BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi berupa langkah strategis untuk meningkatkan keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan. Sebagai penutup, pada bagian akhir bab ini juga akan diuraikan mengenai kelemahan studi dan rekomendasi untuk studi lanjutan. 5.1 Kesimpulan Keberlanjutan wilayah pada intinya bergantung pada beberapa aspek yang saling mengait dan menunjang, antara lain aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan aspek pendukung. Pembangunan wilayah dapat dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika mampu mengupayakan perbaikan kinerja pada keseluruhan aspek secara terus menerus untuk memperbesar kesejahteraan generasi masa kini dan memperbesar peluang kesejahteraan generasi mendatang. Upaya tersebut pada prinsipnya dapat dicapai melalui keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam mencapai keseimbangan, perbaikan kinerja salah satu aspek tidak boleh diikuti dengan pengorbanan kinerja aspek lainnya. Keseluruhan aspek diharapkan membaik kinerjanya dan mencapai target kinerja optimumnya secara bersama-sama. Wilayah Jawa Barat Selatan menunjukkan bahwa pembangunannya belum mampu memberikan perbaikan kinerja pada keseluruhan aspek. Pada aspek ekonomi, Jawa Barat Selatan masih menunjukkan catatan kinerja positif dan negatif: indikator PDRB per kapita dan Rasio Gininya menunjukkan perbaikan, sedangkan persentase pengangguran terbuka dan penduduk miskinnya masih memburuk. Pada aspek sosial, Jawa Barat Selatan sudah menunjukkan catatan kinerja positif: angka harapan hidup, angka melek huruf, dan persentase penduduk tamat SLTP ke atasnya memperlihatkan kecenderungan membaik selama kurun waktu amatan. Pada aspek lingkungan, Jawa Barat Selatan masih memperlihatkan catatan kinerja negatif: luas sawah irigasi dan luas hutannya menyusut, frekuensi bencana alamnya juga 104
105 memperlihatkan kecenderungan meningkat selama kurun waktu amatan. Kerusakan lingkungan di wilayah ini bahkan tidak terbatas pada daerah daratan, tetapi juga terjadi di lingkungan pesisir pantainya yang terletak di bagian selatan. Pada aspek pendukung, Jawa Barat Selatan baru menunjukkan catatan kinerja positif pada persentase panjang jalan aspal dan persentase rumah tangga dengan penerangan listrik, sedangkan persentase panjang jalan dengan kondisi baik dan persentase rumah tangga dengan air ledengnya masih menunjukkan kinerja negatif. Berdasarkan kinerja agregatnya, Wilayah Jawa Barat Selatan baru memperlihatkan perbaikan pada aspek ekonomi dan sosial, sedangkan aspek lingkungannya masih memburuk. Pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan juga belum mengarah pada kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kinerja ekonomi dan lingkungan wilayah tersebut semakin tertinggal dari kinerja sosialnya dan kinerja lingkungannya masih tampak paling buruk diantara ketiganya. Bagi wilayah tertinggal, pembangunan berkelanjutan juga berarti upaya perbaikan kinerja keseluruhan aspek secara terus menerus untuk mengejar atau mengurangi ketertinggalannya dari wilayah lain. Wilayah Jawa Barat Selatan memperlihatkan bahwa kinerja sebagian besar aspek/indikatornya masih relatif buruk dibandingkan dengan Jawa Barat. Pada aspek ekonomi, Jawa Barat Selatan baru memperlihatkan kinerja yang relatif baik untuk indikator Rasio Gini dan persentase pengangguran terbuka, sedangkan PDRB per kapita dan persentase penduduk miskinnya masih relatif buruk. Pada aspek sosial, angka melek huruf Jawa Barat Selatan tampak relatif baik, namun angka harapan hidup dan persentase penduduk tamat SLTP ke atasnya masih relatif buruk. Pada aspek pendukung, persentase panjang jalan aspal Jawa Barat Selatan sudah relatif baik, tetapi persentase jalan dengan kondisi baik, persentase rumah tangga dengan penerangan listrik, dan persentase rumah tangga dengan air ledengnya masih relatif buruk. Secara umum, kinerja agregat aspek sosial Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif buruk dibandingkan dengan Jawa Barat. Kinerja ekonominya relatif memburuk menjadi di bawah Jawa Barat. Sementara kinerja lingkungannya relatif membaik menjadi di atas rata-rata Jawa Barat.
106 Dari kelima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, Ciamis memperlihatkan kinerja ekonomi paling baik. Kinerja sosial dan lingkungannya masih relatif memburuk. Bahkan kinerja lingkungannya tampak paling buruk pada akhir tahun amatan. Kabupaten Tasikmalaya memperlihatkan kinerja sosial yang relatif baik. Kinerja ekonominya juga relatif membaik, namun kinerja lingkungannya masih relatif memburuk. Kabupaten Garut memperlihatkan kinerja lingkungan paling baik dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Kinerja sosialnya juga relatif membaik ke urutan terbaik, namun kinerja ekonominya masih relatif memburuk. Kabupaten Cianjur memperlihatkan kinerja lingkungan yang relatif baik. Kinerja ekonominya relatif membaik, walaupun masih tergolong buruk. Sedangkan kinerja sosialnya masih relatif buruk. Kabupaten Sukabumi memperlihatkan kinerja lingkungan yang relatif membaik, namun kinerja ekonomi dan sosialnya relatif memburuk, bahkan tampak paling buruk pada akhir tahun amatan. Dari seluruh temuan studi di atas dapat ditarik beberapa butir kesimpulan sebagai berikut. Pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan karena belum memberikan perbaikan kinerja pada keseluruhan aspek/indikator dan belum mengarah pada kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan. Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki modal untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan perbaikan kinerja pada aspek sosial (seluruh indikator), aspek ekonomi (sebagian indikator), dan aspek pendukungnya (sebagian indikator). Wilayah Jawa Barat Selatan masih menghadapi ancaman keberlanjutan dengan kemunduran kinerja pada aspek lingkungan (seluruh indikator), sebagian indikator ekonomi, dan sebagian indikator pendukung lainnya. Kinerja lingkungan yang masih buruk dan kinerja ekonominya yang semakin tertinggal dari kinerja sosial juga menunjukkan masih adanya ancaman terhadap keberlanjutan wilayah. Dibandingkan dengan Jawa Barat, Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan kinerja yang relatif baik pada beberapa indikator ekonomi, sosial, dan pendukungnya. Wilayah
107 Jawa Barat Selatan juga memiliki modal positif berupa kinerja yang relatif membaik pada aspek lingkungannya. Namun, kinerja sebagian besar indikator ekonomi, sosial, dan pendukungnya yang masih relatif buruk memberi petunjuk masih adanya kesenjangan pembangunan antara wilayah tersebut dengan wilayah lainnya di Jawa Barat. Kesenjangan atau ketertinggalan wilayah mengakibatkan keterbatasan dalam melakukan pembangunan dan dapat menimbulkan kerentanan sosial sehingga menunjukkan masih adanya ancaman terhadap keberlanjutan wilayah maupun nasional. Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki modal positif untuk mencapai keberlanjutan dengan kinerja ekonomi yang relatif baik/membaik di Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya; kinerja sosial yang relatif baik di Kabupaten Tasikmalaya dan Garut; dan kinerja lingkungan yang relatif baik/membaik di Kabupaten Garut, Cianjur, dan Sukabumi. Wilayah Jawa Barat Selatan juga masih memiliki kelemahan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dengan kinerja ekonomi yang relatif buruk/memburuk di Kabupaten Cianjur Sukabumi, dan Garut; kinerja sosial yang relatif buruk/memburuk di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, dan Ciamis; kinerja lingkungan yang relatif buruk/memburuk di Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya. 5.2 Rekomendasi Pengembangan Wilayah Jawa Barat Selatan ke depan harus dibingkai dalam perspektif pembangunan berkelanjutan. Kegagalan dalam mewujudkan keberlanjutan di Wilayah Jawa Barat Selatan sebagai wilayah tertinggal dapat menimbulkan persoalan yang mengancam keberlanjutan wilayah lain maupun nasional. Untuk menggiring pembangunannya ke arah keberlanjutan, Wilayah Jawa Barat Selatan dapat melakukan beberapa strategi pembangunan sebagai berikut. Mengakselerasi pembangunan lingkungannya, antara lain melalui: (a) pengendalian konversi hutan dan lahan sawah beririgasi; (b) peningkatan konservasi terutama di daerah dengan kemiringan tinggi dan berpotensi longsor; (c) pengelolaan daerah pesisir secara berkelanjutan (antara lain melalui rehabilitasi kawasan hutan mangrove, pencegahan kerusakan
108 terumbu karang, dan pengelolaan penambangan pasir besi di pesisir pantai selatan agar tidak merusak lingkungan); serta (d) peningkatan pendidikan, pelatihan, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Mengakselerasi pembangunan ekonominya dengan memprioritaskan pada upaya penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja. Strategi yang dapat dilakukan antara lain: (a) pengembangan sektor pertanian melalui penguatan sistem agribisnis dan pengembangan teknologi produksi maupun pengolahan hasil pertanian; (b) peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pengembangan pendidikan dan pelatihan ketenagakerjaan; (c) pengembangan lapangan kerja pertanian maupun non pertanian (antara lain melalui redistribusi kepemilikan lahan kepada petani kecil berlahan sempit, penguatan usaha kecil/menengah, dan pengembangan kesempatan, minat, dan kemampuan wirausaha yang seluas-luasnya dalam masyarakat). Meningkatkan pembangunan sosialnya dengan memprioritaskan pada upaya peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat. Strategi yang dapat dilakukan antara lain: (a) peningkatan pemerataan dan aksesibilitas masyarakat ke fasilitas dan layanan pendidikan maupun kesehatan yang lebih berkualitas (terutama untuk rumah sakit, SLTP, dan SMU yang ketersediaannya masih terbatas dan belum tersebar merata); (b) pengembangan pendidikan berbasis potensi setempat; dan (c) penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan serta pemeliharaan kesehatan dan lingkungan. Mengakselerasi pembangunan aspek pendukungnya dengan memprioritaskan pada upaya peningkatan akses masyarakat ke layanan infrastruktur air bersih dan energi listrik, perbaikan kualitas jaringan jalan dengan kondisi rusak/rusak berat, dan pemeliharaan jaringan jalan dengan kondisi baik. Pengembangan infrastruktur transportasi, terutama ke daerah pelosok kecamatan yang masih terisolasi dan kurang berkembang juga masih diperlukan untuk mendukung kelancaran proses pembangunan sosial dan ekonomi.
109 Memprioritaskan akselerasi pembangunan ekonomi dan sosialnya di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, serta pembangunan lingkungannya di Kabupaten Ciamis. Memperbaiki pembangunan ekonomi yang relatif melambat di Kabupaten Garut, pembangunan sosial yang relatif melambat di Kabupaten Ciamis, dan pembangunan lingkungan yang relatif melambat di Kabupaten Tasikmalaya 5.3 Kelemahan Studi Studi ini memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut. 1. Indikator lingkungan yang digunakan dalam studi ini belum mampu menggambarkan kondisi lingkungan secara memadai karena ketersediaan data yang minim. 2. Pembuatan indeks ekonomi tahun 1996 masih menggunakan PDRB per kapita hasil backcasting karena adanya perubahan penggunaan harga tahun dasar dari harga konstan tahun 1993 ke 2000 dalam perhitungan PDRB per kapita yang dilakukan oleh BPS. 5.4 Rekomendasi Studi Lanjutan Untuk mempertajam kasus keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan maupun wilayah tertinggal lainnya di Indonesia, perlu dilakukan studi lanjutan sebagai berikut. 1. Kajian yang serupa dengan penelitian ini, yaitu mengkaji kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan atau wilayah tertinggal lainnya di Indonesia ditinjau dari perspektif keberlanjutan dengan menggunakan metoda expert choice dalam penetapan indikator, bobot, maupun standar yang digunakan; atau menggunakan metoda dan pendekatan lain dalam menentukan keberlanjutan wilayah. 2. Kajian mengenai aspek kualitatif dari pembangunan berkelanjutan di Wilayah Jawa Barat Selatan atau wilayah tertinggal lainnya di Indonesia, seperti kajian mengenai aspek kelembagaan dan peran modal sosial dalam implementasi pembangunan berkelanjutan.