BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS. judul penelitian Pengaruh Deskripsi Kerja dan Kompensasi Terhadap Prestasi

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. motivasi. Motivasi kerja pegawai dalam suatu organisasi dapat dianggap. penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Variabel Semangat Kerja dan Indikator Pengukurannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, karena sumber daya manusia merencanakan, melaksanakan, dan. dalam bidang bisnis farmasi adalah Kimia Farma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Akbal Lizar (2011) dengan judul Pengaruh

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

b. Aspek-Aspek Loyalitas Aspek-Aspek loyalitas menurut Saydam ( 2000 ) adalah sebagai berikut : 1) ketaatan atau kepatuhan ;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi saat ini, perusahaan-perusahaan di tuntut untuk

PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP LOYALITAS KARYAWAN Oleh : RETNO DJOHAR JULIANI DOSEN ADMINISTRASI NIAGA UNIVERSITAS PANDANARAN SEMARANG

BAB II TINJAUAN TEORI. 1. Angga Putra Samudra dengan judul Pengaruh Kompensasi Finansial

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi aset penting yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang telah tersedia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan usaha yang semakin ketat membuat perusahaan diharapkan mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. kelompok pekerja menurut Sutrisno, (2010:5) dalam Ndraha (1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu

BAB II. Tinjauan Pustaka. pendukung dari hasil penelitian terdahulu sebagai berikut : Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Sebelum memberikan pengertian tentang Manajemen Sumber Daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH UPAH DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA CV. RIMBA SENTOSA DI SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB II URAIAN TEORITIS. Donuts cabang arteri Jakarta. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusulkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Semangat Kerja. Mathis (2002) mengatakan masalah semangat kerja di dalam suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kata to move (bahasa Inggris) yang berarti mendorong dan menggerakkan. Wexley

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. atau unjuk kerja atau penampilan kerja. Kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1. Tabel penelitian terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. mampu memanfaatkan sumberdaya- sumberdaya lainnya. Beberapa hal yang perlu diantisipasi adalah kondisi yang tidak didukung

II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Manajemen Sumberdaya Manusia

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, GAJI, DAN KONDISI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT. ASURANSI KESEHATAN SURAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerja karyawan. Perusahaan dan karyawan pada hakekatnya saling

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi

B AB I I KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Pengertian Sumber Daya Manusia. kerja untuk mencapai tujuan organisasi (Bangun, 2012).

Oleh. Dr. Zainuddin Iba, SE., M.M 27 November 2017 BAHAN AJAR M S D M. Bagian-2 KOMPENSASI DAN BALAS JASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sampai-sampai beberapa organisasi sering memakai unsur komitmen sebagai

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Sedangkan menurut

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. yang menitik beratkan perhatiannya terhadap masalah yang berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI WATER BASE PT.CAT TUNGGAL DJAJA INDAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Bab II LANDASAN TEORI. dapat digunakan guna memenuhi kebutuhan itu sendiri. Tugas manajemen yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang di organisir dan di jalankan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada tenaga kerja yang dimiliki oleh organisasi. yang lebih serius dibandingkan dengan sumber daya lainnya

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis pada era globalisasi ini, demikian pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. sumber daya manusia dan sumber daya yang lainnya secara efektif dan efisien. untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dan mampu menghasilkan produk yang bermutu serta benar-benar mampu

Transkripsi:

10 BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Husnawati (2006) yang berjudul : Analisis Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Kinerja Pegawai dengan Komitmen dan Kepuasan Kerja Sebagai Intervening Variabel (Studi Pada PERUM Pegadaian Kanwil VI Semarang). Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara kualitas kerja dengan kinerja pegawai, yang dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,041 (signifikan pada level 5%). Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara kualitas kerja dengan komitmen organisasi, yang dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,000 (signifikan pada level 5%). Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara kepuasan kerja dengan kinerja pegawai. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa hubungan antara bawahan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam meningkatkan produktivitas kerja. Kepuasan kerja dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga pegawai akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Fields dan Thucker (2009) menunjukkan adanya hubungan antara kualitas kerja, komitmen organisasional 10

11 dan komitmen pada Serikat Pekerja serta kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan terhadap 293 pekerja ini mengukur variabel komitmen organisasional, kepuasan kerja, komitmen pada Serikat Pekerja, serta kualitas kerja. Menggunakan multivarate analysis (MANOVA), ditemukan bahwa secara keseluruhan kepuasan kerja dan komitmen meningkat dengan adanya program kualitas kerja. Dalam penelitian yang lain tentang hubungan komitmen dengan kualitas kerja, Zin (2009) menemukan adanya hubungan antara program kualitas kehidupan kerja terhadap komitmen organisasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Supriswanto (2013) yang berjudul : Pengaruh Kualitas Kerja, Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru di SMAN 2 Pare Kabupaten Kediri. Hasil pengujian hipotesis secara parsial bahwa nilai signifikansi t hitung variabel kualitas kerja (X 1 ) lebih kecil dari nilai alpha (0,003 < 0,05). Kemudian untuk variabel komitmen organisasi (X 2 ) bahwa nilai signifikansi t hitung variabel komitmen organisasi (X 2 ) lebih kecil dari nilai alpha (0,000 < 0,05). Sedangkan nilai signifikansi t hitung variabel kepuasan kerja (X 3 ) lebih kecil dari nilai alpha (0,001 < 0,05). Dengan demikian bahwa hipotesis yang mengatakan bahwa variabel kualitas kehidupan kerja (X 1 ), komitmen organisasi (X 2 ), dan kepuasan kerja (X 3 ) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru (Y) di SMA Negeri 2 Pare Kabupaten Kediri dapat dibuktikan kebenarannya. Berdasar hasil pengujian hipotesis secara simultan diperoleh bahwa nilai signifikansi yang didapat adalah sebesar 0,000. Nilai tersebut setelah dikonsultasikan dengan derajat kebebasan yang digunakan yaitu sebesar 0,05 ternyata nilai signifikan lebih kecil

12 dari nilai derajat kebebasan tersebut (0,000 < 0,05), berdasar pengujian tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dapat diterima, artinya variabel kualitas kerja (X 1 ), komitmen organisasi (X 2 ), dan kepuasan kerja (X 3 ) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru (Y) di SMA Negeri 2 Pare Kabupaten Kediri. Hasil analisis diperoleh nilai R-squared yakni sebesar 0,664. Ini mengandung arti bahwa kualitas kehidupan kerja (X 1 ), komitmen organisasi (X 2 ), dan kepuasan kerja (X 3 ), dan perilaku berorientasi prestasi (X 4 ) mampu menjelaskan perubahan tingkat pada kinerja guru (Y) di SMA Negeri 2 Pare Kabupaten Kediri sebesar 0,664 atau 66,4%. Sedangkan sisanya sebesar 33,6% dijelaskan oleh variabel lain. 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Kualitas Kerja Kualitas Kehidupan kerja atau Quality of Work Life (QWL) merupakan salah satu bentuk filsafat yang diterapkan manajemen dalam mengelola organisasi pada umumnya dan sumberdaya manusia pada khususnya. Sebagai filsafat, kualitas Kehidupan kerja merupakan cara pandang manajemen tentang manusia, pekerja dan organisasi. Unsur-unsur pokok dalam filsafat tersebut ialah: kepedulian manajemen tentang dampak pekerjaan pada manusia, efektifitas organisasi serta pentingnya para pegawai dalam pemecahan keputusan teutama yang menyangkut pekerjaan, karier, penghasilan dan nasib mereka dalam pekerjaan. Ada dua pandangan mengenai maksud dari kualitas kerja. Pandangan pertama mengatakan bahwa kualitas kerja adalah sejumlah keadaan dan

13 praktek dari tujuan organisasi. Contohnya: perkayaan kerja, penyeliaan yang demokratis, keterlibatan pekerja dan kondisi kerja yang aman. Sementara yang lainnya menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi-persepsi pegawai bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan mendapat kesempatan mampu tumbuh dan berkembang selayaknya manusia (Wayne, 2002 dalam Arifin, 2009). Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari kualitas kerja adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kerja yang lebih baik (Luthans, 2008). Sedangkan Siagian (dalam Arifin, 2009) menyatakan bahwa QWL sebagai filsafat manajemen menekankan: 1. QWL merupakan program yang kompetitif dan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan pegawai. 2. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan seperti ketentuan yang mengatur tindakan yang diskriminan, perlakuan pekerjaan dengan cara-cara yang manusiawi, dan ketentuan tentang system imbalan upah minimum. 3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dan berbagai perannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan berbagai ketentuan normative dan berlaku di suatu wilayah negara tertentu. 4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi, yang pada hakekatnya berarti penampilan gaya manajemen yang demokratik termasuk penyeliaan yang simpatik 5. Dalam peningkatan QWL, perkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting. 6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab social dari pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para pegawai yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis. Istilah kualitas kerja pertama kali diperkenalkan pada Konferensi Buruh Internasional pada tahun 1972, tetapi baru mendapat perhatian setelah United Auto

14 Workers dan General Motor berinisiatif mengadopsi praktek kualitas kerja untuk mengubah sistem kerja. Ada dua pandangan mengenai maksud dari kualitas kerja. Di satu sisi dikatakan bahwa kualitas kerja adalah sejumlah keadaan dan praktek dari tujuan organisasi (perkayaan kerja, penyeliaan yang demokratis, keterlibatan pekerja dan kondisi kerja yang nyaman). Sementara pandangan yang lain menyatakan bahwa kualitas kerja adalah persepsi-persepsi pegawai bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan mendapat kesempatan mampu untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia (Cascio, 2006 ) Konsep kualitas kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari kualitas kerja adalah mengubah iklim organisasi agar secara tehnis dan manusiawi membawa kepada kualitas kerja yang lebih baik (Luthans, 2006). Kualitas kerja merumuskan bahwa setiap proses kebijakan yang diputuskan oleh organisasi merupakan sebuah respon atas apa yang menjadi keinginan dan harapan pegawai mereka, hal itu diwujudkan dengan berbagi persoalan dan menyatukan pandangan mereka (organisasi dan pegawai) ke dalam tujuan yang sama yaitu peningkatan kinerja pegawai dan organisasi. Kualitas bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karir peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan keputusan (Cohen, 2009). Menurut Lau & May (2008) kualitas bekerja didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan pegawai dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja pegawai dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan Walton (dalam Kossen, 2006) mendefinisikan kualitas

15 bekerja sebagai persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Jewell & Siegel (2008) mengemukakan bahwa : Berbagai macam komponen dari kesejahteraan pegawai secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja dan kesempatan untuk bertumbuh dan pengembangan diri jika diperlukan. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan kerja. Kualitas kerja merupakan suatu bentuk filsafat yang diterapkan oleh manajemen dalam mengelola organisasi pada umumnya dan sumberdaya manusia pada khususnya. Sebagai filsafat, kualitas kerja merupakan cara pandang manajemen tentang manusia, pekerja dan organisasi. Unsur-unsur pokok dalam filsafat tersebut adalah : kepedulian manajemen tentang dampak pekerjaan pada manusia, efektifitas organisasi serta pentingnya para pegawai dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan terutama yang menyangkut pekerjaan, karir, penghasilan dan nasib mereka dalam pekerjaan. (Arifin, 2009). Penelitian oleh Elmuti (2007) menunjukkan bahwa implementasi aided self-manajemen team (bentuk lain dari kualitas kehidupan kerja) menunjukkan dampak positif pada kinerja pegawai Ada delapan indikator dalam pengukuran kualitas kerja yang dikembangkan oleh Walton (dalam Terry 2007) tetapi dalam penelitian ini hanya akan digunakan empat indikator saja, yaitu : 1. Pertumbuhan dan pengembangan, yaitu terdapatnya kemungkinan untuk mengembangkan kemampuan dan tersedianya kesempatan

16 untuk menggunakan ketrampilan atau pengetahuan yang dimiliki pegawai 2. Partisipasi, yaitu adanya kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan 3. Sistem imbalan yang inovatif, yaitu bahwa imbalan yang diberikan kepada pegawai memungkinkan mereka untuk memuaskan berbagai kebutuhannya sesuai dengan standard hidup pegawai yang bersangkutan dan sesuai dengan standard pengupahan dan penggajian yang berlaku di pasaran kerja 4. Lingkungan kerja, yaitu tersedianya lingkungan kerja yang kondusif, termasuk di dalamnya penetapan jam kerja, peraturan yang berlaku kepemimpinan serta lingkungan fisik Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana dan pengalaman pekerja di tempat mereka bekerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja. 2.2.2. Kompensasi 2.2.2.1. Pengertian Kompensasi Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima pegawai sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21. Hasibuan (2005) mendefinisikan kompensasi sebagai :

17 Semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan atau jasa yang diberikan kepada perusahaan. Kompensasi berbentuk uang, artinya kompensasi dibayar dengan sejumlah uang kartal kepada pegawai. Kompensasi berbentuk barang, adalah kompensasi yang dibayar dengan barang. Kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodik yang didesain dan dikelola oleh bagian personalia. William B. Werther dan Keith Davis (dalam Hasibuan, 2005). Kompensasi menurut Handoko (2006) merupakan segala sesuatu yang diterima pegawai sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Sedangkan menurut Mangkuegara (2006) kompensasi adalah pengaturan seluruh pemberian balas jasa bagi employers maupun employees baik yang langsung berupa uang (financial) maupun yang tidak langsung berupa uang (non financial). Moekijat (2007) menyatakan bahwa kompensasi adalah : Keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan bekerja di organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus insentif, dan tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, uang makan, uang cuti dan lain-lain. Kreitner, R. & Kinicki (2007) memberikan pengertian lain tentang kompensasi, yaitu faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan organisasi lainnya. Beberapa ahli di atas memberikan pengertian kompensasi yang berbeda. Akan tetapi, pada dasarnya pengertian kompensasi dari para ahli tidak terjadi suatu perbedaan yang mencolok bahkan mengandung pengertian dan tujuan yang

18 sama, yaitu merupakan balas jasa, ganti kontribusi dan sebagai penghargaan kepada pegawai atas pekerjaan yang telah dilakukan. 2.2.2.2. Tujuan Kompensasi Secara garis besarnya tujuan dari kompensasi menurut Martoyo (2008) sebagai berikut : 1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi Pegawai menerima kompensasi berupa upah, gaji atau bentuk lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari atau dengan kata lain kebutuhan ekonomi. Dengan adanya kepastian menerima upah maupun gaji tersebut secara periodik, berari adanya jaminan economic security nya beserta keluarga yang menjadi tanggungannya. 2. Pengkaitan kompensasi dengan produktivitas kerja Dalam pemberian kompensasi yang semakin baik mendorong pegawai bekerja dengan semakin produktif. Dengan produktivitas yang tinggi, ongkos pegawai per unit produk bahkan akan semakin rendah. 3. Pengkaitan kompensasi dengan sukses perusahaan Semakin berani suatu perusahaan memberikan kompensasi yang tinggi, maka menunjukkan betapa semakin suksesnya suatu perusahaan. Sebab, pemberian kompensasi yang tinggi hanya mungkin apabila pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu semakin besar, berarti keuntungan yang diperoleh semakin besar. 4. Pengkaitan antara keseimbangan keadilan pemberian kompensasi Hal ini berarti bahwa pemberian kompensasi yang tinggi harus dihubungkan atau diperbandingkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai yang bersangkutan pada jabatan dan kompensasi yang tinggi tersebut, sehingga pada keseimbangan antara input (syarat-syarat) dan output tingginya kompensasi yang diberikan. Mangkuegara (2006) menambahkan bahwa pemberian kompensasi dalam suatu organisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga merupakan sistem yang baik dalam organisasi yang pada akhirnya akan mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut : 1. Menghargai prestasi kerja

19 Dengan adanya pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para pegawainya. Selanjutnya akan mendorong perilaku atau performance pegawai yang diinginkan organisasi. 2. Menjamin keadilan Dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan diantara pegawai dalam organisasi, masing-masing pegawai akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan dan prestasi kerjanya. 3. Mempertahankan pegawai Dengan sistem kompensasi yang baik, pegawai akan betah pada organisasi itu. Hal ini mencegah keluarnya pegawai dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. 4. Memperoleh pegawai yang bermutu Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon pegawai, sehingga dengan banyaknya pelamar akan lebih banyak mempunyai peluang untuk memilih pegawai yang bermutu tinggi. 5. Pengendalian biaya Dengan sistem poemberian kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya melakukan rekruitmen, sebagai akibat dari makin seringnya pegawai yang keluar mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal ini berarti penghematan biaya untuk rekruitmen dan seleksi calon pegawai baru. 6. Memenuhi peraturan-peraturan Sistem administrasi kompensasi yang baik merupakan tuntutan dari pemerintah (hukum). Suatu organisasi dituntut adanya sistem administrasi yang baik pula. Flippo (2006) juga berpendapat tujuan kompensasi yaitu : 1. Untuk menarik pegawai pegawai yang cakap dalam organisasi. 2. Untuk memotivasi pegawai mencapai profesi baru. 3. Untuk menciptakan masa dinas yang panjang. Menurut Handoko (2006) bahwa tujuan kompensasi adalah : 1. Menarik pegawai yang berkualitas 2. Mempertahankan pegawai 3. Memotivasi kinerja 4. Mendorong peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pegawai dalam upaya meningkatkan kompensasi organisasi secara keseluruhan.

20 Sehingga, Kompensasi juga dapat dilihat sebagai salah satu aspek pengembangan sumber daya manusia. Kreitner R. & Kinicki (2008) juga berpendapat lain tentang tujuan kompensasi yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Terpenuhinya sisi legal, dengan segala peraturan dan hukum yang sesuai. 2. Efektivitas biaya untuk organisasi 3. Keseimbangan individual, internal, eksternal untuk seluruh pegawai 4. Peningkatan keberhasilan kinerja organisasi Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan kompensasi bukanlah merupakan berbagai aturan dan hanya sebagai petunjuk saja. Namun, semakin banyak tujuan diikuti semakin efektif administrasi penggajian dan pengupahan yang terjadi. Selain tujuan kompensasi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan kompensasi adalah penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi dan sangat bermanfaat untuk mempertahankan pegawai yang berkualitas, sehingga efisiensi organisasi akan tercapai. 2.2.2.3. Macam-macam kompensasi Dalam bukunya, Handoko (2006) membagi kompensasi menjadi dua macam, yaitu : 1. Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung meliputi bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji atau upah, dan insentif. Kompensasi tidak langsung disebut juga dengan tunjangan yaitu semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung, meliputi, jaminan kesehatan dan fasilitas yang diberikan. 2. Kompensasi non finansial terdiri dari pekerjaan itu sendiri dan lingkungan kerja dimana seseorang tersebut bekerja.

21 Menurut Simamora (2007) kompensasi ada dua macam, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Untuk lebih jelas berikut uraian mengenai komponen-kompenen kompensasi menurut Simamora (2007) : 1. Kompensasi Finansial Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. a. Kompensasi Langsung Menurut Gibson (2008) kompensasi langsung adalah kompensasi yang dikaitkan secara langsung dengan pekerjaan seperti upah atau gaji, bonus dan komisi. Berikut ini adalah macam-macam kompensasi langsung : 1) Gaji atau upah Menurut Gibson (2008) gaji adalah : Balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dalam kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan pikiran dalam mencapai tujuan organisasi. Marihot (2007) mengatakan bahwa gaji adalah pembayaran tetap yang diterima seseorang dari anggotanya dalam sebuah organisasi. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaji merupakan suatu balas jasa yang berupa uang yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya tanpa melihat hasil kerja yang dia capai dan besarnya gaji itu tetap tidak berubah sesuai dengan golongan dan pangkatnya dan besarnya gaji tidak berdasarkan jam kerja dan diberikan setiap bulan atau mingguan.

22 Pengertian upah menurut Matis dan Jackson (2006) adalah bayaran yang diberikan kepada pegawai secara langsung dihitung berdasarkan jumlah jam kerja. Elizur (2004) berpendapat bahwa upah adalah suatu harga yang dibayarkan untuk suatu jenis kerja atau jasa tertentu yang diberikan kepada seorang pegawai. 2) Insentif Menurut Simamora (2007), insentif adalah bentuk pembayaran yang dikaitkan langsung dengan gain sharing atau diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan produktivitas. Nawawi dan Hadari (2007) berpendapat bahwa insentif adalah Penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktuwaktu, oleh karena itu, insentif sebagai bagian dari keuntungan, terutama diberikan pada pegawai yang bekerja secara baik atau berprestasi. Simamora (2007) menjelaskan bahwa insentif adalah : Tambahan kompensasi diluar gaji aua upah yang diberikan oleh organisasi. Program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, keuntungan, jumlah kehadiran, prestasi kerja, produktivitas pegawai dan efektifitas biaya. b. Kompensasi Tidak Langsung Menurut Mathis dan Jackson (2006) Kompensasi tidak langsung disebut juga dengan tunjangan yaitu imbalan tidak langsung yang diberikan kepada pegawai sebagai bagian dari keanggotaan organisasi

23 seperti asuransi, jaminan kesehatan, pembayaran waktu tidak bekerja, dan pensiun. Simamora (2007) menjelaskan bahwa tunjangan adalah pembayaran dan jasa yabg melindungi dan melengkapi gaji pokok; dan perusahaan membayar semua atau sebagian dari tunjangan ini. Contohcontoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian. 2. Kompensasi Non Finansial Menurut Riva i (2004) Kompensasi non finansial merupakan bentuk kompensasi yang diberikan kepada pegawai selain dalam bentuk uang. Kompensasi non finansial menurut Simamora (2007) terdiri atas kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri dan lingkungan psikologis dan/atau fisik dimana orang itu bekerja. 2.2.2.4 Fungsi Kompensasi Pemberian kompensasi bagi pegawai suatu perusahaan yang adil dan layak sangatlah penting untuk diperhatikan. Untuk itu perlu diketahui apa fungsi dari pemberian kompensasi tersebut dalam organisasi. Martoyo (2008) menjelaskan fungsi-fungsi tersebut sebagai berikut : 1. Pengalokasian sumber daya manusia secara efeisien Fungsi ini menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik kepada pegawai yang berprestasi baik akan mendorong para pegawai untuk bekerja lebbih baik dan kearah pekerjaan pekerjaan yang lebih produktif. 2. Penggunaan sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif

24 Dengan pemberian kompensasi yang tinggi kepada seorang pegawai mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga pegawai termaksud dengan seefisiean dan seefektif mungkin. Sebab dengan cara demikian, organisasi atau perusahaan yang bersangkutan akan memperoleh manfaat atau keuntungan semaksimal mungkin. 3. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Sebagai akibat dari alkasi dan penggunaan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan secara efisien dan efektif trsebut, maka dapat diharapkan bahwa sistem pemberian kompensasi tersebut secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi, dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negr secara keseluruhan. 2.2.2.5 Asas Kompensasi Program kompensasi harus ditetapkan atas asas keadilan dan kelayakan serta memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya supaya balas jasa yang diberikan dapat merangsang gairah dan kepuasan kerja pegawai (Hasibuan, 2007). Asas-asas kompensasi yaitu asas adil dan layak tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Asas adil Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap pegawai harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Jadi adil bukan berarti setiap pegawai menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan, dan pemberian hadiah, atau hukuman bagi setiap pegawai. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas pegawai akan lebih baik. 2. Asas layak dan wajar Kompensasi yang diterima pegawai dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak okur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.

25 2.3 Kinerja Kinerja digunakan untuk menggambarkan suasana keseluruhan yang dirasakan para pegawai dalam kantor. Apabila pegawai merasa bergairah, bahagia, optimis menggambarkan bahwa pegawai tersebut mempunyai semangat kerja tinggi dan jika pegawai suka membantah, menyakiti hati, kelihatan tidak tenang maka pegawai tersebut mempunyai semangat kerja rendah. Dengan kata lain bahwa individu ataupun kelompok dapat bekerjasama secara menyeluruh, seperti halnya Westra (2005) menyatakan bahwa Kinerja adalah sikap dari individu ataupun sekelompok orang terhadap kesukarelaannya untuk bekerjasama agar dapat mencurahkan kemampuannya secara menyeluruh. Menurut Nitisemito (2006) menyatakan gairah kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan. Meskipun Kinerja tidak mesti disebabkan oleh kegairahan kerja, tetapi kegairahan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap Kinerja. Oleh karena itu, antara semangat kerja dan kegairahan kerja sulit dipisahkan. Sedangkan menurut Moekijat (2005) menyatakan bahwa : Kinerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka pegawai itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila pegawai tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah.

26 Dari beberapa pendapat tersebut dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan semangat kerja adalah kemampuan atau kemauan setiap indivdu atau sekelompok orang untuk saling bekerjasama dengan giat dan disiplin serta penuh rasa tanggung jawab disertai kesukarelaan dan kesediaannya untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rendahnya Kinerja pegawai suatu organisasi adalah melalui presensi, kerjasama, tanggung jawab, kegairahan dan hubungan yang harmonis (Westra, 2005). Kinerja adalah sikap individu maupun sikap kelompok yang dimiliki oleh para pegawai terhadap lingkungan kerjanya dalam suatu organisasi kerjanya seperti kesetiaan, kerja sama, ketaatan kepada kewajiban dan tugas-tugas organisasi dalam mengejar tujuan bersama (Moekijat, 2007). Kinerja yang menggambarkan suatu perasaan, ini memang agak berhubungan dengan tabiat (jiwa) semangat kerja kelompok. Untuk kerja kelompok, pekerjaan yang lazim menyatakan bahwa semangat kerja menunjukkan iklim dan suasana pekerja, apabila para pekerja nampaknya merasa senang, maka mereka optimis mengenai kegiatan-kegiatan dan tugas kelompoknya, serta ramah dengan satu sama lainnya (Handoko, 2004). Kinerja yang baik dapat dilihat apabila pegawai merasa senang dan optimis mengerjakan seluruh tugas-tugasnya. Sebaliknya semangat kerja yang rendah dapat dilihat apabila pegawai nampak tidak puas, lekas marah, suka membantah, gelisah dan pesimis terhadap tugas dan pekerjaannya. Jadi, dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan semangat kerja adalah sikap mental dari individu atau kelompok yang menunjukkan kegairahan untuk melaksanakan pekerjaannya sehingga mendorong untuk mampu bekerja sama dan dapat memperkecil kekeliruan-

27 kekeliruan serta dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya dengan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Moekijat, (2007) menyatakan, bahwa semangat kerja pegawai sangat penting bagi suatu organisasi karena sebagai berikut. 1. Dengan semangat kerja yang tinggi tentunya dapat mengurangi angka absensi (bolos) atau tidak bekerjanya karena malas. 2. Dengan semangat kerja yang tinggi pegawai, maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat atau lebih cepat. 3. Dengan semangat kerja yang tinggi, pihak organisasi atau perusahaan memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan, karena seperti diketahui bahwa semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak bersemangat dalam bekerja maka semakin besar angka kerusakan. 4. Dengan semangat kerja yang tinggi otomatis membuat pegawai akan senang (betah) bekerja, dengan demikian semakin kecil kemungkinan pegawai pindah bekerja ke tempat lain, dengan demikian berarti semangat kerja yang tinggi akan dapat menekan angka perpindahan tenaga kerja atau labour turn over. 5. Dengan semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan, karena pegawai yang mempunyai semangat kerja yang tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti, sehingga selalu sesuai dengan prosedur kerja yang ada di organisasi atau perusahaan tersebut, untuk itu pula kondisi tenaga kerja yang mempunyai semangat kerja yang tinggi tersebut dapat menghindar dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Indikasi-indikasi yang menunjukkan turunnya semangat kerja pegawai menurut Nitisemito (2006) adalah sebagai berikut. 1. Turun atau rendahnya produktivitas kerja Salah satu indikasi turunnya semangat kerja adalah ditunjukkan dengan menurunnya produktivitas kerja yang dapat diukur dan dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Menurunnya produktivitas kerja dapat disebabkan karena pegawai malas dalam melaksanakan tugas-tugasnya atau sengaja menunda melakukan tugasnya. 2. Tingkat absensi yang tinggi

28 Tingkat absensi yang tinggi sebenarnya merupakan salah satu indikasi menurunnya semangat kerja pegawai. 3. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi Bila dalam suatu perusahaan tingkat keluar masuk pegawai naik daripada sebelumnya, hal ini juga merupakan indikasi menurunnya semangat kerja pegawai. 4. Tingkat kerusakan yang tinggi Naiknya tingkat kerusakan terhadap bahan baku, barang jadi maupun peralatan yang digunakan dalam membantu pekerjaan, hal ini menunjukkan bahwa perhatian pegawai berkurang dan terjadi kecerobohan dalam bekerja menunjukkan bahwa makin menurunnya semangat kerja pegawai. 5. Kegelisahan terdapat dimana-mana Kegelisahan dimana-mana akan terjadi bila semangat dan kegairahan kerja pegawai menurun. 6. Tuntutan yang sering terjadi Tuntutan merupakan tindakan yang terjadi akibat ketidakpuasan pegawai dalam bekerja. Seringkali terjadi tuntutan yang dilakukan pegawai dalam perusahaan menunjukkan makin turunnya semangat kerja yang dimiliki pegawai. 7. Pemogokan Indikasi paling kuat yang menunjukkan makin menurunnya semangat kerja pegawai adalah terjadinya pemogokan kerja dalam perusahaan. Kinerja pegawai dapat diukur dari beberapa faktor (Heidjrachman dan Suad, 2007). Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Disiplin kerja Disiplin kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku, perbuatan serta pendidikan kesopanan yang sesuai dengan peraturan-peraturan dari suatu perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis. 2. Absensi Absensi merupakan tingkat kehadiran maupun tingkat tidak kehadiran dari para pegawai pada suatu perusahaan atau organisasi. 3. Kerjasama Kerjasama merupakan proses interaksi antar pegawai dalam rangka menyelesaikan pekerjaan dan masalah pekerjaan yang dihadapi. 4. Kepuasan kerja Kepuasan kerja merupakan tingkat kepuasan pegawai dalam menyelesaikan tugas dan terhadap jaminan-jaminan yang diberikan.

29 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja pegawai menurut pendapat Terry (2007) adalah sebagai berikut. 1. Kebanggaan pekerja akan pekerjaannya dan kepuasannya dalam menjalankan pekerjaan dengan baik dan bertanggung jawab. 2. Sikap terhadap pimpinan. 3. Hasrat yang tinggi untuk maju. 4. Perasaan telah diperlakukan dengan baik. 5. Kemampuan untuk bergaul dengan kawan sekerjanya. Menurut Nawawi (2007) menyatakan, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja pegawai adalah sebagai berikut. 1. Faktor minat/perhatian terhadap pekerjaan Pegawai yang memiliki perhatian atau berminat terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan memiliki moral dan semangat kerja yang positif atau tinggi. 2. Faktor upah atau gaji Upah atau gaji yang diperoleh sangat besar pengaruhnya terhadap semangat kerja. Upah yang cukup besar dengan pekerjaan yang sesuai, dipandang sebagai salah satu penyebab meningkatnya moral atau semangat keja pegawai. 3. Faktor status sosial berdasarkan jabatan Jenis jabatan dan pekerjaan yang dipangku oleh pegawai pada umumnya mempengaruhi status sosial, baik di lingkungan kerjanya maupun di lingkungan masyarakat. Pekerjaan atau jabatan yang diemban memberikan posisi yang tinggi dan terhormat, maka cenderung mempertinggi semangat kerja pegawai. 4. Faktor tujuan yang mulia dan pengabdian Pegawai yang bekerja dengan cita-cita mewujudkan tujuan yang mulia menunjukkan sikap bersedia dalam pekerjaan meskipun tidak memperoleh penghasilan yang memadai. 5. Faktor suasana lingkungan kerja Lingkungan kerja yang menyenangkan karena bersih, teratur rapi, sejuk, sirkulasi udara lancar, cukup luas dan tidak menghambat gerakan dalam bekerja dapat meningkatkan semangat kerja pegawai. 6. Hubungan manusiawi yang dikembangkan Kondisi hubungan sosial yang bersumber dari hubungan manusiawi, yang dikembangkan antara pekerja dalam suatu organisasi merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terhadap semangat kerja.

30 Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Kinerja pegawai menurut Simamora (2007) adalah sebagai berikut. 1. Hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahan terutama antara pimpinan yang sehari-hari berhadapan langsung dengan para pegawai yang dibawahinya. 2. Kepuasan para pegawai terhadap tugas dan pekerjaannya karena memperoleh tugas yang disukai sepenuhnya. 3. Terdapatnya suatu suasana dan iklim kerja yang bersahabat sehingga mampu meningkatkan semangat kerja pegawai. 4. Rasa kemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang juga merupakan tujuan bersama-sama mereka yang diwujudkan secara bersama-sama pula. 5. Adanya tingkat kepuasan ekonomi sebagai imbalan yang dirasakan adil terhadap jerih payah yang telah diberikan oleh organisasi. 6. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karier dalam pekerjaan. 2.4 Kerangka Konseptual Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka model kerangka piker dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Kualitas Kerja (X 1 ) Kompensasi (X 2 ) Kinerja Kerja (Y 1 ) Gambar 2.1 Model Kerangka Konseptual

31 2.5 Hipotesis Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah, berdasar rumusan masalah dalam bab sebelumnya hipotesis penelitian yang diajukan adalah : 1. Kualitas kehidupan kerja dan kompensasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Lamongan. 2. Kualitas kehidupan kerja dan kompensasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Lamongan. 3. Antara variabel kualitas kehidupan kerja dan kompensasi, variabel yang dianggap dominan pengaruhnya terhadap semangat kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Lamongan adalah variabel kompensasi.