BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governance), Pemerintah Daerah terus melakukan upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003 dan Mardiasmo, 2006). Salah satu upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsipprinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah diterima secara umum. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidaktidaknya terdiri atas : a). Laporan Realisasi Anggaran, b). Neraca, c). Laporan arus kas, d). Catatan atas laporan keuangan. Pengelolaan keuangan daerah mengatur semua aspek teknis mencakup bidang peraturan, kelembagaan, sistem informasi keuangan daerah, dan 1
2 peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Governmental Accounting Standars Board (GASB, 1999) dalam Concepts Statement No. 1 menyatakan tentang tujuan laporan keuangan yaitu merupakan dasar pelaporan informasi keuangan di pemerintahan yang akan dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperhatikan kualitas dari laporan keuangan tersebut. Kualitas merupakan sesuatu yang memenuhi atau melebihi harapan ataupun kriteria yang telah ditetapkan. Kualitas laporan keuangan akan meningkatkan kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan (Ronan Murphy, 2006). Pengguna laporan keuangan yakin dalam mengambil keputusan karena di dasarkan pada informasi yang telah dipersiapkan dengan baik, disetujui, diaudit secara transparan, dapat dipertangungjawabkan dan berkualitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan menyajikan informasi yang benar dan jujur. Hal ini berarti kualitas laporan keuangan menunjukkan konsep informasi dari laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi Standar Akuntansi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor.71 Tahun 2010. Laporan keuangan dikatakan
3 berkualitas apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, memenuhi kebutuhan pemakainya dalam pengambilan keputusan, bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material serta dapat diandalkan sehingga laporan keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menjelaskan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tangung jawab keuangan negara. Lebih lanjut, UU No.15/2004 pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan atas hasil pemeriksaan keuangan tersebut akan memuat opini atas laporan keuangan suatu pemerintah daerah. Dalam penjelasan UU No.15/2004 pasal 1 disebutkan bahwa opini merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa yaitu : opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), opini Tidak Wajar (TW), dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP).
4 Perkembangan opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/kota di Indonesia selama lima tahun terakhir menunjukkan adanya perbaikan seperti terlihat pada tabel berikut : LKPD (Tahun) Tabel 1.1 Perkembangan Opini LKPD Tahun 2008 s.d 2012 Opini WTP % WDP % TW % TMP % Jumlah 2008 13 3% 323 67% 31 6% 118 24% 485 2009 15 3% 330 65% 48 10% 111 22% 504 2010 34 7% 341 65% 26 5% 121 23% 522 2011 67 13% 349 67% 8 1% 100 19% 524 2012 113 27% 267 64% 4 1% 31 8% 415 (Sumber : IHPS Semester I Tahun 2013) Keterangan : WTP WDP TMP TW : Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) : Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion) : Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) : Tidak Wajar (Adverse Opinion) Dari tabel tersebut dapat dilihat adanya kenaikan prosentase opini WTP, dan penurunan prosentase opini WDP serta TMP. Secara umum menggambarkan perbaikan yang dicapai entitas pemerintah daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku. Selanjutnya penyajian suatu laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil pengelolaan keuangan yang lebih baik. Opini yang diberikan atas suatu laporan keuangan merupakan cermin bagi kualitas pengelolaan dan penyajian atas suatu laporan keuangan. Entitas pemerintah daerah yang memperoleh opini WDP, pada umumnya laporan
5 keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan akun yang dikecualikan, diantaranya aset tetap yang belum dilakukan reinvetarisasi dan penilaian, penatausahaan kas yang tidak sesuai dengan ketentuan, penyertaan modal belum disajikan dengan menggunakan metode ekuitas, saldo dana bergulir belum disajikan dengan menggunakan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan, penatausahaan persediaan tidak memadai, dan pertanggungjawaban belanja hibah tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2012 dari sembilan entitas yang ada di Provinsi Banten, empat daerah meraih opini WTP yakni Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Dua daerah yakni Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang meraih WTP murni, sedangkan dua daerah lainnya meraih WTP-Dengan Paragraf Penjelas. Sedangkan empat entitas lainnya yakni Kota Cilegon, Kota Serang Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang meraih opini WDP. Secara umum, beberapa faktor yang menyebabkan laporan keuangan pemerintah daerah tersebut belum memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian adalah karena penyajian yang belum sepenuhnya sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), lemahnya sistem
6 pengendalian intern, belum tertatanya barang milik negara/daerah dengan tertib,pengadaan barang yang belum mengikuti ketentuan yang berlaku, dan kurang mamadainya kapasitas sumber daya manusia pengelola keuangan. Pemerintah Kota Cilegon telah melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas laporan keuangannya antara lain dengan peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan serta audit internal yang dilakukan oleh internal audit (Inspektorat) tapi kualitas laporan keuangan daerah Kota Cilegon belum menunjukkan peningkatan. LKPD Kota Cilegon selama lima tahun berturut-turut (2008-2012) mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. Permasalahan yang menjadi pengecualian dalam opini BPK adalah adanya permasalahan kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku. Permasalahan tersebut terutama terjadi karena: (1) lemahnya sistem pengendalian intern dan implementasinya; (2) lemahnya pengawasan; (3) kelalaian dan kurang cermatnya para pelaksana dalam melaksanakan tugasnya; dan (4) kurangnya pemahaman dari pelaksanan atas ketentuan yang berlaku. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2013 menunjukkan adanya kelompok temuan sistem pengendalian intern sebanyak 13 kasus terdiri dari kelemahan sistem pengendalian intern 3 kasus, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja 6 kasus, dan kelemahan struktur pengendalian intern 4 kasus, selain itu juga terdapat kelompok
7 temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebanyak 17 kasus bernilai Rp. 1.896,23 M terdiri dari temuan kerugian daerah 6 kasus bernilai Rp. 1.609,18 M, kekurangan penerimaan 3 kasus bernilai Rp. 20,67 juta, adiminstrasi 6 kasus, ketidakhematan 1 kasus bernilai Rp. 266,38 juta dan ketidakefisienan 1 kasus (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013 Buku II Pemeriksaan Laporan Keuangan) Berdasarkan IHPS I Tahun 2013 terdapat kelompok temuan sistem pengendalian intern yang disebabkan karena penerapan sistem pengendalian intern pemerintah Kota Cilegon belum optimal. Selain itu kelompok temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangundangan menunjukkan bahwa masih kurangnya tingkat pemahaman akuntansi penyusun laporan dan peran internal audit dalam melakukan audit internal masih belum optimal. Berdasarkan fenomena dari uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa kualitas laporan keuangan pemerintah daerah Kota Cilegon masih rendah atau tidak memenuhi kriteria sebagai syarat-syarat laporan keuangan yang berkualitas. Rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dapat diduga disebabkan oleh pemahaman akuntansi dari penyusun laporan atau belum diterapkannya secara optimal sistem pengendalian internal pemerintah dan atau peran internal audit masih lemah, maka peneliti tertarik untuk meneliti penyebab rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah antara lain pemahaman akuntansi, sistem pengendalian internal pemerintah, dan peran internal audit.
8 Safrida Yuliani, Nadirsyah, dan Usman Bakar (2010) meneliti tentang pengaruh pemahaman akuntansi, pemanfaatan sistem informasi akuntansi keuangan daerah dan peran internal audit terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa pemahaman akuntansi, pemanfaatan sistem akuntansi keuangan daerah dan peran internal audit secara simultan berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah Banda Aceh. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa kesemua variable independen yang diturunkan bersama-sama (simultan) berpengaruh sangat lemah terhadap kualitas laporan keuangan, diduga masih ada faktor lain yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Penelitian ini berusaha untuk meneliti faktorfaktor lain penyebab rendahnya kualitas laporan pemerintah daerah. Perbedaan penelitian ini adalah adanya penambahan variable dan sampel yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Variabel independen yang ditambahkan dalam penelitian ini yaitu Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Sistem pengendalian internal merupakan permasalahan yang menjadi pengecualian dalam opini BPK yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan.. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2013 terdapat kelompok temuan sistem pengendalian intern, hal ini menunjukkan masih lemahnya pengendalian internal pemerintah dan implementasinya di Kota Cilegon. Lemahnya pengendalian internal merupakan salah satu faktor penyebab LKPD Kota Cilegon mendapatkan opini WDP. Penelitian ini dilakukan di pemerintah
9 daerah Kota Cilegon disebabkan karena selama lima tahun berturut-turut (2008-2012) Pemerintah Kota Cilegon mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. Peraturan yang digunakan dalam penelitian mengacu pada PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Penelitian ini menggunakan analisa SEM-PLS untuk pengujian validitas, reliabilitas dan analisa model. Berdasarkan latar belakang dan fenomena dari uraian sebelumnya membuat peneliti ingin menggali lebih dalam hubungan variabel yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Untuk itu peneliti dalam penelitian ini mengambil judul Pengaruh Pemahaman Akuntansi, Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, dan Peran Internal Audit terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi empiris pada Pemerintah Kota Cilegon) B. RUMUSAN MASALAH Masalah pokok yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pemahaman akuntansi berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah? 2. Apakah sistem pengendalian internal pemerintah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah? 3. Apakah peran internal audit berpengaruh terhadap kualitas laporan pemerintah daerah?
10 C. TUJUAN DAN KONTRIBUSI PENELITIAN 1. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah pada uraian sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui pengaruh pemahaman akuntansi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. b) Mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal pemerintah terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. c) Mengetahui peran internal audit terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. 2. Kontribusi Penelitian a) Bagi penulis, menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta akan memberikan pengalaman dalam pengembangan kemampuan ilmiah khususnya pada penelitian tentang pengaruh pemahaman akuntansi, sistem pengendalian internal pemerintah dan peran internal audit terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. b) Bagi akademisi, memberikan tambahan wacana penelitian empiris bagi akademisi dan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya. c) Bagi pemerintah daerah, sebagai masukan agar dapat menyajikan laporan keuangan yang berkualitas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.