EVALUASI KUALITAS SILASE RANSUM KOMPLIT BER- BAHAN DASAR HIJAUAN RUMPUT GAJAH

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Rami (Balittas, 2009)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Kondisi Lahan, Lingkungan, dan Penanaman Pohon Singkong Utuh Teknik Pemanenan Singkong

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

Lampiran 1 : Proses Amoniasi Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung. Bahan Penelitian (Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung) Dicoper.

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan

MATERI DAN METODE. Materi

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

MATERI DAN METODE. Metode

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE. Materi. Alat. Rancangan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

MATERI DAN METODE. Prosedur

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman kedelai di Green house

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Rumput gajah diperoleh berasal dari kebun rumput di sekitar kandang sapi

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

OPTIMALISASI KUALITAS SILASE DAUN RAMI (Boehmeria nivea, L. GAUD) MELALUI PENAMBAHAN BEBERAPA ZAT ADITIF SKRIPSI SHITTA NUR SAFARINA

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Penambahan Urease pada Inkubasi Zeolit dan Urea

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah biji sorgum

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

BAB III MATERI DAN METODE. complete feed eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan kemasan silo berbeda

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji sorgum

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL. Tujuan Praktikum Untuk pengambilan sampel yang akan digunakan untuk analisis.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

Transkripsi:

EVALUASI KUALITAS SILASE RANSUM KOMPLIT BER- BAHAN DASAR HIJAUAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) DAN DAUN RAMI (Boehmeria nivea, L. GAUD) PADA SILO YANG BERBEDA SKRIPSI NUNU AINUL QITRI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

EVALUASI KUALITAS SILASE RANSUM KOMPLIT BER- BAHAN DASAR HIJAUAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) DAN DAUN RAMI (Boehmeria nivea, L. GAUD) PADA SILO YANG BERBEDA NUNU AINUL QITRI D24070204 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

Judul Skripsi : Evaluasi Kualitas Silase Ransum Komplit Berbahan Dasar Hijauan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan Daun Rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) pada Silo yang Berbeda Nama : Nunu Ainul QItri NIM : D24070204 Menyetujui: Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr.) (Ir. Kukuh Budi Satoto, MS.) NIP. 19701217 199601 2 001 NIP. 19490118 197603 1 001 Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001 Tanggal Ujian : 24 November 2011 Tanggal Lulus : ii

RINGKASAN NUNU AINUL QITRI. D24070204. 2011. Evaluasi Kualitas Silase Ransum Komplit Berbahan Dasar Hijauan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan Daun Rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) pada Silo yang Berbeda.Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Despal, S.Pt, M.Sc. Agr Pembimbing Anggota : Ir.Kukuh Budi Satoto, MS. Peningkatan produktivitas di bidang peternakan perlu didukung oleh berbagai faktor, salah satunya adalah penggunaan pakan berkualitas. Pakan berkualitas juga dapat diperoleh dari pakan non konvensional, seperti daun rami (Boehmeria nivea L. GAUD). Hijauan ini berasal dari sisa hasil pemanenan tanaman rami dan mengandung protein kasar yang tinggi (PK 16%). Pemanfaatan daun rami menjadi bahan baku pakan sapi perah harian dapat dilakukan melalui teknologi fermentasi menjadi silase ransum komplit. Bentuk penyediaan pakan komplit ini dinilai lebih efektif dan efisien. Pada pembuatan silase ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah tempat penyimpanan silase (silo). Penggunaan silo perlu disesuaikan dengan skala usaha, misalnya di Indonesia, dikarenakan sekitar 80% usaha peternakan sapi perah lokal merupakan usaha sapi perah rakyat (peternak kecil), sehingga diperlukan silo untuk skala usaha yang relatif kecil. Namun kajian tentang silo yang sesuai untuk skala ini, masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas pakan silase ransum komplit dari jenis silo yang berbeda berdasarkan karakteristik fisik, fermentatif, dan utilitas yang diuji secara in vitro. Ada dua jenis silo yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini, yaitu trench silo (T) dan drum (D). Parameter yang diamati, antara lain: karakteristik fisik (uji Organoleptik), karakteristik fermentatif (pengukuran ph, kadar bahan kering (BK), volatil fatty acid (VFA), kehilangan BK, kadar protein kasar (PK), kadar Amonia (NH 3 ), perombakan PK, WSC (water soluble carbohydrate), dan nilai fleigh (NF), dan karakteristik utilitas (fermentabilitas rumen yang meliputi VFA dan NH 3 rumen dan kecernaan in vitro, yaitu kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerusakan silase pada perlakuan T lebih tinggi (9,00%) dibandingkan pada perlakuan D yang hanya 2.59%. Tingkat kehilangan BK dan PK pada kedua perlakuan cukup tinggi. Kehilangan BK pada perlakuan T sebesar 10,56 a ± 0,46 % dan pada perlakuan D sebesar 3,74 b ± 1,19%. Kehilangan PK pada kedua perlakuan lebih besar dari 4,1%. Berdasarkan NF, silase pada perlakuan T (NF = 74,00 ± 3,92) tergolong berkualitas baik, dan silase pada perlakuan D (NF=118,78 ± 21,51) tergolong berkualitas sangat baik. Nilai kecernaan pada kedua perlakuan cukup tinggi. Nilai KCBK silase pada T sebesar 71,06 ± 1,82% dan pada D sebesar 73,40 ± 1,17%. Nilai KCBO silase pada perlakuan T sebesar 71,62 ± 1,67%, sedangkan pada perlakuan D sebesar 73, 25 ± 1,45%. Karakteristik fisik silase dan fermentatif silase ransum komplit yang iii

ditempatkan pada silo trench dan silo drum, diperoleh penilaian yang berbeda. Silase pada silo drum lebih baik daripada silase pada silo trench. Namun, dari pengamatan karakteristik utilitas tidak diperoleh perbedaan yang signifikan. Silase yang dihasilkan pada kedua silo tergolong pada pakan yang fermentabel dan memiliki kecernaan yang tinggi, sehingga dapat mendukung penyediaan nutrisi bagi ternak. Kata-kata kunci: Daun rami, silo trench, drum, silase ransum komplit iv

ABSTRACT Evaluation Quality of Total Mixed Ration Silage -Elephant Grass (Pennisetem purpureum) and Ramie Leaves (Boehmeria nivea, L. Gaud) Based- in Two Different Silo Qitri, N. A., Despal, K. B. Satoto The aim of this study was to compare the quality of total mixed ration (TMR) silage in two different silo (in vitro study) based on physical characteristics, fermentative, and utilities that were tested in vitro. There were trench silo (T) and plastic container (drum) (D). The quality judged from physical (odor, texture, moisture, color and spoilage), fermentative (ph, DM, VFA, DM degradation, CP, NH 3, CP degradation, WSC and fleigh point) and utilities (fermentation and digestion) characteristics of the silage produced. The result showed degree of damaged silage in treatment (T) were higher (9,00%) than treatment (D) (2.59%). Fermentative was known by means of ph value in the treatment (ph < 4.4). Based on the fleigh number (FN), silage produced in T could be classified as a good silage (FN= 74,00 ± 3,92 ) and silage in D could be classified as an excellent silage (FP= 118,78 ± 21,51). Digestibilities test showed that silage T were has 71.06 ± 1.82% DMD, whereas silage D were has 73.401 ± 1.17% DMD. The same pattern also occurred in the observation of OMD. Organic matter digestibility values in treatment T were 71.63 ± 1.67% OMD, while in D were 73,25 ± 1.45% OMD. There were differences of physical and fermentative characteristics silage among the silo types. Silage in drum silo is better than trench silo, but the utilities characteristics of the observations did not show any significant differences. Silage produced on both silo were fermentabel and highly digestable, that support the provision of nutrients for livestock. Keywords: Rami leaves, trench, plastic container, total mixed ration silage v

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juni 1989 di Jakarta Barat, DKI Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Ahmad Ghozali (alm) dan Ibu Hariroh. Pada tahun 1994 penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Muslimat Jakarta Barat. Pada tahun 1995 sampai tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri 01 Pagi Semanan, Jakarta Barat. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004. Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 8 Jakarta Barat. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 33 Jakarta Barat pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Sejak masuk fakultas, penulis mendapat beberapa penghargaan atas prestasi di bidang akademik, yaitu sebagai mahasiswa berprestasi Departemen INTP pada tahun 2008, 2009, dan 2010 bersama beberapa teman lainnya. Selain itu juga, Penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan di IPB. Sejak tingkat pertama, penulis aktif berorganisasi sebagai Staf Pengembangan Sumber Daya Manusia, Ikatan Keluarga Mahasiswa Muslim Tingkat Persiapan Bersama IPB (IKMT IPB) periode 2007-2008. Selanjutnya memasuki tingkat fakultas pada tahun 2008-2009, penulis aktif berorganisasi di tingkat Perguruan tinggi, sebagai Sekretaris Badan Pekerja Majelis Wali Amanat, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB. Selain itu, penulis aktif berorganisasi sebagai Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB pada periode 2008-2009 dan pada periode berikutnya (2009-2010). Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Nursery, Unit Pelayanan Terpadu University Farm IPB pada tahun 2008 dan pada tahun 2009, penulis mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pembibitan dan Kesehatan Ternak, Cinagara, Bogor. Selain itu juga, penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2007-2008 dan pada tahun 2008-2009. vi

KATA PENGANTAR Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas kasih sayang dan cahaya ilmu-nya. Shalawat dan salam penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Kualitas Silase Ransum Komplit Berbahan Dasar Hijauan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan Daun Rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) pada Silo yang Berbeda. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana peternakan. Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bulan September 2010 sampai April 2011 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kualitas pakan silase ransum komplit dari jenis silo yang berbeda berdasarkan karakteristik fisik, fermentatif, dan utilitas yang diuji secara in vitro. Tulisan di dalamnya berisi informasi tentang kualitas silase yang simpan di silo untuk skala kecil dan informasi tambahan tentang modifikasi penyediaan pakan non konvensional. Penulis menyadari bahwa tidak ada gading yang tidak retak, begitu juga pada skripsi ini yang mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, November 2011 Penulis

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tanaman Rami... 3 Potensi Produksi dan Kandungan Nutrien Daun Rami... 4 Pemanfaatan Daun Rami sebagai pakan ternak... 6 Rumput Gajah... 6 Silase... 8 Silase Ransum Komplit... 9 Teknik Pembuatan Silase Ransum Komplit... 9 Kualitas Silase... 10 Zat Aditif Silase... 10 Jagung... 11 Dedak Padi... 12 Pollard... 12 Bungkil Kelapa... 13 Bungkil Kedelai... 14 Silo... 15 Trench Silo... 15 Plastic Container (Silo Drum)... 15 Konsentrasi VFA... 17 Amonia... 17 MATERI DAN METODE... 18 Lokasi dan waktu... 18 Materi... 18 Bahan... 18 Alat... 18 Prosedur... 18 Pembuatan Silase Ransum Komplit... 18 i iii iv v vi viii ix x

Pengamatan Karakteristik Fisik... 19 Pengamatan Karakteristik Fermentatif... 19 Pengukuran ph... 19 Pengukuran VFA Silase... 20 Pengukuran NH 3 Silase... 20 Pengukuran Bahan Kering (BK)... 21 Pengukuran Kehilangan Bahan Kering (BK)... 21 Pengukuran Protein Kasar (PK)... 21 Pengukuran Kehilangan PK... 21 Pengukuran WSC (Water Soluble Carbohydrat)... 22 Perhitungan Nilai Fleigh... 22 Pengamatan Karakteristik Utilitas... 22 Fermentabilitas Pakan dalam Rumen... 22 Kecernaan... 23 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 24 Perlakuan... 24 Analisis Data... 24 Parameter... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN... 26 Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit... 26 Warna Silase... 26 Aroma Silase... 27 Tekstur dan Silase yang Menggumpal... 28 Tingkat Kerusakan Silase... 29 Karakteristik Fermentatif Silase Ransum Komplit... 29 Nilai ph Silase... 29 Kadar Bahan Kering (BK), Kehilangan BK, dan Kadar VFA (Volatile Fatty Acid)... 31 Kadar Protein Kasar, Kadar NH 3, dan Perombakan PK... 32 Kadar WSC... 33 Nilai Fleigh... 33 Karakteristik Utilitas Silase Ransum Komplit... 34 Kadar VFA... 34 Kadar NH 3 Rumen... 35 KCBK dan KCBO... 35 KESIMPULAN DAN SARAN... 37 Kesimpulan... 37 Saran... 37 UCAPAN TERIMA KASIH... 38 DAFTAR PUSTAKA... 39 LAMPIRAN... 45

DAFTAR TABEL Nomor 1. Kandungan Zat Nutrien dan Anti Nutrien Daun Rami... Halaman 5 2. Kandungan Nutrien Rumput Gajah...... 7 3. Kriteria Penilaian Silase.... 10 4. Kandungan Nutrien Jagung. 11 5. Kandungan Nutrien Dedak Padi... 12 6. Kandungan Nutrien Pollard. 13 7. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa..... 14 8. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai... 14 9. Penggunaan Bahan Pakan dan Kandungan Nutrien Silase Ransum Komplit... 19 10 Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase..... 26 11 Hasil Pengamatan Karakteristik Fermentatif Silase 30 12 Hasil Pengamatan Karakteristik Utilitas Silase. 34

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tanaman Rami... 3 2. Pennisetum purpureum... 7 3. Bentuk Trench Silo... 16 4. Silo Drum... 16 5. Silase pada Trench Silo... 27 6. Silase pada Silo Drum... 27

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan ph... 46 2. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan BK... 46 3. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan VFA... 47 4. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan Kehilangan BK.. 47 5. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan PK... 48 6. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan NH 3... 48 7. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan Perombakan PK... 49 8. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan WSC.. 49 9. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan NF... 50 10. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan VFA Rumen.. 50 11. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan NH 3 Rumen... 51 12. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan KCBK... 51 13. Hasil Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan KCBO... 52

PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi sapi perah di Indonesia dalam dasawarsa terakhir mengalami peningkatan rata-rata 1,2% per tahun dan untuk produksi susu nasional rata-rata meningkat 3,08% per tahun (BBPTU, 2009). Ada tiga faktor penting yang dapat mendukung peningkatan tersebut, antara lain: penggunaan pakan berkualitas, bibit unggul, dan managemen pemeliharaan yang baik. Pakan berkualitas baik, merupakan salah satu faktor penting yang memiliki peran yang lebih besar dalam mendukung peningkatan tersebut. Di Indonesia, pakan yang digunakan tidak hanya berasal dari pakan konvensional, tetapi juga berasal dari pakan non konvensional. Salah satu pakan non konvensional yang sedang terus dikaji potensinya sebagai pakan ternak adalah daun rami (Boehmeria nivea L. Gaud). Hijauan ini berasal dari sisa hasil pemanenan tanaman rami. Setiap tahunnya ada 345ton/ha bobot segar daun rami yang diproduksi, selain itu daun rami mengandung protein kasar yang tinggi (PK rata-rata 16%) (Despal & Permana, 2008). Upaya integrasi usaha tanaman rami melalui pemanfaatan hasil ikutan daun rami menjadi pakan ternak telah dilaporkan oleh Despal (2007). Pemanfaatan daun rami menjadi bahan baku pakan sapi perah harian dapat dilakukan melalui teknologi fermentasi menjadi silase ransum komplit. Alasan pemilihan penggunaan teknologi ini adalah agar mempermudah proses pemberian pakan pada ternak (pakan tidak perlu dicampur terlebih dahulu pada saat akan diberikan pada ternak) dan karena daun rami yang digunakan merupakan salah satu limbah pertanian yang tidak mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan pakan lainnya menjadi rnasum komplit. Selain itu alasan pemilihan teknologi silase ini adalah karena kadar air daun rami yang cukup tinggi (>80%) (Despal & Permana, 2008) dan biasanya hasil pemanenan daun rami lebih banyak pada musim hujan, maka pemilihan teknologi pengawetan basah (silase) ini akan lebih mudah dilakukan. Bentuk penyediaan pakan komplit ini dinilai lebih efektif dan efisien (Wahjuni & Bijanti, 2006). Selain itu juga, tujuan dari pengkombinasian dengan bahan konsentrat menjadi pakan

komplit adalah untuk meminimalkan kehilangan bahan organik produk silase yang mungkin akan terjadi selama ensilase, sehingga dalam mekanisme yang terjadi, partikel konsentrat dapat menjadi bahan absorban dan penyedia tambahan substrat untuk bakteri asam laktat (water soluble carbohydrate) selama ensilase (Despal et al., 2011). Pada pembuatan silase ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah pemilihan silo. Silo merupakan tempat penyimpanan pakan (silase). Ada beberapa jenis silo yang dapat digunakan, antara lain: concrete bunker silos, concrete trench silos, trench silos without concrete frame, plastic stack silo, paper tuber silo, small round-baled wrapped silo, silage in black plastic bag, dan silage in jumbo bag (Poathong & Phaikaew, 2001). Di Indonesia, dikarenakan sekitar 80% usaha peternakan sapi perah merupakan usaha sapi perah rakyat (peternak kecil), maka penggunaan silo disesuaikan dengan kebutuhan skala usaha. Namun kajian tentang silo yang sesuai untuk skala usaha sapi perah rakyat masih terbatas, sehingga perlu ada kajian tentang silo yang paling tepat untuk skala usaha sapi perah tersebut. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas pakan silase ransum komplit dari jenis silo yang berbeda (silo trench dan silo drum) berdasarkan karakteristik fisik, fermentatif, dan utilitas yang diuji secara in vitro.

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Rami (Boehmeria nivea L. Gaud) Tanaman rami adalah tanaman berumpun tahunan yang menghasilkan serat dari kulit kayunya. Tanaman yang diduga berasal dari Cina ini, secara botanis dikenal dengan nama Boehmeria nivea (L) Gaudish. Berikut ini adalah taksonomi tanaman rami: Kingdom : Plantae Plants Subkingdom : Tracheobionta Vascular plants Superdivision : Spermatophyta Seed plants Division : Magnoliophyta Flowering plants Class : Magnoliopsida Dicotyledons Subclass : Hamamelidideae Order : Urticales Family : Urticaceae Nettle family Genus : Boehmeria Jacq. false nettle Species : Boehmeria nivea (L.) Gaudich. Chinese grass (Kartesz, 2011) Berikut ini adalah gambar tanaman rami (Gambar 1.) Gambar 1. Tanaman Rami (Balittas, 2009)

Daun rami sangat khas dengan letak daunnya yang berselang-seling. Selain itu, daunnya ada yang berbentuk jantung hingga bulat atau oval dengan panjang daun (lamina) sebesar 7,5-20 cm, lebar 5-15 cm, serta cenderung berkerut. Kasar dan halusnya kerutan daun tergantung dari klonnya. Permukaan daun bagian atas berbulu halus hingga kasar, berwarna hijau muda sampai hijau tua, sedangkan daun bagian bawah berwarna putih keperakan. Pinggir daun bergerigi lancip hingga tumpul berwarna seperti warna laminanya (Budi et al., 2005). Tulang daun berwarna hijau muda sampai hijau tua atau merah muda hingga merah tua. Tangkai daun (petiole) berwarna hijau muda hingga hijau tua serta merah muda hingga merah tua. Panjang petiole sekitar 3-12 cm, ada yang lebih pendek dari panjang daun, tetapi ada yang hampir sama dengan panjang daun, tergantung dari macam klonnya. Sudut daun (daun-daun bagian atas) berkisar antara 50-120 (agak tegak s.d. terkulai). Tanaman rami memiliki sistem perakaran dimorphic, karena di samping untuk menyerap nutrisi, di bagian akar juga terdapat rhizoma (rimpang) sebagai alat untuk memperbanyak diri, dan umbi sebagai simpanan cadangan makanan. Rami bisa diperbanyak dengan tiga cara yakni dengan rhizoma, biji, dan stek batang. Namun, umumnya tanaman rami lebih mudah diperbanyak dengan rhizoma, sedangkan perbanyakan dengan biji jarang dilakukan kecuali untuk penelitian (Budi, et al., 2005). Potensi Produksi dan Kandungan Nutrien Daun Rami Populasi tanaman rami cukup bervariasi (dapat mencapai 40.000 rumpun/ha). Pada setiap kali pemotongan atau panen, hampir 44% dari total biomassa yang dihasilkan adalah daun. Hasil analisis di Balai Penelitian Ternak (2003), kandungan protein kasar daun rami cukup tinggi, berkisar 22-24%. Kandungan nutrien dan anti nutrien daun rami diperlihatkan pada Tabel 1. Tanaman ini merupakan tanaman yang memiliki potensi tinggi. Daunnya merupakan bahan kompos dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kayunya baik untuk bahan bakar. Serat rami merupakan bahan yang dapat diolah untuk kain bahan tekstil berkualitas tinggi dan bahan pembuatan selulosa berkualitas tinggi (Purwati, 2010).

Tabel 1. Kandungan Nutrien dan Anti Nutrien Daun Rami (dalam % BK) Komponen Kandungan Nutrien (%) Despal & Permana (2008) Duarte et al. (1997) Protein kasar 16,35 21 Lemak kasar 6,36 4 Serat kasar 13,61 20 Bahan ekstrak 44,18 46 tanpa N Bahan kering 16,15 9 Ca - 5,74 P - 0,16 Oksalat (%) - 1 Phytat (mg/%) - 16 Nitrat (mg/%) - 480 Sumber : Despal & Permana (2008), Duarte et al. (1997). Daun bagian atas memiliki serat yang rendah, kaya protein, mineral, lisin dan karoten. Tanaman rami dapat hidup sampai 14 tahun dan menghasilkan sebanyak 300 ton bahan segar (42 ton bahan kering) per hektar setiap tahunnya. Tanaman rami ini cocok untuk semua jenis ternak. Pada unggas, daun rami dapat digunakan sebagai sumber karotenoid dan riboflavin (Franck, 2005). Tanaman rami selain mengandung nutrien yang berguna bagi ternak, juga mengandung beberapa anti nutrien, seperti: asam oksalat, phytat, dan nitrat. Komposisi nitrat dalam daun rami seperti yang dilaporkan Duarte et al. (1997) lebih besar dari ketiga anti nutrien lainnya, yaitu sebesar 480 mg atau jika dilarutkan dalam 1liter air akan setara dengan 480 ppm. Nitrat yang melebihi batas aman dapat menyebabkan keracunan pada ternak. Kandungan nitrat yang aman pada pakan dan air minum ternak sekitar 0-1000ppm (Cassel & Barao, 2000). Oleh karena itu, jumlah nitrat sebesar 480 ppm dalam daun rami ini masih dalam batas aman untuk kandungan nitrat dalam pakan dan air minum ternak. Selain itu juga,

pengolahan bahan pakan hijauan (misalnya: dijadikan silase) dapat mengurangi kandungan nitrat pada hijauan tersebut sekitar 30%-70% (Weiss & Shockey, 2000). Pemanfaatan Daun Rami sebagai Pakan Ternak Penggunaan daun rami sebagai pakan ternak sudah banyak diteliti. Despal (2007) melaporkan bahwa daun rami hingga 50% dalam ransum ternak domba yang disertai dengan suplemen Cu, P, dan metionin dapat mencukupi kebutuhan ternak domba dengan rataan bobot badan 16, 5 Kg. Namun demikian pada ternak tikus (monogastrik), penggunaan daun rami lebih dari 20% dalam ransum dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar (SK) dan zat anti nutrien dalam tanaman rami (Duarte et al., 1997). Berbeda dengan ternak monogastrik, ternak ruminansia dapat memanfaatkan serat dan senyawa fenolik dalam jumlah yang lebih besar. Permasalahan penggunaan daun rami dalam jumlah besar pada ransum ternak ruminansia diduga adalah ketidakseimbangan kandungan Ca/P, defisiensi mineral Cu dan asam amino metionin dalam ransum. Suplementasi nutrien defisien seperti Cu, P dan metionin diharapkan dapat meningkatkan penggunaannya (Despal, 2007). Rumput Gajah ( Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum ) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 2). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson and Paul, 2008). Produktivitas rumput gajah adalah 40 ton per hektar berat kering pada daerah beriklim subtropis dan 80 ton per hektar pada daerah beriklim tropis (Woodard and Prine, 1993). Rumput gajah dipilih sebagai pakan ternak karena memiliki produktifitas yang tinggi dan memiliki sifat memperbaiki kondisi tanah. Hal ini karena akar rumput gajah dapat meningkatkan porositas, yang menyebabkan terjadi aerasi yang lebih baik terhadap lahan yang ditanami oleh rumput-rumputan (Handayani, 2002). Berikut adalah klasifikasi dari Pennisetum purpureum : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Cyperales Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus : Pennisetum Rich. Spesies : Pennisetum purpureum (USDA, 2011). Gambar 2. Pennisetum purpureum Rumput ini biasanya diberikan langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan atau dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan. Kandungan nutrisi rumput gajah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Gajah (dalam % BK) Kandungan Nutrien (%) Komponen Hartadi et al. (1993) Sutardi (1981)* Abu 10, 1 12,0 Protein Kasar 10, 1 8,69 Lemak Kasar 2, 5 2,71 BETN 46, 1 43,7 Serat Kasar 31, 2 32,3 TDN 59, 0 52,4 Sumber: Hartadi et al. (1993); Sutardi (1981)*; Keterangan: *) revisi 2010

Silase Teknologi fermentasi merupakan salah satu cara mengawetkan bahan organik dengan kadar air yang tinggi (Sofyan & Febrisiantosa, 2007). Kadar bahan kering yang paling baik untuk hijauan yang akan dibuat silase adalah sekitar 30-45% (Weiss, 1992). Teknologi ini melalui proses ensilase yang akan menghasilkan produk silase. Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang. Pembuatan silase tidak tergantung musim (Jennings, 2006). Prinsip dasar pembuatan silase adalah memacu terjadinya kondisi anaerob dan asam dalam waktu singkat. Ada 3 hal paling penting agar diperoleh kondisi tersebut yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan ph, mencegah masuknya oksigen kedalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan (Jennings, 2006). Fermentasi silase dimulai saat oksigen telah habis digunakan oleh sel tanaman. Bakteri menggunakan karbohidrat mudah larut untuk menghasilkan asam laktat dalam menurunkan ph silase. Penurunan ph yang cepat membatasi pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme anaerob merugikan seperti enterobacteria dan clostridia. Produksi asam laktat yang berlanjut akan menurunkan ph yang dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri (Jennings, 2006). Secara garis besar proses pembuatan silase terdiri dari empat fase (Bolsen & Sapienza, 1983), yaitu : (1) Fase Aerob,fase ini dimulai sejak bahan dimasukkan ke dalam silo. Cara untuk menghindari dampak negatif dari fase aerob ini, maka pengisian dan penutupan silo harus dilakukan dalam waktu singkat dan cepat, (2) Fase Fermentatif, fase ini merupakan masa aktif pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat. Bakteri tersebut akan memfermentasi gula menjadi asam laktat disertai produksi asam asetat, etanol, karbondioksida, dan lain-lain. Masa fermentatif aktif berlangsung selama 1 minggu sampai dengan 1 bulan. Fermentasi gula yang cepat oleh bakteri penghasil asam laktat disebabkan oleh rendahnya ph akan menghentikan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, (3) Fase Stabil, fase ini terjadi setelah masa aktif pertumbuhan bakteri asam laktat berakhir. Faktor utama yang berpengaruh pada kualitas silase selama fase ini adalah

permeabilitas silo terhadap oksien. Tingkat kehilangan bahan kering dapat diminimalkan, jika silo ditutup dan disegel dengan baik sehingga hanya sedikit sekali aktivitas mikroba yang dapat terjadi pada fase ini, (4) Fase Pengeluaran Silase, fase ini dimulai pada saat silo dibuka, kemudian silase diberikan kepada ternak. Pada fase ini, kontak oksigen dengan silase menjadi sangat tinggi. Silase Ransum Komplit (Silase Komplit) Silase ransum komplit adalah silase yang tersusun dari beberapa macam bahan pakan yang telah diformulasikan sesuai kebutuhan ternak, sehingga dalam pemberiannya kepada ternak tidak perlu dicampur dengan bahan lainnya lagi. Menurut Xu et al., (2007); Sofyan & Febrisiantosa (2007) apabila bahan pakan berkadar air tinggi diensilase dengan bahan pakan berkadar air rendah menjadi ransum komplit, risiko terbentuknya effluent (cairan yang dihasilkan selama proses ensilase) akan dapat diminimalkan dan waktu untuk mencampur pakan sebelum diberikan kepada ternak akan dapat dihilangkan. Selain itu, aroma dan palatabilitas pakan akan menjadi lebih baik apabila dijadikan sebagai silase ransum komplit Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi hijauan melimpah di musim penghujan, teknologi yang paling tepat untuk menjaga ketersediaannya di musim kemarau adalah dengan menggunakan teknologi pengawetan melalui proses fermentasi (tidak tergantung oleh sinar matahri). Selain itu juga hijauan yang akan diawetkan dapat dicampur dengan bahan konsentrat,kemudian disimpan selama 4-8 bulan. Persediaan pakan ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak musim kemarau (Sofyan & Febrisiantosa, 2007). Teknik Pembuatan Silase Ransum Komplit Prinsip pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti proses fermentasi pada umumnya. Silase ransum komplit dibuat sesuai dengan standar kebutuhan ternak. Campuran hijauan terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 2-3cm menggunakan chopper sebelum dicampur dan diaduk merata dengan bahan

konsentrat lainnya. Bahan pakan konsentrat ini, selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi dari pakan yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat penopang proses fermentasi (ensilase) (Sofyan & Febrisiantosa, 2007). Campuran ransum komplit selanjutnya dimasukkan ke dalam silo, dipadatkan, dan ditutup rapat (anaerob) selama tiga minggu, dan produknya kemudian dinamakan Silase Ransum Komplit (Ramli & Ridla, 2008). Kualitas Silase Kriteria silase yang baik menurut Deptan (1980) dapat dilihat pada Tabel 3. Saun & Heinrichs (2008) menyatakan bahwa silase yang berkualitas baik, akan berwarna seperti bahan asalnya. Warna silase juga menunjukkan permasalahan yang terjadi selama ensilase. Tabel 3. Kriteria Penilaian Silase Kriteria Penilaian Baik Sekali Baik Sedang Buruk Jamur Tidak ada Sedikit Lebih banyak Banyak Bau Asam Asam Kurang asam Busuk ph 3,2 4,5 4,2 4,5 4,5 4,8 > 4,8 Kadar N-NH 3 (%) < 10% 10 15% < 20% > 20% Sumber : Deptan (1980). Zat Aditif Silase Kualitas fermentasi silase ditentukan oleh bahan aditif yang digunakan (Lattemae & Tamm, 2005). Zat aditif silase meliputi bahan pakan, urea, amonia, dan inokulan. Fungsi utama zat tersebut adalah untuk meningkatkan nilai gizi silase atau meningkatkan fermentasi sehingga tingkat kerugian selama penyimpanan berkurang. Respon untuk aditif silase tergantung pada bahan utama silase. Selain itu walau bagaimanapun terdapat manfaat yang diperoleh dari penggunaan aditif silase

untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik, namun aditif silase tidak akan menggantikan manajemen pembuatan silase yang baik (Weiss, 1992). Keputusan untuk menggunakan aditif harus didasarkan pada jenis dan bahan kering dari hijauan, dan jenis hewan yang menjadi target pemberian pakan. Urea dan amonia biasanya bermanfaat untuk silase jagung dengan ekonomi meningkatkan kandungan protein kasar. Penambahan tanaman biji-bijian untuk silase jerami basah akan mengurangi rembesan (effluent) dan membantu proses pengeluaran silase. Tetes dapat meningkatkan fermentasi silase jerami tanaman. Inokulan silase memiliki pengaruh yang sangat sedikit pada silase jagung, tetapi dapat meningkatkan laju fermentasi silase jerami untuk tanaman (Weiss, 1992). Beberapa contoh zat aditif yang biasa digunakan antara lain: jagung halus, pollard, onggok, dan dedak padi. Bahan-bahan ini selain berfungsi sebagai zat aditif, juga dapat menyerap kelebihan air dari hijauan. Kemampuan daya serap karbohidrat ditentukan oleh luas permukaan serap atau ukuran partikelnya, dan keberadaan coating, seperti serat dan lemak (yang dapat menurunkan daya serap air bahan) (Despal et al., 2008). Jagung Jagung adalah sumber dari NFC (Non Fiber Carbohydrate) dan dapat digunakan sebagai bahan tambahan hijauan dalam proses ensiling serta mempercepat penurunan ph selama fermentasi (Sibanda et al., 1997). Di samping itu jagung dapat menyediakan karbohidrat mudah fermentasi. Ukuran partikel tepung jagung yang baik dapat mengurangi kebocoran massa silase dan fermentasi anaerobik (Despal et al., 2011). Kandungan nutrien jagung, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrien Jagung Komponen Kandungan Nutrien (%) Tatra DBTNR Sutardi* Kadar Air (%) 13,52 11,73 12,20 Abu (%) 1,68 1,21 3,50 Protein kasar (%) 10,88 7,83 10,00 Lemak (%) - 3,68 7,78 Serat kasar (%) - 3,28 4,5 WSC (%) 3,41 - - Sumber : Tatra, 2009; Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, 2010; Sutardi, 1981 Keterangan: *) revisi 2010 Dedak Padi Dedak padi merupakan sisa penumbukan atau penggilingan padi. Kualitas dedak padi dipengaruhi oleh banyaknya kulit gabah yang tercampur di dalamnya (Parakkasi, 1986). Penggunaan dedak padi sebagai zat aditif silase dengan kandungan WSC (karbohidrat terlalut dalam air sebesar 5,42%) dapat menghasilkan silase berkualitas cukup baik (berdasarkan nilai fleigh) (Despal et al., 2011). Kandungan nutrien dedak padi diperlihatkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Nutrien Dedak Padi Komponen Kandungan Nutrien (%) Tatra DBTNR Sutardi* Kadar Air (%) 14,33 10,56 12,3 Abu (%) 11,6 7,37 13,6 Protein (%) 11,22 11,86 13,0 Lemak kasar (%) - 15,24 8,64 Serat kasar (%) - 8,63 13,9 WSC (%) 5,43 - - Sumber : Tatra, 2009; Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, 2010; Sutardi, 1981 Keterangan: *) revisi 2010 Pollard

Pollard merupakan hasil sampingan penggilingan gandum dan mengandung kulit ari gandum yang halus. Pollard yang dihasilkan dari penggilingan gandum berkisar 25-26% dari bahan baku (Sofyan, 2000). Pollard merupakan pakan yang populer karena mempunyai kualitas dan palatabilitas yang tinggi sehingga baik diberikan pada ternak yang baru atau setelah lahir dan ternak dara. Menurut Phang (2001), pollard dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan serat dalam pakan. Dari segi kandungan nutrien, pollard adalah bahan pakan sumber energi dengan kandungan serat dan protein yang cukup tinggi, pollard kaya akan phospor (P), ferrum (Fe) tetapi miskin akan kalsium (Ca). Pollard mengandung 1,29% P, tetapi hanya mengandung 0,13% Ca. Bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin phospor. Pollard tidak mengandung vitamin A atau vitamin lainnya, tetapi kaya akan niacin dan thiamin (Sofyan, 2000). Kandungan nutrien pollard dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Nutrien Pollard Komponen Tatra Kandungan Nutrien (%) Lukito & Praguyo sutardi Kadar Air (%) 13,74 12,09 11,5 Abu (%) 5,16 4,07 5,9 Protein (%) 15,53 14,75 18,50 Lemak kasar (%) - 4,17 3,68 Serat kasar (%) - 7,55 9,8 WSC (%) 12,53 - - Sumber : Tatra, 2009; Lukito A. & Prayugo S. 2007; Sutardi, 1981 Keterangan: *) revisi 2010 Pollard memiliki kandungan pati yang tinggi artinya pollard memiliki water soluble carbohydrate yang tinggi pula (Despal et al., 2011) yang bisa memacu pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi berlangsung sehingga akan menghasilkan silase yang baik. Despal et al. (2011) menambahkan bahwa kandugan WSC (karbohidrat terlarut dalam air) sebesar 12,52% dan

penggunaannya sebagai zat aditif silase dapat menghasilkan silase yang berkualitas baik (berdasarkan nilai fleigh). Bungkil Kelapa Bungkil kelapa digolongkan ke dalam bahan pakan sumber protein. Kandungan nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 7. Bungkil kelapa ini adalah hasil dari sisa pembuatan dan ekstraksi minyak kelapa yang didapat dari daging kelapa yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Bungkil kelapa yang baik mengandung protein kasar yang cukup tinggi, sekitar 18% dan serat kasar sekitar 14% (SNI, 1996). Selain mengandung beberapa nutrisi yang memadai, bungkil kelapa mudah diperoleh dipasaran dan harganya relatif murah (Rasyaf, 2007). Tabel 7. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Komponen Kandungan Nutrien (%) Tatra DBTNR Sutardi* Kadar Air (%) 13,35 5,87 11,4 Abu (%) 5,92 5,77 8,2 Protein (%) 17,09 19,44 21,30 Lemak kasar (%) 9,44 15,97 10,90 Serat kasar (%) 30,40 11,38 14,2 WSC (%) - - - Sumber : Tatra, 2009; Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, 2010; Sutardi, 1981 Keterangan: *) revisi 2010 Bungkil Kedelai Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah ekstraksi minyaknya secara mekanis (expeller) atau secara kimia (solvent). Bungkil kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga digolongkan ke dalam bahan pakan sumber protein. Walaupun bungkil kedelai tidak mengandung asam amino selengkap tepung ikan, namun bungkil ini relatif lebih baik dari pada sumber protein nabati lainnya. Asam amino pembatas pada tepung bungkil kedelai

adalah metionin dan lisin. Kandungan protein bungkil kedelai yang baik adalah 46% dan mempunyai kandungan serat kasar sekitar 6,5% (SNI, 1996). Kandungan nutrien bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Komponen Kandungan Nutrien (%) Tatra ditjennak Sutardi Kadar Air (%) 8,4 8,79 11,9 Abu (%) 5,4 7,06 8,2 Protein (%) 39,6 44,37 46,90 Lemak kasar (%) 14,3 1,90 2,66 Serat kasar (%) 2,8 3,39 5,9 Sumber : Tatra, 2009; Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, 2010; Sutardi, 1981 Keterangan: *) revisi 2010 Silo Silo merupakan tempat penyimpanan bahan pakan (misalnya: silase). Ada beberapa jenis silo yang dapat digunakan untuk menyimpan silase, antara lain concrete bunker silos, concrete trench silos, trench silos without concrete frame, plastic stack silo, paper tuber silo, small round-baled wrapped silo, silage in black plastic bag, dan silage in jumbo bag (Poathong & Phaikaew, 2001). Setiap jenis silo memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, sehingga perlu langkah antisipatif agar silase yang dihasilkan berkualitas baik. Pemilihan silo perlu disesuaikan dengan skala usaha dan kebutuhan peternak, misalnya pada usaha peternakan sapi perah rakyat, diperlukan silo yang biaya penyediaannya yang relatif murah dan membutuhkan sedikit peralatan selama penggunaannya, serta mudah untuk digunakan ketika memasukkan silase dan mengeluarkannya dari silo (Poathong & Phaikaew, 2001). Trench Silo Trench silo merupakan silo yang berbentuk seperti parit dan memiliki sedikit kemiringan pada bagian dasar. Trench silo memiliki kontur permukaan

(bagian atas) yang tidak rata. Dinding silo terdiri atas batu bata dan semen (FAO, 2011). FAO (2011) menambahkan bahwa, silo ini termasuk silo permanen yang dipakai untuk produksi silase skala kecil dan menengah. Kelebihan dalam menggunakan silo ini adalah kemudahan dalam memasukkan dan mengeluarkan silase dari silo. Namun, penggunaan trench silo memerlukan alat tambahan, seperti plastik yang akan digunakan untuk melapisi bagian dasar silo dan untuk menutup silase pada silo. Selain itu, dikarenakan silo ini tidak memiliki penutup khusus, sehingga perlu diperhatikan langkah pencegahan masuknya air ke dalam silo. Plastic Container (Silo Drum) Silo drum (drum plastik berpelat) ini berfungsi sebagai silo bergerak. Silo bergerak ini berguna sebagai alat kemas kedap udara yang dapat digunakan untuk memindahkan silase dari suatu tempat ke tempat lainnya. Selain itu, dengan menggunakan kemasan drum plastik ini penyediaan hijauan untuk musim kemarau tidak lagi menjadi masalah (Erowati, 2007). Silo drum ini memiliki kelebihan pada sisi praktis di lapangan, terutama bagi peternak/pembuat silase mula. Selain itu, peternak/pembuat silase dapat memperoleh drum silo dengan mudah melalui keanggotaanya di koperasi (dengan sistem isi ulang) (Erowati, 2007). Selain itu, silo ini memiliki penutup dan cincin penutup khusus, sehingga mendukung keadaan anaerob yang ideal dan dapat menghasilkan silase berkualitas baik. Namun, silo ini memiliki kapasitas yang lebih kecil daripada silo lainnya dengan perkiraan biaya pengadaan yang hampir sama. Berikut ini adalah bentuk trench silo dan silo drum ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Silo Trench Gambar 4. Silo Drum Konsentrasi VFA VFA pada ternak ruminasia merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat dan sumber energi utama (Parakkasi, 1999). VFA merupakan hasil akhir dari fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme. Banyaknya VFA yang ada di dalam rumen dapat menggambarkan aktivitas mikroba (Church, 1971). Sedangkan banyaknya VFA pada silase menggambarkan indikator perombakan bahan organik (Ørskov dan Ryle, 1990). Proporsi VFA juga dapat menggambarkan perkembangan mikroba selama ensilase. Proporsi asetat yang tinggi menunjukkan dominasi bakteri asam asetat sedangkan proporsi butirat yang tinggi menunjukkan

dominasi bakteri Clostridia tyrobutyricum dalam silase (Elferink dan Driehuis, 2000). Menurut McDonald et al. (2002) pakan yang masuk kedalam rumen difermentasi untuk menghasilkan produk utama berupa VFA, sel-sel mikroba, serta gas metan dan CO 2. Konsentrasi VFA tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi. Menurut Sutardi (1979) konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen adalah 80-160 mm. Amonia Protein yang masuk ke dalam rumen akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi peptide, kemudian dihidrolisis menjadi asam amino dan secara cepat akan dideaminasi menjadi amonia. Asam amino dan amonia akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba. Proporsi protein yang didegradasi dalam rumen pada umumnya sekitar 70-80% dan untuk protein yang sulit dicerna sekitar 30-40%. Kandungan protein ransum yang tinggi dan mudah didegradasi akan menghasilkan konsentrasi NH 3 didalam rumen. Jika degradasi protein lebih cepat daripada sintesis protein mikroba maka amonia akan terakumulasi dan melebihi konsentrasi optimumnya. Amonia optimum dalam rumen berkisar antara 85-300 mg/l atau 6-21 mm (McDonald et al., 2002). Konsentrasi amonia dalam silase merupakan salah satu indikator kerusakan pada silase. Hal ini dikarenakan amonia dapat meningkatkan ph silase dan dapat mencerminkan kerusakan protein bahan (Woolford, 1984).

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan, IPB) dari bulan September 2010 sampai April 2011. Materi Bahan Bahan pakan penyusun ransum antara lain daun rami yang didatangkan dari Koperasi Pondok Pesantren Darussalam Garut, rumput gajah yang diperoleh dari daerah sekitar Kampus IPB Darmaga, jagung halus, dedak padi, pollard, bungkil kelapa, dan bungkil kedelai. Selain itu ada cairan rumen yang berasal dari sapi PO (Peranakan Ongole) fistula, serta bahan-bahan yang digunakan untuk penentuan kandungan nutrien, analisis fermentabilitas, dan kecernaan in vitro dijelaskan lebih lengkap pada prosedur. Alat Peralatan yang digunakan pada pembuatan silase antara lain drum plastik bervolume 200 liter, trench silo berukuran 1 x 1 x 1 m 3, dengan kapasitas sekitar 3500kg dan peralatan yang digunakan untuk pengukuran kandungan nutrien, analisis fermentabilitas dan kecernaan in vitro dijelaskan lebih lengkap pada masing-masing prosedur Prosedur Pembuatan Silase Ransum Komplit Pada proses pembuatan silase ransum komplit, daun rami dan rumput gajah dipotong-potong dengan ukuran 2-3 cm, kemudian di campur dengan bahan-bahan konsentrat sesuai formulasi ransum yang dibuat. Komposisi bahan pakan yang

digunakan dapat dilihat pada Tabel 9. Kemudian dimasukkan ke dalam trench silo atau drum, serta dilakukan pemadatan lalu ditutup rapat. Proses ensilasi terjadi selama 3 minggu pada suhu ruang secara anaerob. Setelah 3 minggu, silo dibuka, diamati, dan diuji secara in vitro. Kandungan nutrisi dari ransum yang disusun, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penggunaan Bahan Pakan dan Kandungan Nutrien Silase Ransum Komplit Bahan Pakan Penggunaan (as fed) Zat Nutrien Proporsi (%BK)* Rumput gajah 58,8% Protein Kasar 19,16% Daun Rami 24,48% Lemak Kasar 6,36% Dedak Halus 1,3% Serat Kasar 13,61% Pollard 3,69% TDN 66,02% Jagung Halus 5,64% BK 32, 63% Bungkil Kedelai 2,41% Ca 1,71% Bungkil Kelapa 3,68% P 0,36% Keterangan: (*) berdasarkan perhitungan Pengamatan Karakteristik Fisik Pengamatan karakteristik fisik dilakukan dengan mendeskripsikan sifat fisik silase, antara lain meliputi warna, aroma, tekstur, menghitung persentase silase yang menggumpal (dengan menghitung bobot silase terkontaminasi jamur) dan tingkat kerusakan silase setelah terjadi proses ensilase (persentase hasil perbandingan silase yang menggumpal dengan bobot silase setelah ensilase). Pengamatan Karakteristik Fermentatif Pengukuran ph. Pengukuran ph menggunakan prosedur Naumann & Bassler (1997). Silase yang baru dibuka, diambil sebanyak 10 gram dan dicampur dengan 100 ml aquadest dengan cara diblender pada kecepatan sedang selama 30 detik. ph cairan silase diukur menggunakan pocket ph meter yang telah dikalibrasi.

Pembacaan ph dilakukan setelah screen stabil atau setelah 30 detik. Supernatan dari pengukuran ph akan digunakan untuk pengukuran VFA dan kadar NH 3 silase. Pengukuran VFA Silase. Konsentrasi VFA total ditentukan dengan menggunakan teknik destilasi uap (General Laboratory Prosedure, 1966). Pada pengukuran VFA silase, sample yang digunakan berasal dari supernatan hasil pengukuran ph. Larutan sampel tersebut diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung destilasi kemudian ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 15%, lalu tabung segera ditutup. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi oleh pendingin. Uap air yang terbentuk akan ditampung sampai volumenya 300 ml dengan labu Erlenmeyer yang sebelumnya telah diisi 5 ml NaOH 0,5 N. Hasil tampungan dititrasi dengan HCl 0,5 N dan ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak dua tetes, kemudian dititrasi dari berwarna merah muda sampai menjadi bening. Produksi VFA silase (mm) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: (a-b)ml x N HCl x 1000/5ml VFA(mM)= g sampel x BK sampel Keterangan : a = volume titran blangko b = volume titran contoh Pengukuran NH 3 Silase. Pada pengukuran NH 3 silase digunakan supernatan pada pengukuran ph sebanyak 1 ml, lalu ditempatkan pada salah satu ujung jalur cawan Conway yang telah diolesi vaselin, kemudian dipipet 1 ml larutan Na 2 CO 3 lalu ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel, selanjutnya dipipet asam borat berindikator sebanyak 1 ml, lalu ditempatkan di bagian tengah cawan. Setelah itu cawan Conway ditutup rapat dan supernatant + larutan Na 2 CO 3 dicampur hingga rata dengan cara memiringkan posisi cawan conway. Kemudian, disimpan selama 24 jam pada suhu kamar dan setelah 24 jam. Setelah 24 jam, cawan dibuka dan dititrasi dengan menggunakan H 2 SO 4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Kemudian kadar NH 3 (mm) dihitung dengan rumus:

NH 3 (mm)= ml H 2 SO 4 x N H 2 SO 4 x 1000 g sampel x BKsampel Pengukuran Bahan Kering Silase. Silase yang telah melalui proses ensilasi selama 3 minggu dikeluarkan dari silo trench dan dari silo drum, lalu ditimbang sebagai berat awal (sebagai a), kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 o C selama 3-7 hari kemudian ditimbang sebagai berat kering oven 60 o C (sebagai b). Setelah dikeringkan pada suhu 60 o C, sampel digiling sampai halus. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen sebanyak 2-3 gram (sebagai c), lalu dimasukkan ke dalam oven 105 o C sampai berat konstan. Setelah kering, silase ditimbang sebagai berat akhir (sebagai d) dan dihitung menggunakan rumus: % BK = d c x x b a x 100% Keterangan a b c d : Berat silase ransum komplit segar : Berat silase setelah oven 60 o C : Berat sampel sebelum oven 105 o C : Berat sampel setelah oven 105 o C Pengukuran Kehilangan Bahan Kering (BK). Kehilangan bahan kering dihitung dari selisih berat kering bahan awal dengan berat kering bahan yang telah menjadi silase. Pengukuran Protein Kasar (PK). Pengukuran kadar protein silase menggunakan metode Kjeldahl (1883) dan untuk perhitungan protein kasar menggunakan rumus: ml HCL x N HCl x 14 x 24 x 100 %N = mg Sample % PK = % N x 6,25

Pengukuran Kehilangan PK. Pengukuran kehilangan PK dihitung dengan membandingkan antara N amonia setelah ensilase dengan kadar N pada PK bahan awal Pengukuran WSC (Water Soluble Carbohydrat). Pengukuran WSC pada penelitian ini menggunakan Metode Fenol menurut Singleton & Rossi (1965). Silase diambil sebanyak dua gram, lalu ditambahkan aquades yang telah dipanaskan (100 C) sebanyak 20 ml, kemudian campuran tersebut digerus menggunakan mortar selama ± 10 menit, lalu disaring. Sampel yang berbentuk cairan dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi 10 ml, kemudian tambahkan 0,5 ml larutan fenol dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Larutan asam sulfat ditambahkan dengan cepat sebanyak 2,5 ml dan divortex. Selanjutnya, larutan dibiarkan sampai dingin dan diukur nilai absorbannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Perhitungan Nilai Fleigh. Nilai Fleigh merupakan indeks karakteristik fermentasi silase berdasarkan nilai BK dan ph dari silase (Idikut et al., 2009). Berikut ini adalah kisaran nilai fleigh (NF) dan gambaran kualitas fermentasi silase yang dicapai : NF = > 85, menyatakan silase berkualitas baik sekali, NF = 60 80, menyatakan silase berkualitas baik, NF = 40 60, menyatakan silase berkualitas cukup baik, NF = 20-40, menyatakan silase berkualitas sedang, NF = <20, menyatakan silase berkualitas kurang baik (Idikut et al., 2009). Nilai Fleigh dihitung berdasarkan rumus (Idikut et al., 2009), sebagai berikut : NF = 220 + (2 x BK(%) 15) - (40 x ph) Pengamatan Karakteristik Utilitas Fermentabilitas Pakan dalam Rumen. Pada pengukuran fermentabilitas, pakan difermentasi menggunakan cairan rumen dengan metode General Laboratory Procedure (1966). Sample silase ransum komplit sebanyak 0,5 gram (yang sudah dikeringkan, digiling dan disaring menggunakan saringan berukuran 0,5mm),

dimasukkan ke dalam tabung fermentor bervolume 50 ml, kemudian ditambahkan 40 ml larutan buffer McDougall dan 10 ml cairan rumen lalu diaduk dengan gas CO 2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan prop karet yang berventilasi, kemudian diinkubasi selama 6 jam di dalam shaker water bath bersuhu 39ºC. Setelah inkubasi, ditambahkan 2-3 tetes HgCl 2 jenuh ke dalam tabung fermentor untuk menghentikan aktivitas mikroba, kemudian tabung fermentor disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Kemudian supernatannya ditampung untuk dianalisis kadar NH 3 dan VFA. Selanjutnya, NH 3 dan VFA rumen dianalisis dengan prosedur yang sama dengan pengukuran NH 3 dan VFA silase. Kecernaan. Pengukuran kecernaan menggunakan metode menurut Tilley & Terry (1963). Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 g sampel, ditambahkan 40 ml larutan McDougall, kemudian tabung dimasukan ke dalam shakerwater bath dengan suhu 39 o C. Kemudian tabung tersebut diisi cairan rumen 10 ml. Setelah itu, tabung dikocok dengan cara dialiri CO 2 selama 30 detik, ph dicek (6,5 6,9) dan ditutup dengan tutup karet berventilasi, lalu di fermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, tutup karet tabung fermentor dibuka dan diteteskan 2-3 tetes HgCl 2 untuk menghentikan aktivitas mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge, lakukan sentrifuge dengan kecepatan 3.000rpm selama 15 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan dibuang dan endapan hasil sentrifuge pada kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit ditambahkan 50 ml larutan pepsin-hcl 0.2%. Campuran ini lalu diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet. Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring whatman no 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vacum. Endapan yang ada di kertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105⁰C selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen + kertas saring + residu dikeluarkan, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450 600 o C, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya. Residu asal fermentasi tanpa sampel dijadikan sebagai blanko. Berikut rumus perhitungan KCBK dan KCBO: