan persentase pada parameter-parameter tersebut terjadi karena adanya fluktuasi suhu

91 69 dan RH dalam ISD, perbedaan suhu dan kelembaban yang terjadi terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan keretakan pada bijian dan juga perubahan warna bijian. Bijian yang retak ataupun pecah menjadi bagian-bagian yang halus selama penyimpanan akan menjadi kotoran dari bijian itu sendiri, namun secara umum peningkatan nilai parameter-parameter tersebut tidak terlalu signifikan, sehingga tidak memberikan pengaruh besar pada tingkat mutu dari hasil proses pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD Mutu Benih Persyaratan SNI untuk benih jagung hibrida di dasarkan pada SNI Hasil pengujian tingkat kemurnian benih dan viabilitas sebelum dan setelah proses dalam ISD dan perbandingan dengan SNI disajikan pada Gambar 39 sementara penyajian data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Nilai (%) Persyaratan SNI Sebelum proses Setelah proses 0 Kadar air (% maks) Benih murni (% min) Daya Kotoran Benih berkecambah (% maks) (% min) Parameter persyaratan Gambar 39 Hasil pengujian tingkat kemurnian benih dan viabilitas sebelum dan setelah proses dalam ISD dan perbandingan dengan SNI Kadar air rata-rata yang terukur setelah proses pengeringan dan penyimpanan dalam ISD sebesar 12.33% b.b masih melebihi persyaratan SNI sebesar maksimum 12% b.b. Namun kalau melihat dari range kadar air yang terukur yaitu antara 11 sampai dengan 14% b.b, maka sebenarnya kadar air setelah proses dalam ISD tersebut telah masuk ke dalam keriteria SNI, hanya saja variasi kadar

92 70 air yang terjadi menyebabkan nilai kadar air tersebut belum dapat memenuhi persyaratan SNI. Benih murni yang didapatkan dari hasil percobaan sebesar 85.8% belum memenuhi standar yang disyaratkan SNI sebesar 98%. Hal tersebut dikarenakan jagung yang diamati tercampur oleh kotoran benih sebesar 14.5%, berupa : butir pecah, butir rusak dan butir warna lain seperti yang telah paparkan pada persyaratan mutu menurut SNI Sementara untuk daya berkecambah sebelum proses pengeringan dan penyimpanan dalam ISD didapatkan nilai sebesar 85%, nilai tersebut telah memenuhi standar SNI minimum, namun setelah proses pengeringan dan penyimpanan daya berkecambah menjadi 84.7% atau turun sebesar 0.3%. penurunan tersebut memang tidak signifikan namun menyebabkan batas minimum dari SNI menjadi tidak tercapai. Prosentase daya berkecambah yang hanya bisa mencapai batas minimum dari yang disyaratkan SNI disebabkan oleh suhu pengeringan pada ERK-Hybrid yang berkisar antara 50 sampai dengan 60 o C. Suhu pengeringan tersebut telah melampaui suhu udara maksimum untuk pengeringan benih jagung sebesar 43.3 o C (Hall 1970). Tidak terpenuhinya persyaratan mutu dari hasil percobaan bukanlah efek langsung dari proses pengeringan dan penyimpanan selama di dalam ISD, namun hal tersebut terjadi akibat pengeringan tahap awal dengan suhu tinggi pada ERK-Hybrid dan juga proses pemindahan bijian dari ERK-Hybrid ke ISD yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada jagung. Sebagai unit penyimpan, ISD telah berfungsi dengan baik yang ditunjukkan oleh tidak terjadinya peningkatan kerusakan bijian selama pengeringan dan penyimpanan, disamping itu pengurangan kadar air pada pengeringan dengan suhu rendah juga telah menunjukkan kinerja yang baik dengan penurunan kadar air yang signifikan Mutu Pakan Ternak Untuk dijadikan pakan ternak, maka mutu jagung harus memenuhi persyaratan SNI Perbandingan kadar proksimat jagung antara hasil percobaan dan persyaratan mutu SNI dapat dilihat pada Gambar 40 sementara data selengkapnya disajikan pada Lampiran 28.

93 71 18 Nilai (%) Persyaratan SNI Sebelum Proses Setelah Proses Kadar air (% maks) Kadar protein kasar (% min) Kadar serat kasar (% maks) Kadar abu (% maks) Kadar lemak (% min) Komposisi Nutrisi (kimia) jagung Gambar 40 Perbandingan kandungan nutrisi (kimia) jagung antara hasil percobaan dan persyaratan SNI Komposisi nutrisi (kimia) jagung sebelum dan setelah proses pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD mengalami perubahan pada masing-masing parameter. Kadar air mengalami penurunan dari rata-rata 16.40% b.b sebelum pengeringan dan penyimpanan menjadi rata-rata 12.33% b.b setelah proses pengeringan dan penyimpanan, penurunan tersebut melebihi standar yang disyaratkan yaitu sebesar maksimum 14% b.b. Sementara untuk nilai protein, sebelum pengeringan dan penyimpanan didapat rata-rata sebesar 7.76% nilai ini lebih baik dari standar SNI sebesar minimum 7.5%, namun setelah proses pengeringan dan penyimpanan nilai protein jagung berkurang menjadi rata-rata 6.62% sehingga tidak memenuhi lagi syarat minimum SNI. Untuk kadar serat didapatkan rata-rata 2.56% sebelum proses dan rata-rata 2.53% setelah proses berlangsung, nilai tersebut lebih baik dari standar SNI yang mensyaratkan kadar serat maksimum 3%. Kadar abu juga menunjukkan bahwa jagung hasil percobaan memiliki kadar abu yang lebih baik dari standar yang ditetapkan SNI, yaitu rata-rata sebesar 1.24% sebelum proses dan 1.23% setelah proses berlangsung, sementara SNI menetapkan kadar abu maksimum sebesar 2%. Untuk kadar lemak, nilai pada jagung hasil percobaan juga masih lebih baik dari standar SNI yaitu rata-rata sebesar 3.80% dan 3.24% untuk sebelum dan setelah proses, sementara SNI menetapkan nilai kadar lemak minimum sebesar 3%.

94 72 Kontaminasi mikotoksin jenis aflatoxin B1 pada jagung percobaan sebelum pengeringan dan penyimpanan didapatkan nilai rata-rata sebesar ppb, sementara setelah proses pengeringan dan penyimpanan menjadi rata-rata ppb. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama penyimpanan 30 hari dalam ISD terjadi peningkatan kontaminasi aflatoxin sebesar 2.63 ppb. Namun nilai kontaminasi aflatoxin selama proses dalam ISD tersebut masih dibawah ambang batas toleransi untuk konsumsi ternak yang ditetapkan SNI sebesar maksimum 50 ppb. Untuk komponen butir pecah, butir warna lain, benda asing dan kepadatan, masih dalam batas persyaratan SNI baik sebelum maupun setelah proses pengeringan dan penyimpanan dalam ISD. Sehingga berdasarkan kandungan gizi pada analisa proksimat dan kontaminasi aflatoxin serta keseluruhan parameter dalam SNI , maka jagung hasil pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD masih memenuhi syarat yang baik untuk dijadikan pakan ternak.

95 V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Distribusi suhu dan aliran udara di dalam ISD dapat disimulasikan dengan menggunakan teknik CFD. Hasil validasi kecepatan aliran udara dan suhu antara simulasi terhadap pengukuran didapatkan koefisien korelasi 0.73 dan Sebaran suhu dan kecepatan aliran udara lebih seragam dengan jenis pipa input yang berpori seluruhnya dibandingkan jenis pipa input setengah berpori. 2. Validasi sebaran RH antara hasil perhitungan dan pengukuran didapatkan korelasi Pipa input yang berpori seluruhnya memberikan sebaran RH yang lebih seragam dibandingkan jenis pipa input setengah berpori. 3. Dari kapasitas total ISD sebesar 7500 kg, dilakukan validasi penurunan kadar air pada kapasitas 1500 kg. Hasil validasi antara simulasi terhadap pengukuran pada layer 10 dan 40, didapatkan nilai korelasi 0.90 dan 0.35 pada musim hujan, 0.88 dan 0.84 pada musim kemarau. 4. Dari analisis mutu jagung menunjukkan bahwa proses pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD mampu mempertahankan mutu jagung dengan baik sebagai bahan pakan ternak. 5.2 Saran 1. Untuk pengembangan ISD sebaiknya digunakan pipa input dengan pori seluruhnya, mengingat sebaran aliran udara, suhu dan RH hasil simulasi CFD untuk jenis pipa tersebut lebih seragam. 2. Untuk kinerja pengeringan yang lebih baik, perlu pengontrolan terhadap input aliran udara ke dalam ISD dengan menyalakan kipas pada range RH yang lebih rendah (55-70%), dan juga perlu dilakukan pengkondisian suhu udara sebelum masuk ke dalam ISD dengan cara pemanasan udara. 3. Perlu dilakukan validasi pada kapasitas total ISD serta analisis ekonomi untuk pengembangan ISD.

96 DAFTAR PUSTAKA Abdullah K Optimization of Solar Drying System. Proc. of the 5 th International Energy Conference. Seoul, October 18-22, Abdullah K Optimasi Dalam Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian Dengan Energi Surya. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Kontrak No. 039/P4M/DPPM/PHB/95. Abdullah K Greenhouse Effect Solar Dyer for Coffe and Cocoa beans. Final Report. University Research for Graduate Education. Contract No. 032/HTPP-II/URGE/1996. Directorate General of Higher Education, Indonesia. [Anonim] ASAE Standard. USA. [Anonim] SNI Jagung Bahan Baku Pakan. Jakarta: BSN. [Anonim] SNI Benih Jagung Hibrida. Jakarta: BSN. Bala BK Drying and Storage of Cereal Grains. New Delhi : Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd. Brooker DB, Bakker-Arkema FW, Hall CW Drying Cereal Grain. Connecticut : The AVI Publishing Company Inc. Wesport. Brooker DB, Bakker-Arkema FW, Hall CW Drying and Storage of Grains and Oilseeds. New York: An Avi Book, Van Nostrand Reinhold. Cengel YA Heat Transfer. New York : Mc.Graw-Hill,Inc. Chikubu S Characteristic of Japanese Rice and Storage Principle of Brown Rice. National Food Research Institut, Ministry of Agriculture and Forestry. Fiscal. Devahastin S Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial. Tambunan AH, Wulandani D, Hartulistiyoso E, Nelwan LO, Penerjemah. Bogor : IPB Press. Terjemahan dari: Handbook of Industrial Drying 2 nd Edition. Dharmaputra O, Retnowati S, Sunjaya, Ambarwati S Populasi A.flavus dan kandungan aflatoksin pada jagung ditingkat petani dan pedagang di Propinsi Lampung. Yogyakarta: Makalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Francis BJ, Wood JF Changes in The Nutritive Value of Feed Concentrate during Storage; Hand Books of Nutritive Value of Processed Food Vol. II Di dalam: Milolov Rechyl Jr, Editor. CRC Series in Nutrition and Food. Florida: CRC Press Inc.

97 75 Garraway MO, Evans QC Fungal Nutritions and Physiology. New York: John Wiley and Sons Inc. Hall C.W Handling and Storage Food Grain in Tropical and Subtropical Areas. Roma: FAO. Hall CW, Davis DC Processing Equipment for Agricultural Product. Connecticut: The AVI Publishing Company,Inc. Westport. Hall CW Drying and Storage of Agricultural Crops. Connecticut: The AVI Publishing Company,Inc. Westport. Harlos LS, Jeon YW, Bockhop CW Design and performance of multipurpose dryer using non-conventional energy sources. Manila: Agricultural Engineering Departement. IRRI. Hartono Teknologi Lepas Panen Jagung dan Palawija Serupa Lainnya. Jakarta: Lokakarya jagung, Bulog. Henderson SM, Perry RL Agricultural Process Engineering. 3 rd Edition. Conecticut: The AVI Publishing Company, Inc. Wesport. Holman JP Perpindahan Kalor. Jakarta : Erlangga. Jeon WY, Harlos LS, Bockhop CW Evaluation of a multipurpose dryer using non-conventional energy sources. Manila: Agricultural Engineering Departement. IRRI. Kim KS, Shin MG, Kim BC, Thim JH, Cheigh HS, Muhlbauer W, Kwon TW An Ambient-air In-Storage Paddy Drying System for Korean Farm. Agricultural Machanization in Asia, Africa and Latin America., 20:2. Komar N Mempelajari Sistem Lumbung Pengering Gabah Bahan Bakar Sekam [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Koto HA Simulasi Penyimpanan Gabah dalam Silo Besi Kedap Udara [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kristanto A Teknologi Pascapanen untuk Peningkatan Mutu Jagung. [30 Januari 2007]. Manalu LP Pengering Energi Surya dengan Pengaduk Mekanis untuk Pengeringan Kakao[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nagler MJ, Buangsuwon D, Jewer K, Siriacha P Production and quality controll of low aflatoxin maize in rainy seasons. Bangkok: Proceding of Departement of Agriculture Research Conference.

98 76 Napitupulu VM Rancangan dan Uji Kinerja Kipas Untuk Pengeringan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nelwan LO Study on Solar Assisted Dryer with Rotating Rack for Cocoa Beans [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nelwan LO Pengering Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nugroho E Simulasi Pengeringan Gabah [skripsi]. Bogor: Fateta IPB. Soemangat, Syarief AM, Subekti D, Purwadaria HK Studies on the implementation of the pit dryer at the village level in Yogyakarta, Indonesia. Bangkok: Asean Seminar on Grain Post Harvest Technology. Soemartono Teknik Pengolahan Padi. Jakarta: Departemen Pertanian RI. Soesarsono W Teknik Pengolahan dan Penyimpanan Hasil Panen. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Petanian Fatemeta IPB. Suseno H Fisiologi Tumbuhan. Bogor: Departemen Botani Faperta IPB. Thahir R, Sudaryono, Soemardi, Soeharmadi Teknologi Pascapanen Jagung. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Versteeg HK, Malalasekera W An introduction to computational fluid dynamic. The finite volume methode. Malaysia: Longman Sc & Technical. Widodo TW, Harjono, Tokumoto O, Matsumoto Hasil Analisis Teknis dan Ekonomis Proses Pengeringan Padi dengan Menggunakan DS System. Enjiniring Pertanian 1:1-12. Wijandi S Teknologi Penyimpanan Komoditas Pertanian. Bogor: Fatemeta Institut Pertanian Bogor. Wilcke WF, Morey RV, Hansen DJ Reducing Energy Use for Ambientair Corn Drying. Applied Engineering in Agriculture 9:2. William PC Storage of Grain and Seeds. London: CRC Press Inc. Wulandani D Kajian Distribusi Suhu, RH dan Aliran Udara Pengering untuk Optimasi Disain Pengering Efek Rumah Kaca [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

99 LAMPIRAN

100 78 Lampiran 1 Sistem Pengering ERK-Hybrid dan In-Store Dryer Terintegrasi KETERANGAN In-Store Dryer : 1 Saluran inlet 2 Saluran outlet 3 Outlet udara ISD 4 Kipas ISD 5 Katup penutup 6 Lantai pengering berlubang 7 Saluran outlet biji-bijian 8 Pintu kontrol Pengering ERK-Hybrid : 1 Silinder pengering 2 Kipas 3 Penukar panas 4 Kipas ekshaus 5 Motor penggerak silinder 6 Tangki air 7 Hopper bahan bakar 8 Motor dan screw feeder bahan bakar 9 Tungku pembakaran

101 79 Lampiran 2 Profil aliran udara pada pipa setengah berpori (Brooker et al. 1992)

102 80 Lampiran 3 Arah aliran udara pada pipa input dan output (Brooker et al. 1992)

103 Lampiran 4 Susunan pipa-pipa penyalur udara dalam ISD 81

104 Lampiran 5 Standar ASAE untuk ukuran dan kapasitas Silo 82

105 Lampiran 5 (lanjutan) 83

106 Lampiran 6 Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE (Versteeg & Malalasekera 1995) 84

107 85 Lampiran 7 Asumsi, kondisi awal dan kondisi batas yang digunakan pada simulasi CFD Asumsi 1. Udara tidak termanpatkan (incompressible), ρ konstan. 2. Panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan (bilangan Prandtl udara konstan). 3. Udara bergerak dalam kondisi steady 4. Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi, yaitu pada 34 o C. 5. Kecepatan udara pada kipas dianggap konstan. 6. Aliran udara dalam ISD dengan bukaan yang sangat lebar dianggap sebagai aliran udara di atas bidang datar (sepanjang bidang datar) dan laminer apabila nilai bilangan Reynolds kurang dari (Cengel, 2003). Perhitungan udara laminer: Sifat thermofisik udara yang digunakan dalam model simulasi CFD adalah: Suhu inlet : 34 o C Suhu outlet : 34 o C Suhu fluida operasi : (34+34)/2 = 34 o C --- > = K Diameter spesifik = 2.5 m Sifat Simbol Nilai Satuan Massa jenis ρ kg/m 3 Panas jenis Cp kj/kg o C Konduktivitas panas k W/m.K Visikositas dinamik μ x 10-5 kg/m.s Bilangan Prandtl Pr Bilangan Reynold (Re) : Sehingga aliran dianggap laminer x

108 86 Lampiran 7 (lanjutan) Kondisi Awal : Untuk kedua simulasi, menggunakan kondisi awal sebagai berikut: 1. Kecepatan aliran udara awal pada semua koordinat (x,y dan z) = 0 m/detik. 2. Suhu dinding = suhu lingkungan 3. Tekanan udara 1 atm = kpa Kondisi Batas : 1. Inlet sekaligus kipas dianggap sebagai velocity inlet dengan kecepatan udara masuk 8.2 m/detik (Hasil pengukuran). 2. Outlet dianggap sebagai outflow dengan ratio bukaan Dinding bersifat adiabatis (tidak ada pertukaran panas) 4. Ketebalan dinding m 5. Dinding dan seluruh pipa penyalur udara terbuat dari alumanium (plat esser) dengan propertis (Holman 1995): Density (ρ) : 2719 kg/m3 Specific Heat (Cp) :871 j/kg-k Thermal Conductivity (k) : w/m-k 6. Porositas lantai dan pipa-pipa penyalur udara adalah 40%, dalam simulasi ditetapkan sebagai porous jump, dengan parameter input: a. Permeabilitas permukaan (α) dihitung dengan persamaan (FLUENT ver.6.1): b. Koefisien porous jump (C2) dihitung dengan persamaan (FLUENT ver.6.1): Keterangan : Dp : diameter lubang pada plat = m ε : persen lubang pada plat = /

109 87 Lampiran 8 Algoritma simulasi pengeringan tumpukan tebal Mulai Masukkan data kadar air awal, suhu jagung, suhu udara, kelembaban mutlak udara, laju massa udara, tebal tumpukan, total waktu simulasi Hitung kadar air keseimbangan Loop waktu Loop lapisan Hitung tekanan uap udara Hitung RH udara Hitung panas laten penguapan jagung Hitung suhu jagung Hitung kadar air jagung Hitung kelembaban mutlak udara tdk Total Kedalaman tercapai? ya Hitung kadar air rata-rata Waktu tercapai? tdk ya Cetak hasil perhitungan: kadar air, suhu udara,kelembaban mutlak, RH Selesai

110 88 Lampiran 9 Parameter yang digunakan dalam simulasi pengeringan tumpukan Parameter Simbol Nilai Satuan Sumber Panas jenis biji jagung C pg kj/kg K Bala 1997 Panas jenis udara C pa kj/kg C Bala 1997 Panas jenis air C pl kj/kg K Bala 1997 Panas jenis uap air C pw kj/kg K Bala 1997 Bulk density jagung ρ d 745 kg/m 3 Brooker 1992 Massa jenis udara ρ a 1.11 kg/m 3 terjemahan (Arismunandar Jansen 1995) Tekanan atmosfer P atm kpa Bala 1997 Laju udara Ga 12.7 kg/mnt-m 2 Pengukuran Koeffisien pindah h panas konveksi cv G 1.3 kj/mnt/m 3 /K Bala 1997 Panas laten penguapan jagung (L g ) dalam satuan kj/kg, dihitung dengan persamaan (Strohman&Yeoger 1967 dalam Bala 1997): exp (1) Kelembaban mutlak (H) dalam satuan kg/kg didapatkan dengan persamaan (Brooker 1974):....(2) Kelembaban relatif (RH) dalam satuan %, dihitung dengan persamaan (Brooker 1974):...(3) Kadar air keseimbangan (M e ) dalam satuan % b.k, dihitung dengan persamaan (Brooker et al. 1992) : (4) Persamaan empiris pengeringan untuk jagung page equation (Hal 1970; Van Rest & Isaacs 1968 dalam Bala 1997):...(5)

111 89...(6) ln ln...(7) Persamaan ini adalah dari ekspresi persamaan garis :...(8) Dimana : ln ln Jika persamaan (6) diplot pada pada sumbu x dan y, maka akan didapatkan sebuah garis lurus dengan nilai positif slope u, selanjutnya jika data eksperimen diplotkan dari persamaan (8) maka u dan k didapat dari grafik dengan menarik garis lurus. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar berikut: y 2 y 1 Slope = u ln t x 1 x 2 Gambar 1 penentuan k dan u dari plot Dalam persamaan yang digunakan, u adalah exponen yang nilainya diberikan dengan persamaan (Bala 1997) : (9)

112 90 Lampiran 10 Kode program Visual Basic untuk simulasi pengeringan tumpukan 'Simulasi Model Persamaan Differensial Parsial 'untuk Pengeringan Biji-bijian Lapisan Tebal pada In-Store Dryer 'Oleh : Diswandi Nurba 'Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian - Sekolah Pasca Sarjana IPB '2008 Dim TG(260), MC(260), AT(260), HM(260), RH(260) Private Sub Command1_Click() 'Input data AC = Val(Text1.Text) GC = Val(Text2.Text) LC = Val(Text3.Text) WC = Val(Text4.Text) BD = Val(Text5.Text) AP = Val(Text6.Text) Z = Val(Text7.Text) LX = Val(Text8.Text) DT = Val(Text9.Text) DZ = Val(Text10.Text) RP = Val(Text11.Text) EL = 0.01 'batas nilai max absolute selisih RH dg RH udara jenuh menju hitung Suhu Bijian ESS = 0.01 'batas nilai max absolut selisih RH dgn RH udara jenuh menuju hitung delta KA EX = 'batas min absolut selisih waktu iterasi dg waktu proses menuju waktu total TN = Val(Text15.Text) MO = Val(Text16.Text) / 100 NNi = Val(Text20.Text) * 60 TAd = Val(Text21.Text) RXd = Val(Text22.Text) / 100 GAd = Val(Text23.Text) 'Process TI = TN 'SUB HITUNG TEKANAN UAP PS = Exp( / TI * Log(TI)) AV = 0 For L = 1 To LX MC(L) = MO MEQ = MC(L) RX = Exp(-C0 * (TI ^ C1) * Exp(C2 * (TI ^ C3) * MEQ)) RH(L) = RX P = RH(L) * PS HN = (0.622 * P) / (AP - P) HM(L) = HN AV = AV + MC(L) * DZ Next L AV = AV / Z T = 0: TPR = 60: DTPR = 60 FileNumber = FreeFile() Open "D:\Jagung Drying Result.txt" For Output As #FileNumber For NN = 1 To NNi 'suhu udara dan RH udara lingkungan TA = TAd: RX = RXd TI = TA 'Perhitungan tekanan uap dan Kelembaban PS = Exp( / TI * Log(TI)) H = (0.622 * RX * PS) / (AP - RX * PS) HN = H T = T + DT 'Perhitungan Kadar Air Keseimbangan MEQ = ((Log(1 - RX)) / (( * 10 ^ -5) * (TA ) * (100 ^ ))) ^ (1 / ) 'looping untuk iterasi pada setiap lapisan

113 91 AV = 0 For L = 1 To LX If RX > 0.98 Then RX = 0.98 TI = TA DC = * RX * TA U = * RX * (RX ^ 2) * TA If MO = MEQ Then GoTo 100 If MC(L) = MEQ Then GoTo 100 If DC = 0 Then GoTo 100 AZ = Log(Abs(MC(L) - MEQ)) BZ = Log(Abs(MO - MEQ)) TE1 = Abs(BZ - AZ / DC) TE2 = 1 / U TE = TE1 ^ TE2 'Perubahan kadar air DM = -(MC(L) - MEQ) * DC * U * ((TE + (DT / 60)) ^ (U - 1)) * (DT / 60) GoTo DM = A2 = 2 * (TA - TG(L)) B3 = GC + LC * MC(L) F1 = WC * TA TG(L) * LC GA = GAd 'Laju massa udara masuk 'Perhitungan Heat Transfer Coeffisien pada tumpukan biji HT = * (GA ^ 1.3) 'Perhitungan Panas laten Penguapan bijian LG = 2.32 * (( * (TA )) * ( * Exp( * MC(L)))) YY = AC * TA + LG - LC * TG(L) 250 XB = DM E1 = AC + WC * (HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT))) GE = GA * E1 TP = (BD / DT) * XB TP = A2 + (TP * ((2 * YY / HT) + (F1 * DZ / GE))) BB = B3 + LC * XB BT = 1 + (BD / DT) * (2 * B3 / HT + DZ * BB / GE) DG = TP / BT DA = -(BD * DZ / ((GA * DT) * E1)) * ((DG * BB) - (XB * F1)) TI = TA + DA PS = Exp( / TI * Log(TI)) H = HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT)) P = (H * AP) / ( H) RX = P / PS FXX = RX - RP If FXX <= EL Then GoTo 1000 If FXX < 0 Then GoTo 1000 If FXX = 0 Then GoTo 1000 XD = IT = 0 CX = DM FX = RX - RP 300 CXX = CX + XD XB = CXX 'PERHITUNGAN SUHU UDARA DAN SUHU BIJIAN E1 = AC + WC * (HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT))) GE = GA * E1 TP = (BD / DT) * XB TP = A2 + (TP * ((2 * YY / HT) + (F1 * DZ / GE))) BB = B3 + LC * XB BT = 1 + (BD / DT) * (2 * B3 / HT + DZ * BB / GE) DG = TP / BT DA = -(BD * DZ / ((GA * DT) * E1)) * ((DG * BB) - (XB * F1)) TI = TA + DA PS = Exp( / TI * Log(TI)) H = HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT)) P = (H * AP) / ( H) RX = P / PS FXX = RX - RP If (FX * FXX) < 0 Then GoTo 400 If (FX * FXX) = 0 Then GoTo 900

114 92 CX = CX + XD FX = FXX IT = IT + 1 If (IT - 600) <= 0 Then GoTo For K = 1 To 5 XV = (CX + CXX) / 2 XB = XV E1 = AC + WC * (HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT))) GE = GA * E1 TP = (BD / DT) * XB TP = A2 + (TP * ((2 * YY / HT) + (F1 * DZ / GE))) BB = B3 + LC * XB BT = 1 + (BD / DT) * (2 * B3 / HT + DZ * BB / GE) DG = TP / BT DA = -(BD * DZ / ((GA * DT) * E1)) * ((DG * BB) - (XB * F1)) TI = TA + DA PS = Exp( / TI * Log(TI)) H = HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT)) P = (H * AP) / ( H) RX = P / PS FVE = RX - RP If (FX * FVE) < 0 Then GoTo 500 If (FX * FVE) = 0 Then GoTo 800 CX = XV FX = FVE GoTo CXX = XV FXX = FVE 550 Next K 600 XV = (CX * FXX - CXX * FX) / (FXX - FX) XB = XV E1 = AC + WC * (HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT))) GE = GA * E1 TP = (BD / DT) * XB TP = A2 + (TP * ((2 * YY / HT) + (F1 * DZ / GE))) BB = B3 + LC * XB BT = 1 + (BD / DT) * (2 * B3 / HT + DZ * BB / GE) DG = TP / BT DA = -(BD * DZ / ((GA * DT) * E1)) * ((DG * BB) - (XB * F1)) TI = TA + DA PS = Exp( / TI * Log(TI)) H = HN - (XB * BD * DZ / (GA * DT)) P = (H * AP) / ( H) RX = P / PS FVE = RX - RP If Abs(FVE) < ESS Then GoTo 900 If (FX * FVE) < 0 Then GoTo 700 If (FX * FVE) = 0 Then GoTo 900 CX = XV FX = FVE GoTo CXX = XV FXX = FVE 800 CXX = XV 900 DM = CXX GoTo TG(L) = TG(L) + DG TA = TA + DA AT(L) = TA MC(L) = MC(L) + DM RH(L) = RX HN = H HM(L) = HN AV = AV + MC(L) * DZ Next L AV = AV / Z TIM = T If Abs(TIM - TPR) >= EX Then GoTo 1100 'Progress Bar

115 93 baris = 2000 ProgressBar1.Max = baris ProgressBar1.Min = 0 For nilai = 1 To baris ProgressBar1.Value = nilai Next nilai 'Show results in a table With Me.ListView1.ListItems.Clear.View = lvwreport.columnheaders.clear.columnheaders.add,, " Layer ", 700.ColumnHeaders.Add,, " Moisture Content (%b.k) ", 2100.ColumnHeaders.Add,, " Air Temp (C) ", 1400.ColumnHeaders.Add,, " Humidity (kg/kg) ", 1500.ColumnHeaders.Add,, " RH (%) ", 1300 For i = 1 To LX.ListItems.Add,, i.listitems(.listitems.count).listsubitems.add,, Round(MC(i) * 100, 5).ListItems(.ListItems.Count).ListSubItems.Add,, Round(AT(i), 5).ListItems(.ListItems.Count).ListSubItems.Add,, Round(HM(i), 5).ListItems(.ListItems.Count).ListSubItems.Add,, Round(RH(i) * 100, 5) Write #FileNumber, NN, i, MC(i), AT(i), HM(i), RH(i) Next i End With TPR = TPR + DTPR Text17.Text = Str(T) Text18.Text = Str(AV * 100) Text19.Text = Str(MEQ * 100) 'Refresh Text17.Refresh Text18.Refresh 'Text19.Refresh ListView1.Refresh 1100 Next NN Close #FileNumber End Sub Private Sub Command2_Click() Text1.Text = "" Text2.Text = "" Text3.Text = "" Text4.Text = "" Text5.Text = "" Text6.Text = "" Text7.Text = "" Text8.Text = "" Text9.Text = "" Text10.Text = "" Text11.Text = "" Text15.Text = "" Text16.Text = "" Text17.Text = "" Text18.Text = "" Text19.Text = "" Text20.Text = "" Text21.Text = "" Text22.Text = "" Text23.Text = "" Me.ListView1.ListItems.Clear End Sub Private Sub Command3_Click() End End Sub Private Sub Command4_Click() Form2.Show

116 94 End Sub Private Sub Command5_Click() Form4.Show End Sub Private Sub Command6_Click() 'Reset Text15.Text = "" Text16.Text = "" Text17.Text = "" Text18.Text = "" Text19.Text = "" Text20.Text = "" Text21.Text = "" Text22.Text = "" Text23.Text = "" End Sub

117 Lampiran 11 Interface program simulasi pengeringan tumpukan 95

118 96 Lampiran 12 Perhitungan pressure drop dan tekanan statis kipas Tekanan statis pada ruang ISD (plenum chamber) diperlukan untuk memaksa udara mengalir melewati lantai pengering dan massa jagung. Tekanan statis merupakan gaya tegak lurus terhadap dinding saluran dan besarnya tidak tergantung pada kecepatan aliran. Penentuan besarnya tekanan statis meliputi: a. Tahanan dari massa jagung terhadap aliran udara b. Tahanan lantai berlubang terhadap aliran udara c. Penurunan tekanan pada saluran d. Penurunan tekanan karena perubahan luas penampang e. Pengaruh tekanan dinamis Dari pengukuran didapatkan kecepatan aliran udara pada kipas axial yang dipakai pada ISD sebesar 8.20 m/dtk, maka debit dapat dihitung :. Luas kipas dengan diameter 15 inchi adalah : Sehingga : / --- > m 3 /menit --- > cfm Bila aliran udara dialirkan melalui lapisan bijian (massa jagung), tahanan dari aliran tersebut menurunkan tekanan (pressure drop) disebabkan oleh kehilangan energi karena gesekan dan turbulensi aliran. Tahanan ini dapat diatasi dengan menambah tekanan pada saluran masuk atau membuat kondisi hampa udara pada saluran keluar. Dengan persamaan (Hukill dan Shedd 1955 dalam Brooker 1992) maka dapat dihitung penurunan tekanan sebagai berikut: dimana : ΔP a dan b... (2) : penurunan tekanan per ft, (inchi air/ ft) : tetapan, tergantung dari macam bijian. Q a : aliran massa udara (cfm/ft 2 )

119 97 Tabel 1 Tetapan untuk persamaan (2) Biji-bijian Nilai a Nilai b Barley Oats Jagung pipil Kacang kedelai Gandum Sumber : Hukill dan Shedd (1955) dalam Brooker (1992) Luas lantai ISD: Lantai berbentuk lingkaran r = 1.25 m sehingga : didapat prossure drop : / / ln Dengan tebal lapisan jagung = 2.50 m = 8.20 ft, maka tahanan oleh lapisan jagung adalah :... (3) atau Pa (0.98 kpa) Udara yang dihembuskan ke dalam tumpukan biji juga melalui lantai dan plat besi berlubang, maka terjadi penurunan tekanan setelah plat besi tersebut terlewati, Brooker (1992) memberikan persamaan:... 4 Dari pengukuran didapat pori lantai (O f ) = 40% Dari Brooker (1992) Porositas tumpukan jagung ( ε ) = 43% Sehingga tahanan lantai dapat dihitung: Kehilangan tekanan oleh pembebasan saluran ditetapkan dengan persamaan (ASHRAE, 1969) :

120 dimana : c 1 : tetapan pembesaran penampang V: kecepatan sebelum memasuki perubahan penampang (fpm) Luas permukaan kipas, diameter 15 inchi adalah / 1.23 dari gambar bentuk saluran berikut (ASHRAE 1969 dalam Brooker 1992) maka c 1 = 1.00 sehingga : Gambar 1. Bentuk saluran pada ISD Maka tekanan total adalah penjumlahan dari ketiga tahanan tersebut: Tekanan dinamis adalah tekanan yang hanya tergantung dari gesekan dan kerapatan udara. Tekanan dinamis dapat dihitung dengan persamaan... 6 dimana: P din : tekanan dinamis (tekanan kecepatan) (in. air) V : kecepatan aliran udara (ft/menit) Sehingga tekanan statis dihitung dengan persamaan : P statis = 0.98 kpa

121 99 Tekanan statis yang dibutuhkan untuk pengeringan jagung dengan tumpukan setinggi 2.50 m (7500 kg) dalam ISD adalah 0.98 kpa atau Pa. Sehingga tekanan kipas axial sebesar 90 Pa masih kurang untuk melakukan kerjanya. Namun penataan pipa saluran udara sebanyak 13 pipa yang menyediakan ruang bebas untuk pergerakan udara dalam ISD dapat membantu kinerja kipas axial tersebut. Tabel 2 Faktor konversi (Brooker 1992) Airflow Area and Length 1 cfm = m 3 /min 1 ft = m 1 cfm/bu = m 3 /min.t 1 in = m = m 3 /m 3.min 1 acre = m 2 1 cfm/cwt = m 3 /min.t = ha 1 cfm/ft 2 = m 3 /m 2.min 1 ft 2 = m 2 1 cfm/ft 3 = 1 m 3 /m 3.min 1 in. 2 = cm 2 1 cfm/ton = m 3 /min.t 1 mi = km 1 lb/hr ft 2 = kg/hr.m 2 Volume 1 ft 3 /hr = x 10-3 m 3 /min 1 ft 3 = m 3 Pressure 1 gal (U.S) = m 3 1 atm = kpa 1 in. 3 = cm 3 1 bar = 100 kpa 1 L = m 3 1 in. Hg = kpa 1 bu = m 3 1 in. water = Pa 1 bu/acre = m 3 /ha 1 in.water/ft = Pa/m 1 bu/hr = m 3 /hr 1 lb/ft 2 = Pa 1 yd 3 = m 3 1 lb in 2 = kpa 1 mm Hg = 0.133kPa

122 Lampiran 13 Lokasi titik pengukuran suhu dan kecepatan udara di dalam ruangan ISD 100

123 Lampiran 14 Lokasi titik pengambilan sampel pengukuran kadar air 101

124 102 Lampiran 15 Hasil Simulasi 1 CFD Poin Koordinat X (m) Y (m) Z (m) T ( C ) V (m/s) RH Rata-rata & St. Deviasi Rata RH : 67.9 % St Dev RH : 10.7 % Rata T : 31.8 C St.Dev T : 2.6 C Rata V : 0.39 m/dtk St.Dev V : 0.25 m/dtk Rata RH : 67.1 % St Dev RH : 10.2 % Rata T : 32.0 C St.Dev T : 2.5 C Rata V : 0.40 m/dtk St.Dev V : 0.29 m/dtk

125 103 Lampiran 15 (lanjutan) Rata RH : 67.6 % St Dev RH : 10.6 % Rata T : 31.9 C St.Dev T : 2.6 C Rata V : 0.32 m/dtk St.Dev V : 0.22 m/dtk Rata RH : 67.5 % St Dev RH : 10.5 % Rata T : 31.9 C St.Dev T : 2.6 C Rata V : 0.27 m/dtk St.Dev V : 0.17 m/dtk

126 104 Lampiran 15 (lanjutan) Rata RH : 68.0 % St Dev RH : 11.4 % Rata T : 31.8 C St.Dev T : 2.8 C Rata V : 0.23 m/dtk St.Dev V : 0.16 m/dtk Rata-rata Standar Deviasi

127 105 Lampiran 16 Hasil Simulasi 2 CFD Poin Koordinat x y z T(C ) V (m/s) RH Rata-rata & St. Deviasi Rata RH : 60.3 % St Dev RH : 0.2 % Rata T : 33.7 C St.Dev T : 0.1 C Rata V : 0.59 m/dtk St.Dev V : 0.25 m/dtk Rata RH : 60.4 % St Dev RH : 0.2 % Rata T : 33.7 C St.Dev T : 0.1 C Rata V : 0.53 m/dtk St.Dev V : 0.25 m/dtk

128 106 Lampiran 16 (lanjutan) Rata RH : 60.5 % St Dev RH : 0.2 % Rata T : 33.7 C St.Dev T : 0.1 C Rata V : 0.44 m/dtk St.Dev V : 0.20 m/dtk Rata RH : 60.5 % St Dev RH : 0.3 % Rata T : 33.6 C St.Dev T : 0.1 C Rata V : 0.36 m/dtk St.Dev V : 0.17 m/dtk

129 107 Lampiran 16 (lanjutan) Rata RH : 60.5 % St Dev RH : 0.2 % Rata T : 33.6 C St.Dev T : 0.1 C Rata V : 0.37 m/dtk St.Dev V : 0.14 m/dtk Rata-rata Rata standar deviasi

130 108 Lampiran 17 Perbandingan keragaman suhu, kecepatan udara dan RH di dalam ISD pada kedua simulasi CFD. Keragaman suhu Ketinggian (m) Rata-rata Skenario 1 Rata-rata ( o C) Standar deviasi ( o C) Skenario 2 Rata-rata ( o C) Standar deviasi ( o C) Keragaman kecepatan aliran udara Ketinggian (m) Rata-rata Skenario 1 Rata-rata (m/dtk) Standar deviasi (m/dtk ) Skenario 2 Rata-rata (m/dtk) Standar deviasi (m/dtk ) Keragaman RH Ketinggian (m) Rata-rata Skenario 1 Rata-rata (% ) Standar deviasi ( % ) Skenario 2 Rata-rata (% ) Standar deviasi ( % )

131 109 Lampiran 18 Data validasi suhu dan kecepatan udara hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai error dan standar deviasinya Poin Simbol Koordinat Suhu ( C ) Kecepatan udara (m/s) x y z T-ukur T-CFD Std Error v-ukur v-cfd SD Error 1 A A A A B B B B C C C C D D D D E E E E max min Rata-rata Total Error Korelasi ( R )

132 110 Lampiran 19 Data validasi RH udara hasil pengukuran dan perhitungan serta nilai error dan standar deviasinya. Poin Simbol Koordinat RH ( % ) x y z RH-ukur RH-hitung SD Error 1 A A A A B B B B C C C C D D D D E E E E max min Rata-rata Total Error Korelasi 0.66

133 111 Lampiran 20 Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 150 jam pada Simulasi 1. T in : 31 o C RH : 73 % Waktu : 150 jam Me : 16.6 % b.k Laju massa udara : 12.7 kg/menit-m 2 Kadar air (% b.k) Waktu Layer Layer Layer Layer Layer Layer Layer Layer (jam ke-) Rata-rata

134 112 Lampiran 20 (lanjutan)

135 113 Lampiran 20 (lanjutan)

136 114 Lampiran 21 Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 120 jam pada Simulasi 2. T in : 33 RH : 59.8 % Waktu : 120 jam Me : 13.5 % b.k Laju massa udara : 12.7 kg/mnt-m 2 Waktu Kadar air (% b.k) Ratarata (jam Layer Layer Layer Layer Layer Layer Layer Layer ke-) o C

137 115 Lampiran 21 (lanjutan)

138 116 Lampiran 21 (lanjutan)

139 117 Lampiran 22 Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 50 jam pada Percobaan 1 Jam ke Point Layer 10 Layer 40 % b.k Rata-rata % b.b Rata-rata % b.k Rata-rata % b.b Rata-rata A A2 A A A A6 A A2 A A A A6 A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

140 118 Lampiran 22 (lanjutan) A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

141 119 Lampiran 22 (lanjutan) A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

142 120 Lampiran 23 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air pengukuran pada Percobaan 1 Jam ke Layer 10-Ukur Layer 40-Ukur RH lingk. % b.k % b.b % b.k % b.b (%) T in ( o C) Rata - rata 73 31

143 121 Lampiran 24 Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 40 jam pada Percobaan 2 Jam ke Point Layer 10 Layer 40 % b.k Rata-rata % b.b Rata-rata % b.k Rata-rata % b.b Rata-rata A A2 A A A A6 A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A2 A A A5 A

144 122 Lampiran 24 (lanjutan) A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A A A2 A A A5 A

145 123 Lampiran 25 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air pengukuran pada Percobaan 2 Jam ke Layer 10-Ukur Layer 40-Ukur RH lingk. % b.k % b.b % b.k % b.b (%) T in ( o C) Rata-rata

146 124 Lampiran 26 Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada Percobaan 1. Jam ke- Kadar air (% b.k) Layer 10 Layer 40 Ukur Simulasi SD Error Ukur Simulasi SD Error max min Rata-rata Total Error Korelasi ( R )

147 125 Lampiran 27 Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada Percobaan 2 Jam ke- Kadar air (% b.k) Layer 10 Layer 40 Ukur Simulasi SD Error Ukur Simulasi SD Error max min Rata-rata Total Error Korelasi ( R )

148 126 Lampiran 28 Mutu jagung pada percobaan a. Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan persyaratan mutu SNI Persyaratan Mutu SNI (% Maks) Mutu Jagung Percobaan No Komponen Utama Sebelum Setelah Setelah I II III IV Pengeringan Pengeringan Penyimpanan 1 Kadar air Butir rusak Butir warna lain Butir pecah Kotoran b. Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan persyaratan mutu SNI No Komponen Jagung Percobaan Persyaratan Sebelum Setelah Setelah SNI proses Pengeringan proses 1 Kadar air (% maks) Benih murni (% min) Daya berkecambah (% min) Kotoran Benih (% maks) c. Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan persyaratan mutu SNI No Komponen Persyaratan SNI Sebelum Proses Setelah Proses 1 Kadar air (% maks) Kadar protein kasar (% min) Kadar serat kasar (% maks) Kadar abu (% maks) Kadar lemak (% min) Mikotoksin: Aflatoksin (ppb maks) Okratoksin (ppb maks) Butir pecah (% maks) Warna lain (% maks) Benda asing (% maks) Kepadatan (min) kg/m

149 Lampiran 29 Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan 127

150 Lampiran 30 Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan. 128

151 Lampiran 31 Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan 129

152 Lampiran 32 Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan 130

153 Lampiran 33 Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan 131

154 Lampiran 34 Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan 132

155 133 Lampiran 35 Sistem Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid (ERK-Hybrid) dan In- Store Dryer Terintegrasi yang di ujicoba dalam penelitiann a) Pengering ERK-Hybrid dan In-Store Dryer terintegrasi a) In-Store Dryer dan Bucket Elevator

156 134 Lampiran 36 Alat-alat ukur yang digunakan dalam penelitian a) Termokopel untuk mengukur suhu dalam tumpukan biji jagung i ii b) Termokopel untuk mengukur bola basah; i) untuk mengukur bola basah dalam tumpukan biji, ii) botol tempat air sebagai bola basah c. Moisture tester digital

157 135 Lampiran 36 (lanjutan) a) Hybrid Recorder b) Chino recorder c) Anemometer

158 136 Lampiran 36 (lanjutan) a) Timbangan digital b) Jangka sorong c) Oven drying

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Bogor

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Bogor JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Diswandi Nurba

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai tingkat kadar air tertentu. Secara spesifik pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG DENI HENDARTO

STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG DENI HENDARTO STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG DENI HENDARTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS PUJI WIDODO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3. METODE PENELITIAN Metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui pentahapan sebagai berikut: 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

KAJIAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN ABSORPSI INTERMITTEN MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA AMMONIA AIR MOCHAMMAD NURUDDIN

KAJIAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN ABSORPSI INTERMITTEN MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA AMMONIA AIR MOCHAMMAD NURUDDIN KAJIAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN ABSORPSI INTERMITTEN MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA AMMONIA AIR MOCHAMMAD NURUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1. PENDAHULUAN 5.1.1. Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam mengeringkan produk. Masalah yang terjadi

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN ISSN 2302-0245 pp. 1-7 KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN Muhammad Zulfri 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 3 1) Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universyitas

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM TERMAL DAN SIMULASI PADA OVEN SURYA R O P I U D I N

PEMODELAN SISTEM TERMAL DAN SIMULASI PADA OVEN SURYA R O P I U D I N PEMODELAN SISTEM TERMAL DAN SIMULASI PADA OVEN SURYA R O P I U D I N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI SKRIPSI oleh Rakhma Daniar NIM 061710201042 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal Karakteristik Pengeringan Biji Kopi dengan Pengering Tipe Bak dengan Sumber Panas Tungku Sekam Kopi dan Kolektor Surya Characteristic Drying of Coffee Beans Using a Dryer with the Heat Source of Coffe

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR Budi Kristiawan 1, Wibowo 1, Rendy AR 1 Abstract : The aim of this research is to analyze of rice heat pump dryer model performance by determining

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 Agustus Immawan Wahyudi Ahyar. iii

PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 Agustus Immawan Wahyudi Ahyar. iii PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan judul ANALISIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) TERHADAP PROFIL TEMPERATUR UNTUK KONDENSASI STEAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD Imron

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) OLEH : DEWI NURNA WAHYUNININGSIH F14103055 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA Tekad Sitepu Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Pengembangan mesin-mesin pengering tenaga surya dapat membantu untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 140 IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA Muh. Anshar 1) Abstrak: Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan agar sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Jurnal Mekanikal, Vol. 7 No. 1: Januari 2016: 673-678 e-issn 2502-700X p-issn2086-3403 TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Syahrul, Wahyu Fitra, I Made Suartika,

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER SKRIPSI RK 1583 PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER AULIA AGUS KURNIADY NRP 2303 109 016 NIDIA RACHMA SETIYAJAYANTRI NRP 2306 100 614

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

KAJIAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN ABSORPSI INTERMITTEN MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA AMMONIA AIR MOCHAMMAD NURUDDIN

KAJIAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN ABSORPSI INTERMITTEN MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA AMMONIA AIR MOCHAMMAD NURUDDIN KAJIAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN ABSORPSI INTERMITTEN MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA AMMONIA AIR MOCHAMMAD NURUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI PERFORMANSI DAN

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Pengeringan Pengeringan lapisan tipis merupakan pengeringan partikel atau biji-bijian secara individu yang seluruh bahan terkena udara pengering. Proses pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying).

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying). TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kopra Kopra adalah daging buah kelapa (endosperm) yang sudah dikeringkan. Kelapa yang paling baik yang akan diolah menjadi kopra yakni yang telah berumur sekitar 300 hari dan memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN AIR PADA IRIGASI BAWAH PERMUKAAN MELALUI LAPISAN SEMI KEDAP HILDA AGUSTINA

ANALISIS KESEIMBANGAN AIR PADA IRIGASI BAWAH PERMUKAAN MELALUI LAPISAN SEMI KEDAP HILDA AGUSTINA ANALISIS KESEIMBANGAN AIR PADA IRIGASI BAWAH PERMUKAAN MELALUI LAPISAN SEMI KEDAP HILDA AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS KESEIMBANGAN AIR PADA IRIGASI BAWAH PERMUKAAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN

PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN Sri Widata Dosen DPK Pada Politeknik LPP Yogyakarta E-mail: swidhata@yahoo.co.id ABSTRAK Kakao merupakan produk yang dapat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG Oleh: NERA CANDRA CHOIRUNNISA F14104082 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci